7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 1/28
1
MUAL, URIN KUNING GELAP, HEPATOMEGALI DAN SKLERA
IKTERIK SETELAH PENGOBATAN ANTI-TBC
Pendahuluan
Seorang pasien berbangsa cina mengalami mual, urin kuning gelap, hepatomgali dan sklera
ikterik setelah mengkomsumsi tiga macam antituberkulosia. Dosis yang dibutuhkan sudah
disesuaikan dengan berat badan penderita. Hal ini terjadi mungkin karena terdapat gangguan
pada metabolisme obat ataupun gangguan pada gen individu itu sendiri. Namun pemeriksaan
lanjut harus dilakukan untuk memastikan diagnosis yang telah diambil.
Terdapat hubungan antara respon obat dengan heterogenisitas genom manusia agar dapat
digunakan dalam mengidentifikasi target kerja obat secara molekuler sehingga dapat
meningkatkan penemuan dan pengembangan obat serta terapi berdasarkan pendekatan genetik.
Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang menyebabkan perbedaan aktivitas
dan kapasitas suatu enzim dalam menjalankan fungsinya. Adanya perbedaan ekspresi genetik
antara tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap nasib obat dalam
tubuh. Hal ini dapat kita tinjau terutama dari aspek metabolisme tubuh. Proses metabolismeterjadi oleh adanya bantuan enzim. Enzim merupakan suatu protein yang keberadaanya
merupakan hasil dari ekspresi genetik (sintesis protein). Kapasitas enzim yang dihasilkan tiap
individu berbeda-beda. Hal inilah yang salah satunya yang memacu terhadap perbedaan respon
yang tubuh terhadap pemakaian obat yang sama.1
Polimorfisme genetik ditemukan pada enzim CYP2D6, CYP2C9, CYP2C19, dan NAT2.
Populasi terbagi dalam 2 atau lebeih subpopulasi dengan aktivitas enzim yang berbeda. Dalam
hal CYP, genotip populasi terbagi menjadi extensive metabolize (EM), dan poor metabolize(PM), sedangkan untuk NAT2, rapid acetylators (RA) dan slow acetylators (SA).
2
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 2/28
2
Epidemiologi
O bat-obatan merupakan penyebab utama luka hati. Lebih dari 900 obat-obatan, racun, dan
tumbuhan telah dilaporkan dapat menyebabkan luka hati, dan obat-obatan account untuk 20-40%
dari semua kasus kegagalan hati fulminan. Sekitar 75% dari hasil reaksi obat istimewa dalam
transplantasi hati atau kematian. O bat-diinduksi luka hati adalah alasan yang paling umum
dikutip untuk penarikan obat disetujui. Dokter harus waspada dalam mengidentifikasi luka hati
yang berhubungan dengan narkoba karena deteksi dini dapat mengurangi keparahan
hepatotoksisitas jika obat dihentikan. Manifestasi obat-hepatotoksisitas yang diinduksi sangat
bervariasi, mulai dari ketinggian asimtomatik enzim hati kegagalan hati fulminan. Pengetahuan
tentang agen umum terlibat dan indeks kecurigaan yang tinggi sangat penting dalam diagnosis.6
Mortalitas / morbiditas
Di Amerika Serikat, sekitar 2000 kasus gagal hati akut terjadi setiap tahun dan gagal hati dari
sebab obat-obatan lebih dari 50% , (39% disebabkan oleh acetaminophen, 13% adalah reaksi
istimewa karena obat lain). 2-5% kasus pasien rawat inap disertai dengan penyakit kuning dan
sekitar 10% dari semua kasus menghidap hepatitis akut.
Secara internasional, data kejadian buruk reaksi obat pada hati pada populasi umum masih belum
diketahui
Pemeriksaan
Anamnesis3
y Riwayat Penyakit Sekarang :
1.Menanyakan apakah kulit kuning secara spontan 2.Menanyakan apakah pasien mengalami hematemesis-melena
3.Menanyakan adakah sakit perut di kuadran kanan atas
4.Adakah bengkak oedem di kaki,perut membuncit (asites), berat badan tutun, gatal-gatal.
5.Adakah fatique, myalgia, malaise, sakit kepala, anoreksia, nausea
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 3/28
3
y Riwayat Penyakit Terdahulu :
1. Adakah riwayat mata kuning sebelumnya ?
2. Adakah riwayat pernah sakit kuning ( hepatitis ) sebelumnya atau kontak dengan penderitasakit kuning ?
; Untuk menentukan ikterus karena suatu infeksi (ex : hepatitis) atau apakah karena
penyakit hati kronis non infeksi (ex : SH)
3. Adakah riwayat transfusi darah, mendapat suntikan, cabut gigi, di tatto dalam kurang
lebih 6 bulan terakhir ?
; Juga untuk menentukan ikterus karena suatu infeksi dan penularannya (HBV, HCV, HDV
penularannya melalui darah ; HAV dan HEV penularannya dari fekal-oral / enterik)
4. Adakah riwayat batu empedu atau pernah mengalami operasi kolesistektomi ?
; Kemungkinan ikterus disebabkan karena gangguan eksresi bilirubin karena kedua hal
tersebut.
5. Adakah riwayat seringnya mengkonsumsi obat-obatan medis, NAZA, atau obat alternatif
seperti jamu-jamuan yang dipikirkan hepatotoksik ?
; Kemungkinan ikterus berasal dari hepatitis drugs induced
6. Adakah riwayat sering mengkonsumsi alkohol ?
Kemungkinan ikterus disebabkan oleh SH atau hepatitis alkoholik, atau dapat juga karena
fatty liver alkoholik .
7. Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB ?
8. Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV) ?
9. Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen torax dengan hasil abnormal?
10. Adakah riwayat vaksinasi BCG/Mantoux ?
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 4/28
4
11. Adakah riwayat diagnosis TB ?
y Riwayat Penggunaan O bat :
- Pernahkah pasien menjalani therapi TB ? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama
terapi nya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi dan apakah dilakukan
pengawasan terapi ?
y Riwayat Keluarga dan Sosial :
- Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial?
- Tanyakan konsumsi alkohol, penggunaan obat intravena dan riwayat berpergian ke luar
negeri.
- Penting ditanyakan khususnya pada pasien dengan ikterus yang tidak dapat ditemukan
penyebabnya ; yang mungkin disebabkan karena defisiensi enzim, gangguan aktivasi
enzim, atau idiopatik. Keadaan ini sering ditemukan pada anak bayi dengan ikterus yang
patologis (ex : sind. Gilbert, sind. Crigler-najjar, anemia hemolitik) dan wanita hamil atau
sedang minum pil KB yang sebelumnya tidak pernah mengalami ikterus (sind. Dubin-
Johnson).
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding
abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah: 4
Keadaan kulit : warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada
orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan
(penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae
(gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior
& kolateral pada hipertensi portal).4
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 5/28
5
Besar dan bentuk abdomen : rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).4
Simetrisitas : perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista
ovarii, hidronefrosis).4
Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:4
y Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
y Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan untuk
menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
y Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
y Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk
menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah
muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu
adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah
spasme sejati.
y Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri
berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan
dinding abdomen.
y Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan
warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.
y Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas.
Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila
perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 6/28
6
dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di
bawah prosesus xiphoideus
y Nilai Murphy sign
Massa hati dgn tepi tajam, permukaan licin dan rata, konsistensi keras, NT (+) :
H epatitis
Massa hati dgn tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol dan rata, konsistensi keras,
NT (+) : H epatoma
Massa hati dengan tepi tumpul, permukaan licin dan berbenjol, fluktuasi (+),
konsistensi lunak, NT (+) : Ab ses H epar
Perkusi4
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,
menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi
cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas
dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga
yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).4
y Orientasi abdomen secara umum. Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding
abdomen secara sistematis untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup(dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
y Cairan bebas dalam rongga abdomen. Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen
(asites) akan menimbulkan suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian
samping atau suara dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka
bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah.
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 7/28
7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tes fungsi hati
9,10
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kelainan hati, menentukan diagnosis,
mengetahui berat ringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan penilaian hasil
pengobatan. Pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase, alkali fosfatase, gamma GT,
dan albumin sering disebut sebagai tesfungsi hati. Pada banyak kasus tes-tes ini dapat
mendeteksi kelainan hati dan empedu asimptomatik sebelum munculnya manifestasi klinis. Tes-
tes ini dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok utama yaitu :9
a. Peningkatan enzim aminotransferase, SGPT dan SGOT, biasanya mengarah pada
perlukaan hepatoseluler atau inflamasi.
b. Keadaan patologis yang mempengaruhi system empedu intra dan ekstrahepatis dapat
menyebabkan peningkatan fosfatase alkali dan gamma GT.
c. Kelompok ketiga merupakan kelompok yang mewakili fungsi sintesis hati, seperti
produksi albumin, urea dan factor pembekuan.
Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien termasuk serum bilirubin direk dan
indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap. Hiperbilirubinemia
(indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya
ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau
obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi
mendominasi.9
Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi
maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung
empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin
serum (4 ± 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi
bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial.9
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 8/28
8
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah kelainan yang timbul disebabkan oleh
gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin
direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan
saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal
bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal
sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya
bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel
hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis
menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat
mencapai usus).9
Petanda. Interpretasi.Bilirubin. Tidak spesifik untuk penyakit hati, meningkat juga pada hemolisis dan
obstruksi bilier. Jika berdiri sendiri, pertimbangkan hiperbilirubinemia
herediter.
SGOT/AST.
SGPT/ALT.
Meningkat sesuai inflamasi atau nekrosis hepatosit. Rasio AST:ALT > 2
cenderung ke penyakit hepatitis alkoholik.
Fosfatase
alkali.
Gamma GT.
Biasanya meningkat bersamaan kolestasis, obstruksi bilier atau infiltrasi
hepatic. Fosfatase alkali juga diproduksi oleh tulang, usus dan plasenta.
Albumin. Menunjukkan fungsi sintesis hati. Konsentrasi dapat menurun pada
malabsorpsi, protein-losing enteropathy, penyakit kritis, luka bakar dan
sindroma nefrotik.
LDH. Sensitifitas dan spesifisitasnya rendah pada penyakit hati. Mungkin meningkat
pada hepatitis iskemik, kerusakan tulang dan hemolisis.
Tabel 1. Tes fungsi biokimia hati.
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 9/28
9
Pemeriksaan radiologi10
Studi Imaging digunakan untuk mengecualikan penyebab patologi hati, setelah diagnosis
dapat dibuat.10
y Ultrasonografi: Ultrasonografi murah dibandingkan dengan CT scan dan MRI dan
dilakukan hanya dalam beberapa menit. Ultrasonografi efektif untuk mengevaluasi
kandung empedu, saluran empedu, dan tumor hati.
y CT scan: CT scan dapat membantu mendeteksi lesi hati fokus 1 cm atau lebih besar dan
beberapa kondisi menyebar. Hal ini juga dapat digunakan untuk memvisualisasikan
struktur berdekatan di perut.
y MRI: MRI menyediakan resolusi kontras yang sangat baik. Hal ini dapat digunakan
untuk mendeteksi kista, hemangioma, dan tumor primer dan sekunder. Vena portal, urat
hati, dan saluran empedu dapat dilihat tanpa suntikan kontras.
