Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

21
Penyakit Anemia Hemolitik Autoimun dan Penatalaksanaannya Claudia Zendha Papilaya 102011273 – D6 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Anemia secara fungsional didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan. 1 Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar.oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia, tetapi harus ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia

description

anemia hemolitik autoimun

Transcript of Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

Page 1: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

Penyakit Anemia Hemolitik Autoimun dan Penatalaksanaannya

Claudia Zendha Papilaya

102011273 – D6

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia,

disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Anemia

secara fungsional didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga

tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer

(penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar

hemoglobin, hematokrit. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis

kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.1

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai

macam penyakit dasar.oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada

label anemia, tetapi harus ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini

penting karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat

diungkap akan menuntun para klinisi ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penentuan

penyakit dasar jug penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang

mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut.1

Pendekatan terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan

patofisiolgi anemia, serta ketrampilan dalam memilih, menganalisis serta merangkum hasil

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.1

Kasus:

Seorang wanita 25 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini, dan

wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual muntah, BAK frekuensi serta

wanrna dalam batas normal, dan BAK frekuensi, warna, konsistensi masih dalam batas normal.

Pembahasan

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:

konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia

Page 2: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan

kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di

bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi

anemia pada penderita dengan keganasan.1 Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu

merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.2

Penyebab

Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:

• Pendekatan kinetik

Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb.

• Pendekatan morfologi

Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean

corpuscular volume/MCV) dan respons retikulosit.

Pendekatan kinetik

Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebihdari 3 mekanisme independen:

• Berkurangnya produksi sel darah merah

• Meningkatnya destruksi sel darah merah

• Kehilangan darah.

Berkurangnya produksi sel darah merah

Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari

destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:

• Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi

(anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe)

• Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik,pure red cell aplasia, mielodisplasia, infl itrasi tumor)

• Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi,radiasi)

• Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin pada gagal

ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])

• Anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang

efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan

berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit

berkurangnya masa hidup erirosit.

Page 3: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

Peningkatan destruksi sel darah merah

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel

darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-120 hari.

Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti

lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20

hari.2

Pendekatan morfologi

Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan

darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai vo-lume 80-96

femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil.

Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut

makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik.

Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah

dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut.

Angka dispersi tersebut merupakan koefi sien variasi volume sel darah merah atau RBC distribution

width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya

variasi ukuran sel.2

Anemia makrositik

Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia

makrositik dapat disebabkan oleh:

• Peningkatan retikulosit

Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan

peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV

• Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau

cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea)

• Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)

• Penggunaan alkohol: Penyakit hati, Hipotiroidisme.

Anemia mikrositik

Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV

kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit.2

Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan

didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik

hipokrom:

• Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defi

Page 4: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

siensi tembaga.

• Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan

didapat.

• Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.

Anemia normositik

Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL).2 Keadaan ini

dapat disebabkan oleh:

• Anemia pada penyakit ginjal kronik.

• Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.

• Anemia hemolitik:

- Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis

herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell).

- Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus,

berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat,

anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom

hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).

Anamnesis

Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan luas keluhan utama

pasien. Untuk membantu menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan pada pasien. Anamnesis

dapat kita lakukan secara autoanamnesis atau alloanamnesis tentang identitas: anama, usia, pekerjaan,

alamat tempat tinggal, dll. Keluhan utama: sejak kapan, sudah melakukan pengobatan atau belum,

frekuensi sakitnya bagaimana, dll.

Riwayat penyakit sekarang (RPS): tanyakan adakah keluhan yang lainnya, apakah sedang

menderita penyakit infeksi lain seperti hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, gangguan ginjal, alergi,

asma, TBC, penyakit saraf dan gangguan kejiwaan dll, adakah sedang melakukan pengobatan

kemoterapi atau tidak, apakah sedang mendapat tranfusi darah atau tidak, bagaimana siklus haidnya,

sedang mengkonsumsi obat-obat imunosupresan atau tidak.

Riwayat penyakit dahulu (RPD): apakah sudah pernah mengalami sakit yang sama, adakah

sakit yang berat dan pernah di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama, sudah pernah melakukan

kemoterapi atau tidak, sudah pernah melakukan atau mendapat tranfusi darah atau tidak, pernah

mengalami perdarahan atau trauma dll.

