Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

40
Purpura Trombositopeni Idiopatik Mira Dewi Prawira 102009265 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat [email protected] BAB 1. PENDAHULUAN Anamnesis 1. Identitas pasien: a. Nama: Nn. AN b. Umur: 29 tahun (lebih sering terjadi pada anak-anak) c. Jenis kelamin: wanita (lebih sering terjadi pada wanita) d. Suku bangsa: e. Agama: f. Pendidikan: g. Pekerjaan: h. Status perkawinan i. Alamat 2. Keluhan utama: Datang dengan keluhan pada daerah lengan kanan dan kiri serta kaki kanan dan kirinya timbul bintik-bintik nerah yang disadari 3 hari yang lalu. 3. Riwayat penyakit sekarang: Mimisan dan gusi berdarah beberpa kali, tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan saat ini. Adapun beberap hal yang bisa kita tanyanya: 1

description

mbfffffffffffffffffffffffffk

Transcript of Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Page 1: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Purpura Trombositopeni Idiopatik

Mira Dewi Prawira

102009265

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat

[email protected]

BAB 1. PENDAHULUAN

Anamnesis

1. Identitas pasien:

a. Nama: Nn. AN

b. Umur: 29 tahun (lebih sering terjadi pada anak-anak)

c. Jenis kelamin: wanita (lebih sering terjadi pada wanita)

d. Suku bangsa:

e. Agama:

f. Pendidikan:

g. Pekerjaan:

h. Status perkawinan

i. Alamat

2. Keluhan utama:

Datang dengan keluhan pada daerah lengan kanan dan kiri serta kaki kanan dan

kirinya timbul bintik-bintik nerah yang disadari 3 hari yang lalu.

3. Riwayat penyakit sekarang:

Mimisan dan gusi berdarah beberpa kali, tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan

saat ini.

Adapun beberap hal yang bisa kita tanyanya:

Sejak kapan terjadinya? Trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi

bakteri atau virus (infeksi saluran nafas atas atau saluran cerna), misalnya

Rubella, Rubeola, Chicken Pox atau vaksinasi dengan virus hidup

Bagaimana Riwayat perdarahan? gejala dan tipe perdarahan? lama

perdarahan? riwayat sebelum perdarahan.?

1

Page 2: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Apakah selama ini mengkonsumsi obat-obat seperti: heparin, sulfonamid,

quinidine/quinine, aspirin?

4. Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat mestruasi baik (lamanya maupun darah yang keluar masih dalam batas

wajar)

5. Riwaya keluarga:

Tidak ada keluarga yang mendetita penyakit serupa

Yang perlu di tanyaka juga adalah:

Apakah dalam keluarga ada yang menderita trombositopenia atau kelainan

hematologi?

Pemeriksaan Fisik & Penunjang

a. FisikPemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan perdarahan tanpa trauma meliputi:

- Observasi umum terhadap pasien yang baru datang meliputi keadaan umum, dan

tanda-tanda vital. Biasanya tanda vital ini dalam parameter yang normal, keadaan

umum dapat bervariasi sesuai dengan kapan pasien datang, dalam kasus yang kita

dapat os datang dengan keadaan umum tampak sakit ringan, dan compos mentis. 3

- Pemeriksaan klinik mengenai adanya perdarahan pada kulit atau mukosa, hal ini

memang sudah didapat di dalam anamnesa, namun kita tentu dapat memeriksanya

dengan inspeksi untuk melihat kemungkinan-kemungkinan perdarahan (petechie,

echymosis). Untuk menguji faal trombosit dengan uji bending atau Rumpel & Leede)

selain itu melalui percobaan ini terdapat factor kerapuhan pembuluh darah. Cara uji

bending ialah memasangkan manset tensimeter dan memompa sampai 100 mmHg

sampai 10 menit. Lalu hitung jumlah petechiae. Tes ini positif jika jumlah petechiae

lebih dari 10. 3

Purpura sering dijumpai pada kasus dermatologi dan hematologi, dan sering pula

berhubungan atau menyertai penyakit lain. Purpura adalah ekstravasasi sel darah

merah (eritrosit) ke kulit lendir (mukosa), dengan manifestasi berupa macula

kemerahan yang tidak hilang pada penekanan. Kadang-kadang purpura dapat diraba

(palpable purpura). Purpura secara perlahan mengalami perubahan warna, mula-mula

2

Page 3: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

merah menjadi kebiruan, disusul warna coklat kekuningan dan akhirnya memudar dan

hilang. Menurut ukuran besarnya dibedakan atas: 3,4

1. Ptekie, purpura superficial berukuran miliar atau dengan diameter kira-kira

berukuran 3mm, mula bewarna merah kemudian menjadi coklat seperti karat besi.

2. Ekismosis, ukurannya lebih besar dan letaknya lebih dalam dari ptekie, bewarna

biru kehitaman.

3. Sugulasio, bila ukuran purpura nummular.

4. Hematoma, bila darah berkumpul di jaringan membentuk tumor dengan konsistensi

yang padat.

- Kemungkinan perdarahan yang kita periksa diatas merupakan gejala utama, namun

awitan penyakit mempengaruhi perdarahan, biasanya pada anak akan terjadi penyakit

akut, perdarahannya ringan serta dapat remisi. Namun ternyata pada dewasa

cenderung penyakit bersifat kronik. Seperti telah dijelaskan perdarahan berupa

ekimosis, petekie, dan purpura dan hal ini berkaitan dengan jumlah trombosit.

- Pemeriksaan terhadap organ hati dan limpa dapat diperiksa, pada sekitar10% dari

kasus ITP didapatkan splenomegali. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan

kompensasi yang dilakukan akibat trombosit yang berkurang.3

- Kasus yang lebih berat dapat terjadi perdarahan mukosa. Pada kasus yang paling

berat, dapat terjadi perdarahan CNS. Perdarahan biasanya tidak terjadi sampai jumlah

hitung trombosit turun hingga dibawah 10x109/L. pasien dengan jumlah hitung

trombosit sekitar 40x109/L (dan belum menggunakan medikasi) tidak memiliki

manifestasi perdarahan dan dapat asimtomatik. Bila pasien dengan AT>50.000/mL

maka biasanya pasien asimtomatik, AT 30.000-50.000/mL terdapat luka

memar/hematom, AT 10.000-30.000/mL terdapat perdarahan spontan, menoragi dan

perdarahan memanjang bila ada luka, AT<10.000/mL terjadi perdarahan mukosa dan

resiko perdarahan system saraf pusat. 3

- Keluhan perdarahan pada berbagai penyakit hemostasis termasuk ITP, maka kita juga

memeriksa kemungkinan anemia dengan memeriksa konjungtiva, sclera. Yang

semuanya dalam kasus seperti ini dalam batas normal.