Pemeriksaan Tambahan10
y Biopsi hati: evaluasi histopatologi tetap menjadi alat yang penting dalam diagnosis.
Biopsi hati tidak penting dalam setiap kasus, tetapi pola morfologi konsisten dengan pola
diharapkan memberikan bukti yang mendukung
Pemeriksaan Genetik
PCR-RAPD merupakan salah satu teknik molekuler berupa penggunaan penanda tertentu
untuk mempelajari keanekaragaman genetika. Dasar analisis RAPD adalah menggunakan mesin
PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secara in vitro. Teknik ini melibatkan
penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer boleh jadi
berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda. Penggunaan teknik
RAPD memang memungkinkan untuk mendeteksi polimorfisme fragmen DNA yang diseleksi
dengan menggunakan satu primer arbitrasi, terutama karena amplifikasi DNA secara in vitro
dapat dilakukan dengan baik dan cepat dengan adanya PCR. Penggunaan penanda RAPD relatif
sederhana dan mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 10/28
10
dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah
karakter yang relative tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis
keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Pada tanaman
tahunan RAPD dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi seleksi awal. Teknik RAPD sering
digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi (eucaryote). Namun demikian beberapa
peneliti menggunakan teknik ini untuk membedakan organisme tingkat rendah ( procaryote) atau
melihat perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti mitokondria.14
PCR-RFLP. Teknik ini mirip dengan RAPD pada prinsip penggunaan primer. Untuk
melihat polimorfisme dalam genom organisme digunakan juga suatu enzim pemotong tertentu
(restriction enzymes). Karena sifatnya yang spesifik, maka enzim ini akan memotong situs
tertentu yang dikenali oleh enzim ini. Situs enzim pemotong dari genom suatu kelompok
organisme yang kemudian berubah karena mutasi atau berpindah karena genetic rearrangement
dapat menyebabkan situs tersebut tidak lagi dikenali oleh enzim, atau enzim restriksi akan
memotong daerah lain yang berbeda. Proses ini menyebabkan terbentuknya fragmen-fragmen
DNA yang berbeda ukurannya dari satu organisme ke organisme lainnya. Polimorfisme ini
selanjutnya digunakan untuk membuat pohon filogeni/dendogram kekerabatan kelompok.
Teknik RFLP sering digunakan untuk mengetahui perbedaan jenis bakteri misalnya berdasarkan
gen ribosomal DNA (contoh 16S-rRNA). Oleh karenanya teknik ini seringkali pula disebut
ARDRA (amplified ribosomal DN A restriction analysis).14
Penggunaan teknik PCR-RFLP telah pula mampu secara mengesankan mengungkap
keanekaragaman genetik mikroba yang tidak dapat dikulturkan di laboratorium. Dengan
menggunakan teknik isolasi DNA dari lingkungan yang kemudian dilanjutkan dengan
amplifikasi dengan menggunakan primer spesifik untuk 16S-rRNA telah dapat diungkap adanya
jenis-jenis mikroba baru. Dengan menggunakan primer tertentu, teknik ini juga dapat digunakan
untuk gen-gen lain yang ada dalam contoh lingkungan.14
Pemilihan DNA ribosom untuk tujuan identifikasi suatu organisme didasarkan pada:
y Secara fungsional dan evolusioner memiliki sifat homolog dari berbagai
orgenisme yang berbeda
y Molekul purba dengan struktur dan sekuen nukelotida sangat konservatif
y Sangat banyak di dalam sel
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 11/28
11
y Cukup besar untuk memungkinkan uji statistik perbedaan-perbedaannya satu
sama lain
y Kelihatannya tidak ada artifak perpindahan lateral antar organisme
PCR- ANALISIS SEKUEN merupakan suatu teknik yang dianggap paling baik untuk
melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok organisme. Teknik ini berkembang setelah
orang menciptakan mesin DN A sequencer . Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau
sekuen DNA dari fragmen tertentu dari suatu genom organisme. Untuk melihat keanekaragaman
jenis dapat dilakukan melalui analisis sekuen gen 16S-rRNA bagi organisme prokaryota atau
18S-rRNA bagi organism eukaryota. Perbandingan sekuen rRNA merupakan alat yang baik
untuk mendeduksi hubungan filogeni dan evolusi di antara organisme bacteria, archaebacteria,
dan eukaryot (Weisburg et al ., 1991). Gen-gen penghasil enzim tertentu misalnya dapat juga
dibandingkan berdasarkan sekuen mereka. Saat ini basis data (data-base) untuk banyak gen
16SrRNA dan 18S-rRNA tersedia dan disimpan misalnya dalam Gene-Bank, dan dapat diakses
misalnya melalui http:/// www.ebi.ac.uk . Demikian juga untuk banyak gen penghasil enzim
penting dan beberapa sekuen lainnya.14
Diagnosis Kerja
Hepatitis Induksi O bat ec Metabolisme asetilasi INH ec Polimorfisme Genetik
Drug Induced Hepatotoxic ec INH Acetylation ec Polymorphism Genetic.