Riwayat penyakit keluarga (RPK): pada anggota keluarga apakah sedang mendrita sakit juga

atau tidak, atau pernah mengalami sakit yang sama dll. Riwayat pribadi meliputi data-data sosial,

Page 5: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam

kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.3

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat kita lakukan dengan Inspeksi ( melihat): bagaimana keadaan

umum pasien yaitu kesadarannya apakah compos mentis, somnolen, apatis, delirium dan koma.

Melihat keadaan kulit dan kedua sklera berwarna kuning atau tidak. Kemudian lakukan pemeriksaan

tanda-tanda vital untuk tekan darah, frekuensi nadi dan pernapasan, suhu dan lain-lainnya dapat di

lihat lagi adanya takikardia, dispnea, hipoksia, hipovolemi. Pucat: sensitivitas dan spesifisitas untuk

pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara

19-70% dan 70-100%. Ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering

sulit dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifi sial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ikterus

ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin

3,1 mg/dL. penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia. Lidah

licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe. Limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang

(terutama di sternum); nyeri tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif

(seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada mieloma multipel atau metastasis kanker).

Petekhie, ekimosis, itu perdarahan lain.

Palpasi (merabah): Lakukan palpasi pada setiap kuadran abdomen secara berurutan, awalnya

tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat

area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa

organ seperti hati, lien, limpa dan lain-lain.

Perkusi (mengetuk): Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara

keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa

berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas

dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang

berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).3

Pada kasus di atas : TTV dalam batas normal. Pemeriksaan Lien: lien teraba pada shufner 1,2.

Pemeriksaan Penunjang

1. Complete blood count (CBC)

CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan hitung

jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit

harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated

Page 6: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

blood counter, didapatkan parameter RDW (red cell distribution width) yang menggambarkan variasi

ukuran sel.2

2. Pemeriksaan morfologi hapusan darah tepi

hapusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik karena beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi

hanya dengan automated blood counter.

3. Sel darah merah berinti (normoblas)

Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada

penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia,anemia hemolitik lain)

4. Hipersegmentasi neutrofi

Hipersegmentasi neutrofil merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrofil

berlobus >5 dan atau 1 atau lebih neutrofil belobus >6. Adanya hipersegmenntasi neutrofil dengan

makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (def vitamin 12 dan asam folat).

5. Hitung retikulosit

Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel darah

merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production

index.2

6. Jumlah leukosit dan hitung jenis

Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infi ltrasi sum- sum tulang,

hipersplenisme atau defi siensi B12 atau asam folat. Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya

infeksi, infl amasi atau keganasan hematologi.

7. Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit ada dua yaitu :

direk antiglobulin tes ( direct coomb’s test): test ini di lakukan dengan cara di cuci sel eritrosit pasien

dari protein-protein yang melekat setelah itu di reaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal

terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi kompleme, terutama IgG dan C3d. Dan bila pada

permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi.

Indirek antiglobulin tes ( indirec coomb’s test): untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada

serum. Jadi serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar dalam

serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan

terjadinya aglutinasi.1

Pada kasus di atas hasil pemeriksaan penunjang:

HB: 9,5, HT:30, leukosit 8900, hitung sel retikulosit: 6%, trombosit 230, MCV 82fl, MCH 34pg,

MCHC 30%

Page 7: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

Diagnosis Banding

1. Defisiensi G6PD

Etiologi dan Epidemiologi

ada 2 faktor yang bisa mengakibatkan seseorang mengalami defesiensi enzim G6PD (glukosa 6 fosfat

dehidrogenase) yaitu: 1. Kekurangan jumlah molekul enzim G6PD. 2. Kekurangan aktivitas enzim

G6PD. Defisiensi enzim ini sering mengakibatkan hemolisis. Enzim ini dikode oleh gen yang terletak

dikromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering mengenai laki-laki. Pada perempuan biasanya

carrier dan asimtomatik. G6PD normal disebut tipe B. Diantara varian G6PD yang bermakna secara

klinis adalah tipe A-. Tipe ini terutama di temukan pada orang keturunan Afrika.1

Manifestasi Klinis

Aktivitas G6PD yang normal menurun -50% pada waktu umur eritrosit mencapai 120 hari.