- Kecurigaan penyakit dari hidung karena epistaksis harus diperiksa, maka pada

pemeriksaan hidung dalam batas normal, selain itu kelenjar getah bening dan

pemeriksaan fisik torak serta abdomen juga diperiksa untuk menyingkirkan penyakit-

3

Page 4: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

penyakit lain misalnya infeksi, namun pada kasus hematologi ini infeksi lebih rentan

terjadi terutama yang akut pada anak. 3

b. Penunjang Tes Darah Lengkap

Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan

penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana

respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga pemeriksaan ini sering dilakukan

untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada pasien yang menderita suatu penyakit . 5

a. Kadar Hemoglobin (Hb)

Hb merupakan zat protein yang ditemukan di eritrosit yang memberi warna merah pada

darah. Kadar hemoglobin biasanya menurun pada anemia. Namun seseorang pasien itu

dikatakan tidak anemik sampai kadar hemoglobin < 10.5 g/dl. Perdarahan

dapat menyebabkan rendahnya kadar Hb darah jika tidak segera diganti namun kadarnya

tidak menurun dengan cepat dan akan tetap normal selama beberapa jam, bahkan beberapa

hari. Peningkatan hemoglobin akan terjadi sekiranya terdapat dehidrasi.

Setelah klien diberikan penggantian pencairan, kadar hemoglobin harus kembali kerentang

normal. 5

Tabel 1. Nilai Rujukan Hb

DEWASA ANAK

Pria : 13 – 17 g/dL BBL : 14 – 24 g/dL

Wanita : 12 – 15 g/dL Bayi : 10 – 17 g/dL

Anak : 11 -16 g/dL

b. Hitung leukosit, trombosit, eritrosit

Hitung sel darah adalah suatu pemeriksaan untuk menentukan jumlah seldalam setiap

mikroliter darah. Ketetapan dan ketelitian hasil pemeriksaan inisangat tergantung dari

ketetapan dan ketelitian pengenceran volume darah yang diperiksa dan kecermatan ketika

menghitung sel tersebut dengan menggunakan mikroskopik. Pemeriksaan ini dapat dilakukan

dengan cara manual atau automatik. Cara manual dilakukan dengan melakukan pengenceran

darah dalam suatu larutan tertentu. Selanjutnya sel darah dalam volume pengenceran akan

dihitung dengan menggunakan kamar hitung. Kamar hitung yang lazimdigunakan adalah

kamar hitung Improved Neubauer. Dengan cara automatik, penghitungan sel menjadi lebih

mudah, lebih cepat dan teliti. Kelemahannya adalah biayanya yang lebih mahal dan

memerlukan perawatan yang cermat. 5

4

Page 5: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Tabel 2. Nilai rujukan

Eritrosit Leukosit Trombosit

Pria: 4.5 – 5.9 × 106/µL atau

4.5 – 5.9 × 109 L

4.5 – 11 × 103/µL atau

4.5 – 11 × 109 L

150 – 350 × 103/µL atau

150- 350 × 109 L

Wanita: 4 – 4.2 × 106/µL atau

4 – 5.2 × 109 L

c. Laju endap darah (LED)

LED adalah laju sel darah merah menetap dalam darah sebelum membeku,dengan satuan

milimeter per jam (mm/jam). Dapat dilakukan dalam dua metode yaitu metode Westergren

dan Wintrobe.

LED dapat meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,kerusakan

jaringan (nekrosis), reumatoid, penyakit kolagen, malignansi dankondisi stres fisiologis

seperti masa kehamilan. 5

LED dapat menurun pada polisitemia vera, CHF, anemia sel sabit,mononukleosis infeksius,

defisiensi faktor V, artritis degenaratif, angina pektoris. 5

Tabel 3. Nilai rujukan LED

d. Hitung retikulosit

Berdasarkan hasil pemeriksaan hitung retikulosit dapat dinilai aktivitaseritropoiesis. Bila akti

vitas eritropoiesis meningkat maka jumlah retikulosit meningkat. Peningkatan aktivitas

eritropoiesis dapat dijumpai pada pasca pendarahan,anemia hemolitik, dan pengobatan

anemia yang berhasil.

Tabel 4. Nilai rujukan hitung retikulosit

5

Page 6: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Sediaan hapus darah tepi untuk menilai morfologi trombosit

Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi termasuklah pemeriksaan laboratorium rutin yang

bertujuan mengevaluasi morfologi sel darah tepi. Pada pemeriksaan ini yang dilihat adalah

keadaan eritrosit, leukosit, trombosit. Dalam kasus terfokuskan untuk melihat morfologi

trombosit. Dengan pemeriksaan sediaan hapus darah tepi dapat diperkirakan jumlah

trombosit. Dalam keadaan normal terdapat 4-8 trombosit/100 eritrosit. Selain itu perlu

diperhatikan pual ada tidaknya kelainan morfologi trombosit seperti giant thrombocyte atau

atypical thrombocyte. 5

Nilai eritrosit rata-rata

a. Volume Eritrosit Rata-rata (VER)

VER = Ht (%) / E (juta/dl) x 10 (fL)

*Nilai rujukan : 82 92 Fl

b. Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER)

HER = Hb (g/dl) / E (juta/uL) x 10 (pg)

*Nilai rujukan : 27 – 31 pg

c. Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER)

KHER = Hb (g/dl) / Ht (%) x 100 %

* Nilai rujukan : 32 – 37 %

Tes Hemostasis

Perlu dilakukan pada keadaan symptom perdarahan, riwayat perdarahan dalam keluarga,

sebelum pembedahan. Terbagi menjadi: 5

1. Tes Penyaring

a. Masa perdarahan (bleeding time)

b. Percobaan pembendungan (Rumple & Leede)

c. Hitung trombosit (platelet count)

d. Masa protrombin (prothrombin time), menguji pembekuan darah jalan ekstrinsik dan

jalan bersama. Nilai normal: 11.1 - 13.1 detik. Pelaporan dalam International

Normalised Ratio (INR) Normal: INR = 1.