O bat antituberkulosis yang menginduksi terjadinya hepatotoksik dikaitkan dengan isoniazid
(INH) adalah salah satu yang paling lazim menyebabkan cedera hati. INH dimetabolisme oleh
hepatic-asetiltransferase N (NAT) dan sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) untuk membentuk
hepatotoxins. Mengenai NAT2, acetylators lambat memiliki insiden yang lebih tinggi
hepatotoksisitas dari acetylators cepat dan ada risiko 3,8 kali lipat dari hepatotoksisitas untuk
acetylators lambat dibandingkan dengan acetylators cepat. Sebagai kesimpulan, acetylator status
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 12/28
12
lambat NAT2 merupakan faktor risiko kerentanan yang signifikan untuk antituberkulosis-
hepatotoksisitas yang diinduksi obat. Genotyping NAT2 mungkin merupakan alat yang berguna
untuk memprediksiO bat antituberkulosis yang menginduksi terjadinya hepatotoksik.15
International Consensus Criteria menyatakan sesuai obat dapat menyebabkan hepatotoksik
apabila:3
Waktu mulai dari minum dan berhentinya minum obat sampai awitan reaksi nyata: sugestif
(5 ± 90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel ( <5 hari atau >90 hari sejak mulai
minum obat dan <15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan <30 hari
dari penghentian obat untuk reaksi kolestasis) dengan hepatotoksisitas obat.
Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (enzim hati turun 50%
dari konsentrasi diatas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (enzim hati turun 50%
dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi
obat.
Alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk
biopsi hati.
Adanya respon positif pada paparan ulang obat yang sama paling tidak kenaikan 2 x lipat
enzim hati.
Diagnosis Drug Related jika 3 kriteria pertama atau 2 dari 3 kriteria pertama dengan paparan ulang
obat positif.
Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh. Tujuan pengobatan TBC ialah
memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan
dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun
biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.8
O bat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
y Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 13/28
13
y Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.
Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu
INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu
atau lebih obat TBC primer ini.8
Isoniazid8
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro
bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri).
Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis.
Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid ) yang merupakan
unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan
menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh
dalam waktu 1±2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada
manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna
mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada
efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari.
Efek samping8
Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis
perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis,
kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6,
penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip
Systemic Lupus Erythematosus.
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 14/28
14
Resistensi8
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan
beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi
resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum
obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6±9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak
patuh minum obatselama menjalani terapi.
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek
sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin
penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).
Diagnosis Banding
Kolesistitis
Merupakan inflamasi kantung empedu. Biasanya adalah kesan daripada batu empedu yang
menghalang saluran empedu.
y Kesan daripada batu yang menghalang aliran cairan empedu
y Pasien mngalami nyeri abdomen (kolik) yang dapat bertahan sehingga lebih 6 jam,
dengan demam, dan nausea.
y Dengan peneriksaan radiologi, ultrasonnografi biasa digunakan
y Kantung empedu juga bisa diangkat dengan laparoskopi
Kolesistitis akut : muncul mendadak, mengakibatkan nyeri abdomen atas yang menetap dan
berat. Reaksi inflamasi bermula sebelum infeksi dan menyebabkan kantung empedu dipenuhi
cairan dan dindingnya menebal
Acalculous Cholecystitis : Jenis cholecystitis yang tidak mempunyai batu empedu. Muncul
selepas :
y O perasi mayor
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 15/28
15
y Trauma serius, Luka bakar berat, dan sepsis
y Pemberian nutrisi parenteral yg lama
y Defisiensi sistem imun
Kolesistitis kronik : merupakan inflamasi kantung empedu yang terlalu lama. Serangannya
berulang (kolik). Kantung empedu dirusak dan dinding menjadi tebal.
Hepatitis Viral Akut
Penyebab hepatitis akut utama adalah disebabkan infeksi virus.terdapat lima virus yaitu
hepatitis A, B, C, D, dan E. Virus hepatitis A dan E tidak menyebabkan hepatitis kronis. Secara
umum antara gejala klinis hepatitis yang disebabkan virus terdapat fasa-fasanya. Masa inkubasi
adalah masa untuk virus multiplikasi dan menyebar tanpa simptom. Kemudian fasa prodormal
yang menunujukkan gejala tidak spesifik seperti demam, anoreksia, malaise, mual dan muntah
serta nyeri abdomen di quadran kanan atas. Urtikaria dan atralgia biasanya pada infeksi HBV.
Selanjutnya adalah fasa ikterik, gejala sudah hilang tetapi muncul jaundice. Pada fasa ini juga
terdapat pembesaran hati. Selepas fasa ikterik adalah fasa pemulihan.
Hepatitis kerana alkohol
Merupakan satu kelainan disebabkan proses inflamasi lama yang berkaitan dengan
pengambilan alkohol berlebihan dalam tempoh yang lama.
Pasien dengan penyakit ini mengalami onset subakut seperti demam, hepatomegali,
leukositosis, koagulopati jaundice, dan hipertensi portal. Pada mikroskopik, dapat terlihat
karakteristik nekrosis sentrilobular hepatosit seperti belon, infiltrat neutrofil, megamitokondria,
dan inklusi badan hyalin. Sering juga terdapat steatosis dan sirosis hati bersama alcoholic
hepatitis.
Mekanisme terjadinya hepatitis kerana alkohol antaranya :
y Kelainan genetik ± genetik wanita membuktikan lebih rentan untuk terkena hepatitis
dengan pengambilan alkohol
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 16/28
16
y Malnutrisi ± Pengambilan alkohol ditambah dengan malnutrisi energi protein
menyebabkan hepatitis
Etiologi
Beberapa jenis obat dapat bersifat hepatotoksik. Tabel berikut menjelaskan reaksi
idiosinkratic obat dan sel-sel yang dipengaruhi reaksi tersebut.
Jenis reaksi. Pengaruh pada sel. Contoh obat.
