MAKALAH MANDIRI PBL 19

21
MAKALAH MANDIRI PBL BLOK 19 – CARDIOVASCULER 2 Oleh : Yoseph A.K / 102008015 SKENARIO 1 Seorang anak laki – laki usia 10 tahun dibawa oleh ibunya ke RS UKRIDA dengan keluhan jantung berdebar – debar dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu. Ibunya mengaku bahwa sejak usia 6 tahun anak tersebut sering mengalami demam disertai nyeri dan pembengkakan pada sendi lutut, pergelangan kaki dan sendi siku yang berpindah – pindah. Saat anak masih kecil sering menderita radang tenggorokan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 38kg, frek. napas 20x/menit, frek. nadi 122x/menit. Pemeriksaan auskultasi jantung ditemukan murmur holosistolik (+) di daerah garis axilary anterior kiri setinggi sela iga 4-5. Suara napas vesikuler. I. ANAMNESIS 1. Keluhan utama Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama si anak adalah jantung berdebar – debar, dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu. 2. Riwayat penyakit terdahulu 1

description

blok 19

Transcript of MAKALAH MANDIRI PBL 19

Page 1: MAKALAH MANDIRI PBL 19

MAKALAH MANDIRI PBL

BLOK 19 – CARDIOVASCULER 2

Oleh : Yoseph A.K / 102008015

SKENARIO 1

Seorang anak laki – laki usia 10 tahun dibawa oleh ibunya ke RS UKRIDA dengan keluhan

jantung berdebar – debar dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu. Ibunya mengaku bahwa sejak

usia 6 tahun anak tersebut sering mengalami demam disertai nyeri dan pembengkakan pada sendi

lutut, pergelangan kaki dan sendi siku yang berpindah – pindah. Saat anak masih kecil sering

menderita radang tenggorokan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 38kg, frek. napas

20x/menit, frek. nadi 122x/menit. Pemeriksaan auskultasi jantung ditemukan murmur

holosistolik (+) di daerah garis axilary anterior kiri setinggi sela iga 4-5. Suara napas vesikuler.

I. ANAMNESIS

1. Keluhan utama

Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama si anak adalah jantung

berdebar – debar, dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu.

2. Riwayat penyakit terdahulu

Dari pengakuan sang ibu, ternyata si anak tersebut sejak usia 6 tahun sering

mengalami demam disertai nyeri dan pembengkakan pada sendi – sendi besar.

Dan saat anak masih kecil sering menderita radang tenggorokan.

II. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi

o Anak tampak lelah

o Sesak napas

1

Page 2: MAKALAH MANDIRI PBL 19

2. Palpasi

o Demam

o Nyeri dan pembengkakan pada sendi besar yg berpindah.

3. Auskultasi

o murmur holosistolik axilaris anterior kiri setinggi sela iga 4-5

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. ASTO

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar

untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya

infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250

unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia

5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam

rematik akut.

Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan

tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik

akut(1,10). Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan

kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut.

2. EKG

Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan

abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering

dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik

untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan

merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.

2

Page 3: MAKALAH MANDIRI PBL 19

3. Profil darah dan protein fase akut

Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar

protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan

peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu

ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya

manifestasi mayor yang ditemukan.

Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan

gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada

anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju

endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus

infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan

adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.

IV. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

1. Myocarditis

V. WORKING DIAGNOSIS

Penyakit Jantung Reumatik (PJR)

Definisi

Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan

permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik.

Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan

dari demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses

perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang

disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:

Streptococcus pyogenes), yang bisa menyebabkan demam reumatik. Kurang

lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada

jantung mulai dari insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis bahkan

3

Page 4: MAKALAH MANDIRI PBL 19

kematian. Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik, pada pasien bisa

terjadi stenosis katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda-beda, dilatasi

atrium, aritmia dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung reumatik masih

menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian katup pada orang

dewasa di Amerika Serikat.

Prevalensi penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitianWHO mulai

tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur

Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000

anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi

pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an berkisar

1 sampai 10 per 1.000. Dari suatu penelitian yang dilakukan di India Selatan

diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka

yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak seko1ah.

Prevalensi penyakit jantung rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,

meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa

prevalensi penyakit jantung rematik berkisar sampai 0,8 per 1.000 anak

sekolah.

Diagnosis

Diagnosis penyait jantung rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang

untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu

kemudian dikenal sebagai kriteria Jones.

Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya

merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada

perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American

Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus

4

Page 5: MAKALAH MANDIRI PBL 19

sebelumnya. Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2

kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya,

kemungkinan besar menandakan adanya penyakit jantung rematik. Tanpa

didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis penyakit jantung

rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus penyakit jantung rematik

dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis

derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah

masa laten yang lama dan infeksi streptokokus.

Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai

suatu pedoman dalam menentukan diagnosis penyakit jantung rematik..

Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan

diagnosis, baik berupa over-diagnosis maupun underdiagnosis.

