bhn pbl blok 19

download bhn pbl blok 19

of 91

description

eewr3fsdw

Transcript of bhn pbl blok 19

June 30, 2012

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,5

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:6No Lokasi Gambaran EKG

1Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

2Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

3Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL

4Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

5Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

6Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF

7Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3

8True posteriorGelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

9RV InfractionElevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

A. PatofisiologiSTEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).2 Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.7B. Gejala KlinisKeluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. 7Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.6C. Faktor ResikoFaktor yang tidak dapat dimodifikasi:1. Umur2. Jenis kelamin3. Suku bangsa dan warna kulit4. GenitikFaktor yang dapat dimodifikasi:1. Hipertensi2. Hiperlipidemia3. Merokok4. Diabetes mellitus5. Kegemukan6. Kurang gerak dan kurang olahraga7. Konsumsi kontrasepsi oral.8D. Diagnosis1. Anamnesis Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan akan mati. 2. Pemeriksaan fisik Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior. 3. EKG Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.4. Pemeriksaan laboratorium Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.6,7E. Penatalaksanaan MedisTime is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat tindakan maka kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent..Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI. 5F. Penatalaksanaan Fisioterapi

Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.

Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya.

Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung kongestif antara lain:

1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi stress,dan ketegangan.

2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.

3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan pumping action pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.

4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya.

DAFTAR PUSTAKA1. http://sinau-biologi.blogspot.com/2009/04/anatomi-jantung-manusia.html2. Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2011. Askep IMA Stemi, (Online), (http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35460-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20IMA%20STEMI.html, diakses 23 Mei 2012)3. Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki Kebiasaan Minum Alkohol, (Online), (http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+Laki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, diakses 23 Mei 2012)4. http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/sistem-fungsi-anatomi-jantung-manusia.html5. Paskah, Leonardo. 2008. Mahalnya Serangan Jantung, (Online), (http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9897), diakses 23 Mei 2012.6. Anonim. Infark Miokard, (Online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), diakses 29 Mei 2012.7. Sylvana, Fransisca dan Gabriela Da. 2005.Infark Miokard Akut. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. 8. Anonim. (Online), (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-subagiog2a-5321-2-bab2.pdf), diakses 23 Mei 2012.9. Keisner, carolin. Cardiac rehabilitation.

STEMI | 4

BAB IPENDAHULUAN1.

LATAR BELAKANG

Syndrom Koroner Akut adalah suatu kegawat daruratan jantung akibat fase akut dariiskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokardial.Kejadiannya mencapai 1,1juta kasus / tahun dan sekitar 40% penderita mengalami kematian(US). Di Indonesia, penyakit ini merupakan salah satu penyebab kematian utama.Faktor-faktor resiko untuk terjadinya keadaan ini adalah merokok, tekanan darah tinggi,peninggian nilai kolesterol didarah, kegemukan stress, diabetes mellitus dan riwayat keluargayang kuat untuk Penyakit Jantung Koroner (6,8). Dengan bertambahnya umur penyakit ini akanlebih sering ada. pria mempunyai resiko lebih tinggi dari pada wanita, tetapi perbedaan inidengan meningkatnya umur akan makin lama makin kecilSyndrom Koroner Akut terbagi atas 3 jenis, yakni STEMI (ST Elevasi MiokardialInfark), NSTEMI (Non ST Elevasi Miokardial Infark), dan UAP (Unstable Angina Pectoris).2.

TUJUAN

Adapun tujuan pembuatan makalah ini terbagi atas dua, yakni tujuan umum dan tujuankhusus. Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami setiap materi yang diberikan dosen-dosen, sehingga dapat berguna kelak dalam memahami materi-materi berikutnya,yang berupa pemahaman akan STEMI. Sedangkan tujuan khusus nya adalah sebagai pemenuhantugas PBL yang diberikan oleh tutorisikPemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Sikap sopansantun dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang dipriksa harusdiperhatikan dengan baik oleh pemeriksa.3

Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien. Denganpenilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akutyang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relative stabil sehinggapertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.4

1.

InspeksiSecara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati,misalnya tampak capai, kelelahan karena akibat cardiac output rendah, frekuensi nafasmeningkat, sesak yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentraldengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu jugadengan ada tidaknya edem. Khusus inspeksi jantung adalah dengan melihat pulsasi siarea apeks,trikuspidal, pulmonal, aorta.5

2.

PalpasiDengan memepergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasasensitivitasnya, meraba area-area apeks, trkuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang diperiksaadalah :5

Pulsasi.

Thrill

yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa. Hal ini dapat teraba karenaadanya bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik atau thrill diastolictergantung difase mana berada.

Heaving

yaitu rasa gelombang yang kita rasakan ditangan kita. Hal ini karena overloadventrikel kiri, misalnya pada insufisiensi mitral.

Lift

yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatantekanan di ventrikel, misalnya pada stenosis mitral.

STEMI | 8

Ictus cordis

yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya adalah2cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial dari garismidclavicula kiri.3.

PerkusiDilakukan dengan cara telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di dinding dada,dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari yang lain agak diangkat. Tujuannya adalah supaya tidak meredam suara ketukan. Sebagai jari pengetuk adalah jaritengah tangan kanan. Pada waktu pengetukan hanya menggerakkan sendi pergelangan tangan,dan tidak menggerakkan sendi siku.Dengan perkusi dapat di tentukan batas-batas jantung dancontour jantung.5

4.

