pbl 19

32
Gagal Jantung Akut Melisa Pongtiku * 102010291 D2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA *Alamat Korespondensi : Melisa Pongtiku Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510 No Telp (021) 5694-2051 email: [email protected] Pendahuluan Gagal jantung adalah sindroma klinis kompleks yang di dasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah 1

description

makalah

Transcript of pbl 19

Gagal Jantung Akut

Melisa Pongtiku *

102010291

D2

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespondensi :

Melisa Pongtiku

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510

No Telp (021) 5694-2051 email: [email protected]

Pendahuluan

Gagal jantung adalah sindroma klinis kompleks yang di dasari oleh ketidakmampuan

jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya

gangguan structural dan fungsional dari jantung. Ada beberapa kriteria dari pasien yang

mengalami gagal jantung berupa sesak napas yang spesifik pada saat istirahat atau saat

beraktivitas dan atau rasa lemah dan tidak bertenaga, tanda-tanda berupa retensi air seperti

1

kongesti paru, dan edema tungkai, dan ditemukannya abnormalitas dari struktur dan

fungsional jantung

Gagal jantung dapat memberikan spectrum klinis yang luas, mulai dari ukuran jantung

LV yang masih normal dengan ejection friction yang masih cukup, sampai LV dilatasi berat

dengan atau ejection friction yang sangat buruk. Manifestasi klinis utama dari gagal jantung

adalah sesak napas, mudah capek yang menyebabkan toleransi aktivitas berkurang retensi air

yang dapat memicu edema paru dan eema perifer. Perlu diingat bahwa keluhan dan gejala

bias berbeda pada setiap individu, ada sesak napas belum tentu ada edema perifer dan

sebagainya.

Definisi

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak

mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolism jaringan. Ciri penting dari definisi ini

adalah (1) gagal didefinisikan relative terhadap kebutuhan metabolic tubuh, dan (2)

penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal

miokardium ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium; gagal miokardium

umumnya mengakibatkan gagal jantung tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat

menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi kegagalan jantung sebagai suatu

pompa.1,2

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal jantung. Gagal

sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan system kardiovaskuler untuk melakukan perfusi

jaringan yang memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan sirkulasi yang mengakibatkan

tidak memadainya perfusi jaringan, termasuk perubahan volume darah, tonus vascular, dan

jantung. Gagal jantung kongestif adalah keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal

jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dari

istilah yang lebih umum yaitu kongesti sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi

akibat bertambahnya volume darah pada jantung atau akibat sebab-sebab di luar jantung

(missal, transfuse berlebihan atu anuria).1,2

2

Anamnesis

Hal – hal yang perlu kita tanyakan dalam anamnesis bagi pasien yang diduga gagal

jantung mengenai riwayat penyakit sekarang, adalah:

1. Apakah pasien mengalami sesak napas? Apabila iya, sudah berapa lama timbulnya?

Apakah ada faktor yang memperberat?

2. Apakah pasien mengalami napas pendek saat berbaring (ortopnea)?

3. Adakah masalah dengan pernapasan di malam hari (dispnea nokturnal paroksismal)

posisi berbaring harus disanggah oleh beberapa bantal? Berapa jumlah bantal yang

dipakai untuk tidurnya?

4. Adakah edema perifer khususnya pada pergelangan kaki, tungkai, sakrum?

5. Adakah asites?

6. Adakah ikterus, nyeri hati, mual, dan nafsu makan menurun (akibat edema usus,

namun jarang terjadi)?

Kemudian dapat juga ditanyakan riwayat penyakit dahulu kepada pasien yang diduga

gagal jantung, berupa:

1. Adakah riwayat nyeri dada? (Adakah riwayat MI baru?)

2. Adakah riwayat penyakit jantung sebelumnya, khususnya MI, angina, murmur,

aritmia, atau penyakit katup jantung yang diketahui?

3. Adakah riwayat faktor resiko aterosklerosis?

4. Adakah riwayat penyakit pernapasan atau ginjal?

5. Adakah riwayat kardiomiopati?

6. Adakah riwayat merokok?

7. Adakah riwayat hipertensi?

8. Riwayat penyakit keluarga juga dapat memengaruhi, maka perlu ditanyakan apakah

ada anggota keluarga pasien yang pernah mengalami gejala serupa dengan pasien?