Kriteria Mayor

1. Karditis merupakan manifestasi klinik penyakit jantung rematik yang

paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat

mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan

kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis

karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah

satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b)

kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.

Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali

muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal

jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat.

Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks

(regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta),

dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul

akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

5

Page 6: MAKALAH MANDIRI PBL 19

2. Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba

panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada

penyakit jantung rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar

anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari

sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat

ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada

waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi,

sendi yang lain mulai terlibat.

Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis)

tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat

digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai

sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju

endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi

antistreptokokus lainnya yang tinggi.

3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak

bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,

meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi penyakit

jantung rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan

emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau

setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea

Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian

penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik

meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan

manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda

dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea

mulai timbul.

6

Page 7: MAKALAH MANDIRI PBL 19

4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada

demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat

di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang

bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga

dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah

badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah

ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau

menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang

lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.

Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.

5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat

dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta

kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa

nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan

beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak

akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

Kriteria Minor

1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu

kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang

didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam

rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang

penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan

kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.

2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai

peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus

dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau

7

Page 8: MAKALAH MANDIRI PBL 19

dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.

Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis

sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya

mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim

berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu.

Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat

dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak

memiliki arti diagnosis banding yang bermakna

VI. ETIOLOGI

Demam reumatik seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi

indvidu, penyebab penyakit dan factor lingkungan. Penyakit ini berhubungan sangat erat

dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh beta-Streptococcus hemolyticus golongan

A. Berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di

kulit maupun saluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi

Streptococcus di kulit.

Factor predisposisi pada individu :

1. Factor genetic

2. Jenis kelamin

3. Golongan etnik dan ras

4. Umur

5. Keadaan gizi dll

Factor-faktor lingkungan

1. Keadaan social ekonomi yang buruk

2. Iklim dan geografi

3. cuaca

8

Page 9: MAKALAH MANDIRI PBL 19

VII. EPIDEMIOLOGI

Demam reumatik dan PJR masih merupakan masalah penting bagi Negara-negara

yang sedang berkembang, seperti Indonesia, India, Negara-negara Afrika, bahkan di

beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam reumatik

sudah sangat sedikit.

Di Negara-negara yang mencatat demam reumatik dan penyakit jantung reumatik,

pada umumnya dilaporkan 10.000 penduduk setiap tahun.

Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta antara tahun 1970-1973

didiagnosis 180 penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik dari

sejumlah 1549 kasus yang di rujuk. Prevalensi terjadinya PJR perbandingannya sama

pada anak laki-laki dan perempuan. PJR paling sering mengenai anak berumur antara

5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Di Amerika utara PJR lebih sering

didapatkan pada orang kulit hitam di bandingkan pada orang kulit putih, hal ini

mungkin di hubungkan dengan keadaan kebersihan lingkungan.

VIII. PATOFISIOLOGI

Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-

streptokokus hemolitikus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme

terjadinya demam reumatik yang belum diketahui. Pada umumnya para ahli

sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.

Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel;

yang terpenting diantaranya streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,

difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin.

Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibody.

Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap

produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody

terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip

antigen streptococcus hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem

antigen antibody, beberapa diantaranya menetap lebih lama dari yang lain. Anti

DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian

9

Page 10: MAKALAH MANDIRI PBL 19

terhadap penderita yang menunjukan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam

reumatik, saat kadar antibody lainnya sudah normal kembali.

ASTO merupakan antibody yang saling dikenal dan paling sering digunakan untuk

indicator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam

reumatik/ PJR akut menunjukan kenaikan titer ASTO ini, bila dilakukan pemeriksaan

atas 3 antibody terhadap streptococcus, maka 95% kasus demam reumatik/PJR

didapatkan peninggian atau lebih antibody terhadap streptococcus.

Insufisiensi mitral

Insufiensi ini merupakan akibat perubahan structural yang biasanya meliputi

kehilangan bahan valvuler dan pemendekan serta penebalan kordae tendinea. Selama

demam reumatik akut dengan keterlibatan jantung berat, gagal jantung kongestif

paling sering disebabkan oleh gabungan pengaruh mekanik insufisiensi mitral berat

bersama dengan penyakit radang yang dapat melibatkan perikaridum, endokardium,

dan epikardium. Karena beban volume yang besar dan proses radang, ventrikel kiri

menjadi besar dan tidak efisien. Atrium kiri dilatasi ketika darah beregurgitasi ke

dalam ruangan ini. Kenaikan tekanan atrium kiri mengakibatkan kongestif pulmonal

dan gejala – gejala gagal jantung kiri. Pada kebanyakan kasus insufisiensi mitral ada

dalam kisaran ringan sampai sedang. Bahkan, pada penderita – penderita yang pada

permulaannya insufisiensi berat biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya

lesi kronis paling sering ringan atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih

separuh penderita dengan insufisiensi mitral selama serangan akut akan tidak lagi

mempunyai bising akibat mitral setahun kemudian. Namun pada penderita dengan

insufisiensi mitral kronis, berat, tekanan arteria pulmonalis menjadi naik, pembesaran

ventrikel dan atrium kanan yang selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.