AuskultasiDengan auskultasi akan didengar bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantungapabila ada kelainan di jantung dengan menggunakan stetoskop.Untuk mendapatkan hasil auskultasi yang baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:didalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang lemah,sinkronisasi nadi untuk menentukan bunyi jantung I dan seterusnya menentukan fase sistolik dandiastolic dan menentukan bunyi jantung dan bising secara teliti.5

Lokasi pemeriksaan auskultasi adalah :5

Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup miral

Sela iga IV-V sterna kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantungyang berasal dari katup trikuspidal

Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila adakelainan yaitu ASD atau VSD

Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal

Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta

Artei karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan apabila ada penjalaran bising dari katupaorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiriPenunjang

STEMI | 9

1.

EKG (Electrocardiogram)

Saat ini pemeriksaan jantung tanpa EKG dianggap tidak cukup. Beberapa kelainanjantung sering hanya diketahui melalui pemeriksaan EKG saja. Tetapi sebaliknya juga janganmemberikan penilaian yang berlebihan pada hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikananamnesis dan pemeriksaan fisik. Keadaan pasien harus diperhatikan secara keseluruhan,misalnya umur, jenis kelamin, berat badan, tekanan darah, obat-obatan yang diminum, dansebagai nya. EKG adalah pencatatan grafis potensial listrik yang ditimbulkan oleh jantung padawaktu berkontraksi.6

EKG adalah rekaman potensial listrik yang timbul sebagai akibat aktivitas jantung. Yangdapat direkam adalah aktivitas listrik yang timbul pada waktu otot-otot jantung berkontraksi.Sedangkan potensial aksi pada sistem induksi jantung tak terukur dari luar karena terlalu kecil.Aktivitas listrik tersebut didapat dengan menggunakan elektroda di kulit yang dihubungkandengan kabel ke mesin EKG.6,7

Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan baku25mm/detik dan defleksi 10mm sesuai dengan potensial 1 mV.2.

Cor Angiografy

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung danpembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan padaarteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung.Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner.Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada alirandarah. Zat kontras itu memingkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewatipembuluh darah dan jantung.Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukanuntuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent(pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.

STEMI | 10

3.

Test Darah

Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentukeluar masuk aliran darah.Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai setelah 6-8jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2minggu.Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnyamasih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selainditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal. Troponin T & I merupakanprotein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT).Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatanbermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.B.Diagnosisa.

Working Diagnosis

STEMI merupakan syndroma klinis yang terjadi karena oklusi akut arteri koroner akibatthrombosis intrakoroner yang berkepanjang3an sebagai akibat rupture plak arterosklerosis padadinding koroner epikardial. Kerusakan miokard tergatung pada :7

Letak dan lama sumbatan aliran darah

Ada atau tidak kolateral

Luas wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat.Diagnosis STEMI ditegakkan dengan dengan ditemukan 2 dari criteria diagnostic berupaadanya nyeri dada yang khas, gambaran EKG (adanya elevasi ST minimal dalam 2 sadapanprekordial), atau adanya kenaikan enzim yang bermakna.8

STEMI | 11

Riwayat nyeri dada / perasaan tidak nyaman yang bersifat substernal, lamanya lebih dari20 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat, disertai penjalaran, mual, muntah,dan keringat dingin. Elevasi segmen ST >1mm pada 2 sadapan prekordial atau sektremitas yangberhubungan. Peningkatan enzim jantung (CKMB, Troponin), namun hasil pemeriksaan enzimtersebut tidak perlu ditunggu untuk memulai terapi reperfusi.7

b.

Differential Diagnosis

Perikarditis adalah peradangan pericardium parietal, pericardium visceral, atau kedua-duanya. Disebabkan oleh adanya infeksi virus, infeksi bakteri spesifik atau nonspesifik, uremia,trauma, sindrom pascainfark miokard, sindrom pasca perikardiotomi, neoplasma, dan idiopatik.9

Trias klasik nya adalah nyeri dada substernal atau parasternal yang kadang-kadangmenjalar ke bahu, pericardial friction rub, dan kelainan EKG yang khas. Dari pemeriksaan fisikjuga ditemukan pembesaran jantung, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, edema kaki, danmungkin tanda-tanda tamponade.9

Pada pemeriksaan EKG ditemukan elevasi segmen ST, depresi segmen PR, dan sinustakikardi. Setelah beberapa waktu dapat ditemukan inverse gelombang T. sebagai komplikasidapat ditemukan aritmia supraventikular, termasuk fibrilasi atrium. Foto thorax tampak normalbila efusi perikard hanya sedikit, tapi bila banyak dapat terlihat bayangan jantung membesarseperti botol air. Adanya inflamasi dapat diketahui dari peningkatan LED dan leukositosis.Pemeriksaan lain dilakukan atas dasar indikasi bila terdapat kecurigaan mengenai etiologinya.9

Terapi bergantung dari penyebabnya. Misalnya diberikan salisilat atau obat antiinflamasinonsteroid apabila penyebabnya virus atau idiopatik. Bila gejala tidak membaik, dapat diberikankortikosteroid. Sebagian besar kasus sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Sebagian kambuhkembali, hanya sedikit yang menjadi kronik, dan jarang yang menjadi perikarditis konstriktif bilaberasal dari virus.9

C.EtiologiAdanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupabercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dantrombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal,

STEMI | 12

akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar guladarah yang abnormal.10

