pbl blok 27

28
 1 MUAL, URIN KUNING GELAP, HEPATOMEGALI DAN SKLERA IKTERIK SETELAH PENGOBATAN ANTI-TBC Pendahuluan Seorang pasien berbangsa cina mengalami mual, urin kuning gelap, hepatomgali dan sklera ikterik setelah mengkomsumsi tiga macam antituberkulosia. Dosis yang dibutuhkan sudah disesuaikan dengan berat badan penderita. Hal ini terjadi mungkin karena terdapat gangguan  pada metabolisme obat ataupun gangguan pada gen individu itu sendiri. Namun pemeriksaan lanjut harus dilakukan untuk memastikan diagnosis yang telah diambil. Terdapat hubungan antara respon obat dengan heterogenisitas genom manusia agar dapat digunakan dalam mengidentifikasi target kerja obat secara molekuler sehingga dapat meningkatkan penemuan dan pengembangan obat serta terapi berdasarkan pendekatan genetik. Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang menyebabkan perbedaan aktivitas dan kapasitas suatu en zim dalam menjalankan fungsi nya. Adanya perbedaan ekspresi genetik antara tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap nasib obat dalam tubuh. Hal ini dapat kita tinjau terutama dari aspek metabolisme tubuh. Proses metabolisme terjadi oleh adanya bantuan enzim. Enzim merupakan suatu protein yang keberadaanya merupakan hasil dari ekspresi genetik (sintesis protein). Kapasitas enzim yang dihasilkan tiap individu berbeda-beda. Hal inilah yang salah satunya yang memacu terhadap perbedaan respon yang tubuh terhadap pemakaian obat yang sama. 1 Polimorfisme genetik ditemukan pada enzim CYP2D6, CYP2C9, CYP2C19, dan NAT2. Populasi terbagi dalam 2 atau lebeih subpopulasi dengan aktivitas enzim yang berbeda. Dalam hal CYP, genotip populasi terbagi menjadi extensive metabolize (EM), dan poor metabolize (PM), sedangkan untuk NAT2, rapid acetylators (RA) dan slow acetylators (SA). 2  

Transcript of pbl blok 27

Page 1: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 1/28

1

MUAL, URIN KUNING GELAP, HEPATOMEGALI DAN SKLERA

IKTERIK SETELAH PENGOBATAN ANTI-TBC

Pendahuluan

Seorang pasien berbangsa cina mengalami mual, urin kuning gelap, hepatomgali dan sklera

ikterik setelah mengkomsumsi tiga macam antituberkulosia. Dosis yang dibutuhkan sudah

disesuaikan dengan berat badan penderita. Hal ini terjadi mungkin karena terdapat gangguan

  pada metabolisme obat ataupun gangguan pada gen individu itu sendiri. Namun pemeriksaan

lanjut harus dilakukan untuk memastikan diagnosis yang telah diambil.

Terdapat hubungan antara respon obat dengan heterogenisitas genom manusia agar dapat

digunakan dalam mengidentifikasi target kerja obat secara molekuler sehingga dapat

meningkatkan penemuan dan pengembangan obat serta terapi berdasarkan pendekatan genetik.

Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang menyebabkan perbedaan aktivitas

dan kapasitas suatu enzim dalam menjalankan fungsinya. Adanya perbedaan ekspresi genetik 

antara tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap nasib obat dalam

tubuh. Hal ini dapat kita tinjau terutama dari aspek metabolisme tubuh. Proses metabolismeterjadi oleh adanya bantuan enzim. Enzim merupakan suatu protein yang keberadaanya

merupakan hasil dari ekspresi genetik (sintesis protein). Kapasitas enzim yang dihasilkan tiap

individu berbeda-beda. Hal inilah yang salah satunya yang memacu terhadap perbedaan respon

yang tubuh terhadap pemakaian obat yang sama.1

Polimorfisme genetik ditemukan pada enzim CYP2D6, CYP2C9, CYP2C19, dan NAT2.

Populasi terbagi dalam 2 atau lebeih subpopulasi dengan aktivitas enzim yang berbeda. Dalam

hal CYP, genotip populasi terbagi menjadi extensive metabolize (EM), dan poor metabolize(PM), sedangkan untuk NAT2, rapid acetylators (RA) dan slow acetylators (SA).

Page 2: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 2/28

Epidemiologi

O  bat-obatan merupakan penyebab utama luka hati. Lebih dari 900 obat-obatan, racun, dan

tumbuhan telah dilaporkan dapat menyebabkan luka hati, dan obat-obatan account untuk 20-40%

dari semua kasus kegagalan hati fulminan. Sekitar 75% dari hasil reaksi obat istimewa dalam

transplantasi hati atau kematian. O  bat-diinduksi luka hati adalah alasan yang paling umum

dikutip untuk penarikan obat disetujui. Dokter harus waspada dalam mengidentifikasi luka hati

yang berhubungan dengan narkoba karena deteksi dini dapat mengurangi keparahan

hepatotoksisitas jika obat dihentikan. Manifestasi obat-hepatotoksisitas yang diinduksi sangat

 bervariasi, mulai dari ketinggian asimtomatik enzim hati kegagalan hati fulminan. Pengetahuan

tentang agen umum terlibat dan indeks kecurigaan yang tinggi sangat penting dalam diagnosis.6

Mortalitas / morbiditas

Di Amerika Serikat, sekitar 2000 kasus gagal hati akut terjadi setiap tahun dan gagal hati dari

sebab obat-obatan lebih dari 50% , (39% disebabkan oleh acetaminophen, 13% adalah reaksi

istimewa karena obat lain). 2-5% kasus pasien rawat inap disertai dengan penyakit kuning dan

sekitar 10% dari semua kasus menghidap hepatitis akut.

Secara internasional, data kejadian buruk reaksi obat pada hati pada populasi umum masih belum

diketahui

Pemeriksaan

Anamnesis3

y  Riwayat Penyakit Sekarang :

1.Menanyakan apakah kulit kuning secara spontan 2.Menanyakan apakah pasien mengalami hematemesis-melena 

3.Menanyakan adakah sakit perut di kuadran kanan atas 

4.Adakah bengkak oedem di kaki,perut membuncit (asites), berat badan tutun, gatal-gatal. 