Hepatoseluler. Disfungsi sel dan membrane, respon sel sototoksik
sel T.
Isoniazid, trazodon,
diklofenak, lovastatin.
Kolestasis. Jejas membrane kanalilkuli dan transporter. Klopromazin,
estrogen, eritromisin.
Imunoalergik. Kompleks enzim obat pada permukaan sel
menginduksi respons IgE.
Halotan, fenitoin,
sulfametoksazol.
Granulomatus. Makrofag, limfosit menginfiltrasi lobul hepatic. Diltiazem, obat sulfa,
kuinidin.
Lemak
mikrovesikular.
Respirasi mitokondria berubah, beta oksidasi
mengakibatkan asidosis laktat dan akumulasi
trigliserida.
Didanosin, tetrasiklin,
asam valproat.
Steatohepatitis. Multifaktorial. Amiodaron,
tamoksifen.
Autoimun. Respon limfosit sitotoksik langsung pada komponen
membrane hepatosit.
Nirofurantoin,
metildopa, lovastatin,
minosiklin.
Fibrosis. Aktivasi µstellate cell¶. Metotreksat, kelebihan
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 17/28
17
vitamin A.
Kolaps
vascular.
Menyebabkan iskemik atau cedera hipoksik. Asam nikotinat,
kokain.
Onkogenesis. Mendorong pertumbuhan tumor. Kontrasepsi oral,
androgen.
Campuran. Jejas sitoplasmik dan kanlikuli, langsung merusak
saluran-saluran empedu.
Amoksisilin-
klavulanat,
karbamazepin, herbal,
siklosporin,
metimazol,
troglitazon.
Berikut merupakan beberapa factor terjadinya drug induced hepatotoxicity:6
y Ras : Beberapa obat tampaknya memiliki toksisitas yang berbeda berdasarkan
ras. Misalnya, orang kulit hitam dan Hispanik mungkin lebih rentan terhadap isoniazid
(INH) toksisitas. Tingkat metabolisme berada di bawah kendali P-450 enzim dan dapat
bervariasi dari individu ke individu.
y Umur : Reaksi obat pada hati jarang terjadi pada anak-anak. Orang-orang tua akan
meningkatkan risiko hepatotoksik karena clearance menurun, interaksi antara obat,
mengurangi aliran darah hati, dan menurunnya volume hati. Selain itu, pola makan yang
buruk, infeksi, dan rawat inap beberapa alasan penting untuk drug induce hepatotoxic.
y Jenis Kelamin : Meskipun alasan tidak diketahui, reaksi obat hati lebih sering terjadi
pada wanita.
y Konsumsi alcohol : Rentan terhadap keracunan obat karena alkohol menyebabkan luka
hati dan perubahan sirosis yang mengubah metabolisme obat. Alkohol menyebabkan
deplesi glutation (hepatoprotektif) yang membuat orang lebih rentan terhadap toksisitas
dengan obat.
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 18/28
18
y Penyakit hati : Secara umum, pasien dengan penyakit hati kronis yang tidak seragam
mengalami peningkatan risiko cedera hati. Meskipun total sitokrom P-450 berkurang,
beberapa orang mungkin akan terpengaruh lebih dari yang lain. Modifikasi dosis pada
orang dengan penyakit hati harus didasarkan pada pengetahuan enzim spesifik yang
terlibat dalam metabolisme. Pasien dengan infeksi HIV yang koinfeksi dengan virus
hepatitis B atau C akan meningkatkan risiko untuk efek hepatotoksik apabila diobati
dengan terapi antiretroviral. Demikian pula, pasien dengan sirosis beresiko peningkatan
dekompensasi dengan obat beracun.
y Faktor genetik : Sebuah gen yang unik setiap mengkodekan P-450 protein. perbedaan
genetik di P-450 enzim dapat menyebabkan reaksi yang abnormal terhadap obat,
termasuk reaksi istimewa. Hal ini dapat diidentifikasi dengan amplifikasi polymerase
chain reaction gen mutan. Hal ini mengakibatkan kemungkinan deteksi masa depan
orang-orang yang dapat memiliki reaksi abnormal terhadap suatu obat.
y Sifat asetilator : Sifat asetilator cepat ditentukan oleh gen dominan, sedangkan asetilator
lambat oleh gen resesif, sehingga genotype untuk seorang asetilator cepat adalah RR
homozigot atau heterozigot Rr, sedangkan asetilator lambat adalah rr. Makna klinik dari
status asetilator tergantung pada obat yang dipakai yang mengalami asetilasi polimorfik
tadi. Untuk pengobatan dengan INH, asetilator lambat lebih mudah menderita efek
samping INH berupa neuropati perifer karena defisiensi vitamin B6. INH akan
menghambat pemakaian vitamin B6 jaringan dan akan memperbesar ekskresi B6. O bat-
obat lain yang mengalami metabolisme asetilasi secara polimorfik meliputi dapson,
sulfadimidin, hidralazin, prokainamid, klonazepam, dan lain-lain.7
y Komorbiditas lain : Penderita AIDS, orang-orang yang kekurangan gizi, dan orang-
orang yang berpuasa akan rentan terhadap reaksi obat karena toko glutation rendah.
y Formulasi obat : obat long-acting dapat menyebabkan cedera lebih dibandingkan obat
short-acting.