D.PatofisiologiInfark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika alirandarah koroner menurun secara mendadaksetelah oklusi thrombus pada plak aterosklerosis yangsudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanyatidak menimbulkan STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMIterjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuriini dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.11

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,rupture, atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehinggaterjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitianhistologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyaifibrous cap

yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core)

. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri darifibrin rich red thrombus

, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan responterhadap terapi trombolitik.11

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan meproduksi dan melepaskantromboxan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicuperubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setalah mengalami konversi fungsinya,reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuan asam amino pada protein adhesi yang larut(integrin) seperti factor von Willebrand (cWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekulmultivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatansilang platelet dan agrerasi.11

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel emdotel yang rusak.Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yangkemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)

kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.11

STEMI | 13

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yangdisebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagaipenyakit inflamasi.11

E.Manifestasi KlinikPada STEMI ditemukan gejala klinis berupa pasien tampak pucat, berkeringat, dangelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang ( 0,1 mv pada 2 atau lebih sadapanekstremitas. Biasa ditemukan inverse dari gelombang TGambaran spesifik pada rekaman EKGDaerah infark

Perubahan EKGAnterior

Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4,perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II,III, aVF

Inferior

Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,perubahan resiprokal (depresi ST) V1

V6, I,aVL

Lateral

Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5

V6.

STEMI | 14

Posterior

Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,aVF, terutama gelombang R pada V1

V2.

Ventrikel kanan

Perubahan gambaran dinding inferior

Enzim jantung meningkat 2x dari nilai batas atas normal.

STEMI | 15

Loading clopidogrel 300mg per oral dilanjutkan 75mg sehari. Pasien pasca PCI,clopidogrel diberi berdasarkan jenis stent ; bare metal stent diberi minimum 1 bulan, dandrug eluting stent diberi minimum 12 bulan.5.

Beta BlokerDiberi bila tidak ada kontraindikasi dan dilanjutkan hingga dosis optimal. Kontra indikasipemberian beta bloker berupa terdapatnya tanda-tanda gagal jantung akut, hipotensi,meningkatnya resiko syok kardiogenik, serta kontra indikasi relatif lainnya (PR interval >0,24 detik, blok AV dua atau tiga, ataua asma bronkial aktif atau kelainan saluran nafasreaktif)6.

ACE inhibitorDiberi pada pasien dengan infark anterior, kongesti paru, atau EF < 40% jika tidakterdapat tanda-tanda hipotensi (TD sistolik < 100 mmHg atau < 30mg dari baseline) atauterdapat kontraindikasi.7.

Angiotensin Receptor Bloker (ARB)ARB diberikan apabila pasien intoleran ACE inhibitor.8.

HeparinisasiDiberi pada keadan infark anterior luas, resiko tinggi trombosis, fungsi LV buruk,fibrilasi atrial, dugaan trombus intrakardiak, onset STEMI > 12jam tanpa revaskularisasi.9.

Pengobatan nyeriMorfin sulfat IV dapat diberikan dengan dosis 2 sampai 4mg dengan interval 5

15menit. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) harus dihentikan dandihindari.10.

Anti anxietasDiberikan sesuai penilaian di ruang perawatan.11.

Pencahar12.

LaboratoriumPemeriksaan biomaker kardiak, darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin.c.

Invasif8

STEMI | 16

1.

PCI (Percutaneus Coronary Intervention). Intervensi koroner perkutan, biasanyaangioplasty dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI iniefektif dalam mengenmbalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jampertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membukaarteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek danjangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jikaterdapat syok kardiogenik (terutama pasien 95% dalam 10tahun.12

Pada kelompok pasien dengan anatomi koroner resiko tinggi, CABG memperbaikiprognosis.3.Angioplasti / Stent KoronerAwalnya PTCA digunakan untuk terapi lesi tunggal, proximal, pendek, jelas, tidakterklasifikasi pada arteri besar (diameter > 3 mm). PTCA dilakukan di RS denganfasilitas bedah di tempat karena adanya resiko penutupan pembuluh darah mendadaksetelah dilatasi yang berhasil pada 5% pasien.12

PTCA efektif dalam mengurangi atau menghilangkan serangan angina pada pasientertentu dengan lesi yang cocok untuk dilatasi balon

STEMI | 18

Nitrat kerja jangka pendek diberi pada tiap pasien untuk digunakan bila terdapat nyeridada. Obat anti iskemi yang diberi selama perawatan di RS hendaknya tetap diberikansetelah pasien dipulangkan pada pasien-pasien :-

Tanpa tindakan revaskularisasi koroner-

Dengan tindakan revaskularisasi koroner yang tidak berhasil-

Dengan keluhan berulang meskipun telah menjalani revaskularisasi

Pemsangan ICD (Implantable Cardiac Defibrilators)Dipertimbangkan dipasang pada pasien yang meskipun dengan terapi medika mentosayang optimal, memiliki fungsi ventrikel kiri yang buruk (EF < 30%)H.PrognosisTerdapat beberapa system untuk menentukan prognosis pasca IMA:11

a.

Klasifikasi KILLIP : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana ; S3 gallop, kongestiparu, dan syok kardiogenik.b.

Klasifikasi FORRESTER : berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung danpulmonary capillary wedge pressure

(PCWP).

STEMI | 19

c.