Apakah diketahui sebabnya?

Selain itu, pertanyaan tentang riwayat pengobatan pun penting, yaitu berupa:

1. Apakah baru – baru ini ada perubahan jenis obat yang dimakan pasien seperti diuretik,

OAINS, inhibitor ACE, bloker beta, inotropik negatif, digoksin?

3

2. Apakah pasien mengkonsumsi obat yang dapat menyebabkan kardiomiopati seperti

doksorubisin dan kokain?

3. Bagaimana konsumsi alkohol pasien? (Pertimbangkan kemungkinan kardiomiopati

alkoholik).1,2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan gagal jantung harus dilakukan

dengan posisi berbaring terlentang dengan kemiringan 30o atau disanggah dengan dua buah

bantal. Hal ini untuk membuat pasien tidak merasa sakit. Urutan pemeriksaan fisik yang

dilakukan adalah:

1. Inspeksi: Melakukan inspeksi dengan tepat dan cermat pada dada anterior. Yang

dinilai dari inspeksi adalah bentuk thorax pasien apakah normal atau memiliki

kelainan bentuk thorax dan letak iktus kordis.1,2

2. Palpasi: Palpasi dimulai dengan palpasi menyeluruh dinding dada. Kemudian palpasi

dilakukan untuk memastikan karakteristik iktus kordis. Palpasi juga berguna untuk

mendeteksi thrills dan gerakan ventrikel pada S3 atau S4. Iktus kordis menggambarkan

pulsasi dini ventrikel kiri yang cepat pada saat denyutan ini bergerak ke anterior

ketika kontraksi dan menyentuh dinding dada. Pada kebanyakan pemeriksaan, iktus

kordis merupakan titik impuls yang maksimal. Namun pada beberapa kelainan

patologis seperti pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma

aorta dapat menimbulkan pulsasi yang lebih menonjol daripada denyutan apeks

kordis.1,2

3. Perkusi: Pada sebagian besar kasus, Palpasi telah menggantikan kedudukan perkusi

dalam memperkirakan besar jantung. Meskipun demikian, jika iktus kordis tidak

dapat terlihat dan teraba maka perkusi dapat menunjukkan tempat untuk mencarinya.

Perkusi dilakukan untuk mencari batas – batas jantung sebelah kanan, atas, pinggang,

bawah dan kiri. Hal ini dapat menggambarkan ukuran jantung seseorang apakah

normal atau tidak.1,2

4. Auskultasi: Auskultasi bunyi dan bising jantung merupakan keterampilan yang

penting dan sangat bermanfaat dalam pemeriksaan fisik yang secara langsung akan

mengarahkan langsung ke diagnosis klinis. Bunyi – bunyi patologis jantung dapat

4

didengar di sela iga kedua sternal kanan, di sepanjang tepi kiri sternum pada setiap

ruang sela iga mulai dari iga kedua sampai kelima dan pada daerah apeks kordis

(Gambar 1). Bising yang didapat dapat berupa bising sistolik yaitu bising yang terjadi

pada bunyi S1 daj S2 atau bising diastolik yang terjadi pada bunyi S2 dan S1. Ada pula

bising pansistolik dimulai bersama dengan bunyi S1 dan berhenti pada bunyi S2 tanpa

terdengarnya jeda diantara bising dan bunyi. Bising pada jantung juga umumnya

dibedakan menjadi beberapa derajat (Tabel 1).1,2

Selain pemeriksaan fisik standar diatas, dapat juga dilakukan pemeriksaan tekanan

vena jugularis dan juga denyut karotis. Hal ini dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis, seperti denyut karotis digunakan untuk mendeteksi stenosis atau insufisiensi katup

aorta.1,2

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi

frekuensi debar jantung, irama jantung, system konduksi dan kadang etiologi dari gejala

gagal jantung. Kelainan segmen ST; berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau

Non STEMI. Gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertropi,

bundle Branch blok, disinkroni elektrial, interval QT yang memanjang, disritmia atau

perimiokarditis harus diperhatikan.3

Foto Toraks

Foto toraks harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk pada semua pasien yang

diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya

kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrate atau kardiomegali.3

Ekokardiografi

Ekokardiografi memegang peranan yang sangat penting untuk evaluasi kelainan

structural dan fungsional dari jantung yang berkaitan dengan gagal jantung akut. Semua

penderita gagal jantung akut harus dievaluasi secepat mungkin. Penemuan dengan

ekokadriografi bias langsung menentukan strategi pengobatan. Pencitraan echo/dopler harus

5

diperiksakan untuk evaluasi dan memonitor fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara

regional dan global, fungsi diastolic, structural dan fungsi valvular, kelainan perikard,

komplikasi mekanis dari infark akut, adanya disinkroni, juga dapat menilai semikuantitatif,

non invasive, tekanan pengisian dari ventrikel kanan dan kiri, stroke volume dan tekanan

arteri pulmonalis, yang dengan demikian bias menentukan strategi pengobatan. Echo/dopler

dapat diulang sesua kebutuhan, dan dapat mengganti pemeriksaan atau monitoring invasive.3

Diagnosis Kerja

Gagal jantung akut

Gagal Jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai

dengan sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan

atau fungsi jantung.Selain itu, gagal jantung dapat juga didefinisikan sebagai keadaan

patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan daerah untuk

metabolisme jaringan. Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif terhadap

kebutuhan metabolik tubuh dan penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung

secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada kelainan fungsi

miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme

kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi

kegagalan jantung sebagai suatu pompa.4

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal jantung. Gagal

sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan sistem kardiovaskular untuk melakukan perfusi

jaringan dengan menadai. Definisi ini mencakup segala kelainan sirkulasi yag mengakibatkan

tidak memadainya perfusi jaringan, termasuk perubahan volume darah, tonus vaskular dan

jantung. Gagal jantung kongastif adalah keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal

jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakandari

istilah yang lebih umum yaitu kongesti sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi

akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau akibat sebab-sebab diluar jantung

(misal transfusi berlebihan atau anuria).4

6

Diagnosis banding

Penyakit Paru Obstruktif

Berbagai kondisi dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Pemajanan terhadap asap

rokok dan polutan udara umum lainnya dapat mencetuskan konstriksi reflektif jalan udara

bronchial. Kelainan obstruktif dapat menyerang inspirasi dan ekspirasi, sementara pada

kelainan restriktif terutama menyerang inspirasi.5

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah istilah umum yang digunakan untuk

menggambarkan kondisi obstruksi reversible progresif aliran udara ekspirasi. Individu

dengan PPOK mengalami kesulitan bernapas, batuk produktif, dan intoleransi aktivitas.

Kelainan utama yang tampak pada individu dengan PPOK adalah bronchitis, emfisema dan

asma.5

Asma bronchial

Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan saluran napas

yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh

episode obstruksi pernapasan di antara dua interval asimtomatik. Namun, ada kalanya sifat

reversible ini berubah menjadi kurang reversible (penyempitan baru hilang setelah mendapat

pengobatan). Penyumbatan saluran napas yang menimbulkan manifestasi klinis asma adalah

akibat terjadinya bronkokonstriksi, pembengkakan mukosa bronkus dan hipersekresi lender

karena hiperreaktivitas saluran pernapasan terhadap beberapa stimulus.5

Hal yang selalu dapat ditemui pada penderita asma adalah saluran pernapasannya

yang hiperresponsif terhadap stimulus. Untuk setiap penderita, stimulusnya tidak selalu sama.