5.Adakah fatique, myalgia, malaise, sakit kepala, anoreksia, nausea 

Page 3: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 3/28

y  Riwayat Penyakit Terdahulu :

1. Adakah riwayat mata kuning sebelumnya ?

2. Adakah riwayat pernah sakit kuning ( hepatitis ) sebelumnya atau kontak dengan penderitasakit kuning ?

; Untuk menentukan ikterus karena suatu infeksi (ex : hepatitis) atau apakah karena

 penyakit hati kronis non infeksi (ex : SH)

3.  Adakah riwayat transfusi darah, mendapat suntikan, cabut gigi, di tatto dalam kurang

lebih 6 bulan terakhir ?

; Juga untuk menentukan ikterus karena suatu infeksi dan penularannya (HBV, HCV, HDV

 penularannya melalui darah ; HAV dan HEV penularannya dari fekal-oral / enterik)

4.  Adakah riwayat batu empedu atau pernah mengalami operasi kolesistektomi ?

; Kemungkinan ikterus disebabkan karena gangguan eksresi bilirubin karena kedua hal

tersebut.

5.  Adakah riwayat seringnya mengkonsumsi obat-obatan medis, NAZA, atau obat alternatif 

seperti jamu-jamuan yang dipikirkan hepatotoksik ?

; Kemungkinan ikterus berasal dari hepatitis drugs induced  

6.  Adakah riwayat sering mengkonsumsi alkohol ?

Kemungkinan ikterus disebabkan oleh SH atau hepatitis alkoholik, atau dapat juga karena

 fatty liver alkoholik .

7.  Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB ?

8.  Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV) ?

9.  Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen torax dengan hasil abnormal?

10. Adakah riwayat vaksinasi BCG/Mantoux ?

Page 4: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 4/28

11. Adakah riwayat diagnosis TB ?

y  Riwayat Penggunaan O bat :

- Pernahkah pasien menjalani therapi TB ? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama

terapi nya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi dan apakah dilakukan

 pengawasan terapi ?

y  Riwayat Keluarga dan Sosial :

-  Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial?

-  Tanyakan konsumsi alkohol, penggunaan obat intravena dan riwayat berpergian ke luar 

negeri.

-  Penting ditanyakan khususnya pada pasien dengan ikterus yang tidak dapat ditemukan

  penyebabnya ; yang mungkin disebabkan karena defisiensi enzim, gangguan aktivasi

enzim, atau idiopatik. Keadaan ini sering ditemukan pada anak bayi dengan ikterus yang

 patologis (ex : sind. Gilbert, sind. Crigler-najjar, anemia hemolitik) dan wanita hamil atau

sedang minum pil KB yang sebelumnya tidak pernah mengalami ikterus (sind. Dubin-

Johnson).

Pemeriksaan Fisik 

Inspeksi

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding

abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah: 4

Keadaan kulit : warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada

orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan

(penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae

(gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior 

& kolateral pada hipertensi portal).4

Page 5: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 5/28

Besar dan bentuk abdomen : rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).4

Simetrisitas : perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista

ovarii, hidronefrosis).4

Palpasi

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:4

y  Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya

 pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.

y  Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan untuk 

menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan

 penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.

y  Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang

dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.

y  Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk 

menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah

muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu

adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah

spasme sejati.

y  Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri

 berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan

dinding abdomen.

y  Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,

konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan

warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.

y  Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas.

Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila

 perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati

Page 6: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 6/28

dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di

 bawah prosesus xiphoideus

y   Nilai Murphy sign

  Massa hati dgn tepi tajam, permukaan licin dan rata, konsistensi keras, NT (+) :

 H epatitis 

  Massa hati dgn tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol dan rata, konsistensi keras,

 NT (+) :  H epatoma 

  Massa hati dengan tepi tumpul, permukaan licin dan berbenjol, fluktuasi (+),

konsistensi lunak, NT (+) :  Ab ses  H epar  

Perkusi4

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,

menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi

cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas

dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga

yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).4

y  Orientasi abdomen secara umum. Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding

abdomen secara sistematis untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup(dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan menghilang.

y  Cairan bebas dalam rongga abdomen. Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen

(asites) akan menimbulkan suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian

samping atau suara dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka

 bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah.

Page 7: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 7/28

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tes fungsi hati

9,10

Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kelainan hati, menentukan diagnosis,

mengetahui berat ringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan penilaian hasil

 pengobatan. Pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase, alkali fosfatase, gamma GT,

dan albumin sering disebut sebagai tesfungsi hati. Pada banyak kasus tes-tes ini dapat

mendeteksi kelainan hati dan empedu asimptomatik sebelum munculnya manifestasi klinis. Tes-

tes ini dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok utama yaitu :9

a.  Peningkatan enzim aminotransferase, SGPT dan SGOT, biasanya mengarah pada

 perlukaan hepatoseluler atau inflamasi.

 b.  Keadaan patologis yang mempengaruhi system empedu intra dan ekstrahepatis dapat

menyebabkan peningkatan fosfatase alkali dan gamma GT.

c.  Kelompok ketiga merupakan kelompok yang mewakili fungsi sintesis hati, seperti

 produksi albumin, urea dan factor pembekuan.

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien termasuk serum bilirubin direk dan

indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap. Hiperbilirubinemia

(indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya

ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau

obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi

mendominasi.9

Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi

maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung

empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin

serum (4 ± 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi

 bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial.9

Page 8: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 8/28

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah kelainan yang timbul disebabkan oleh

gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin

direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan

saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal

 bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal

sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya

 bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel

hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis

menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat

mencapai usus).9

Petanda. Interpretasi.Bilirubin. Tidak spesifik untuk penyakit hati, meningkat juga pada hemolisis dan

obstruksi bilier. Jika berdiri sendiri, pertimbangkan hiperbilirubinemia

herediter.