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 19/28
19
Patogenesis
Terdapat berbagai macam reaksi toksik yang berlaku di hati antaranya adalah16 :
y Reaksi langsung
y Reaksi idiosyncratic
y Reaksi toksik alergi
y Reaksi cholestatic
y Reaksi granulomatous
y Kronik hepatitis
y Alcoholic hepatitis like reaction
y Fibrosis atau sirosis
y Penyakit vena oklusi
y Iskemik
Isoniazid atau pon INH termasuk dalam golongan reaksi idiosyncratic. O bat-obat yang
menyebabkan idiosyncratic toxicity menyebabkan penyakit hanya pada sedikit dari pasein-pasien
yang telah mewariskan gen-gen spesifik yang mengontrol perubahan bentuk kimia dari obat
spesifik itu, menyebabkan akumulasi obat atau produk-produk dari perubahan mereka
(metabolites) yang berbahaya pada hati. Idiosyncratic toxicities yang diwariskan ini biasanya
jarang, dan tergantung pada obat, secara khas terjadi pada kurang dari 1 sampai 10 per 100,000
pasien-pasien yang meminum obat itu; bagaimanapun, dengan beberapa obat-obat kejadian
keracunan adalah jauh lebih tinggi. Meskipun risiko mengembangkan penyakit hati idiosyncratic
yang diinduksi obat adalah rendah, penyakit hati idiosyncratic adalah bentuk yang paling umum
dari penyakit hati yang diinduksi obat karena puluhan juta dari pasien-pasien menggunakan obat-
obat, dan banyak dari mereka menggunakan beberapa obat-obat.16
Keracunan obat idiosyncratic sulit untuk dideteksi pada percobaan-percobaan klinik awal
yang biasanya melibatkan, paling banyak, hanya beberapa ribu pasien-pasien. Idiosyncratic
toxicity akan timbul hanya setelah jutaan pasien-pasien mulai menerima obat setelah obat
disetujui oleh FDA.16
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 20/28
20
Studi terhadap kecepatan asetilasi isoniazid (N-asetilasi) menunjukkan bahwa ada perbedaan
kemampuan asetilasi dari masing-masing individu yang berdasarkan faktor genetiknya, memiliki
2 tipe, yaitu tipe asetilator cepat dan asetilator lambat. Reaksi asetilasi itu sendiri merupakan
reaksi pada jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amina primer, seperti amina
aromatik primer dan amina alifatik skunder. Sedangkan fungsi dari reaksi asetilasi itu sendiri
adalah untuk proses detoksifikasi, serta mengubah obat/senyawa induk, menjadi senyawa
metabolitnya yang bersifat tidak aktif, lebih bersifat polar, agar selanjutnya mudah untuk
dieksresikan. Aktivitas dari obat INH sebagai antituberkolosis ini, sangat tergantung pada tingkat
kecepatan reaksi asetilasinya.16
Pada isoniazid, terdapat perbedaan respon dari beberapa individu berupa perbedaan dalam
kecepatan proses asetilasinya terhadap obat tersebut (Weber, 1997). Profil asetilasi terhadapisoniazid yang merupakan obat anti tuberkulosis ini digolongkan dalam asetilator cepat dan
lambat. Individu yang tergolong dalam asetilator lambat ternyata aktivitas enzim N-
asetilastransferase-nya sangat lambat. Perbedaan tersebut ternyata disebabkan oleh adanya
variasi genetik dari gen yang menyandi ekspresi dari enzim N-asetilastransferase. Bagi individu
yang mempunyai kelainan yang disebabkan oleh autosomal recessive allele, berupa variasi
polimorfik maka aktivitas enzim N-asetilastransferase menjadi lambat. Aktivitas enzim N-
asetilastransferase ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau ras. Bagi orang barat (Amerika
dan Eropa) 50% dari penduduknya ternyata tergolong asetilator lambat, sedangkan untuk orang
Jepang dan Eskimo sebagian besar tergolong asetilator cepat.16
Untuk individu yang memiliki tipe asetilator cepat, memiliki enzim N-asetilastransferase
yang jauh lebih besar daripada individu yang memiliki tipe asetilator lambat. Dengan demikian,
maka kemampuan untuk isoniazid dapat dieksresikan dalam bentuk asetilisoniazid yang bersifat
tidak aktif sangat cepat. Sehingga obat akan memiliki masa kerja (t ½) yang pendek, yaitu 45-80
menit. Dengan demikian, maka individu tipe asetilator cepat, memerlukan dosis pengobatan yang
lebih besar.16
Hal ini akan berdampak kurang menguntungkan, karena untuk pengobatan tuberkolosis,
pengobatan dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dengan demikian, untuk
individu tipe asetilator cepat ini, pemberian INH harus dilakukan berulangkali karena
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 21/28
21
metabolisme INH-pun sangat cepat, sehingga INH cepat dapat menimbulkan efek setelah
diminum, namun cepat hilang pula efeknya (t ½ yang pendek). Hal ini harus diperhatikan, karena
jika obat harus diberikan secara berulangkali, dengan frekuensi pemberian yang lebih banyak
daripada individu tipe asetilator lambat, maka kemungkinan terjadi resistensi akan cukup tinggi.