Dalam keadaan serangan asma, sangat mudah untuk menegakkan diagnosisnya, tetapi ketika

berada dalam episode bebas gejala, tidak mudah untuk menentukan seseorang menderita

asma.5

Pada sebagian besar asma, ditemukan riwayat alergi, selain itu serangan asmanya juga

sering dipicu oleh pemajanan terhadap allergen. Pada pasien yang mempunyai komponen

alergi, sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Faktor genetic yang

diturunkan adalah memproduksi antibody jenis IgE yang berlebihan, keadaan ini disebut

atopi. Namun, ada penderita asma yang tidak atopic dan juga serangan asmanya tidak dipicu

7

oleh pemajanan terhadap allergen. Pada penderita ini, jenis asmanya disebut idiosinkratik;

biasanya serangan asmanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas.5

Gejala klinis. Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan sindrom yang

dihasilkan mekanisme multiple yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk

obstruksi jalan napas reversible. Sebagai sindrom episodic, terdapat interval asimtomatik di

antara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting dari sindrom ini, seperti dispnea,

suara mengi, obstruksi jalan napas reversible terhadap bronkodilator, bronkus yang

hiperresponsif terhadap berbagai stimulus baik yang spesifik maupun nonspesifik, dan

peradangan saluran napas.5

Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak napas. Gejala yang sering

terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya pulsus paradoksus,

timbulnya Kussmaul’s sign.5

Bronkitis kronik

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya sekresi mucus yang berlebihan pada

saluran pernapasan (bronchial tree) secara terus-menerus (kronik) dengan disertai batuk.

Pengertian kronik adalah terjadi sepanjang hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam

setahun dan telah berlangsung selama dua tahun berturut-turut. Batasan ini tidak mencakup

sekresi mucus berlebihan yang disebabkan oleh kanker paru, tuberculosis dan penyakit gagal

jantung kongestif.5

Gejala klinis. Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan

batuk terbanyak terjadi pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronchitis kronik tidak

mengalami obstruksi aliran pernapasan, namun 10-15% perokok merupakan golongan yang

mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran

napas normal disebut penderita bronchitis kronik simpleks (simplex chronic bronchitis),

sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas yang progrsif disebut penderita

bronchitis kronik obstruktif.5

Emfisema

Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara

pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan

dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal Ketika

8

membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh

karena itu, beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronchitis kronik.5

Kerusakan alveoli disebabkan oleh adanya proteolisis (degradasi) elastin oleh enzim

elastase yang disebut protease. Elastin adalah komponen jaringan ikat yang meliputi kira-kira

25% jaringan ikat di paru. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara degradasi

dan sintesis elastin atau keseimbangan antara protease yang mendegradasi jaringan paru dan

protease-inhibitor yang menghambat kerja protease. Pada perokok, jumlah protease

meningkaat karena jumlah leukosit dan makrofag di paru meningkat. Makrofag dan leukosit

ini mengandung elastase dalam jumlah yang tinggi. Dengan banyaknya elastase di paru,

banyak jaringan paru yang didegradasi.5

Pada penderita yang memiliki paru emfisematus ditemukan α1-antitripsin (suatu

protease) dalam jumlah rendah sehingga tidak ada yang menghambat kerja protease tripsin.

Keadaan ini merupakan kelainan congenital. α1-antitripsin adalah suatu α1-globulin pada laki-

laki.5

Gejala klinis yang khas adalah sesak napas saat melakukan kegiatan (exertional

breathlessness) yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak napas tampak jelas pada

penyakit yang telah parah. Penderita menunjukkan hyperinflated lung dengan berkurangnya

ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek.5

Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jensi penyakit jantung

kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi

keadaan-keadaan yang (1) meningkatan beban awal, (2) meningkatkan beban akhir, atau (3)

menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal

meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada

keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontrakitilitas miokardium

dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme

fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis yang lain yang

dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu

pengisisian ventrikel (missal , stenosis atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.

9

Keadaan-keadaan seperti pericarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal

jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan

ejekasi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme

fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal

jantung; efektifitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan

patofisologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan gagal

jantung. Jantung normal menghasilkan TNF; namun jantung mengalami kegagalan

menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.4

Demikian juga tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui berperan dalam

mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengabkibatkan gangguan

kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan

hantaran kaslium dalam sarkomer, atau dalam sintesis, atau fungsi kontraktil. Faktor-faktor

yang memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat

berupa (1) disritmia, (2) infeksi sistemik dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru.

Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik

yang memulai respon mekanis; respon mekanis yang sinkron dan tidak akan dihasilkan tanpa

adanya ritme jantung yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung

untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh yang meningkat. Emboli paru secara

mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya

gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efekttif membutuhkan pengenalan dan

penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga

terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung. 4

Epidemiologi

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang

lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar

atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal

dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari

50% akan meninggal dalam tahun pertama.2

10

Gejala Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat

latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya

muncul saat beraktivitas fisik; tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi

terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang

kebih ringan. Klasifikasi Fungsional dari The New York Heart Association (NYHA) biasanya

digunakan untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik.4

Dyspnea, atau perasaan sulit bernapas, adalah manifestasi gagal jantung yang paling

umum. Dyspnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskuler paru

yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan

dyspnea. Seperti juga spectrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai

edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dyspnea juga berkembang

progresif. Dyspnea saat beraktifitas menunjukkan gejala awal dari jantung kiri. Ortopnea

(atau dyspnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-

bagian tubuh yang dibawa kearah sirkulasi sentral. Reabsorbsi cairan interstisial dari

ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vascular paru-paru lebih lanjut. Dyspnea

nocturnal paroksismal (PND) atau mendadak terbangun karena dyspnea dipicu oleh

timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal

jantung kiri dibandingkan dengan dyspnea atau ortopnea.4

Batuk non produkrif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi

berbaring. Timbulnya ronkhi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas

dari gagal jantung; ronkhi pada awaknya terdengar di bagian bawah paru-paru karena

pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat dikaitkan dengan gagal ke

belakang pada gagal jantung kiri. Hemoptysis dapat disebabkan oleh perdarahan vena

bronkial yang terjadi akibat distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat

menyebabkan kompresi esophagus dan disfagia (sulit menelan). Gagal ke belakang pada sisi

kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik. Dapat diamati

peningkatan tekanan vena jugularis (JVP); vena-vena leher mengalami bendungan. Tekanan

vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox selama inspirasi jika jantung kanan yang

gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama

inspirasi. Meningkatnya CVP selama inspirasi ini dikenal sebagai tanda kussmaul. Jika terjadi

insufisiensi katup trikuspidalis, terlihat gelombang V pulsatile pada vena jugularis. Hasil uji

11

refluks hepatojugularis yang positif dapat dibangkitkan; kompresi manual pada abdomen

kuadran kanan atas meningkatkan tekanan vena jugularis karena jantung kanan yang gagal

tidak dapat menyesuaikan dengan peningkatan alir balik vena. Dapat terjadi hepatomegaly;

nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain

(seperti anoreksia, rasa penuh atu mual) dapat disebabkan oleh kongesti hati dan usus.4

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-

mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi

nokturia(diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh

redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya

vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan

asites atau edema anasarka ( edema tubuh generalisata). Meskipun gejala dan tanda

penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal

jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan

oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi yang

dijelaskan di sini secara khas diawalai dengan bertambahnya berat badan, yang jelas

mencerminkan adanya retensi natrium dan air.4

Gagal ke depan pada ventikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke

organ-organ. Aliran darah dialirkan dari organ-organ nonvital demi mempertahankan perfusi

ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari gagal ke depan dalah berkurangnya

perfusi ke organ (missal kulit dan otot rangka). Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh

vasokonstriksi perifer; makin berkurangnya curah jantung dan meningkatnya kadar

hemoglobin tereduksi menyebabkan terjadinya sianosis. Vasokonstriksi kulit menghambat

kemamouan tubuh untuk melepaskan panas; oleh karena itu dapat ditemukan demam ringan

dan keringat yang berlebihan. Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit atau anoreksia. Makin menurunnya curah jantung dapat disertai insomnia,

kegelisahan atau kebingungan. Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat terjadi kehilangan

berat badan yang progresif atau kakeksia jantung. Penyebabnya dapat merupakan kombinasi

dari faktor-faktor di atas termasuk rendahnya curah jantung dan anoreksia akibat kongesti

visceral, keracunan obat, atau diet yang tidak mengundang selera.4

Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung memprlihatkan denyut yang cepat

dan lemah. Denyut jantung yang cepat mencerminkan respon terhadap rangsangan saraf

simoatis. Sangat menurunnya volume sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer

12

mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolic), menghasilkan

denyut yang lemah. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat. Selain

itu pada gagal ventrikel kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans, yaitu berubahnya

kekuatan denyut arteri. Pulsus alternans menunjukkan disfungsi mekanis yang berat dengan

berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume sekuncup.4

Pada auskultasi dada lazim ditemukan ronki dan gallop ventrikela atau bunyi jantung

ke tiga (S3). Terdengarnya S3 pada auskultasi merupakan ciri khas gagal ventrikel kiri. Gallop

ventrikel terjadi selama diastolik awal dan disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel

yang tidak lentur atau terdistensi. Kuat angkat substernal dapat disebabkan oleh pembesaran

ventrikel kanan. Radiogram dada menunjukkan hal-hal berikut : (1)kongesti vena paru

berkembang menjadi edema interstisial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih berat; (2)

redistribusi vaskuler pada lobus atas paru; dan (3) kardiomegali. EKG seringkali

memperlihatkan denyut premature ventrikel yang asimptomatis dan menjadi takikardia

ventrikel nonsustained. Peristiwa bradikardi biasanya berkaitan dengan memburuknya gagal

jantung secara progresif. Makna disritmia ini masih belum jelas, tetapi sering terjadi kematian

mendadak pada penderita gagal jantung.4

Terjadi perubahan-perubahan khas pada kimia darah. Misalnya, perubahan cairan dan

kadar elektrolit terlihat dari kadarnya dalam serum. Yang khas adalah adanya hiponatremia

pengenceran; kadar kalium dapat normal atau menurun akibat terapi diuretic. Hyperkalemia

dapat terjadi pada tahap lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Demikian pula

kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatini dapat meningkat akibat perubahan laju filtrasi

glomerulus. Urine menjadi lebih pekat, dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya

berkurang. Kelainan fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin yang

ringan. Dapat dijumpai peningkatan kadar bilirubin dan enzim hati dan fosfatase alkali

terutama pada gagal jantung akut.4

Patofisiologis

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas mikordium yang khas pada gagal jantung akibat

penyakit jantung iskemik, menggangu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.

Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan

volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic) ventrikel,

13

terjadi peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat penigkatan

tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya volume LVEDP.

Terjadi pula peningkatan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan

langsung selama diastole. Peningkatan volume LAP diteruskan ke belakang ke dalam

pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila

tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,

akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi melebihi

kecepatan drainase limfatik, akan terjadi interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat

mengakibatkan cairan merembes ke rongga alveoli dan terjadilah edema paru.4

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena

paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.

Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung

kanan yang akhinya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik. Perkembangan dari

edema dan kongesti sistemik atau paru-paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari

katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat

disebabkan oleh dilatasi annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan orientasi otot

papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.4

Respon kompensatorik

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat :

(1) meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi

system renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik

ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau

hamper normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun,

kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas.

Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.4

Peningkatan Aktivitas Adrenergic Simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons

simpatis kompensatorik. Meningkatknya aktivitas adrenergic simpattik merangsang

pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.

Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.

Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan

redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang

14

metabolimenya rendah (missal kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke

jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan

jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum starling.4

Seperti yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada

gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada

katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun

pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun;

katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. Perubahan ini paling

tepat dengan melihat kurva fungsi ventrikel. Dalam keadaan normal, katekolamin

menghasilkan efek inotropic positif pada ventrikel sehingga menggeser kurva ke atas

dan ke kiri. Berkurangnya respons ventrikel yang gagal terhadap rangsangan

katekolamin yang menyebabkan bekurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini.

Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan

norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada jantung kronis.4

Peningkatan Beban Awal Melalui Aktivasi System Renin-Angiotensin Aldosteron

Aktivasi system renin angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air

oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban

awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling.