SGOT/AST.

SGPT/ALT.

Meningkat sesuai inflamasi atau nekrosis hepatosit. Rasio AST:ALT > 2

cenderung ke penyakit hepatitis alkoholik.

Fosfatase

alkali.

Gamma GT.

Biasanya meningkat bersamaan kolestasis, obstruksi bilier atau infiltrasi

hepatic. Fosfatase alkali juga diproduksi oleh tulang, usus dan plasenta.

Albumin. Menunjukkan fungsi sintesis hati. Konsentrasi dapat menurun pada

malabsorpsi, protein-losing enteropathy, penyakit kritis, luka bakar dan

sindroma nefrotik.

LDH. Sensitifitas dan spesifisitasnya rendah pada penyakit hati. Mungkin meningkat

 pada hepatitis iskemik, kerusakan tulang dan hemolisis.

Tabel 1. Tes fungsi biokimia hati.

Page 9: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 9/28

Pemeriksaan radiologi10

Studi Imaging digunakan untuk mengecualikan penyebab patologi hati, setelah diagnosis

dapat dibuat.10

 

y  Ultrasonografi: Ultrasonografi murah dibandingkan dengan CT scan dan MRI dan

dilakukan hanya dalam beberapa menit. Ultrasonografi efektif untuk mengevaluasi

kandung empedu, saluran empedu, dan tumor hati.

y  CT scan: CT scan dapat membantu mendeteksi lesi hati fokus 1 cm atau lebih besar dan

  beberapa kondisi menyebar. Hal ini juga dapat digunakan untuk memvisualisasikan

struktur berdekatan di perut.

y  MRI: MRI menyediakan resolusi kontras yang sangat baik. Hal ini dapat digunakan

untuk mendeteksi kista, hemangioma, dan tumor primer dan sekunder. Vena portal, urat

hati, dan saluran empedu dapat dilihat tanpa suntikan kontras.

Pemeriksaan Tambahan10

y  Biopsi hati: evaluasi histopatologi tetap menjadi alat yang penting dalam diagnosis.

Biopsi hati tidak penting dalam setiap kasus, tetapi pola morfologi konsisten dengan pola

diharapkan memberikan bukti yang mendukung

Pemeriksaan Genetik 

PCR-RAPD merupakan salah satu teknik molekuler berupa penggunaan penanda tertentu

untuk mempelajari keanekaragaman genetika. Dasar analisis RAPD adalah menggunakan mesin

PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secara in vitro. Teknik ini melibatkan

  penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer boleh jadi

  berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda. Penggunaan teknik 

RAPD memang memungkinkan untuk mendeteksi polimorfisme fragmen DNA yang diseleksi

dengan menggunakan satu primer arbitrasi, terutama karena amplifikasi DNA secara in vitro

dapat dilakukan dengan baik dan cepat dengan adanya PCR. Penggunaan penanda RAPD relatif 

sederhana dan mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat

Page 10: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 10/28

10

dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah

karakter yang relative tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis

keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Pada tanaman

tahunan RAPD dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi seleksi awal. Teknik RAPD sering

digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi (eucaryote). Namun demikian beberapa

 peneliti menggunakan teknik ini untuk membedakan organisme tingkat rendah ( procaryote) atau

melihat perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti mitokondria.14

PCR-RFLP. Teknik ini mirip dengan RAPD pada prinsip penggunaan primer. Untuk 

melihat polimorfisme dalam genom organisme digunakan juga suatu enzim pemotong tertentu

(restriction enzymes). Karena sifatnya yang spesifik, maka enzim ini akan memotong situs

tertentu yang dikenali oleh enzim ini. Situs enzim pemotong dari genom suatu kelompok 

organisme yang kemudian berubah karena mutasi atau berpindah karena  genetic rearrangement 

dapat menyebabkan situs tersebut tidak lagi dikenali oleh enzim, atau enzim restriksi akan

memotong daerah lain yang berbeda. Proses ini menyebabkan terbentuknya fragmen-fragmen

DNA yang berbeda ukurannya dari satu organisme ke organisme lainnya. Polimorfisme ini

selanjutnya digunakan untuk membuat pohon filogeni/dendogram kekerabatan kelompok.

Teknik RFLP sering digunakan untuk mengetahui perbedaan jenis bakteri misalnya berdasarkan

gen ribosomal DNA (contoh 16S-rRNA). Oleh karenanya teknik ini seringkali pula disebut

ARDRA (amplified ribosomal DN  A restriction analysis).14 

Penggunaan teknik PCR-RFLP telah pula mampu secara mengesankan mengungkap

keanekaragaman genetik mikroba yang tidak dapat dikulturkan di laboratorium. Dengan

menggunakan teknik isolasi DNA dari lingkungan yang kemudian dilanjutkan dengan

amplifikasi dengan menggunakan primer spesifik untuk 16S-rRNA telah dapat diungkap adanya

 jenis-jenis mikroba baru. Dengan menggunakan primer tertentu, teknik ini juga dapat digunakan

untuk gen-gen lain yang ada dalam contoh lingkungan.14

Pemilihan DNA ribosom untuk tujuan identifikasi suatu organisme didasarkan pada:

y  Secara fungsional dan evolusioner memiliki sifat homolog dari berbagai

orgenisme yang berbeda

y  Molekul purba dengan struktur dan sekuen nukelotida sangat konservatif 

y  Sangat banyak di dalam sel

Page 11: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 11/28

11

y  Cukup besar untuk memungkinkan uji statistik perbedaan-perbedaannya satu

sama lain

y  Kelihatannya tidak ada artifak perpindahan lateral antar organisme 

PCR- ANALISIS SEKUEN merupakan suatu teknik yang dianggap paling baik untuk 

melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok organisme. Teknik ini berkembang setelah

orang menciptakan mesin DN  A sequencer . Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau

sekuen DNA dari fragmen tertentu dari suatu genom organisme. Untuk melihat keanekaragaman

  jenis dapat dilakukan melalui analisis sekuen gen 16S-rRNA bagi organisme prokaryota atau