Sehingga dalam pengobatannya, pemberian dosis perlu diperhatikan untuk individu yang
memiliki tipe asetilator cepat agar tidak terjadi resistensi.16
Jika isoniazid diberikan pada individu bertipe asetilator lambat, maka enzim N-
asetiltransferase yang dimiliki tidak sebanyak enzim N-asetilastransferase yang dihasilkan oleh
individu yang memiliki tipe asetilator cepat. Dengan demikian, maka kemampuan untuk
isoniazid dapat dieksresikan dalam bentuk asetil-isoniazid yang bersifat tidak aktif berlangsung
lambat. Sehingga INH akan memiliki masa kerja (t ½) yang panjang yaitu 140-200 menit.Dengan demikian, maka individu tipe asetilator lambat, memerlukan dosis pengobatan yang
rendah, agar tidak menimbulkan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan oleh INH. Untuk
individu tipe asetilator lambat ini, pemberian INH tidak harus dilakukan berulangkali/frekuensi
yang tinggi, hal ini karena metabolisme INH berlangsung lambat, sehingga INH dapat
menimbulkan efek yang konstan dengan durasi yang lama setelah diminum.16
Namun hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa karena obat dimetabolisme dalam
bentuk asetilisoniazid yang bersifat tidak aktif dengan kecepatan yang lambat, maka
kemungkinan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan oleh INH lebih tinggi. Selain itu,
menurut studi yang telah dilakukan, individu bertipe aetilator lambat ini, memiliki kemungkinan
untuk menimbulkan efek samping, yaitu neuritis perifer yang lebih tinggi daripada individu
bertipe asetilator cepat.16
Cara utama untuk metabolisme INH pada manusia adalah melalui asetilasi oleh N-
asetiltransferase (NAT-2) dalam hati, reaksi yang menghasilkan acetylisoniazid. Acetylisoniazid
dapat mengalami hidrolisis untuk membentuk acetylhydrazine metabolit beracun (dan asam
isonikotinat tidak beracun). Polimorfisme dari NAT-2 diidentifikasi pada manusia menentukan
apakah seseorang memiliki "cepat" atau "lambat-acetylator" fenotipe. Mereka dengan shunt
fenotip lambat beberapa INH untuk jalur metabolik sekunder melalui oksidasi sitokrom P-450
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 22/28
22
enzim, menghasilkan hidrazin serta asam isonikotinat beracun. Ternyata kedua acetylhydrazine
dan hidrazin, yang dihasilkan oleh acetylators cepat dan lambat, masing-masing, mampu
berpartisipasi dalam reaksi yang menghasilkan stres oksidatif (misalnya, radikal bebas). Hidrazin
dapat menyebabkan sitokrom P-450 enzim (khususnya CYP2E1), peningkatan produksi
metabolit beracun tambahan. Dengan demikian, hepatotoksisitas mungkin terjadi pada kedua
acetylators cepat dan lambat.17
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 23/28
23
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis hepatotoksisitas karena obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit
hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Riwayat pemakaian obat-obatan atau substansi
hepatotoksik lain harus dapat diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan
ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut berat terutama bila pasien masih meminum obat
tesebut setelah awitan hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi
aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan
kenaikan konsentrasi alkali fosfatase dan bilirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi
obat idiosikratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatik dengan derajat nekrosis
dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari
atau minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan pemakaiannya.
Berikut merupakan reaksi obat dan sel yang mempengaruhinya :
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 24/28
24
Penatalaksanaan
Penatalaksaan awal drug induced hepatotoksik adalah untuk meminimalkan cedera.
Pemantauan tingkat enzim hati sesuai dan perlu dengan sejumlah agen, khususnya dengan
mereka yang menyebabkan cedera terbuka. Untuk obat yang menghasilkan luka hati tak terduga,
pemantauan biokimia kurang berguna. Nilai SGPT lebih spesifik daripada nilai AST. ALT nilai-
nilai yang berada dalam kisaran referensi pada awal dan meningkat 2 - 3 kali lipat harus
mengarah pada peningkatan kewaspadaan dalam hal pemantauan yang lebih sering. ALT nilai 4-
5 kali lebih tinggi daripada kisaran referensi harus mengarah untuk meminta penghentian obat.6
Tidak ada pengobatan khusus diindikasikan untuk penyakit hati yang disebabkan oleh obat.
Pengobatan sebagian besar supportif dan berdasarkan simtomatologi. Langkah pertama adalah
untuk menghentikan obat yang dicurigai.6
Bila klinis positif (ikterik, mual, muntah) : OAT STOP!5
Bila klinis negative namun, Laboratorium terdapat kelainan5:
Bilirubin > 2 : OAT STOP
SGOT, SGPT 5X : OAT STOP
SGOT, SGPT 3X dan gejala positif : OAT STOP
SGOT, SGPT 3X dan gejala negatif : pengobatan diteruskan tetapi dengan
observasi ketat.
Rujukan ke pusat transplantasi hati / perawatan bedah
Tidak ada obat penawar khusus tersedia untuk sebagian besar agen hepatotoksik.
Transplantasi hati Darurat telah meningkatkan utilitas dalam perawatan penyakit hati diinduksi
obat. Menimbang transplantasi hati awal adalah penting. Model untuk µSkor Penyakit hati tahap
akhir¶ dapat digunakan untuk mengevaluasi ketahanan hidup jangka pendek orang dewasa
dengan penyakit hati stadium akhir. Hal ini dapat membantu stratifikasi kandidat untuk
transplantasi hati. Parameter yang digunakan adalah serum kreatinin, bilirubin total, rasio
normalisasi internasional, dan penyebab sirosis tersebut. Kriteria lain yang biasa digunakan
untuk transplantasi hati adalah Kings College kriteria.6
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 25/28
25
y Kings College kriteria untuk transplantasi hati pada kasus obat-gagal hati diinduksi
selain dari obat acetaminophen adalah sebagai berikut:6
PT lebih besar dari 100 detik (terlepas dari kelas ensefalopati) atau
Setiap 3 kriteria berikut:
Usia yang lebih muda dari 10 tahun atau lebih tua dari 40 tahun
Etiologi non-A/non-B hepatitis, hepatitis halotan, atau reaksi obat
istimewa
Durasi penyakit kuning lebih dari 7 hari sebelum timbulnya ensefalopati
PT lebih besar dari 50 detik
Tingkat bilirubin serum lebih besar dari 17 mg /dL
Komplikasi
Antara komplikasi yang dapat timbul akibat hepatotoksik adalah seperti berikut :
1. Sirosis hati
Sirosis adalah penyakit hati yang kronik ditandai dengan kerusakan sel hepatosit. Akibatnya
adalah hati tidak dapat menjalankan fungsi-fungsinya dan menyebabkan gagal hati. Sel hepatosit
dapat dirusak akibat trauma, hepatitis, obstruksi dari traktus empedu, dan juga kerana alkohol.