6

Page 7: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

e. Masa tromboplatin parsial teraktivasi ( activated partial thromboplastin time= aPPT),

menguji pembekuan darah jalan intrinsic dan jalan bersama. Normal aPTT: <34 detik.

f. Masa thrombin (thrombin time), menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Normal 16-24 detik.

g. Tes skrining untuk faktor XIII, tidak dapat ditetapkan dengan pemeriksaan masa

protrombin, aPTT atau masa thrombin.

2. Tes khusus

– Platelet aggregation (dengan Adenosis Diphosphate = ADP, epinephrin,ristocetin)

– Fibrin degration product (FDP), D dimer 

– Thrombotest

– Antithrombin III

– Protein C

– Protein S

– Assai F. VIII, F. IX

– Von Willerbrand’s factor 

– Thromboplastin Generation Test (TGT)

– Protrombin Consumption Test (PCT)

– Thrombin – antithrombin complex

– Prothrombin fragment 1.1

– Fibrinopeptida A

– Fibrin monomer complex

Tes sumsum tulang

Tes yang dapat membantu mengidentifikasi penyebab trombosit yang rendah adalah sebuah

ujian sumsum tulang. Trombosit diproduksi di sumsum tulang yaitu bagian yang lunak dan

mempunyai jaringan spons di pusat tulang besar. Dalam beberapa kasus, sample sumsum

tulang padat dibuang disebuah prosedur yang disbeut biopsy sumsum tulang. Selain itu

bisa juga dilakukan aspirasi sum-sum tulang yang mehilangkan bagian cairan pada tulang.

Pada kebanyakan kasus, kedua-dua sampel sumsum tulang pada dan cair diambil di tempat

yang sama di bagian belakang salah satu tulang pinggul.Jarum dimasukkan ke dalam tulang

melalui satu insisi. Hasil yang didapatkan ialah peningkatan jumlah megakariosit serta ada

7

Page 8: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

gambaran multinuclearity serta lobulasi. Hal ini disebabkan karena kompensasi oleh sumsum

tulang terhadap keadaan trombositopenia. 5,6

Diagnosis Bandinga. Demam Berdarah Bengue (DBD)

Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan

tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue

hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan

manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan

pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue

shock syndrome (DSS).7

PENYEBAB

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda

antigen. Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2,

DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan

seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga

seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali

seumur hidupnya.

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk

ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF

adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi

genetis. 7

GEJALA

Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik

sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita. Pada

bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai ruam-ruam makulopapular. Pada

anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan atau demam

tinggi (>39 derajat c) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala

hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-

bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di

farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu

hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai

40-41OC dan terjadi kejang demam pada bayi. DHF adalah komplikasi serius dengue yang

dapat mengancam jiwa penderitanya, ditandai oleh : 7

8

Page 9: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

manifestasi perdarahan

hepatomegali/pembesaran hati

kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada dhf dimulai dari tes

torniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa

terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi. juga bisa terjadi

perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan

dalam urin.

Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan : 7

Derajat I : demam diikuti gejala tidak spesifik. satu-satunya manifestasi perdarahan adalah

tes torniquet yang positif atau mudah memar.

Derajat II : gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.

perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,

hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.

Derajat IV : syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat

diperiksa. fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam.

Setelah demam selama 2 - 7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda

gangguan sirkulasi darah. penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan

mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat

gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. Bila

kehilangan plasma hebat, akan terjadi syok, syok berat dan kematian bila tidak segera

ditangani. Kondisi yang buruk bisa segera ditangani dengan diagnosa dini dan pemberian

cairan pengganti. Trombositopeni dan hemokonsentrasi sudah dapat dideteksi sebelum

demam turun dan terjadi syok.  Pada penderita dengan DSS kondisinya dengan segera

memburuk. Ditandai dengan nadi cepat dan lemah, tekanan darah menyempit sampai

kurang dari 20 mmhg atau terjadi hipotensi. Kulit dingin, lembab dan penderita mula-mula

terlihat mengantuk kemudian gelisah. Bila tidak segera ditangani penderita akan meninggal

dalam 12 - 24 jam. Dengan pemberian cairan pengganti, kondisi penderita akan segera

membaik. Pada syok yang berat sekalipun, penderita akan membaik dalam 2 -3 hari.

Tanda-tanda adanya perbaikan adalah jumlah urine yang cukup dan kembalinya nafsu

makan. Syok yang tidak dapat diatasi biasanya berhubungan dengan keadaan yang lain

seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat di saluran cerna atau organ lain. Perdarahan

9

Page 10: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

yang terjadi di otak akan menyebabkan penderita kejang dan jatuh dalam keadaan koma.

DIAGNOSA

Pada awal mulainya demam, dhf sulit dibedakan dari infeksi lain yang disebabkan oleh

berbagai jenis virus, bakteri dan parasit.  Setelah hari ketiga atau keempat baru

pemeriksaan darah dapat membantu diagnosa. Diagnosa ditegakkan dari gejala klinis dan

hasil pemeriksaan darah : 7

Trombositopeni, jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel/mm3

Hemokonsentrasi, jumlah hematokrit meningkat paling sedikit 20% di atas rata-

rata.

Hasil laboratorium seperti ini biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-7. 