18S-rRNA bagi organism eukaryota. Perbandingan sekuen rRNA merupakan alat yang baik 

untuk mendeduksi hubungan filogeni dan evolusi di antara organisme bacteria, archaebacteria,

dan eukaryot (Weisburg et al ., 1991). Gen-gen penghasil enzim tertentu misalnya dapat juga

dibandingkan berdasarkan sekuen mereka. Saat ini basis data (data-base) untuk banyak gen

16SrRNA dan 18S-rRNA tersedia dan disimpan misalnya dalam Gene-Bank, dan dapat diakses

misalnya melalui http:/// www.ebi.ac.uk . Demikian juga untuk banyak gen penghasil enzim

 penting dan beberapa sekuen lainnya.14 

Diagnosis Kerja

Hepatitis Induksi O bat ec Metabolisme asetilasi INH ec Polimorfisme Genetik 

Drug Induced Hepatotoxic ec INH Acetylation ec Polymorphism Genetic.

O bat antituberkulosis yang menginduksi terjadinya hepatotoksik dikaitkan dengan isoniazid

(INH) adalah salah satu yang paling lazim menyebabkan cedera hati. INH dimetabolisme oleh

hepatic-asetiltransferase N (NAT) dan sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) untuk membentuk 

hepatotoxins. Mengenai NAT2, acetylators lambat memiliki insiden yang lebih tinggi

hepatotoksisitas dari acetylators cepat dan ada risiko 3,8 kali lipat dari hepatotoksisitas untuk 

acetylators lambat dibandingkan dengan acetylators cepat. Sebagai kesimpulan, acetylator status

Page 12: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 12/28

12 

lambat NAT2 merupakan faktor risiko kerentanan yang signifikan untuk antituberkulosis-

hepatotoksisitas yang diinduksi obat. Genotyping NAT2 mungkin merupakan alat yang berguna

untuk memprediksiO bat antituberkulosis yang menginduksi terjadinya hepatotoksik.15

International Consensus Criteria menyatakan sesuai obat dapat menyebabkan hepatotoksik 

apabila:3

  Waktu mulai dari minum dan berhentinya minum obat sampai awitan reaksi nyata: sugestif 

(5 ± 90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel ( <5 hari atau >90 hari sejak mulai

minum obat dan <15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan <30 hari

dari penghentian obat untuk reaksi kolestasis) dengan hepatotoksisitas obat.

  Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (enzim hati turun 50%

dari konsentrasi diatas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (enzim hati turun 50%

dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi

obat.

  Alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk 

 biopsi hati.

  Adanya respon positif pada paparan ulang obat yang sama paling tidak kenaikan 2 x lipat

enzim hati.

Diagnosis Drug Related jika 3 kriteria pertama atau 2 dari 3 kriteria pertama dengan paparan ulang

obat positif.

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh. Tujuan pengobatan TBC ialah

memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan

dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun

 biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.8

O bat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

y  Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,

sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Page 13: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 13/28

13 

y  Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan

Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu

INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu

atau lebih obat TBC primer ini.8

Isoniazid8

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro

 bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri).

Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis.

Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid ) yang merupakan

unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan

menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium. 

Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh

dalam waktu 1±2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada

manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna

mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada

efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari.

Efek samping8

Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis

 perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis,

kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6,

 penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip

Systemic Lupus Erythematosus.

Page 14: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 14/28

14 

Resistensi8

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan

  beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi

resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum

obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6±9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak 

 patuh minum obatselama menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek 

sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin

 penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

Diagnosis Banding

Kolesistitis

Merupakan inflamasi kantung empedu. Biasanya adalah kesan daripada batu empedu yang

menghalang saluran empedu.

y  Kesan daripada batu yang menghalang aliran cairan empedu

y  Pasien mngalami nyeri abdomen (kolik) yang dapat bertahan sehingga lebih 6 jam,

dengan demam, dan nausea.

y  Dengan peneriksaan radiologi, ultrasonnografi biasa digunakan

y  Kantung empedu juga bisa diangkat dengan laparoskopi

Kolesistitis akut : muncul mendadak, mengakibatkan nyeri abdomen atas yang menetap dan

  berat. Reaksi inflamasi bermula sebelum infeksi dan menyebabkan kantung empedu dipenuhi

cairan dan dindingnya menebal

Acalculous Cholecystitis : Jenis cholecystitis yang tidak mempunyai batu empedu. Muncul

selepas :

y  O perasi mayor 

Page 15: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 15/28

15 

y  Trauma serius, Luka bakar berat, dan sepsis

y  Pemberian nutrisi parenteral yg lama

y  Defisiensi sistem imun

Kolesistitis kronik : merupakan inflamasi kantung empedu yang terlalu lama. Serangannya

 berulang (kolik). Kantung empedu dirusak dan dinding menjadi tebal.

Hepatitis Viral Akut

Penyebab hepatitis akut utama adalah disebabkan infeksi virus.terdapat lima virus yaitu

hepatitis A, B, C, D, dan E. Virus hepatitis A dan E tidak menyebabkan hepatitis kronis. Secara

umum antara gejala klinis hepatitis yang disebabkan virus terdapat fasa-fasanya. Masa inkubasi

adalah masa untuk virus multiplikasi dan menyebar tanpa simptom. Kemudian fasa prodormal

yang menunujukkan gejala tidak spesifik seperti demam, anoreksia, malaise, mual dan muntah

serta nyeri abdomen di quadran kanan atas. Urtikaria dan atralgia biasanya pada infeksi HBV.

Selanjutnya adalah fasa ikterik, gejala sudah hilang tetapi muncul jaundice. Pada fasa ini juga

terdapat pembesaran hati. Selepas fasa ikterik adalah fasa pemulihan.

Hepatitis kerana alkohol

Merupakan satu kelainan disebabkan proses inflamasi lama yang berkaitan dengan

 pengambilan alkohol berlebihan dalam tempoh yang lama.