Pada tipe A- penurunan ini terjadi sedikit lebih cepat dan lebih cepat lagi pada varian mediteranian.

Meskipun umur eritrosit pada tipe A- lebih pendek namun tidak menimbulkan anemia kecuali bila

terpajan dengan infeksi virus dan bakteri disamping obat-obatan atau toksin yang berperan sebagai

oksidan yang mengakibatkan hemolisis. Obat-obatan yang mengakibatkan hemolisis pada pasein

dengan def G6PD adalah asetanilid, fuzolidon, isobutil nitrit, metilen blue, asam nalidiksat, naftalen,

niridasol, primakuin, pamakuin, dapso, sulfasetamid, sulfametoksazol, sulfapiridin, vit K.

Hemolisis Akut terjadi beberapa jam setelah terpajan dengan oksidan, diikuti oleh

hemoglinuria, dan kolaps pembuluh darah perifer pada kasus yang berat. Hemolisis biasanya self-

limited karena yang mengalami destruksi hanya populasi eritrosit yang tua saja. Pada tipe A- massa

eritrosit menurun hanya 25-30%. Ketika hemolisis akut, hematokrit turun cepat diiringi oleh

peningkatan hemoglobin dan bilirubin tak terkonyugasi dan penurunan haptoglobin. Hemoglobin

mengalami oksidasi dan membentuk Heinz Bodies yang tampak pada pewarnaan supravital dengan

violet kristal. Heinz Bodies tampak pada hari pertama atau sampai ketika bada inklusi ini sipa

dikeluarkan oleh limpa sehingga membentuk bite cells. Mungkin juga ditemukan beberapa sferosit.

Sebagian kecil pasien defisiensi G6PD ada yang sensitif dengan fava beans (buncis) dan dapat

mengakibatkan krisis hemolisis fulminan setelah terpajan.1

Diagnosis

Diagnosis defisiensi G6PD dipikirkan jika ada episode hemolisis akut pada laki-laki

keturunan Afrika atau mediteranian. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan terpajan

dengan zat-zat oksidan, misalnya obat atau zat yang telah disebutkan diatas. Pemeriksaan aktivitas

enzim mungkin false negatif jika eritrosit tua def G6PD telah lisis.oleh karena itu pemeriksaan

aktivitas enzim perlu diulang dua sampai tiga bulan kemudian ada sel-sel tua.1

Terapi

Page 8: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

Pada pasien denga def G6PD tipe A-, hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak perlu terapi

khusus kecuali terapi untuk infeksi dan menghindari obat-obatan atau zat yang mempresipitasi

hemolisis serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat karena adanya hemoglobulinuria saat

hemolisi akut. Pada hemolisi berat, yang bias terjadi pada varian mediteranian, mungkin diperlukan

transfusi darah.

Yang terpenting adalah pencegahan episode hemolisis dengan cara mengobati infeksi dengan segera

dan memperhatikan risiko penggunaan obat-obatan, zat oksidan dan fava beans. Khusus untuk orang

afrika atau mediteranian sebaiknya sebelum zat anti oksidan harus dilakukan skrining untuk

mengatahui ada tidaknya defisiensi G6PD.1

2. Anemia Sickle Cell

Etiolgi dan epidemiologi

Hemoglobinopati ini disebabkan oleh adanya asam amino valin dan bukan asam glutamat

pada posisi 6 dari rantai β hemoglobolin. Hemoglobolin ini dinamakan dengan hemoglobolin S (Hbs),

karena ketika mengalami deoksih=genasi, hemoglobin tersebut akan menimbulkan poli merisasi dan

distrosi membran sel darah merah menjadi bentuk sel sabit (sickle). Hbs ini sangat prevalen pada

populasi kulit hitam Afrika tetapi juga ditemukan pada banyak kawasan lainnya. Anemia sickle cell

ini hanya terjadi pada orang-orang yang homozigot untuk gen Hbs, atau dengan kata lain ketika sel

darah merahnya mengandung Hbs. Pada orang-orang yang heterozigot untuk Hbs sel darah merahnya

mengandung Hbs (50%) maupun HbA (50%). Orang-orang seperti ini dikatakan memiliki trait sickle