Kadang-kadang dari x-ray dada ditemukan efusi pleura atau hipoalbuminemia yang

menunjukkan adanya kebocoran plasma. Kalau penderita jatuh dalam keadaan syok, maka

kasusnya disebut sebagai Dengue Shock Syndrome (DSS). 7

b. Drug induced immune thrombocytopenia

Beberapa jenis obat seperti quinine, sedormid, heparin serta garam emas dapat

menyebabkan timbulnya trombositopenia. Mekanisme ini dapat terjadi akibat pengaruh

sistem imun. Oleh karena itu penting bagi kita untuk menanyakan riwayat pemakaian obat

saat melakukan anamnesis pasien. Quinine merupakan suatu obat malaria bagi Plasmodium

falciparum. Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan

kegagalan hemostasis yang bermanifestasi klinik sebagai purpura maupun ekimosis, serta

perdarahan pada sistem saraf pusat. Mekanismenya dicurigai karena kompleks imun yang

tertarik oleh glikoprotein 1b pada keping darah yang kemudian dihancurkan oleh sistem

retikulo endotelial.8

Garam emas yang digunakan sebagai pengobatan rheumatoid arthritis dapat menyebabkan

trombositopenia dengan onset yang cepat. Hal ini dicurigai karena adanya peranan HLA

DR3. Pada pasien yang mengalami rheumatoid arthritis, penggunaan NSAID dapat

menyebabkan depresi sumsum tulang dan hipersplenisme yang juga dapat menyebabkan

trombositopenia. 8

Heparin merupakan suatu obat antikoagulasi yang bekerja dengan cara berikatan pada

antitrombin-3 yang kemudian meningkatkan aktivitasnya sehingga menghambat terjadinya

koagulasi darah. Trombosititopenia yang terjadi akibat penggunaan heparin biasanya

ringan. Trombositopenia dengan derajat yang lebih berat dapat terlihat jika heparin

digunakan dalam jangka waktu 7-14 hari. Peningkatan IgG dan C3 pada platelet dicurigai

10

Page 11: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

dapat menyebabkan terbentuknya kompleks heparin-platelet. Hal ini akan mempersulit saat

dilakukan pengobatan karena dapat muncul trombosis karena adanya kompleks ini.

Sedangkan heparin merupakan obat yang digunakan dalam kondisi ini. Oleh karena ini

harus digunakan antikoagulan lain seperti warfarin dan streptokinase untuk mengatasi

trombosis tersebut. 8

c. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID)

KID atau disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah suatu kesatuan klinis dan

patologis yang di akibatkan oleh aktivasi tidak terkendali system koagulasi dan system

fibrinolitik, sehingga pada saat yang sama dapat menimbulkan thrombosis dan perdarahan.

Sindrom ini dapat dijumpai pada hampir semua disiplin klinis, khususnya pada bidang

gawat darurat. DIC bukanlah suatu kesatuan penyakit, tetapi merupakan akibat sekunder

dari berbagai penyakit dasar tertentu.9

Dilihat dari segi pathogenesis:

1. DIC dapat dipicu oleh pelepasan bahan prokoagulan (faktor jaringan =

tissue factor) ke dalam sirkulasi

2. DIC dapat juga dipicu oleh kerusakan endotel yang luas seperti pada sepsis

atau infeksi virus

3. Agregasi trombosit yang luas juga dapat memicu timbulnya DIC

Ketiga hal diatas akan menyebabkan aktivasi kaskade koagulasi, baik jalur intrinsic

maupun ekstrinsik sehingga menghasilkan fibrin yang menyebabkan terjadinya thrombosis.

Pembentukan fibrin yang meluas ini akan merangsang fibrinolisis sekunder yang

menghasilkan FDP (fibrin/fibrinogen degradation product). FDP bekerja sebagai

antikoagulan yang menghambat kerja thrombin. Pembentukan fibrin yang berlebihan akan

menyebabkan konsumsi berlebihan trombosit dan fakto pembekuan sehingga terjadi

trombositopenia dan defisiensi faktor pembekuan. Ketiga hak diatas akan menimbulkan

perdarahan-perdarahan. Sedangkan thrombosis akan menimbulkan kerusakan organ

terutama hati, ginjal dan SSP sehingga terjadi multiple organ failure. 9

Diagnosis DIC dibuat jika terdapat: a) gejala perdarahan, b) gagal organ multiple, c)

trombositopenia, d) aPTT dan waktu thrombin memanjang, titer/kadar fibrinogen menurun,

e) FDP meningkat, f) apusan darah tepi menunjukkan adanya anemia hemolitik

mikroangiopatik dengan adanya fragmentosit, g) pada setting penyakit dasar yang sesuai.

Pemeriksaan D-dimer yang merupakann petanda pemecahan fibrin ikat silang sekarang

11

Page 12: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

dianggap lebih spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan FDP. 9

Gambaran klinis:

Manifestasi klinisnya KID bisa berkaitan dengan etilogi KID itu sendiri ataupun keduanya.

Perdarahan pada kulit seperti petekie, ekimosis dari bekas suntik atau infuse atau pada

mukosa, sering terjadi pada pristiwa akut. Pendarahan tersebut dapat masif dan

membahayakan misalkan pendarahan pada trakturs gastrointestinal, paru, susunan saraf

pusat atau mata. Pasien dengan KID kronik umumnya hanya disertai sedikit perdarahan

pada kulit dan mukosa. 9

Thrombosis mikrovaskular dapat menyebabkan disfungsi organ yang luas. Pada kulit dapat

berupa bula hemoragik, nekrosis akral dan gangrene. Thrombosis vena dan arteri besar

dapat terjadi tetapi jarang. Disfungsi organ akibat mikrotrombosis yang luas ini dapat

berupa iskemia korteks ginjal, hipoksemia hingga perdarahan dan acute respiratory distress

syndrome (ARDS) pada paru serta penurunan kesadaran. Disfungsi hati dengan ikterus

dilaporkan terdapat pada 22-57% pasien KID. Bisa juga terdapat pembentukan sitokin dan

kinin: takikardi, hipotensi dan edema.