Pasien dengan penyakit ini mengalami onset subakut seperti demam, hepatomegali,

leukositosis, koagulopati jaundice, dan hipertensi portal. Pada mikroskopik, dapat terlihat

karakteristik nekrosis sentrilobular hepatosit seperti belon, infiltrat neutrofil, megamitokondria,

dan inklusi badan hyalin. Sering juga terdapat steatosis dan sirosis hati bersama alcoholic

hepatitis.

Mekanisme terjadinya hepatitis kerana alkohol antaranya :

y  Kelainan genetik ± genetik wanita membuktikan lebih rentan untuk terkena hepatitis

dengan pengambilan alkohol

Page 16: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 16/28

16 

y  Malnutrisi ± Pengambilan alkohol ditambah dengan malnutrisi energi protein

menyebabkan hepatitis

Etiologi

Beberapa jenis obat dapat bersifat hepatotoksik. Tabel berikut menjelaskan reaksi

idiosinkratic obat dan sel-sel yang dipengaruhi reaksi tersebut.

Jenis reaksi. Pengaruh pada sel. Contoh obat.

Hepatoseluler. Disfungsi sel dan membrane, respon sel sototoksik 

sel T.

Isoniazid, trazodon,

diklofenak, lovastatin.

Kolestasis. Jejas membrane kanalilkuli dan transporter. Klopromazin,

estrogen, eritromisin.

Imunoalergik. Kompleks enzim obat pada permukaan sel

menginduksi respons IgE.

Halotan, fenitoin,

sulfametoksazol.

Granulomatus. Makrofag, limfosit menginfiltrasi lobul hepatic. Diltiazem, obat sulfa,

kuinidin.

Lemak 

mikrovesikular.

Respirasi mitokondria berubah, beta oksidasi

mengakibatkan asidosis laktat dan akumulasi

trigliserida.

Didanosin, tetrasiklin,

asam valproat.

Steatohepatitis. Multifaktorial. Amiodaron,

tamoksifen.

Autoimun. Respon limfosit sitotoksik langsung pada komponen

membrane hepatosit.

 Nirofurantoin,

metildopa, lovastatin,

minosiklin.

Fibrosis. Aktivasi µstellate cell¶. Metotreksat, kelebihan

Page 17: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 17/28

17 

vitamin A.

Kolaps

vascular.

Menyebabkan iskemik atau cedera hipoksik. Asam nikotinat,

kokain.

Onkogenesis. Mendorong pertumbuhan tumor. Kontrasepsi oral,

androgen.

Campuran. Jejas sitoplasmik dan kanlikuli, langsung merusak 

saluran-saluran empedu.

Amoksisilin-

klavulanat,

karbamazepin, herbal,

siklosporin,

metimazol,

troglitazon.

Berikut merupakan beberapa factor terjadinya drug induced hepatotoxicity:6

y  Ras : Beberapa obat tampaknya memiliki toksisitas yang berbeda berdasarkan

ras. Misalnya, orang kulit hitam dan Hispanik mungkin lebih rentan terhadap isoniazid

(INH) toksisitas. Tingkat metabolisme berada di bawah kendali P-450 enzim dan dapat

 bervariasi dari individu ke individu.

y  Umur : Reaksi obat pada hati jarang terjadi pada anak-anak. Orang-orang tua akan

meningkatkan risiko hepatotoksik karena clearance menurun, interaksi antara obat,

mengurangi aliran darah hati, dan menurunnya volume hati. Selain itu, pola makan yang

 buruk, infeksi, dan rawat inap beberapa alasan penting untuk drug induce hepatotoxic.

y  Jenis Kelamin : Meskipun alasan tidak diketahui, reaksi obat hati lebih sering terjadi

 pada wanita.

y  Konsumsi alcohol : Rentan terhadap keracunan obat karena alkohol menyebabkan luka

hati dan perubahan sirosis yang mengubah metabolisme obat. Alkohol menyebabkan

deplesi glutation (hepatoprotektif) yang membuat orang lebih rentan terhadap toksisitas

dengan obat.

Page 18: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 18/28

18 

y  Penyakit hati : Secara umum, pasien dengan penyakit hati kronis yang tidak seragam

mengalami peningkatan risiko cedera hati. Meskipun total sitokrom P-450 berkurang,

  beberapa orang mungkin akan terpengaruh lebih dari yang lain. Modifikasi dosis pada

orang dengan penyakit hati harus didasarkan pada pengetahuan enzim spesifik yang

terlibat dalam metabolisme. Pasien dengan infeksi HIV yang koinfeksi dengan virus

hepatitis B atau C akan meningkatkan risiko untuk efek hepatotoksik apabila diobati

dengan terapi antiretroviral. Demikian pula, pasien dengan sirosis beresiko peningkatan

dekompensasi dengan obat beracun.

y  Faktor genetik  : Sebuah gen yang unik setiap mengkodekan P-450 protein. perbedaan

genetik di P-450 enzim dapat menyebabkan reaksi yang abnormal terhadap obat,

termasuk reaksi istimewa. Hal ini dapat diidentifikasi dengan amplifikasi polymerase

chain reaction gen mutan. Hal ini mengakibatkan kemungkinan deteksi masa depan

orang-orang yang dapat memiliki reaksi abnormal terhadap suatu obat.

y  Sifat asetilator : Sifat asetilator cepat ditentukan oleh gen dominan, sedangkan asetilator 

lambat oleh gen resesif, sehingga genotype untuk seorang asetilator cepat adalah RR 

homozigot atau heterozigot Rr, sedangkan asetilator lambat adalah rr. Makna klinik dari

status asetilator tergantung pada obat yang dipakai yang mengalami asetilasi polimorfik 

tadi. Untuk pengobatan dengan INH, asetilator lambat lebih mudah menderita efek 

samping INH berupa neuropati perifer karena defisiensi vitamin B6. INH akan

menghambat pemakaian vitamin B6 jaringan dan akan memperbesar ekskresi B6. O bat-

obat lain yang mengalami metabolisme asetilasi secara polimorfik meliputi dapson,

sulfadimidin, hidralazin, prokainamid, klonazepam, dan lain-lain.7 

y  Komorbiditas lain : Penderita AIDS, orang-orang yang kekurangan gizi, dan orang-

orang yang berpuasa akan rentan terhadap reaksi obat karena toko glutation rendah.

y  Formulasi obat : obat long-acting dapat menyebabkan cedera lebih dibandingkan obat

short-acting.