cell. Mereka bertindak sebagai karier untuk gen yang abnormal tetapi tidak menderita anemia

hemolitik. Orang-orang dengan trait sickle cell memiliki resistensi yang tinggi terhadap penyakit

malaria tipe falsiparum.4

Manifestasi klinis

Morfologi yang abnormal membuat sel-sel sabit atau sickle cells bukan hanya cenderung

mengalami hemolisis tetapi juga memiliki kecenderungan untuk menimbulkan obstruksi kapiler

sehingga terjadi hipoksia lokal jaringan yang selanjutnya akan menyebabkan deoksigenasi

hemoglobin dan dengan demikian menimbulkan proses sickling lebih lanjut. Lingkaran setan ini

mengakibatkan peningkatan obstruksi mikroskopis dengan daerah-daerah infark yang luas pada

berbagai organ. Lingkungan yang hipertonik dan asam pada medula renalis khususnya cenderung

mmengalami sickling dan infark. Anemia tipe ini ditandai oleh bukti anemia hemolitik dengan

serangan rekuren fenomena vasooklusi yang dinamakan krisis nyeri pada berbagai bagian tubuh

seperti abdomen dada, punggung dan lain-lain.4

Terapi

Pemberian hidroksiurea 10-30 mg/kg per hari PO meningkatkan kadar HbF dan mencegah

terbentuknya sickle cell, infeksi diobati secara dini, dan diberikan suplemen asam folat; krisis nyeri

Page 9: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

diterapi dengan oksigen, analgetik (opioid), hidrasi, dan hipertransfusi; transpalntasi sum-sum tulang

alogenik dipertimbangkan pada penderita dengan peningkatan frekuensi serangan krisis.5

Diagnosis Kerja

Anemia Hemolitik Autoimun

Anemia hemolitik imun merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel

erotrosit terhadap selsel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.

Etiologi

Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi karena

gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual.

Epidemiologi

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantobodi bereaksi secara optimal

pada suhu 370C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat ini juga akan disertai penyakit lain. Pada

AIHA idiopatik splenomegali terjadi 50-60%, hepatomegali terjadi pada 30%, dan limfadenopati

terjadi pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.

Pattofisiologi

Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibpdi ini melalui aktivitasi sistem komplemen, aktifasi

mekanisme seluler atau kombinasi keduanya.

1. Aktifasi sistem komplemen. Secara keseluruhan aktifasi komplemen akan menyebabkan

hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler yang ditandai dengan

hemoglobulinemia dan hemoglobuniuri.sistem komplemen aka diaktifkan oleh jalur klasik

ataupun jalur alternatif. Antibodi- antibodi yang memiliki keampuan mengaktifkan jalur

klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3. IGM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab

antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu

dibawah suhu tubuh.antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen

permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.1

a. Aktifasi komplemen jalur klasik. Reaksi diawali dengan aktifasi C1 suatu recognition

unit. C1akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta

mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4

dan C2 menjadi suatu C4b,2b (dikenal dengan C3-convertase). C4b, 2b akan memecah

C3 menajdi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan konfarmationall sehingga

mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel

darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g, dan C3c. C3d

dan C3g akan tetap beriktan pada membran sel darah merah dan merupakan produk final

Page 10: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

aktivasi C3. C3d akan membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5

convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilaktosis) dan C5b yang

berperan dalam kompleks penghancuran membran. Kompleks penghancuran membran

terdiri dari molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan

menyusup ke dalam membran sel sebagai suatu alur transmembran sehingga

permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk kedalam sel

sehingga sel membengkak dan ruptur.

b. Aktifasi komplemen jalur alternatif yaitu. Aktifator jalur alternatif akan mengaktifkan C3

dan C3b yang terjadi akan berikatan dengan sel darah merah. Faktor B kemudian akan

melekat pada C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu

protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan memecah

molekul C3 menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah

menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b yang akan berperan dam penghancuran membran.

2. Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskuler yaitu: jika sel darah disensitasi

dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan komponen

komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah

tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immune adherence ini

sangatlah penting bagi perusakan sel eritosit yang diperantarai sel. Immuneadherence,

terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosi.1

Diagnosis

Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit ada dua yaitu :

direk antiglobulin tes ( direct coomb’s test): test ini di lakukan dengan cara di cuci sel eritrosit pasien

dari protein-protein yang melekat setelah itu di reaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal

terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi kompleme, terutama IgG dan C3d. Dan bila pada

permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi.

