Makalah PBL Blok 27

36
Tinjauan pustaka Obesitas Tipe 2 dengan Sindrom Metabolik Gian Alodia Risamasu 102011344 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Semua manusia yang ada pasti membutuhkan energi dalam beraktivitas, energi yang dibutuhkan adalah terutama karbohidrat, protein, dan lemak serta komponen-komponen lain yang berperan serta. Bila energi yang masuk tidak seimbang dengan yang dikeluarkan dalam tubuh, maka energi tersebut terakumulasi dan akan menjadi suatu lemak yang menumpuk di tubuh, yang biasa akan menumpuk pada abdomen pada laki-laki atau panggul pada wanita. Penumpukan lemak ini disebut juga obesitas. Terdapat juga obesitas yang disertai peningkatan gula darah (resistensi insulin), tekanan darah yang tinggi, LDL yang tinggi, Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Telephone: (021) 5694-2061 (hunting), Fax: (021) 563-1731 Email: [email protected] 1

description

Obesitas tipe II dengan sindrom metabolik

Transcript of Makalah PBL Blok 27

Page 1: Makalah PBL Blok 27

Tinjauan pustaka

Obesitas Tipe 2 dengan Sindrom Metabolik

Gian Alodia Risamasu

102011344

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Semua manusia yang ada pasti membutuhkan energi dalam beraktivitas, energi yang

dibutuhkan adalah terutama karbohidrat, protein, dan lemak serta komponen-komponen lain

yang berperan serta. Bila energi yang masuk tidak seimbang dengan yang dikeluarkan dalam

tubuh, maka energi tersebut terakumulasi dan akan menjadi suatu lemak yang menumpuk di

tubuh, yang biasa akan menumpuk pada abdomen pada laki-laki atau panggul pada wanita.

Penumpukan lemak ini disebut juga obesitas.

Terdapat juga obesitas yang disertai peningkatan gula darah (resistensi insulin), tekanan

darah yang tinggi, LDL yang tinggi, HDL yang rendah dan trigliserida yang tinggi

(dislipidemia), yang disebut sebagai sindroma metabolik. Etiologi dari sindroma metabolik ini

sendiri bermacam-macam diantaranya adalah pola hidup yang tidak sehat dan juga dari genetik

dari orang tua. Sindroma metabolik atau juga disebut sindroma X ini juga bertanggung jawab

atas peningkatan kematian akibat penyakit-penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan

intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat dan intensif.

Modifikasi gaya hidup ini pun meliputi aktivitas fisik yang teratur, pola makan yang

sehat serta terjaga, dan juga terdapat obat-obatan yang dipakai pada obesitas yang berat.

Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Telephone: (021) 5694-2061 (hunting),Fax: (021) 563-1731Email: [email protected]

1

Page 2: Makalah PBL Blok 27

Anamnesis

Anamnesis sendiri merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien,

dimana riwayat pasien ini merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yakni

segala hal yang diceritakan kepada pasien. Dan pada kasus ini, tindakan anamnesis yang dapat

kita lakukan dalam kasus ini harus memperhatikan kondisi pasien secara keseluruhan terlebih

dahulu. Maksudnya, disini kita harus melihat kondisi pasien apakah sadar sepenuhnya, atau

kondisinya tidak sadarkan diri dan sebagainya. Kalau dalam kondisi yang tidak memungkinkan

untuk dilakukan anamnesis, maka langsung dilakukan tindakan, untuk kemudian proses

anamnesisnya dapat dilakukan setelahnya, atau kepada orang lain yang dekat dengan pasien. Dan

berdasarkan kasus, pasien adalah perempuan 41 tahun yang datang dengan maksud untuk

menurunkan berat badannya. Berdasarkan dari anamnesis yang perlu ditanyakan diantaranya:

- Apakah ada anggota keluarga lain yang overweight?

- Apakah ada riwayat keluarga dengan diabetes?

- Apakah pasien memiliki penyakit diabetes?

- Apakah pasien memiliki tekanan darah tinggi?

- Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat hormone tiroid?