Page 19: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 19/28

19 

Patogenesis

Terdapat berbagai macam reaksi toksik yang berlaku di hati antaranya adalah16 :

y  Reaksi langsung

y  Reaksi idiosyncratic

y  Reaksi toksik alergi

y  Reaksi cholestatic

y  Reaksi granulomatous

y  Kronik hepatitis

y  Alcoholic hepatitis like reaction

y  Fibrosis atau sirosis

y  Penyakit vena oklusi

y  Iskemik 

Isoniazid atau pon INH termasuk dalam golongan reaksi idiosyncratic. O  bat-obat yang

menyebabkan idiosyncratic toxicity menyebabkan penyakit hanya pada sedikit dari pasein-pasien

yang telah mewariskan gen-gen spesifik yang mengontrol perubahan bentuk kimia dari obat

spesifik itu, menyebabkan akumulasi obat atau produk-produk dari perubahan mereka

(metabolites) yang berbahaya pada hati. Idiosyncratic toxicities yang diwariskan ini biasanya

 jarang, dan tergantung pada obat, secara khas terjadi pada kurang dari 1 sampai 10 per 100,000

  pasien-pasien yang meminum obat itu; bagaimanapun, dengan beberapa obat-obat kejadian

keracunan adalah jauh lebih tinggi. Meskipun risiko mengembangkan penyakit hati idiosyncratic

yang diinduksi obat adalah rendah, penyakit hati idiosyncratic adalah bentuk yang paling umum

dari penyakit hati yang diinduksi obat karena puluhan juta dari pasien-pasien menggunakan obat-

obat, dan banyak dari mereka menggunakan beberapa obat-obat.16

Keracunan obat idiosyncratic sulit untuk dideteksi pada percobaan-percobaan klinik awal

yang biasanya melibatkan, paling banyak, hanya beberapa ribu pasien-pasien. Idiosyncratic

toxicity akan timbul hanya setelah jutaan pasien-pasien mulai menerima obat setelah obat

disetujui oleh FDA.16

Page 20: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 20/28

20

Studi terhadap kecepatan asetilasi isoniazid (N-asetilasi) menunjukkan bahwa ada perbedaan

kemampuan asetilasi dari masing-masing individu yang berdasarkan faktor genetiknya, memiliki

2 tipe, yaitu tipe asetilator cepat dan asetilator lambat. Reaksi asetilasi itu sendiri merupakan

reaksi pada jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amina primer, seperti amina

aromatik primer dan amina alifatik skunder. Sedangkan fungsi dari reaksi asetilasi itu sendiri

adalah untuk proses detoksifikasi, serta mengubah obat/senyawa induk, menjadi senyawa

metabolitnya yang bersifat tidak aktif, lebih bersifat polar, agar selanjutnya mudah untuk 

dieksresikan. Aktivitas dari obat INH sebagai antituberkolosis ini, sangat tergantung pada tingkat

kecepatan reaksi asetilasinya.16

Pada isoniazid, terdapat perbedaan respon dari beberapa individu berupa perbedaan dalam

kecepatan proses asetilasinya terhadap obat tersebut (Weber, 1997). Profil asetilasi terhadapisoniazid yang merupakan obat anti tuberkulosis ini digolongkan dalam asetilator cepat dan

lambat. Individu yang tergolong dalam asetilator lambat ternyata aktivitas enzim N-

asetilastransferase-nya sangat lambat. Perbedaan tersebut ternyata disebabkan oleh adanya

variasi genetik dari gen yang menyandi ekspresi dari enzim N-asetilastransferase. Bagi individu

yang mempunyai kelainan yang disebabkan oleh autosomal recessive allele,   berupa variasi

  polimorfik maka aktivitas enzim N-asetilastransferase menjadi lambat. Aktivitas enzim N-

asetilastransferase ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau ras. Bagi orang barat (Amerika

dan Eropa) 50% dari penduduknya ternyata tergolong asetilator lambat, sedangkan untuk orang

Jepang dan Eskimo sebagian besar tergolong asetilator cepat.16

Untuk individu yang memiliki tipe asetilator cepat, memiliki enzim N-asetilastransferase

yang jauh lebih besar daripada individu yang memiliki tipe asetilator lambat. Dengan demikian,

maka kemampuan untuk isoniazid dapat dieksresikan dalam bentuk asetilisoniazid yang bersifat

tidak aktif sangat cepat. Sehingga obat akan memiliki masa kerja (t ½) yang pendek, yaitu 45-80

menit. Dengan demikian, maka individu tipe asetilator cepat, memerlukan dosis pengobatan yang

lebih besar.16

Hal ini akan berdampak kurang menguntungkan, karena untuk pengobatan tuberkolosis,

  pengobatan dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dengan demikian, untuk 

individu tipe asetilator cepat ini, pemberian INH harus dilakukan berulangkali karena

Page 21: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 21/28

21

metabolisme INH-pun sangat cepat, sehingga INH cepat dapat menimbulkan efek setelah

diminum, namun cepat hilang pula efeknya (t ½ yang pendek). Hal ini harus diperhatikan, karena

  jika obat harus diberikan secara berulangkali, dengan frekuensi pemberian yang lebih banyak 

daripada individu tipe asetilator lambat, maka kemungkinan terjadi resistensi akan cukup tinggi.