TIMI risk score : adalah sistem prognostic paling akhir yang menggabungkan anamnesissederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapitrombolitik.Risk Score untuk IMA dengan elevasi ST (STEMI)

Faktor Resiko (Bobot) Skor Resiko / Mortalitas 30 hari (%)Usia 65-74 th (2 poin) 0 (0,8)Usia > 75 th (3 poin) 1 (1,8)Diabetes mellitus / hipertensi atau angina (1poin) 2 (2,2)Tekanan darah sistolik < 100mmHg (3 poin) 3 (4,4)Frekuensi Jantung > 100mmHg (2 poin) 4 (7,3)Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)Berat < 67kg (1 poin) 6 (16,1)Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4)Waktu k reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)Skor risiko = total poin (0

14) >8 (35,9)I.EpidemiologiKetika terapi hanya untuk angina adalah nitrogliserin dan keterbatasan aktivitas, pasiendengan angina yang baru didiagnosa mengalami kejadian 40% dari MI dan tingkat kematian17% dalam waktu 3 bulan. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat kematian 30hari dari ACS telah menurun sebagai pengobatan telah meningkat, yang signifikan secarastatistik 47% penurunan angka kematian relatif dalam 30-hari antara ACS yang barudidiagnosa 1.987-2.000.Penurunan tingkat kematian dikaitkan dengan aspirin, glikoprotein(GP) IIb / IIIA blocker, dan revaskularisasi koroner melalui intervensi medis atau prosedur.Insiden dari IMA tidak diketahui, namun sekitar 150.000 kematia akibat PJK terjadi diInggris tahun 1995. Insiden dan mortalitas IMA membaik seiring waktu sebagai hasil dariusaha-usaha yang ditargetkan pada pencegahan primer dan pengurangan factor risikokesadaran pasien, tenaga paramedic ambulans, unit perawatan koroner, terapi obat,trombolisis, rehabiltasi, stratifikasi pasca infark dan revaskularisasi.BAB IIIPENUTUPKESIMPULANPasien dengan keterangan sesuai kasus menderita STEMI berdasarkan adanya 2 dari 3kriteria diagnostic pasti berupa nyeri dada yang khas serta adanya elevasi segmen ST padapemeriksaan EKG..Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa 02 dan makanan)yang dibutuhkan miokard agar dapat berfusi dengan baik. Penyakit Jantung Koroner adalah salahsatu akibat utama arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah nadi) yang dikenal sebagaiatherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada dindingnya.Faktor-faktor resiko untuk terjadinya keadaan ini adalah merokok, tekanan darah tinggi,peninggian nilai kolesterol didarah, kegemukan stress, diabetes mellitus dan riwayat keluargayang kuat untuk Penyakit Jantung Koroner. Dengan bertambahnya umur penyakit ini akan lebihsering ada.

STEMI | 21

DAFTAR PUSTAKA

1.

Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, SimadibrataM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IlmuPenyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.2.

Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis Kardiovaskuler.Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 1

2.3.

Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 29.4.

Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis fisis pada anak ; Editor, Iskandar Wahidayat,Corry S. Matondang, Sudigdo Sastrasmaro; Jakarta: Balai penerbit FKUI , 1991.5.

Makmun L, Abdurachman N. Pemeriksaan Fisis Jantung. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B,Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 65-8.6.

Pratanu S, Yamin M, Harun S. Elektrokardiography. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1523-43.7.

Dr. Dharma S. Sistem Intepretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010. h.7-9, 78-85.8.

Kurniadhi D. Sindrome Koroner Akut. Jakarta : Modul Blok 19 Cardiovaskular System 2 FKUKRIDA ; 2010. h. 1-5.9.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta :Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1999. h. 457.

STEMI | 22

10.

Djohan B. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Jurnal. SumateraUtara. 200811.

Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1741-54.12.

Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Penyakit Jantung Koroner. Lectures NotesKardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 132-4 Home AboutDewi Sri Wulandari's Casesanother site about medical cases

Stay updated via RSS

Archives

Categories

Blogroll

Discuss Get Inspired Get Polling Get Support Learn WordPress.com WordPress Planet WordPress.com News Kesimpulan

Infark miokard menjadi masalah yang serius di negara industri dan akan menjadi masalahserius juga di negara berkembang.

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST mempunyai morbiditas yang tinggi dalam24 jam setelah onset iskemia.

Kebanyakan kematian pasien dengan penyakit arteri koroner disebabkan oleh disritmiaventrikular maligna.

Lebih dari 90 % sindrom koroner akut disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerosis yangkemudian terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus intrakoroner.

Infark miokard akut dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan kriteria elektrokardiografi(EKG) yaitu, Infark Miaokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan infarkmiokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).

Diagnosis Infark miokard akut ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan elektrokardiogram dan pemeriksaan marka jantung.

Penanganan infark miokard akut harus dilakukan dengan cepat dengan memperhatikanwaktu iskemia total selama 120 menit. DAFTAR PUSTAKA 1.

Antman EM, Braunwald E, Loscalzo J, Selwyn AP. Ischemic Heart Disease. Dalam:Braunwald, Fauci ,et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 17

th

Edition. USA. TheMcGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Hal. 1514 27. 2.

Brauwald E, Cannon CP. Unstable Angina and Non ST-Elevation Myocardial Infarction.Dalam: Braunwald, Fauci ,et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 17 th

Edition.USA. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Hal. 1527 32.

3.

Fenton DE. Myocardial Infarction diunduh dari

http://www.emedicine.medscape.com padatanggal 7 Oktober 2010.4. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut.Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler (PERKI). 2008.5. Karo-Karo S, Kaunang DRD. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta.Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 20106. Lilly LS, Naik H, Sabatine MS. Acute Coronary Syndrome. Dalam: Pathophysiology ofHeart Disease. USA. Lippincott Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Business. 2007. Hal.168 96. 7.