19
y Hati berespon pada kerusakan sel hepatositnya dengan membentuk jaringan parut yang
mengelilingi sel hati yang beregenerasi (nodul).
y Pada mulanya, proses inflamasi akan menyebabkan hepatomegali. Apabila berlanjut dan
bertambahnya jumlah jaringan parut pada sel hepatosit, hati akan mengecil.
y Jaringan parut yang terbentuk akan menekan pembuluh darah yang mengsuplai hati dan
sel akan mati.
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 26/28
26
Sirosis hati juga akan menyebabkan beberapa fungsi hati tidak berjalan dengan baik dan
menyebabkan keadaan antaranya :19
y Hipertensi portal : Jaringan nodul menekan vena pada hati menyebabkan tekanannya
menjadi tinggi. Hipertensi portal dapat menyebabkan perdarahan pada saluran intestin
dan akumulasi cairan pada tubuh.
y Ensefalopati hepatik : Toksin dari darah menyebar ke otak disebabkan sel hati yang rusak
tidak dapat memetabolismenya untuk dieksresi. Contohnya urea. Gangguan ini dapat
menyebabkan konfusi, dan mengantuk.
y Perdarahan gastrointestinal : Terjadi varises disebabkan hipertensi portal. Ditandai
dengan hematemesis.
y Infeksi dan retensi cairan (asites).
2. Kanker hati
Sel-sel pada hati akan memperbanyak diri untuk menggantikan sel-sel yang rusak karena
luka atau karena sudah tua. Seperti proses pembentukan sel lain di dalam tubuh, proses ini
juga dikontrol oleh gen-gen tertentu dalam sel. Kanker hati berasal dari satu sel yang
mengalami perubahan mekanisme kontrol dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel
yang tidak terkontrol. Sel abnormal tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon.
Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel hati dan terus menerus memperbanyak diri.
Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor (Anonim, 2004). Jika berlanjutan dapat
menyebabkan kematian.18
Prognosis
Prognosis sangat bervariasi tergantung pada presentasi pasien dan tahap kerusakan hati.
Dalam sebuah penelitian prospektif yang dilakukan di Amerika Serikat dari tahun 1998-2001,
tingkat kelangsungan hidup keseluruhan pasien (termasuk mereka yang menerima transplantasi
hati) adalah 72%. Hasil gagal hati akut ditentukan oleh etiologi, derajat yang hadir ensefalopati
hati atas pengakuan, dan komplikasi seperti infeksi.6
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 27/28
27
Pencegahan
Insiden hepatitis berat dan kematian dapat dikurangi dengan:9
Hindari penggunaan profilaksis INH pada orang tua (misalnya,> 35 y), kecuali potensi
manfaat jelas melampaui risiko. Pengobatan reaktor tuberkulin ini lebih kuat ditunjukkan
pada orang imunosupresi dan pada mereka dengan riwayat paparan baru-baru ini.
Mendapatkan ALT awal sebelum memulai isoniazid bila ada dugaan penyakit hati
sebelumnya.
Mendidik pasien untuk segera melaporkan efek samping yang mungkin timbul dari
hepatotoksisitas isoniazid. Wawancara pasien secara teratur (misalnya, bulanan) untuk
efek yang merugikan atau monitor transaminase secara bulanan.
Berhenti isoniazid langsung untuk setiap elevasi transaminase lebih besar dari 3 kali lipatdi atas normal. Lesser ketinggian akan dimintakan pemantauan lebih sering.
Bila memungkinkan, hindari pemberian simultan obat yang menginduksi sitokrom P-450
sistem (misalnya, fenobarbital, rifampisin).
Hindari penggunaan obat berpotensi simultan hepatotoksik lain (misalnya, pirazinamid,
protease inhibitor untuk HIV), kecuali apabila manfaat dari menggunakan mereka
melebihi risiko pengembangan hepatitis.
Hindari konsumsi berat etanol saat isoniazid.
Anjurkan pasien untuk menghindari mengambil lebih dari 3 g / d asetaminofen
(parasetamol) karena ambang batas untuk mengurangi kerusakan hati.
Hewan studi menunjukkan bahwa antioksidan tertentu dapat mengurangi risiko hepatitis
isoniazid. Ini termasuk silymarin, vitamin E, N-acetylcysteine, dan melatonin. Meskipun
tidak diketahui apakah hasil ini berlaku untuk manusia, mengoreksi kekurangan nutrisi
sebelum memulai isoniazid dapat dibenarkan.
Kesimpulan
Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang selalu ada pada setiap
obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolic dari semua obat dan bahan
asing yang masuk ke dalam tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun
7/11/2019 pbl blok 27
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-27 28/28
akibat yang ditimbulkan bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis
terapeutik yang dianjurkan.sebagian lagi tergantung dosis obat. Sebagian besar obat bersifat
lipofilik sehingga mudah menembus membran sel intestinal. O bat kemudian diubah lebih
hidrofilik melalui proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk larut air yang
diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Maka perlu berhati-hati dalam pemberian obat dan
dosisnya serta adakah pasien mempunyai polimorfisme genetic.