Sehingga dalam pengobatannya, pemberian dosis perlu diperhatikan untuk individu yang

memiliki tipe asetilator cepat agar tidak terjadi resistensi.16

Jika isoniazid diberikan pada individu bertipe asetilator lambat, maka enzim N-

asetiltransferase yang dimiliki tidak sebanyak enzim N-asetilastransferase yang dihasilkan oleh

individu yang memiliki tipe asetilator cepat. Dengan demikian, maka kemampuan untuk 

isoniazid dapat dieksresikan dalam bentuk asetil-isoniazid yang bersifat tidak aktif berlangsung

lambat. Sehingga INH akan memiliki masa kerja (t ½) yang panjang yaitu 140-200 menit.Dengan demikian, maka individu tipe asetilator lambat, memerlukan dosis pengobatan yang

rendah, agar tidak menimbulkan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan oleh INH. Untuk 

individu tipe asetilator lambat ini, pemberian INH tidak harus dilakukan berulangkali/frekuensi

yang tinggi, hal ini karena metabolisme INH berlangsung lambat, sehingga INH dapat

menimbulkan efek yang konstan dengan durasi yang lama setelah diminum.16

  Namun hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa karena obat dimetabolisme dalam

  bentuk asetilisoniazid yang bersifat tidak aktif dengan kecepatan yang lambat, maka

kemungkinan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan oleh INH lebih tinggi. Selain itu,

menurut studi yang telah dilakukan, individu bertipe aetilator lambat ini, memiliki kemungkinan

untuk menimbulkan efek samping, yaitu neuritis perifer yang lebih tinggi daripada individu

 bertipe asetilator cepat.16

Cara utama untuk metabolisme INH pada manusia adalah melalui asetilasi oleh N-

asetiltransferase (NAT-2) dalam hati, reaksi yang menghasilkan acetylisoniazid. Acetylisoniazid

dapat mengalami hidrolisis untuk membentuk acetylhydrazine metabolit beracun (dan asam

isonikotinat tidak beracun). Polimorfisme dari NAT-2 diidentifikasi pada manusia menentukan

apakah seseorang memiliki "cepat" atau "lambat-acetylator" fenotipe. Mereka dengan shunt

fenotip lambat beberapa INH untuk jalur metabolik sekunder melalui oksidasi sitokrom P-450

Page 22: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 22/28

22 

enzim, menghasilkan hidrazin serta asam isonikotinat beracun. Ternyata kedua acetylhydrazine

dan hidrazin, yang dihasilkan oleh acetylators cepat dan lambat, masing-masing, mampu

 berpartisipasi dalam reaksi yang menghasilkan stres oksidatif (misalnya, radikal bebas). Hidrazin

dapat menyebabkan sitokrom P-450 enzim (khususnya CYP2E1), peningkatan produksi

metabolit beracun tambahan. Dengan demikian, hepatotoksisitas mungkin terjadi pada kedua

acetylators cepat dan lambat.17 

Page 23: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 23/28

23 

Manifestasi Klinik 

Gambaran klinis hepatotoksisitas karena obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit

hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Riwayat pemakaian obat-obatan atau substansi

hepatotoksik lain harus dapat diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan

ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut berat terutama bila pasien masih meminum obat

tesebut setelah awitan hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi

aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan

kenaikan konsentrasi alkali fosfatase dan bilirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi

obat idiosikratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatik dengan derajat nekrosis

dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari

atau minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan pemakaiannya.

Berikut merupakan reaksi obat dan sel yang mempengaruhinya : 

Page 24: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 24/28

24 

Penatalaksanaan

Penatalaksaan awal drug induced hepatotoksik adalah untuk meminimalkan cedera.

Pemantauan tingkat enzim hati sesuai dan perlu dengan sejumlah agen, khususnya dengan

mereka yang menyebabkan cedera terbuka. Untuk obat yang menghasilkan luka hati tak terduga,

 pemantauan biokimia kurang berguna. Nilai SGPT lebih spesifik daripada nilai AST. ALT nilai-

nilai yang berada dalam kisaran referensi pada awal dan meningkat 2 - 3 kali lipat harus

mengarah pada peningkatan kewaspadaan dalam hal pemantauan yang lebih sering. ALT nilai 4-

5 kali lebih tinggi daripada kisaran referensi harus mengarah untuk meminta penghentian obat.6

Tidak ada pengobatan khusus diindikasikan untuk penyakit hati yang disebabkan oleh obat.

Pengobatan sebagian besar supportif dan berdasarkan simtomatologi. Langkah pertama adalah

untuk menghentikan obat yang dicurigai.6

  Bila klinis positif (ikterik, mual, muntah) : OAT STOP!5 

  Bila klinis negative namun, Laboratorium terdapat kelainan5:

  Bilirubin > 2 : OAT STOP

  SGOT, SGPT 5X : OAT STOP

  SGOT, SGPT 3X dan gejala positif : OAT STOP

  SGOT, SGPT 3X dan gejala negatif : pengobatan diteruskan tetapi dengan

observasi ketat.

Rujukan ke pusat transplantasi hati / perawatan bedah

Tidak ada obat penawar khusus tersedia untuk sebagian besar agen hepatotoksik.

Transplantasi hati Darurat telah meningkatkan utilitas dalam perawatan penyakit hati diinduksi

obat. Menimbang transplantasi hati awal adalah penting. Model untuk µSkor Penyakit hati tahap

akhir¶ dapat digunakan untuk mengevaluasi ketahanan hidup jangka pendek orang dewasa

dengan penyakit hati stadium akhir. Hal ini dapat membantu stratifikasi kandidat untuk 

transplantasi hati. Parameter yang digunakan adalah serum kreatinin, bilirubin total, rasio

normalisasi internasional, dan penyebab sirosis tersebut. Kriteria lain yang biasa digunakan

untuk transplantasi hati adalah Kings College kriteria.6 

Page 25: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 25/28

25 

y  Kings College kriteria untuk transplantasi hati pada kasus obat-gagal hati diinduksi

selain dari obat acetaminophen adalah sebagai berikut:6 

  PT lebih besar dari 100 detik (terlepas dari kelas ensefalopati) atau

  Setiap 3 kriteria berikut:

  Usia yang lebih muda dari 10 tahun atau lebih tua dari 40 tahun

  Etiologi non-A/non-B hepatitis, hepatitis halotan, atau reaksi obat

istimewa

  Durasi penyakit kuning lebih dari 7 hari sebelum timbulnya ensefalopati

  PT lebih besar dari 50 detik 

  Tingkat bilirubin serum lebih besar dari 17 mg /dL

Komplikasi

Antara komplikasi yang dapat timbul akibat hepatotoksik adalah seperti berikut :

1.  Sirosis hati

Sirosis adalah penyakit hati yang kronik ditandai dengan kerusakan sel hepatosit. Akibatnya

adalah hati tidak dapat menjalankan fungsi-fungsinya dan menyebabkan gagal hati. Sel hepatosit

dapat dirusak akibat trauma, hepatitis, obstruksi dari traktus empedu, dan juga kerana alkohol.