Alpert JS, Thygesen K, White HD. Universal Definition of Myocardial Infarction. Diunduhdarihttp://www.circ.ahajournals.orgpada tanggal 4 Oktober 2010.8. Mollterno DJ, Saw J. Differences Between Unstable Angina and Acute MyocardialInfarction: Pathophysiological and Clinical Septrum. Dalam: Topol EJ, Acute CoronarySyndrome. New York. Marcel Dekker,Inc. 2005. Hal. 129 56.9. Van de Werf F, et al. Management od Acute Myocardial Infarction In Patients PresentingWith Persisten ST Segment Elevation. Dalam European Heart Jornal. 2008 (29). Hal. 2909 45.

10.

Antman EM, Braunwald E. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. Dalam:Braunwald, Fauci ,et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 17

th

Edition. USA. TheMcGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Hal. 1532 44.11. Alwi I. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Alwi I, Setiati S, Setiyohadi B,Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta. Interna Publishing.2009. Hal. 1741 56.

12.

Robert E, et al. Part 10: Acute Coronary Syndromes: 2010 American Heart AssociationGuidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Care. Dallas. American HeartAssociation. 2010. Diunduh dari http://www.circ.ahajournals.org pada tanggal 19 oktober2010.13. Alwi I, Harun S. Infark Miokard Tanpa Elevasi ST. Dalam: Alwi I, Setiati S, Setiyohadi B,Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta. Interna Publishing.2009. Hal. 1757 66JurnalKardiologi

Posted: January 22, 2012 in IPD

0JOURNAL READINGST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTIONOleh:Dewi Sri Wulandari 0610710031Pembimbing :Prof. Dr. dr. Djanggan Sargowo, Sp. PD, Sp. JP (K)LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYARUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWARMALANG2011ST-Elevation Myocardial InfarctionElliott M. AntmanRekomendasi manajemen pasien STEMIKlasifikasi rekomendasi dan level of evidence yang diekspresikan dalam format ACC/AHA dan disusun berdasarkan kronologi yang dihadapi klinisi pada pasien dengan STEMI.

Manajemen sebelum STEMIA. Identifikasi pasien yang beresiko STEMIPelayan kesehatan primer harus mengevaluasi keberadaan dan status untuk mengontrol faktor risiko utama penyakit jantung koroner untuk semua pasien secara teratur (tiap 3-5 tahun) (level of evidence C).Risiko munculnya penyakit jantung koroner simtomatik dalam 10 tahun harus dihitung untuk semua pasien dengan lebih dari 2 faktor risiko untuk menilai perlunya strategi pencegahan primer (level of evidence B).Pasien dengan penyakit jantung koroner yang sudah tegak harus diidentifikasi untuk pevensi sekunder dan pasien dengan risiko penyakit jantung koroner ekuivalen (misalnya DM, CKD, risiko setelah 10 tahun lebih dari 20% dihitung dengan persamaan Framingham) harus menerima intervensi faktor risiko yang intensif seperti pasien dengan penyakit jantung koroner yang jelas secara klinis (level of evidence A).

B. Edukasi pasien untuk pengenalan awal dan respon terhadap STEMIPasien dengan gejala STEMI (nyeri dada dengan/tanpa radiasi ke lengan, punggung, leher, rahang, atau epigastrium, sesak napas, kelemahan, diaphoresis, nausea, pusing) harus dibawa ke RS dengan ambulan daripada oleh teman atau keluarga (level of evidence B).Penyedia layanan kesehatan harus aktif menyampaikan hal berikut pada pasien STEMI dan keluarganya:

a. Risiko serangan janung pasien (level of evidence C)b. Bagaimana mengenali gejala STEMI (level of evidence C)c. Saran untuk menghubungi 911 bila gejala tidak berkurang atau memburuk setelah 5 menit, walaupun tidak yakin tentang gejalanya dan ketakutan akan kemungkinan mendapat malu (level of evidence C).d. Rencana untuk pengenalan dan respon yang tepat terhadap potensi serangan jantung akut, termasuk nomor telepon untuk mengakses EMS, umumnya 911 (level of evidence C).Penyedia layanan kesehatan harus menginstruksikan pasien yang telah diresepi nitrogliserin sebelumnya menggunakan satu dosis nitrogliserin sublingual apabila mengalami nyeri dada. Bila nyeri dada tidak berkurang atau memburuk 5 menit setelah nitrogliserin sunlingual digunakan, direkomendasikan pada pasien dan keluarganya untuk menghubungi 911 untukmengakses EMS (level of evidence C).Onset STEMIA. Serangan jantung di luar RSSeluruh komunitas harus membuat dan mempertahankan Chain of Survival untuk sengan jantung di luar RS yang meliputi akses dini (pengenalan masalah dan aktivasi sistem EMS oleh orang sekitar), CPR dini, defibrilasi dini untuk pasien yang memerlukan dan ACLS dini (level of evidence C).Keluarga pasien STEMI harus disarankan untuk mengikuti pelatihan CPR dan membiasakan diri dengan penggunaan Automated External Defibrillator (AED). Sebagai tambahan, mereka harus dirujuk ke program pelatihan CPR yang memiliki komponen pendukung sosial untuk anggota keluarga pasien post STEMI (level of evidence B).Tindakan prehospitalA. Sistem EMSSemua penolong pertama EMS untuk pasien nyeri dada dan atau curiga serangan jantung harus dilatih dan dilengkapi untuk melakukan defibrilasi dini (level of evidence A).Semua masyarakat umum penolong pertama untuk pasien nyeri dada harus dilatih dan dilengkapi untuk melakukan defibrilasi dini dengan AED (provisi defibrilasi dini dengan AED untuk penolong pertama yang bukan masyarakat umum adalah strategi baru yang menjanjikan namun perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan keamanan dan efikasinya) (level of evidence B).Staf 911 EMS harus mengalami pelatihan medis, menggunakan protocol yang telah berkembang, memiliki sistem peningkatan kualitas untuk meyakinkan kompliansi dengan protocol (level of evidence C). B. Evaluasi dan penanganan nyeri dada prehospitalPetugas EMS prehospital harus memberikan 162-325 mg aspirin (dikunyah) untuk nyeri dada pasien yang dicurigai STEMI kecuali kontraindikasi atau sudah dikonsumsi oleh pasien. Walaupun beberapa penelitian telah menggunakan aspirin enteric coated untuk dosis awal, absorbs bukal terjadi lebih cepat dengan formulasi non enteric coated (level of evidence C).Cukup beralasan untuk petugas 911 untuk menasehati pasien tanpa riwayat alergi aspirin yang mengalami gejala STEMI untuk mengunyah aspirin (162-325 mg) sementara menunggu petugas EMS prehospital. Walaupun beberapa penelitina menggunakan aspirin enteric coated untuk dosis awal, absorbs bukal terjadi lebih cepat dengan formulasi non enteric coated (level of evidence C).Cukup beralasan bahwa semua petugas ACLS melakukan dan mengevaluasi EKG secara rutin pada pasien nyeri dada yang dicurigai STEMI (level of evidence B).Bila EKG menunjukkan STEMI, petugas ACLS prehospital harus mereview check list reperfusi dan menghubungkan hasil EKG dan check list untuk menentukan pasien hanya perlu rawat jalan atau perlu rawat inap.

C. Fibrinolisis prehospitalMenetapkan protocol fibrinolisis prehospital penting dalam:

1. Model di mana dokter terdapat di ambulan

2. Sistem EMS yang terorganisasi dengan baik dengan paramedic dan EKG. Paramedic mendapat pelatihan interpretasi EKG dan terapi STEMI, komando medis online, pemimpin yang berpengalaman dalam manajemen STEMI dan program peningkatan kualitas yang berkelanjutan (level of evidence B).D. Protocol tujuan prehospitalPasien STEMI dengan syok kardiogenik 0,1 mV pada minimal 2 lead prekordial berurutan atau minimal 2 lead ekstremitas (level of evidence B).

Kelas IIITerapi fibrinolitik seharusnya tidak diberikan pada pasien asimtomatik dengen gejala awal STEMI > 24 jam sebelumnya (level of evidence C).Terapi fibrinolitik seharusnya tidak diberikan pada pasien yang EKG nya hanya menunjukkan ST depresi kecuali dicurigai MI posterior.

Kontraindikasi/perhatian

Penyedia layanan kesehatan harus yakin bahwa pasien mempunyai kontraindikasi neurologis terhadap terapi fibrinolitik termasuk riwayat ICH, trauma kepala dalam 3 bulan terakhir, HT tidak terrkontrol, atau stroke iskemik dalam 3 bulan terakhir (level of evidence A).Pasien STEMI yang beresiko tinggi ICH harus diterapi dengan PCI daripada terapi fibrinolitik (level of evidence A).Kontraindikasi terapi fibrinolitik: neurologis dan lain-lain

Terjadinya perubahan status neurologis selama dan setelah terapi reperfusi, terutama dalam 24 jam setelah terapi awal, diduga disebabkan oleh ICH sampai terbukti sebaliknya. Terapi fibrinolitik, antiplatelet, dan antikoagulan harus dihentikan sampai imaging kepala menunjukkan tidak ada ICH (level of evidence A).Konsultasi neurologi/neurosurgery/hematologi harus dilakukan untuk pasien STEMI yang mengalami ICH tergantung klinis (level of evidence C).Pada pasien ICH, infuse krioprecipitat, FFP, protamin, dan platelet dapat diberikan tergantung klinis (level of evidence C).Pada pasien ICH memungkinkan untuk:

a. Mengoptimalkan tekanan darah dan gula darah

b. Menurunkan TIK dengan infuse manitol, intubasi endotrakea, dan hiperventilasi (level of evidence C)c. Pertimbangkan evakuasi ICH oleh bedah saraf (level of evidence C).Kombinasi reperfusi farmakologis dengan abcixmab dan reteplase/tenecteplase dosis dapat dipertimbangkan untuk pencegahan infark ulang (level of evidence A) dan komplikasi lain STEMI pada pasien tertentu (MI anterior, usia > 75 tahun, tidak ada FR perdarahan) yang memerlukan angiografi dan PCI (level of evidence C).Kelas IIIKombinasi referfusi farmakologis dengan abcixmab dan reteplase/tenecteplase dosis seharusnya tidak diberikan pada pasien dengan usia > 75 tahun karena meningkatkan risiko ICH (level of evidence B).PCICoronary angiografiPemeriksaan coronary angiografi harus dilakukan:

a. Pada kandidat PCI primer (level of evidence A)b. Pasien dengan syok kardiogenik yang merupakan kandidat revaskularisasi (level of evidence A)c. Pada kandidat perbaikan surgical untuk rupture septum ventrikel atau MR parah (level of evidence B)d. Pada pasien dengan instabilitas hemodinamik dan elektrik yang persisten (level of evidence C)Kelas iii