Indirek antiglobulin tes ( indirec coomb’s test): untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada

serum. Jadi serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar dalam

serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan

terjadinya aglutinasi.

Gejala klinis

Dengan gejala yang dirasakan oleh penderita AIHA adalah gejala umum anemia (lemah, letih,

lesu), seringkali disertai demam dan jaundice (sakit kuning). Urin berwarna gelap sering ditemukan.

Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda jaundice, pembesaran limpa, pembesaran hati, dan

pembesaran kelenjar getah bening.

Page 11: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana batu empedu

berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah. Jika pasien  memiliki  kelainan  lain 

seperti  SLE  atau  leukemia  limfositik  kronik,  dijumpai  juga  gambaran penyaki-penyakit 

tersebut.1

Klasifikasi

a. Anemia Hemolitik Autoimun tipe Hangat

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantobodi bereaksi secara optimal

pada suhu 370C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat ini juga akan disertai penyakit lain.1

Pada anemia hemolitik yang tipe hangat akan memperlihatkan gejala dan tanda seperti: onset

penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Untuk beberapa kasus

terjadi perjalanan penyakit secara mendadak, disertai nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin

berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik

splenomegali terjadi 50-60%, hepatomegali terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi pada 25%

pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.1

Laboratorium dapat terlihat sebagai berikut: hemoglobin (Hb) sering dijumpai di bawah

7g/dL. Pemeriksaan Coomb direk akan positif. Autoantibodi tipe hangat ini biasanya ditemukan

dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari golongan IgG

dan bereaksi dengan semua sel eritosit normal. Autoantobodi tipe hangat ini dapat bereaksi dengan

antigen pada sel eritrosit pasien sendiri, yaitu dengan antigen Rh.1

Pengobatannya yaitu:

- kortikosteroid 1-1,5mg/kg BB/hari. Dalam 2 minggu sebagian besar akan menunjukan respon

klinis yang baik. Hematokrit (Ht) akan meningkat, tes coombs direk positif lemah, indirek

akan negatif. Nilai normal dan stabil akan dicapai pada hari ke-30 sampai hari ke-90. Bila ada

tanda respon terhadap steroid, dosis harus diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 10-

20mg/hari. Terapi steroid dosis < 30mg/hari dapat diberikan secara selang sehari. Beberapa

pasien akan memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis rendah, namun bila dosis perhari

melebihi 15mg/hari untuk mempertahankan kadar Ht, maka perlu segera mempertimbangkan

terapi dengan modalitas lain.

- Dapat dilakukan splenektomi untuk menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah

merah tersebut. Ban bila dengan steroid tidak adekuat atau tidak bisa di tapering dosis selama

3 bulan.

- Dengan menggunakan obat imunosupresi seperti: azatioporin 50-200mg/hari (80mg/m2) dan

siklofosfamid 50-150mg/hari (60mg/m2).

- Obat-obat lain yang dapat digunakan yaitu: mycophenolate mofetil 500mg/hari sampai

1000mg/hari dilaporkan memberikan hasil yang bagus pada AIHA yang refrakter. Rituximab

Page 12: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

dan alemtuzumab juga memberikan respon yang cukup menggembirakan sebagai salvage

therapy. Dosis rituximab 100mg/hari selama 4 minggu.

- Terapi untuk dilakukan tranfusi jika pada kondisi yang mengancam jiwa pasien sambil

menunggu steroid dan imonoglobulin untuk bereferkyaitu dengan Hb yang kurang dari 3g/dL.

b. Anemia Hemolitik Autoimun tipe Dingin

Pada yang tipe dingin terjadi hemolisis yaitu aglutinin dingin dan antibodi Donath-Lanstainer.