19

y  Hati berespon pada kerusakan sel hepatositnya dengan membentuk jaringan parut yang

mengelilingi sel hati yang beregenerasi (nodul).

y  Pada mulanya, proses inflamasi akan menyebabkan hepatomegali. Apabila berlanjut dan

 bertambahnya jumlah jaringan parut pada sel hepatosit, hati akan mengecil.

y  Jaringan parut yang terbentuk akan menekan pembuluh darah yang mengsuplai hati dan

sel akan mati.

Page 26: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 26/28

26 

Sirosis hati juga akan menyebabkan beberapa fungsi hati tidak berjalan dengan baik dan

menyebabkan keadaan antaranya :19

y  Hipertensi portal : Jaringan nodul menekan vena pada hati menyebabkan tekanannya

menjadi tinggi. Hipertensi portal dapat menyebabkan perdarahan pada saluran intestin

dan akumulasi cairan pada tubuh.

y  Ensefalopati hepatik : Toksin dari darah menyebar ke otak disebabkan sel hati yang rusak 

tidak dapat memetabolismenya untuk dieksresi. Contohnya urea. Gangguan ini dapat

menyebabkan konfusi, dan mengantuk.

y  Perdarahan gastrointestinal : Terjadi varises disebabkan hipertensi portal. Ditandai

dengan hematemesis.

y Infeksi dan retensi cairan (asites).

2.  Kanker hati

Sel-sel pada hati akan memperbanyak diri untuk menggantikan sel-sel yang rusak karena

luka atau karena sudah tua. Seperti proses pembentukan sel lain di dalam tubuh, proses ini

  juga dikontrol oleh gen-gen tertentu dalam sel. Kanker hati berasal dari satu sel yang

mengalami perubahan mekanisme kontrol dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel

yang tidak terkontrol. Sel abnormal tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon.

Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel hati dan terus menerus memperbanyak diri.

Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor (Anonim, 2004). Jika berlanjutan dapat

menyebabkan kematian.18

Prognosis

Prognosis sangat bervariasi tergantung pada presentasi pasien dan tahap kerusakan hati.

Dalam sebuah penelitian prospektif yang dilakukan di Amerika Serikat dari tahun 1998-2001,

tingkat kelangsungan hidup keseluruhan pasien (termasuk mereka yang menerima transplantasi

hati) adalah 72%. Hasil gagal hati akut ditentukan oleh etiologi, derajat yang hadir ensefalopati

hati atas pengakuan, dan komplikasi seperti infeksi.6

Page 27: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 27/28

27 

Pencegahan

Insiden hepatitis berat dan kematian dapat dikurangi dengan:9

       Hindari penggunaan profilaksis INH pada orang tua (misalnya,> 35 y), kecuali potensi

manfaat jelas melampaui risiko. Pengobatan reaktor tuberkulin ini lebih kuat ditunjukkan

 pada orang imunosupresi dan pada mereka dengan riwayat paparan baru-baru ini.

       Mendapatkan ALT awal sebelum memulai isoniazid bila ada dugaan penyakit hati

sebelumnya.

       Mendidik pasien untuk segera melaporkan efek samping yang mungkin timbul dari

hepatotoksisitas isoniazid. Wawancara pasien secara teratur (misalnya, bulanan) untuk 

efek yang merugikan atau monitor transaminase secara bulanan.

      Berhenti isoniazid langsung untuk setiap elevasi transaminase lebih besar dari 3 kali lipatdi atas normal. Lesser ketinggian akan dimintakan pemantauan lebih sering.

       Bila memungkinkan, hindari pemberian simultan obat yang menginduksi sitokrom P-450

sistem (misalnya, fenobarbital, rifampisin).

       Hindari penggunaan obat berpotensi simultan hepatotoksik lain (misalnya, pirazinamid,

  protease inhibitor untuk HIV), kecuali apabila manfaat dari menggunakan mereka

melebihi risiko pengembangan hepatitis.

       Hindari konsumsi berat etanol saat isoniazid.

       Anjurkan pasien untuk menghindari mengambil lebih dari 3 g / d asetaminofen

(parasetamol) karena ambang batas untuk mengurangi kerusakan hati.

       Hewan studi menunjukkan bahwa antioksidan tertentu dapat mengurangi risiko hepatitis

isoniazid. Ini termasuk silymarin, vitamin E, N-acetylcysteine, dan melatonin. Meskipun

tidak diketahui apakah hasil ini berlaku untuk manusia, mengoreksi kekurangan nutrisi

sebelum memulai isoniazid dapat dibenarkan.

Kesimpulan

Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang selalu ada pada setiap

obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolic dari semua obat dan bahan

asing yang masuk ke dalam tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun

Page 28: pbl blok 27

7/11/2019 pbl blok 27

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 28/28

akibat yang ditimbulkan bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis

terapeutik yang dianjurkan.sebagian lagi tergantung dosis obat. Sebagian besar obat bersifat

lipofilik sehingga mudah menembus membran sel intestinal. O  bat kemudian diubah lebih

hidrofilik melalui proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk larut air yang

diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Maka perlu berhati-hati dalam pemberian obat dan

dosisnya serta adakah pasien mempunyai polimorfisme genetic.