Coronary angiografi seharusnya tidak dlakuka pada pasien dengan komorbiditas ekstensif dan risiko revaskularisasi lebih besar dari keuntungan (level of evidence C).PCI primerPertimbangan umum: bila tersedia dengan cepat, PCI primer harus dilakukan pada pasien dengan STEMI (termasuk MI posterior) atau MI dengan LBBB baru yang dapat mengalami PCI pada arteri yang infark dalam 12 jam setelah onset gejala, bila dilakukan pada waktu yang tepat (inflasi balon dalam 90 menit setelah onset) oleh orang yang terampil dalam prosedur tersebut (>75 PCI/tahun). Prosedur tersebut harus didukung personel yang berpengalaman dalam lingkungan yang sesuai (melakukan >200 PCI/tahun, minimal 36 PCI primer untuk STEMI dan kapabilitas bedah jantung) (level of evidence A).Pertimbangan spesifik:

a. Pasien STEMI yang MRS dengan fasilitas PCI harus diterapi dengan PCI dalam 90 menit setelah kontak dengan pelayanan kesehatan (level of evidence A).b. Bila durasi gejala dalam 3 jam dan perkiraan waktu door to ballon dan door to needle:

i. Dalam 1 jam, dipilih PCI primer (level of evidence B)ii. > 1 jam dipilih terapi fibrinolitik (level of evidence B)c. Bila durasi gejala > 3 jam, PCI primer dipilih dan harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin, dengan tujuan dalam 90 menit (level of evidence B).d. PCI primer harus dilakukan untuk pasien yang lebih muda dari 75 tahun dengan STEMI/LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam MI dan cocok untuk revaskularisasi yang dapat dilakukan dalam 18 jam setelah syok, kecuali pasien menolak/kontraindikasi/ketidakcocokan untuk terapi invasive lebih lanjut (level of evidence A).e. PCI primer harus dilakukan pada pasien dengan CHF parah dan atau edema paru (Killip kelas III) dan onset gejala dalam 12 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk intervensi harus sesingkat mungkin (level of evidence B).PCI primer cukup beralasan untuk pasien > 75 tahun dengan STEMI/LBBB/mengalami syok dalam 36 jam MI dan cocok untuk revaskularisasi yang dapat dilakukan dalam 18 jam setelah syok. Pasien dengan status fungsional yang baik untuk revaskularisasi dan setuju untuk terapi invasive dan dapat dipilih untuj strategi invasive (level of evidence B).Cukup beralasan untuk melakukan PCI primer untuk pasien dengan onset salah satu gejala berikut dalam 12-24 jam:

a. CHF parah (level of evidence C)b. Instabilitas hemodinamik dan elektrik (level of evidence C)c. Gejala iskemik persisten (level of evidence C)Keuntungan PCI primer untuk pasien STEMI yang memungkinkan fibrinolisis tidak dapat ditegakkan bila dilakukan oleh operator yang melakukan 12 jam setelah onset STEMI bila hemodinamik dan elektrolit stabil (level of evidence C).PCI primer pada pasien yang tidak dapat dilakukan fibrinolitik

PCI primer seharusnya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dilakukan fibrinolitik, dengan STEMI dengan onset gejala 12 jam (level of evidence C). Cukup beralasan untuk melakukan PCI primer pada pasien yang tidak dapat dilakukan fibrinolitik dengan onset gejala dalam 12-24 jam dengan satu atau lebih:

a. CHF parah (level of evidence C)b. Instabilitas hemodinamik dan elektrik (level of evidence C)c. Gejala iskemik persisten (level of evidence C)PCI primer tanpa on-site cardiac surgery

PCI primer dapat dipertimbangkan di RS tanpa on-site cardiac surgery, menyediakan rencana untuk transport cepat ke ruang operasi atau RS sekitar dengan kemampuan pendukung hemodinamik yang sesuai. Prosedur ini dibataasi untuk pasien STEMI dngan LBBB baru dan harus dilakukan pada waktu tertentu (inflasi balon dalam 90 menit setelah onset) oleh orang yang terampil dalam prosedur tersebut (>75 PCI/tahun) dan di RS yang melakukan minimal 36 PCI primer/tahun (level of evidence B).

Kelas III

PCI primer seharusnya tidak dilakukan di RS tanpa on site cardiac surgery dan tanpa rencana untuk transport cepat ke ruang operasi bedah jaantung RS sekitar atau tanpa kemampuan pendukung hemodinamik yang sesuai untuk transfer (level of evidence C).PCI terfasilitasiPCI terfasilitasi menggunakan regimen selama terapi fibrinolisis full dose dapat dipertimbangkan sebagai strategi reperfusi ketika terdapat hasil sebagai berikut.