Stenosis Mitral Reumatik

Stenosis mitral reumatik di sebabkan adalah fibrosis cincin mitral, perlekatan

komisura, dan kontraktur daun katub, korda, dan muskulus papilare selama periode

waktu yang lama. Stenosis ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi betul-betul tegak,

walaupun prosesnya kadang-kadang dapat di percepat. Stenosis mitral reumatik

10

Page 11: MAKALAH MANDIRI PBL 19

jarang ditemukan sebelum remaja dan biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa.

Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang katub mengurang sampai 25% atau

kurang dari lubang katub yang diharapkan normal. Pengurangan demikian berakibat

kenaikan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrium kiri. Kenaikan tekanan

menyebabkan hipertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan

hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi dengan

disertai gagal jantung sisi kanan.

GEJALA KLINIS

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/PJR reumatik dapat dibagi dalam 4

stadium :

Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman streptococcus beta-

hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya

berupa demam, batuk rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan

bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan

eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah

bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4hari

dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat

infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam reumatik/PJR yang biasanya

terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi hari pertama demam reumati/PJR.

Stadium II

Stadium ini juga disebut periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan

permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,

kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulanbulan kemudian.

Stadium III

11

Page 12: MAKALAH MANDIRI PBL 19

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase demam reumatik saat timbulnya

pelbagai manifestasi klinik demam reumatik/PJR. Manifestasi klinik tersebut dapat

digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam

reumatik/PJR.

Gejala peradangan umum: arthritis, karditis, korea, nodul subkutan, eritema

marginatum.

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa

kelainan jantung ataupenderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katub

tidak menunjukan gejala apa-apa.

Pada penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katub jantung, gejala

yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita

demam reumatik maupun PJR sewaktu-waktu dapat mengalami reaktifasi penyakit.

IX. PENATALAKSANAAN

Pada kebanyakan penderita dengan insufisiensi mitral, hanya diperlukan profilaksis

terhadap reaktivasi demam reumatik karena lesi ringan dan ditoleransi dengan baik.

Pengobatan penyulit gagal jantung, aritmia dan endokarditis infektif dibahas dimana

–mana. Agen penurun beban pasca (afterload) (hidralazin, captopril) terutama

mungkin berguna. Penanganan bedah terindikasi pada penderita yang walaupun terapi

medic cukup, menderita episode gagal jantung berulang, dispnea pada aktivitas

sedang, dan kardiomegali progresif, sering dengan hipertensi pulmonal. Walaupun

anuloplasti memberikan hasil yang baikpada beberapa anak dan remaja, penggantian

katup mungkin diperlukan. Aktivitas tidak harus dibatasi pada anak yang menderita

inkompetensi ringan. Profilaksis terhadap endokarditis bakterialis diperlukan pada

penderita ini selama prosedur gigi atau pembedahan lain. Antibiotik rutin yang

diminum oleh penderita untuk profilaksis demam reumatik tidak cukup untuk

mencegah endokarditis.

12

Page 13: MAKALAH MANDIRI PBL 19

Eradikasi Kuman Streptokokus

Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat

ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan

dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta

unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4

kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin

50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat

eradikasi pengganti

X. PENCEGAHAN

Profilaksis Primer

Pengobatan adekuat terhadap beta streptococcus hemoliticus grup A. cara sama

dengan eradikasi pada demam reumatik akut (eradikasi kuman, walau usap

tenggorokan negatif : penisilin, eritromisin )

Profilaksis sekunder

- Dimulai segera setelah ditegakan : hari ke 11 perawatan (setelah eradikasi kuman

selesai 10 hari )

- Lama profilaksis minimal 5 tahun/lebih lama 18-25 tahun.

XI. PROGNOSIS

Seperti penyakit lainya, apabila profilaksis dan penanganan tepat, prgnosisnya baik,

namun pada PJR dapat meninggalkan gejala sisa (kerusakan katup).

XII. KOMPLIKASI

13

Page 14: MAKALAH MANDIRI PBL 19

Insufisiensi mitral berat dapat mengakibatkan gagal jantung yang dapat dipercepat

oleh penjelekan proses reumatik, mulainya fibrilasi atrium dengan respons ventrikel

cepat, atau endokarditis infektif. Sesudah bertahun-tahun pengaruh insufisiensi mitral

kronis dapat menjadi nyata secara klinis tanpa kejadian reumatik baru. Gagal jantung

kanan dapat disertai dengan insufisiensi katub triscupidal atau pulmonal. Kadang-

kadang tampak ekstrasistol atau ventrikel. Fibrilasi atrium lebih sering bila

insufisiensi mitral disertai dengan atrium kiri yang besar. Penderita dengan fibrilasi

atrium biasanya memerlukan antikoagulan untuk pencegahan tromboemboli dan

stroke.

14