Mekanisme pasti yang mengakibatkan system renin-angiotensin-aldosteron pada gagal

jantung masih belum jelas. Namun diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti

rangsangan simpastis adrenergic pada reseptor beta di dalam apasrtus jukstaglomerulus,

respons reseptor macula desa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal,

dan respons baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.4

Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung akan

memulai serangkaian perisiwa berikut : (1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya

laju filtrasi glomerulus, (2) pelepasan renin dari apartus jukstaglomerulus, (3) interaksi

renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, (4)

konversi angiotensin I menjadi II, (5) rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar

adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada tubulus dital dan duktus pengumpul.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan

darah. Pada gagal jantung berat, kombisani antara kongesti vena sistemik dan

menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosterone di hati, sehingga

15

kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretic akan meningkat

pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorbsi air pada duktus

pengumpul.4

Saat ini sedang diselidiki adanya peranan faktor natriuretic atrium pada gagal jantung.

ANF adalah hormone yang disintesis pada jaringan atrium. Peptide natriuretic tipe B

(BNP) terutama disekeresi melalui ventrikel. Natriuretic peptide dilepaskan akibat

meningkatnya tekanan atau volume tekanan intrakardia dan menekan sisten renin-

angiotesin-aldosteron. Konsentrasi peptide dalam plasma lebih tinggi dibandingkan

dengan nilai normalnya pada penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan

jantung yang tidak bergejala. Hormone memberikan efek diuretic dan natriuretic dan

dan merelaksasi otot polos. Namun demikian. Efek diuretic dan natriuretic dipengaruhi

faktor kompensatorik yang lebih kuat yang menyebabkan retensi garam dan air serta

vasokonstriksi.4

Hipertrofi Ventrikel

Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi

miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah

sarkomer dalam sel-sel miokardium; sarkomer dapat bertambah secara parallel atau

serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.

Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai

dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam.

Respons miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai

dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi

akibat bertmbahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola

hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.4

Penatalaksanaan

Penatalaksanaaan umum

a. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila

timbul keluhan, dan dasar pengobatan.

b. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, serta rehabilitasi.

c. Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alcohol.

16

d. Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba.

e. Mengurangi berat badan pasien yang obesitas

f. Hentikan kebiasaan merokok.3

Medika mentosa

Diuretik (Loop diuretic, tiazid, metozalon)

- Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan,

kongesti paru dan edema perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival.

- Harus dikombinasi dengan enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.3

ACE inhibitor (captopril, benazepril)

Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi

ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom. Diberikan sebagai

terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan

bersama diuretic.3

Beta blocker (bisoprolol, karvedilol)

- Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik

karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti

diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan

adanya kontra indikasi.

- Meningkatkan klasifikasi fungsi. (I,A)

- Pada disfungsu jantung sistolik sesudah suatu infrak miokard baik simtomatik atau

asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian penyekat

enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas. (I,B)

- Beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu bisoprolol, karvediol,

metoprolol, siksinat dan nebivolol. (I,A).3

Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)

- Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor.

- Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung

kronik dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.

- Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel, penyekat

angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam

menurunkan mortalitas.

17

- Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian

penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna

menurunkan mortalitas.3

Glikosida jantung (digitalis)

- Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium dengan berbagai derajat gagal jantung.

Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai

sendiri-sendiri tanpa kombinasi.

- Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai

sendiri-sendiri tanpa kombinasi.3

Hidralazin-Isosorbid Dinitrat

Dapat dipakai sebagai tambahan,pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap

penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Dosis besar

hidralazin (300mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa penyekat enzim

konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan mortalitas.Pada kelompok pasien

Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid dinitrat 20mg dan hidralazin 37,5mg,

tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas

hidup.3

Nitrat

Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak. Dengan pemakaian dosis yang

sering,dapat terjadi toleran oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam atau

kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin.3

Obat Penyekat Kalsium

- Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan dan

dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta.

- Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival bila

digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretic.Data

jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap survival,dapat dipertimbangkan

sebagai tambahan obat hipertensi bila kontrol tekanan darah sulit dengan pemakaian

nitrat atau penyekat beta.3

Nesiritid

Merupakan klas obat vasodilator baru, merupakan rekombinan otak manusia yang

dikenal sebagai natriuretik peptide tipe B. Obat ini identik dengan hormone endogen dari

ventrikel, yang mempunyai efek dilatasi arteri,vena dan koroner,dan merupakan pre dan

afterload meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik.3

18

Inotropik Positif

- Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan

mortalitas

- Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan,namun tidak ada bukti

manfaat,justru komplikasi lebih sering muncul

- Penyekat fosfodiestrase,seperti milrinon,enoksimon efektif bila digabung dengan

penyekat beta dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner.Namun disertai

juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel dan vasodilatasi berlebihan dapat

menimbulkan hipotensi

- Levosimendan merupakan sensitasi kalsium yang baru,mempunyai efek vasodilatasi

namun tidak seperti penyekat fosfodiestrase,tidak menimbulkan hipotensi. Uji klinis

menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin.3

Antitrombotik (aspirin)

- Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium,riwayat fenomena

tromboemboli,bukti adanya thrombus yang mobil,pemakaian antikoagulan sangat

dianjurkan.

- Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian

antiplatetet.

- Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung

yang memburuk.3

Komplikasi

Syok kardiogenik

Yang merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan

dengan berbagai manifestasi hemodinamik, tetapi petunjuk umum adalah tidak memadainya

perfusi jaringan. Pada gagal jantung terjadi syok terkompensasi dimana terjadi usaha untuk

menstabilkan sirkulasi guna mencegah kemunduran lebih lanjut. Namun terjadi manifestasi

sistemik terjadi keadaan hipoperfusi yang memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi serta

pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan sehingga saat masuk tahap dimana

sudah terjadi kerusakan sel yang hebat dan tidak dapat dihindari, pada akhirnya terjadi

kematian.6,7

19

Prognosis

Data yang diperoleh dari beberapa registry terbaru dari gagal jantung akut dan

beberapa survey yang telah dipublikasikan seperti the Euro-Heart Failure Survey II, the

ADHERE registry di Amerika Serikat dan survey nasional dari Italia, Perancis dan Finlandia.

Namun banyak dari pasien-pasien yang masuk dalam registry ini adalah penderita-penderita

yang usia lanjut dengan faktor-faktor cormobid cardio vaskuler dan non cardiovaskuler yang

sangat banyak, dengan prognosa jangka pendek dan jangka panjang yang buruk. Sindroma

coroner akut merupakan kausa yang paling sering dari gagal jantung akut yang baru.

Kematian di rumah sakit yang tinggi didapatkan pada pasien dengan syok kardiogenik antara

40-60% sangat berbeda dengan pasien gagal jantung akut hipertensi angka kematian di rumah

sakit rendah dan kebanyakan pulang dari rumah sakit dengan keadaan asimptomatik.3

Rata-rata perawatan di rumah sakit akibat gagal jantung akut dari Euro heart survey

adalah 9 hari. Dari studi registry yang dirawat GJA, hampir separuh diantaranya dirawat

kembali paling tidak sekali dalam 12 bulan pertama. Estimasi kombinasi kematian dan

perawatan ulang untuk 60 hari sejak perawatan diperkirakan berkisar antara 30-50% .

indicator prognosis selanjutnya sama dengan yang dijumpai pada gagal jantung kronik

lainnya.3

Kesimpulan

Pasien berusia 62 tahun yang mengalami sesak napas yang memberat sejak 2 hari

terakhir, memburuk saat aktifitas dan sering terbangun saat malam hari menderita gagal

jantung akut. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa

tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.116-

7.

2. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Edisi: 8. Jakarta:

EGC; 2009.h.266-9, 272-87.

20

3. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II. Ed 5. Jakarta: Internal Publishing; 2010.h.1588-1589

4. Price SA, Wilson MC. Patofisiologis konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :

EGC;2005.h.630-639

5. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC;2009.h.105-8, 136-7

6. Morgan JM, Simpson IA, editor. Lecture Notes: Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta:

penerbit Erlangga. 2007. Hal 80 – 97

7. Patrick Davey. At a Glance Medicine. 2009. Penerbit Buku Kedokteran: EGC, Jakarta.Hal 178-

85

21