Dari hasil labolatorium didapatkan: 9

Bukti adanya aktivasi koagulasi:

Peningkatan protrombin, D-dimer, fibrinopeptide A dan B

Bukti adanya akitnasi fibrinolisis

Peningkatan PAP (plasmin-antiplasmin), D-Dimer, FDP (fibrinogen degradation

products)

Bukti adanya konsumsi inhibitor

Penurunan aktivitas antitrombin (AT), protein C dan protein S

Bukti di fungsi organ

Peningkatan ureum, kreatinin, LDH

Apus darah tepi

Burr cell, fragmentosit, trombostitopeni.

d. Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering di

jumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh

mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), di kelompokan sebagai hemifilia A

dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom x, sehingga termasuk

penyakit resesif terkait-X. Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang

12

Page 13: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki

dari perempuan yang karier kemungkinan 50% untuk menserita penyakit hemofilia. Dapat

terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini

sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin

akaibat mutasi spontan.10

Dua jenis utama hemofilia yang secara klinis identik adalah: (1) hemofilia klasik atau

hemofilia A, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor

antihemofilia VIII, dan (2) penyakit Christmas, atau hemofilia B, yang di temukan adanya

defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. Hemofilia diklasifikasikan sebagai (1)

berat, dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1% (2) sedang, dengan kadar aktivitas di

anatara 1% dan 5% serta (3) ringan, jika 5% atau lebih. Perdarahan spontan dapat terjadi

jika kadar aktivitas faktor kurang dari 1%. Akan tetapi, pada kadar 5% atau lebih,

perdarahan umumnya terjadi berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan.

Manifestasi klinis meliputi perdarahan jariangan lunak, otot, dan sendi, terutama sendi-

sendi yang menopang berat badan, disebut hemartrosis (perdarahan sendi). Perdarahan

berulang ke dalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago artikularis disertai gejalgejala

artritis. Perdarahan retroperitonial dan intrakranial merupakan keadaan yang mengancam

jiwa. Derajat perdarahan berkaitan dengan banyaknya aktifitas faktor dan beratnya cedera.

Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera. Perdarahan karena

pembedahan sering terjadi pada semua pasien hemofilia, dan sgala prosedur pembedahan

yang diantisipasi memerlukan penggantian faktor secara agresif sewaktu praoperasi dan

pascaoperasi sebanyak lebih dari 50% tingkat aktivitas. 10

Diagnosis laboratorium meliputi pengukuran kadar faktor yang sesui: faktor VIII untuk

hemofilia A atau faktor IX untuk hemofilia B. Karena faktor-faktor VIII dan IX merupakan

bagian jalur intrinsik koagulasi, maka PPT memanjang, sedangkan PT, yang tidak melalui

jalur intrinsik tetap normal. Waktu perdarahan, pemeriksaan fungsi trombosit biasanya

normal, tetapi dapat terjadi perdarahan yang terlambat karena stabilisasi fibrin yang tidak

adekuat. Jumlah trombosit normal. 10

Diagnosis KerjaPurpura trombositopenik idiopatik atau idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) secara

klinis dibagi menjadi 2 golongan yaitu ITP akut dan ITP kronik. ITP kronik lebih banyak

pada wanita dewasa dan berjalan menahun. Sebagian besar ITP kronik timbul karena proses

autoimun, timbulnya autoantibody terhadapt antigen trombosit sendiri, sehingga terjadi

13

Page 14: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

destruksi trombosit dalam darah tepi. Gambaran klinis berupa perdarahan kulit yaitu purpura,

dapat dalam bentuk ptekhie atau ekismosis, perdarahan mukosa dan pada wanita terutama

dalam bentuk menorrhagia. Diagnosis ditegakkan jika terdapat trombositopenia pada darah

tepi dengan sumsum tulang menunjukkan megakariosit normal atau meningkat. Diagnosis

ditunjang dengan adanya antibody antitrombosit, serta ekslusi terhdapat penyebab

trombositopenia sekunder. ITP pada orang dewasa biasanya berjalan pelan-pelan. Kegawatan

dapat timbul jika terjadi trombositopenia berat yang menimbulkan perdarahan. Penderita

dengan trombosit <20.000/mm3 akan disertai perdarahan kulit (ekismosis & ptekhie),

bruishing dan perdarahan mukosa. Jika trombosit < 10.000/mm3 dapat menimbulkan bahaya

perdarahan otak atau perdarahan GIT dengan angka kematian 40%.9

BAB. II PEMBAHASAN

EtiologiPenyakit ini sering timbul terkait dengan sensitisasi oleh infeksi virus; pada kira-kira70%

kasus ada penyakit yang mendahului seperti rubella, rubeola, atau infeksi saluran nafas virus.

Jarak waktu antara infeksi dan awitan purpura rata-rata 2 minggu.

Seperti pada bentuk dewasa, tampaknya mekanisme imun merupakan dasar pada

trombositopenia. Antibody trombosit dapat ditemukan pada beberapa kasus akut.

Kenaikan jumlah IgG telah ditemukan terikat pada trombosit dan menunjukkan kompleks

imun yang terabsorpsi pada permukaan trombosit. Tidak ada uji masa kini yang konsisten

dapat diandalkan untuk diagnosis serologic ITP. Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi

dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam

berdarah, morbili, variseladan sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS,

fenilbutazon, diamox,kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, pana),

kekurangan factor  pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukemia,

respiratory distress syndrome pada neonatus) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP ini

terutama yang menahun merupakan penyakit autoimun. Hal ini diketahui dengan

ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam darah penderita. Pada neonatus kadang-

kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang disebabkan inkompabilitas golongan darah

trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi). Prinsip patogenesisnya sama dengan

inkompabilitas rhesus atau ABO. Jenis antibody trombosit yang sering

ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2.  

Mencari kemungkinan penyebab ITP ini penting untuk menentukan pengobatan, penilaian

pengobatan dan prognosis.10

14

Page 15: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

EpidemiologiInsiden ITP pada anak antara 4,0-5,3/100.000, ITP akut umumnya terjadi pada anak-anak

usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik 15-

20%. ITP pada anak berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus

menyerupai ITP dewasa yang khas. Insiden ITP yang kronis pada anak diperkirakan

0,46/100.000 anak pertahun. Insiden ITP kronik dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta

populasi per tahun (5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris.

ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40-45

tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada penderita ITP akut sedangkan

pada ITP kronik adalah 2-3:1. Penderita ITP refrakter ditemukan kira-kira 25-30% dari

jumlah penderita ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi

dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.6

Faktor ResikoPada kasus ini pasien menderita idiopathic trombositopenic purpura (ITP), dengan jenis

kelamin sebagai faktor resiko, yaitu wanita dimana wanita beresiko 2x lipat lebih sering

terkena ITP daripada pria, untuk penyebab pastinya tidak diketahui. 5

Patofisiologi

Sindroma PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan

trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit

mononuklear melalui reseptor Fc makrofag.

Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein

IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan mendemonstrasikan bahwa

autoantibodi eluate dari trombosit pasien PTI berikatan dengan trombosit normal.

Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transient

trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita PTI,dan perkiraan ini

didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima tranfusi

plasma kaya igG,dari seorang penderita PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi

igG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan

reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar penderita,akan

15

Page 16: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil

yang lain,produksi trombosit tetap terganggu,sebagian akibat destruksi trombosit yang

diselimuti oleh autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary), atau

karena hambatan pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin

tidak meningkat,menunjukkan adanya masa megakariosit normal.

Untuk sebagian kasus PTI yang ringan,hanya trombosit yang diserang,dan megakariosit

mampu untuk mengkompensasi parsial dengan meningkatkan produksi trombosit. Penderita

PTI dengan tipe ini dapat dikatakan menderita PTI kronik tetapi stabil dengan jumlah

trombosit yang rendah pada tingkat yang aman. Pada kasus yang berat,auto antibodi dapat

langsung menyerang antigen yang terdapat dalam trombosit dan juga pada megakariosit. Pada

tipe ini produksi trombosit terhenti dan penderita harus menjalani pengobatan untuk

menghindari risiko perdarahan internal/organ-organ dalam.

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi PTI untuk

berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks glikoprotein Iib/IIIa.

Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX, Ia/Iia, IV

dan V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap

berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang

diperkirakan dipicu oleh antobodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen,yang

berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni.

Secara alamiah,antibodi terhadap kompleks glikoprotein Iib/IIIa memperlihatkan restriksi

penggunaan rantai ringan,sedangkan antobodi yang berasal dari displai phage menunjukkan

penggunaan gen VH . Pelacakan pada daerah yang berikatan dengan antigen dari antibodi-

antibodi ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel B yang mengalami

seleksi afinitas yang diperantarai antigen dan melalui mutasi somatik. Penderita PTI dewasa

sering menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells,peningkatan jumlah reseptor

interleukin 2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T

helper dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis antibodi

setelah terpapar fragmen glikoprotein Iib/IIIa tetapi bukan karena terpapar oleh protein alami.

Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan lama tidak

diketahui dengan pasti.

16

Page 17: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Gambar 1. Patogenesis penyebaran epitop pada purpura trombositopenia idiopatik (PTI)

Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa,faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak

diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan

trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glikoprotein Iib/IIIa

dikenali oleh autoantibodi,sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum

terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan

sel penyaji antigen (makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami

proses internalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein

Iib/IIIa,tetapi juga memproduksi epitop kriptik dan glikoprotein trombosit yang lain (3). Sel

penyaji antigen yang teraktivasi (4) mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel

dengan bantuan kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan

sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cell clone (T-cell

clone-1) dan spesifitas tambahan (T-cell clone 2) (5). Reseptor sel imunoglobin sel B yang

mengenali antigen trombosit (B-cell clone 2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi

dan sintesis antiglikoprotein 1b/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein

IIb/IIIa antibodi oleh B-cell clone 1.

Manifestasi KlinisPTI AkutPTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit

biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering

dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang

disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik.

17

Page 18: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisella zooster dan Ebstein barr. Manifestasi

perdarahan PTI akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari

1% pasien. Pada PTI dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun umumnya terjadi bentuk

yang kronis.. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan teijadi pada 90%

pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan. 6

PTI KronikAwitan PTI kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan

sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis

yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa

minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan

tampaknya remisi tidak lengkap. 6

Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya berat

dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan

antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT >50.000/µL maka

biasanya asimptomatik, AT 30.000-50.000 /µL terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-

30.000/µL terdapat perdarahan spontan, menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka,

AT <10.000/mL terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perarahan gastrointestinal dan

gastrourinaria) dan resiko perdarahan system pusat.

Pasien secara sistemik baik dan biasanya tidak demam. Gejala yang dikeluhkan

berupa perdarahan pada mukosa atau kulit. Jenis-jenis perdarahan seperti hidung berdarah,

mulut perdarahan, menoragia, purpura, dan petechiae. Perdarahan gusi dan epistaksis sering

terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada

tenggorokan dan mulut. Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling

sering, menoragia dapat merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan mungkin tampak

pertama kali pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan

gastrointestinal bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis.

Perdarahan intracranial dapat terjadi, hal ini dapat mengenai 1% pasien dengan

trombositopenia berat. 6

PenatalaksaanPada prinsipnya pengobatan PTI adalah untuk menurunkan kadar PA IgG, meskipun dahulu

splenektomi merupakan terapi yang paling baik tetapi sejak 1950 terapi utama yang

dianjurkan sebelum splenektomi adalah steroid. Peranan stroid adalah untuk menekan

aktivitas fagosit makrofag di limpa, menekan sintesis autoantibodi, meningkatkan efektifitas

18

Page 19: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

sintesis trombosit serta memperbaiki resistensi vaskuler. Pada penderita yang responsive

terhadap terapi steroid maka akan terjadi penurunan kadar autoantibody dan peningkatan

trombosit. Efek steroid pada umumnya terlihat setelah terapi 24-48 hari. Steroid yang biasa

digunakan adalah prednisone dan dosisnya 1 mg/kg, pada kasus yang berat diperlukan dosis

yang lebih tinggi, bila diperlukan steroid parenteral dianjurkan memakai metilprednisolon

sodium suksinat selama 3 hari dengan dosis 1 g/hari. Evaluasi pemberian steroid biasanya

dilakukan setelah pengobatan 2-4 minggu, bila responsive dengan steroid dosis hendaknya

diturunkan secara pelan-pelan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar

50.000/mm3. Adapun hasil terapi dengan steroid dibagi dalam empat kelompok yaitu: 6-10

1. Respon lengkap: terdapat perbaikan klinis dan kenaikan trombosit mencapai

100.000/mm3 atau lebih serta tidak terjadi trombositopeni berulang bila dosis steroid

diturunkan.