Kelainan ini secara karakteristik memiliki aglutinin dingin IgM monoklonal. Spesifitas aglutinin

dingin adalah terhadap antigen I/i. Sebagian besar IgM yang mempunyai spesifitas terhadap anti-I

memiliki VH4-34. Pada umumnya aglutinin tipe dingin ini terdapat pada titer yang sangat rendah dan

titer ini akan meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi. Dimana antigen I/i ini bertugas sebagai

reseptor mikoplasma yang akan menyebabkan perubahan presentasi antigen dan menyebabkan

produksi autoantibodi. Pada limfoma sel B, aglutinin ini dihasilkan oleh sel limfoma. Aglutinin tipe

dingin ini akan berikatan dengan sel dara merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.1

Pasien akan memberikan gejala klinik seperti: sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.

Hemolisis berjalan kronik. Anemia biasanya ringan saja dengan Hb, 9-12 g/dL. Sering didapatkan

akrosianosis dan plenomegali.1

Pada laobatoriumnya: anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes coobs akan positif.

Anti-I, Pr, anti-M atau anti-P.

Pengobatannya yaitu: menghindari suhu dingin yang dapat memicu terjadinya hemolisis sel

darah. Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu. Obat chlorambucil 2-4 mg/hari.

Plasmafaresis untuk mengurangi IgM secara teorotis bisa mengurangi hemolisis, namun secara

praktek ini susah untuk dilakukan.1

c. Paroxymal cold hemoglobinuria

ini adalah penyakit anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara masif dan

berulang setelah terpapar suhu dingin. Katanya penyakit ini dulunya sering ditemukan karena

berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi yang ektrim autoantibodi Donath-Landsteiner dan

protei komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali ke 370C terjadilah lisis

karena propagasi pada protein-protein komplemen yang lainnya.

Pasien akan memberikan gambaran klinis yaitu: dengan AIHA 2-5%, hemolisis paroksimal

disertai mengigil, panas, mielgia, sakit kepala, hemoglubinuria berlangsung beberap jam. Sering

disertai urtikaria.

Laboratorium seperti: hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositos, tes coombs positif,

antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah.

Dengan prognosis dan survivalnya, pengobatan penyakit yang mendasarinya akan

memperbaiki prognosisnya.

Page 13: Pbl 24 Claudia- Anemia Hemolitik Autoimun

Terapi: Pengobatan dengan menghindari faktor pencetus. Terus dengan obat gunakan

glukokortikoid dan plenektomi dikatakan tidak begitu memberi manfaat.

Komplikasi dan prognosis

Anemia hemolitik autoimun tipe hangat: prognosis serta survival dari pasien akan sangat kecil

untuk mengalami penyembuhan secara komplit dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang

berlangsung kronik, namun terkendali. Dengan survival 10 tahun berkisar 70%. Dan selama itu pasien

dapat mengalami berbagai penyakit seperti: anemia, DVT, emboli pulmo, infrak lien, dan penyakit

kardiovaskuler selama penyakit aktif. Mortalitasnya selama 5-10 tahun itu

Anemia hemolitik tipe dingin: prognosis dan survival dikatakan bahwa pasien dengan

sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup stabil.

Paroxymal cold hemoglobinuri: prognosis dan survival dikatakan bahwa pasien dengan

sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup stabil. 1

Kesimpulan

Pasien wanita berusia 25 tahun dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini dengan

wajah yang terlihat pucat diduga menderita anemia hemolitik. Anemia hemolitik disebabkan oleh

memendeknya masa hidup sel darah merah. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh cacat pada sel

darah merah, biasanya herediter, atau kelainan pada lingkungan, biasanya kelainan didapat. Untuk

lebih memastikan penyebab anemia hemolitik wanita tersebut, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk. Hematologi: anemia hemolitik autoimun dan anemia

hemolitik non autoimun. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Interna

publishing; 2009.h.1152-64.

2. Oehadian A. Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Vol 39, no.6. Bandung: Cermin Dunia

Kedokteran; Agustus 2012.h.407-9.

3. Abdurahman N, Daldiyono H, Markum, dkk. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:

Balai penerbit FKUI; 2006.h.7-19.

4. Marya MK. Patofisiologi anemia: anemia sickle cell. Dalam: Ptofisiologi mekanisme

terjadinya penyakit. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; 2013.h.45-8.

5. Hasibuan FE. Kelainan eritrosit. Dalam: Hematologi dan onkoligi. Jakarta: Karisma

Publishing Group; 2013.h.23-4.