a. Pasien beresiko tinggi

b. PCI tidak tersedia dengan cepat dalam 90 menit

c. Risiko perdaraha kecil (usia muda, tidak ada HT tidak terkontrol, berat badan normal) (level of evidence C).Kelas IIIStrategi reperfusi dengan terapi fibrinolitik full dose diikuti PCI tidak direkomendasikan dan dapat berbahaya (level of evidence B).Strategi invasive segera (emergency) dan PCI penyelamatanStrategi angiografi koroner dengan tujuan melakukan PCI (atau CABG emergency) direkomendasikan untuk pasien yang telah mendapat terapi fibrinolitik dan mengalami:

a. Syok kardiogenik dan umur > 75 tahun dan kandidat yang cocok untuk revaskularisasi (level of evidence B)b. CHF parah dan atau edema paru (Killip kelas III) (level of evidence B)c. Aritmia ventrikel yang mempengaruhi hemodinamik (level of evidence C)Strategi angiografi koroner dengan tujuan melakukan PCI cukup beralasan pada pasien> 75 tahun yang mendapat terapi fibrinolitik dan mengalami syok kardiogenik, menunjukkan kandidaat yang baik untuk revaskularisasi (level of evidence B).Cukup beralasan untuk melakukan PCi penyelamatan pada pasien dengan satu atau lebih:

a. Instabilitas hemodinamik atau elektrik (level of evidence C)b. Gejala iskemik persisten (level of evidence C)Strategi angiografi koroner dengan tujuan melakukan PCI penyelamatan baik untuk pasien di mana terapi fibrinolitik gagal (ST elevasi 0,40) (level of evidence C).PCI untuk stenosis yang hemodinamiknya signifikan pada arteri infark yang paten > 24 jam setelah STEMI dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari strategi invasive rutin (level of evidence B).Kelas IIIPCI arteri infark yang tersumbat total > 24 jam setelah STEMI tidak direkomendasikan pada pasien asimtomatis dengan penyakit 1 atau 2 pembuluh darah bila hemodinamik dan elektriknya stabil dan tidak terdapat tanda-tanda iskemia berat (level of evidence B).Reperfusi bedah akutCABG emergency/urgen pada pasien STEMI harus dilakukan dalam kondisi berikut:

a. PCI gagal dengan nyeri persisten/instabilitas hemodinamik pada pasien dengan anatomi koroner yang cocok untuk pembedahan (level of evidence B).b. Iskemia persisten/rekuren yang refrakter pada terapi medis pada pasien dengan anatomis cocok untuk pembedahan, memiliki area miokardium beresiko dan bukan kandidat PCI/terapi fibrinolitik (level of evidence B).c. Pada waktu perbaikan bedah post infark VSR atau insufisiensi katub mitral (level of evidence B).d. Syok kardiogenik pada pasien < 75 tahun dengan ST elevasi, LBBB/MI posterior yang mengalami syok dalam 36 jam STEMI, memiliki penyakit multivesel/di pembuluh darah utama kiri dan cocok untuk revaskularisasi yang dapat dilakukan dalam 18 jam syok, kecuali dukungan lebih lanjut merupakan kontraindikasi/pasien menolak/tidak cocok untuk terap invasive lanjut (level of evidence A).e. Aritmia ventrikel life threatening dengan adanya stenosis kiri > 50% atau penyakit pada 3 pembuluh darah (level of evidence B).CABG emergency dapat berguna sebagai strategi reperfusi primer pada pasien dengan anatomis yang cocok, yang bukan kandidat fibrinolisis/PCI dan pada jam-jam awal (6-12 jam) STEMI yang mengalami evolusi terutama bila terdapat penyakit multivesel atau penyait utama kiri (level of evidence B).CABG emergency dapat efektif pada pasien > 75 tahun dengan ST elevasi, LBBB/MI posterior yang mengalami syok dalam 36 jam STEMI, mengalami penyakit 3 pembuluh darah parah atau penyakit kiri utama dan cocok untuk revaskularisasi yang dapat dilakukan dalam 18 jam syok. Pasien dengan status fungsional baik yang cocok untuk revaskularisasi dan setuju untuk terapi invasive dapat dipilih untuk terapi invasive (level of evidence B).Kelas IIICABG emergency seharusnya tidak dilakukan pada pasien dengan angina persisten dan sedikit area yang beresiko jika hemodinamiknya stabil (level of evidence C).CABG emergency seharusnya tidak dilakukan pada pasien dengan reperfusi epikardial yang berhasil namun reperfusi mikrovaskular tidak berhasil (level of evidence C).Penilaian reperfusi

Cukup beralasan untuk memasukkan pola ST elevasi, irama jantung, atau gejala klinis 60-180 menit setelah insiasi terapi fibrinolitik. Temuan noninvasive yang sugestif untuk reperfusi meliputi hilangnya gejala, mempertahankan/mengembalikan stabilitas hemodinamik/elektrik dan penurunan 48 jam karena risiko trombositopeni yang diinduksi heparin dengan pemanjangan terapi UFH (level of evidence A).Regimen antikoagulan dengan efikasi baik meliputi:

a. UFH (bolus awal iv 60U/kg (max 4000U) diikuti infuse iv 12U/kg/jam (max 1000 U/jam)) disesuaikan untuk mempertahankan APTT 1,5-2x control (50-70 detik) (level of evidence C).b. Enoxaparin (serum kreatinin < 2,5 mg/dl untuk laki-laki dan 2 mg/dl untuk perempuan): untuk pasien 75 tahun, bolus awal iv dihilangkan dan dosis sc diturunkan 0,75mg/kg/12 jam. Tidak tergantung umur, clearance kreatinin selama terapi diperkirakan < 30ml/min, regimen sc 1 mg/kg/24 jam. Dosis maintenance denen enoxaparin harus dilanjutkan selama durasi indeks hospitalisasi sampai 8 hari (level of evidence A).c. Fondaparinux (kreatinin serum