2. Respon parsial: ada pernaikan klinis dan peningkatan trombosit mencapai

50.000/mm3 tetatpi<100.000/mm3 serta memerlukan terapi steroid dosis rendah

untuk mencegah perdarahan dengan jangka waktu lebih 6 bulan.

3. Respon minimal: ada perbaikan klinis tetapi peningkatan trombosit tidak dapat

mencapai 50.000/mm3 atau masi ada perdarahan tetapi ada kenaikan trombosit dapat

mencapai diatas 50.000/mm3 dan memerlukan terapi steroid dosis rendah dengan

jangka waktu lebih dari 6 bulan.

4. Tidak respon: tidak ada perbaikan klinis dan kenaikan trombosit tidak bisa mencapai

50.000/mm3 setelah terapi steroid dosis maksimal.

Bila terapi steroid dianggap gagal, maka segera dianjurkan dilakukan splenektomi. Angka

keberhasilan splenektomi bertujuan untuk mencegah terjadinya destruksi trombosit yang

telah terliputi dengan antibody serta menurunkan sintesa antibody platelet. Penderita yang

refrakter terhadap terapi steroid dan splenektomi memerlukan terapi yang serius, mereka

memerlukan terapi imunosupresif lain. Obat-obatan imunosupresif lain yang dilaporkan

bermanfaat antara lain azatioprin, vinka alkaloid, danazol. Hasil terapi dari masing-masing

regimen ini masi bervariasi dan sampai saat ini belum ada regimen mana yang dianggap

paling baik. Demikian juga dengan pemakaian immunoglobulin hasilnya juga masi perlu

penelitian lebih lanjut. Waktu sejak tahun 1981 dilaporkan bermanfaat untuk pendertia ITP. 6

Terapi Awal PTI (Standar)

Prednison

Prednison, terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednison dosis 1,0 - 1,5

mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada

19

Page 20: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1

bulan , kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan AT ≥30.000/µL,

>50.000/µL setelah 10 hari terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespons bila

peningkatan AT <30.000/>50.000/µL setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simtomatik

persisten dan trombositopenia berat (AT <10.000/µL) setelah mendapat terapi prednisone

perlu dipertimbangkan untuk splenektomi. 6

Imunoglobulin Intravena

Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut-turut

digunakan bila terjadi perdarahan intemal, saat AT <5.000/µL meskipun telah mendapat

terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif.

Mekanisme kerja IglV pada ITP masih belum banyak diketahui namun meliputi

blockade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan

autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.

Splenektomi

Splenektomi pada ITP dewasa dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang gagal

berespon dengan terapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus menerus. Efek

splenektomi adalah menghilangkan tempat antibody yang tertempel trombosit yang bersifat

merusak dan menghilangkan produksi antibody anti thrombin. Indikasinnya:

a. Bila AT < 50.000/µL setelah 4 minggu

b. Angka tombosit tidak menjadi normal selama 6-8 minggu

c. Angka tombosit normal tetapi menurun bila dosis diturunkan

Penanganan Relaps Pertama

Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak

berespons dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin anti-D.

Banyak spesialis menggunakan AT <30.000>30.000 /µL, Tidak ada konsensus yang

menetapkan lama terapi kortikosteroid. Penggunaan imunoglobulin anti-D sebagai terapi

awal masih dalam penelitian dan hanya cocok untuk pasien Rh-positif. Apakah penggunaan

IglV atau imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal tergantung pada beratnya

trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk memutuskan apakah terapi

pasien yang mempunyai AT 30.000 /µL sampai 50.000/µL bergantung pada ada tidaknya

faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya risiko tinggi untuk trauma. Pada

AT >50.000/µL perlu diberi IglV sebelum pembedahan atau setelah trauma pada beberapa

pasien. Pada pasien PTI kronik dan AT <30.000/µL IgIV atau metilprednisolon dapat

membantu meingkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi. 6

20

Page 21: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Terapi PTI Kronik Refrakter

Pasien refrakter (+ 25%-30% pada PTI) didefinisikan sebagai kegagalan terapi

kortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena

AT yang rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respons terapi yang

rendah, mempunyai morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta

memiliki mortalitas sekitar 16%. PTI refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria

sebagai berikut: a). PTI menetap lebih dari 3 bulan; b). Pasien gagal berespon dengan

splenektomi; c). AT <30.000/µL. 6

Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua

Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosterpid tidak membaik, ada beberapa

pilihan terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini kedua menggambarkan relatif

kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual. 6

Steroid Dosis Tinggi

Terapi pasien PTI refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral

dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.

Dari 10 pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang baik (dengan AT

>100.000/µL) bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak berespon

dengan deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.

Metilprednisolon

Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua dan

ketiga pada PTI refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada PTI anak dan

dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada

pasien PTI berat menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis

diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien PTI klinis

ringan yang telah mendapat terapi prednison dosis konvensional. Pasien yang mendapat

terapi metilprednisolon dosis tinggi mempunyai respon lebih cepat (4,7 vs 8,4 hari) dan

mempunyai angka respons (80% vs 53%). Respons steroid intravena bersifat sementara pada

semua pasien dan memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT tetap adekuat.

IglV Dosis Tinggi

Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut, sering

dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping,

terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau

disubtitusi dengan anti-D intravena. 

Anti-D Intravena

21

Page 22: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang dewasa.

Dosis anti-D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah

merah rhesus D-positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien, jadi

bersaing dengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade. 

Alkaloid Vinka

Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin bernilai

ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat,

misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 ing, setiap minggu selama 4-6

minggu. 

Danazol

Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering

lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan sampai

dosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari setiap 4

bulan. 

Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi

Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi lainnya.

Terapi dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat

tunggal dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%. Pada pasien yang berat,

simptomatik, PTI kronik refrakter terhadap berbagai terapi sebelumnya. Pemakaian

siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah efektif digunakan seperti

pada limfoma. Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg/iv/bulan selama 3 bulan. Azatioprin

50-100 mg p.o, bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respons sampai 3 bulan

turunkan sampai dosis terkecil. 

Dapsone

Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien-pasien harus

diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis

yang serius. 

Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua

Sekitar 25% PTI refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau

kedua dan memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan aktif

namun lebih banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah penanganannya. Pada

umumnya PTI refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa

mempunyai kualitas hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan

22

Page 23: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

terapi lini pertama dan kedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: (i) interferon-a,

(ii) anti-CD20, (iii) Campath-1H,(iv) mikofonelat mofetil,(vi)terapi lainnya. 6

Rekomendasi Terapi PTI Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua

Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran splenektomi dan

bagi mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi. Rituximab, suatu antibodi

monoklonal terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat respons keseluruhan 25 - 50%, dan

memiliki respon yang tahan lama, dengan efek samping yang relatif sedikit.

Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak

berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya. perdarahan

aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien PTI refrakter tetapi studi

lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan keamanannya. Dalam hal

pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi dengan interferon-a, protein A columns,

plasmafaresis dan liposomal doksorubisin tidaklah direkemoendasikan. 

Kesulitan utama dengan obat lini ketiga ialah tingkat respons yang sederhana dan,

seringnya, mempunyai onset yang lambat sehingga efek dapat tidak jelas selama beberapa

bulan. Selain itu, supresi sumsum tulang dan peningkatan risiko infeksi menyulitkan

pengobatan dengan menggunakan obat yang imunosupresif. 

Obat trombopoietik mewakili strategi terapi baru yang menjanjikan untuk ITP yang

refrakter untuk terapi lini kedua dan ketiga. Obat ini mungkin juga dapat sebagai alternatif

bagi pasien yang tidak dapat mentolerir terapi imunosupresif atau pada calon yang tidak

dapat menggunakan untuk itu. Tempat agen ini pada armamentarium dari terapi ITP,

bagaimanapun, tetap ditentukan. Penggunaannya akan dipandu oleh uji klinis lebih lanjut

dengan durasi yang lebih lama dan pemahaman yang lebih baik dari kontribusi relatif

penghancuran platelet dan gangguan produksi trombosit pada masing-masing pasien dengan

ITP. 12

KomplikasiYang menjadi komplikasi dari penyakit ITP ini antara lain: 7

Perdarahan intrakranial. Ini penyebab utama kematian penderita ITP.

Kehilangan darah yang luar biasa, sehingga menyebabkan anemia.

Efek samping dari kortikosteriod karena penggunaan jangka panjang seperti

menigkatnya resiko infeksi, osteoporosis, katarak.

Infeksi Pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi

splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.80C.

23

Page 24: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

PencegahanKarena penyebab langsung ITP masih belum dapat dipastikan maka pencegahan terhadap ITP

pun masih belum jelas. Tetapi setidaknya ada cara atau gaya hidup yang bisa dilakukan oleh

penderita ITP agar dapat hidup sebagaimana orang normal lainnya. Salah satunya

menghindari kegiatan-kegiatan keras yang berisiko menyebabkan luka perdarahan. Supaya

tidak memperburuk kondisi pasien ITP.

Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet

dan meningkatkan risiko pendarahan. 10

PrognosisAda beberapa faktor prognosis yang mempengaruhi prognosis yaitu antara lain usia

penderita, jumlah trombosit, kadar antibody platelet dan lama timbulnya keluhan. Prognosis

PTI akut, umumnya lebih baik, dapat sembuh spontan. Sedangkan PTI kronik, prognosis

kurang baik terutama bila stadium preleukimia. Jumlah trombosit selain digunakan sebagai

parameter kemajuan terapi, juga merupakan faktor prediktif untuk menentukan faktor resiko

perdarahan intrakranial, penderita dengan jumlah trombosit <20.000/mm3 maka resiko

perdarahan intrakranial makin meningkat, resiko ini akan meningkat pada usia lanjut. Respon

terapi dapat mencapai 50-70% dengan kortikosteroid. 14

III. PENUTUP

Kesimpulan

Purpura trombositopenia idiopatik (immune thrombocytopenic purpura (ITP); morbus

Wirlhof; purpura hemorrhagica) yang merupakan sindrom klinis berupa manifestasi

perdarahan (purpura, petekie, perdarahan retina, atau perdarahan nyata lain) disertai

trombositopenia (penurunan jumlah trombosit). Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi

dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam

berdarah, morbili, variseladan sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS,

fenilbutazon, diamox,kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, pana),

kekurangan factor  pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukemia,

respiratory distress syndrome pada neonatus) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP ini

terutama yang menahun merupakan penyakit autoimun. Prinsipnya pengobatan PTI adalah

untuk menurunkan kadar PA IgG dengan kortikosteroid atau splenektomi apabila sudah

intolerant terhadapt medikamentosa. Pencegahan yang dilakukan adalah melakukan kegiatan

yang dapat menimbulkan perdarahan. Untuk itu, diperlukan kesadaran dari pasien agar dapat

hidup normal.

24

Page 25: Dokumen.tips Pbl Blok 24 Itp

Daftar pustaka

1. Hematologi. Diunduh dari repository.usu.ac.id, 10 April 2012.

2. Purpura trombositopenia idiopatik. Diunduh dari www.klikdokter.com, 10 April

2012.

3. Waterbury, Larry. Buku saku hematologi; alih bahasa, Sugi Suhandi; editor edisi

bahasa Indonesia, W. Susiani Wijaya, Alexander H. Santoso. Ed.3. Jakarta:EGC,

2006. h. 108-12.

4. Harijanto PN, Setiawan B, Zulkarnain I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam

Purpura Trombositopeni Idiopatik oleh Ibnu Purwanto. Sudoyo WA, Setiyohadi B,

Alwi I, penyunting. Edisi 5 (II). Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 1165-73.

5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik

hematologi. Ed.3. Jakarta:FK UKRIDA, 2009. h. 173-9.

6. Sabiston, David C. Buku ajar bedah; alih bahasa, Petrus Andrianto; editor, Devi H.

Ronardy. Jakarta: EGC, 2006. h. 713

7. Demam Berdarah Dangue. Diunduh dari medicastore.com, 15 April 2012.

8. Trombositopenia terinduksi obat. Diunduh dari medicineworld.org, 15 April 2012.

9. Hemofilia. Diunduh dari referensikedokteran.com, 15 April 2012.

10. Idiopatik trombositepenia purpura. Diunduh dari medical-knowledge.com, 15 April

2012.

25