- Apakah ada kenaikan 20 kg sejak berusia 20 tahun?

- Apakah pasien olahraga teratur?

- Apakah pasien memiliki penyakit batu pankreas?

- Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu?

- Apakah sekarang sedang stress atau banyak tekanan?

- Apakah pasien menstruasi secara teratur?

Dari pertanyaan diatas sudah bisa mengarahkan perkembangan obesitas dari pasien, apa

yang telah terjadi pada pasien, dan bagaimana keberhasilan dan kegagalan usaha mereka.

Riwayat keluarga penting untuk mengidentifikasi tipe dari obesitas dan kemungkinan

ditemukannya kelainan genetic yang langka. Untuk informasi kenaikan berat badan berguna

untuk menetukan resiko komplikasi kedepannya. 1,2

2

Page 3: Makalah PBL Blok 27

Pemeriksaan Fisik

Untuk pemeriksaan fisik, ada beberapa pemeriksaan yang penting dalam menetukan

derajat keparahan maupun menetukan resiko-resiko obesitas kedepannya.

1. Tanda-tanda vital

Para perawat dan dokter seharusnya dapat memeriksa tanda-tanda vital, dalam hal ini

diantaranya tinggi badan, berat badan, tekanan darah, denyut nadi, dan suhu.1

2. Antropometri

Pemeriksaan antropometri meliputi; tinggi badan, berat badan, lingkar perut, lingkar

pinggang dan lingkar panggul

3. Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI)

IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat

dua. Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien

karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi

tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran

IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau

yang gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung,

stroke, hipertensi, osteoarthritis dan beberapa bentuk penyakit kanker. Namun, The

National Institute of Diabetes and Digestive and kidney Diseases mengingkatkan

bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat memiliki IMT yang tinggi tetapi

tetap sehat. Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan massa otot yang rendah

dan pasien malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak tepat. Berikut ini

adalah rumus untuk menghitung IMT3. Penghitungan IMT dapat dicari melalui

rumus, berikut adalah rumusnya:

3

IMT = Tinggi (m)/ [berat badan]2 (kg)

Page 4: Makalah PBL Blok 27

Ini adalah tahap pertama dalam mentukan resiko-resiko yang akan dihadapi oleh

pasien. Nilai IMT ini mempunyai curva relasi terhadap resiko-resiko tertentu, dan

beberapa level dari resiko tersebut dapat diindentifikasi menggunakan IMT tersebut.1,2

4. Rasio Pinggang : Panggul / Waist to Hip Ratio (WHR)

Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada

lingkaran terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat

tonjolan gluteus yang paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian

digambar pada nomogram dan letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada

skala di sebelah kiri, sementara hasil pengukuran lingkaran panggul pada skala di

sebelah kanan. Hubungkan kedua hasil pada skala tersebut dengan garis lurus yang

akan memotong garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal ratio atau waist to hip ratio)

yang terletak di antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang sebesar 1,0 atau kurang

bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai normal.3

Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling

populer kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran

4

Tabel 1: Klasifikasi berdasarkan IMT dan Lingkar pinggang (sumber: handbook of obesity ed 2 h.18)

Page 5: Makalah PBL Blok 27

lingkaran perut ini dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal

(obesitas tipe android) dan perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas

abdominal yang merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler

dan degeneratif memiliki lingkaran perut yang lebih besar dari normal. Untuk

diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut bagi wanita Asia adalah ≥ 80 cm dan

bagi pria Asia adalah ≥ 90 cm.3

Gambar 1. Normogram

untuk menentukan rasio pinggang-panggul.1

Dan pada pemeriksaan fisik secara umum, hasil yang didapati adalah sebagai berikut;

TD:130/90mmHg, TB 150cm, BB 80kg, Lpe 95cm, Lpa 105cm.

Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan kriteria sindrom metabolik, maka pemeriksaan laboratorium yang perlu

dilakukan antara lain:

1. Resistensi Insulin

2. Glukosa darah puasa (normal < 110 mg/ dl)

3. Mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin)

4. Profil Lipid :

-       Kolesterol total (normal <270 mg/ dl)

5

Page 6: Makalah PBL Blok 27

-       Kolesterol HDL (normal > 45 mg/ dl)

-       Kolesterol LDL (normal < 100 mg/ dl)

-       Trigliserida (normal < 150 mg/ dl)

Pemeriksaan lain juga bisa dilakukan seperti pemeriksaan TSH, PSA, mamografi, USG pada

kandung empedu.1

Hasil

pemeriksaan laboratorium: Hb 12%, GDP 100 mg/dL, kolesterol 130 mg/dL, trigliserid 180

mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.

6

Tabel 2: Kriteria pada metabolic sindrom (sumber: http://www.psychiatrictimes.com/articles/metabolic-syndrome-and-schizophrenia-clinical-research-update)

Page 7: Makalah PBL Blok 27

Pembahasan

Berat Badan Normal (BBN)

Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui

penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk

mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:4

Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100 – 10%

Usia ≥ 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100

Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya kurang.

Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya lebih.

Pada kasus di atas, pasien berusia 41 tahun memiliki tinggi badan 150 cm dan berat

badan 80 kg, maka berat badan ideal pasien tersebut seharusnya 50 kg. Sehingga status gizi

pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien lebih dari berat badan ideal.

Status Gizi

Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh

merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan

yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai

indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat

menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)

merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit merupakan

ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat digunakan

untuk menghitung persentase lemak tubuh.1,5

Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa

dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan jika memungkinkan

pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor penyebab

(atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari keterkaitan

tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak tepat. Dalam

menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran yang akurat dan

7

Page 8: Makalah PBL Blok 27

pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan nutrien (zat gizi)

dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi dan penyesuaian

terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan.5

Tabel 3. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (Asia – Pasifik).5

Kebutuhan Kalori / Energi

Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik, dan

specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah kebutuhan

kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara untuk

mengukur BMR, yaitu:4

1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy Expenditure)

BMR (laki-laki) = 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]

BMR (perempuan) = 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]

2. Metode faktorial

BMR (laki-laki) = BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam

BMR (perempuan) = BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam

Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari

oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:2

1. Ringan sekali = 30 %

2. Ringan = 50 %

8

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang < 18,5

Berat badan normal 18,5 – 24,9

Berat badan lebih ≥ 25,0

Pra-obes 25,0 – 29,9

Obesitas I 30,0 – 34,9

Obesitas II 35,0 – 39,9

Obesitas III ≥ 40,0

Page 9: Makalah PBL Blok 27

3. Sedang = 75 %

4. Berat = 100 %

5. Berat sekali = 125 %

Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli

hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan

rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.4

Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan

besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk

menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah4.

Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA

Karbohidrat

Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas untuk

membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan polisakarida.

Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat

tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati yang merupakan

bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.6,7

Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan

karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber

nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar

55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.6,7

Lemak

Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan

trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang

paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk

menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan adiposa.

Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membrane sel,

dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.6,7

9

Page 10: Makalah PBL Blok 27

Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,

insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-

30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.6

Protein

Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk

beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis asam

amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan melibatkan cukup banyak daur

ulang dari komponen-komponen tersebut.6

Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus

diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena keadaan

(conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino tidak

dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai energy dan

bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita sekitar 15-20%

total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.6,7

Tabel 4. Komposisi zat gizi makro.5

Zat gizi Komposisi (%)

Karbohidrat 55-65

Protein 15-20

Lemak total 20-30

Asam lemak jenuh (saturated) 8-10

Asam lemak monosaturated ≤ 15

Asam lemak polysaturated ≤ 10

Kolesterol < 300 mg/hari

Serat 20-30 g

10

Page 11: Makalah PBL Blok 27

Penatalaksanaan Obesitas

Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh,

dan meminimalisasi gejala/ keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik. Penanganan

pasien obesitas diawali dengan penilaian derajat obesitas, distribusi berat badan, penentuan

faktor risiko, evaluasi kesiapan pasien, dan ketersediaan sumber/ peralatan untuk menurunkan

berat badan. Tujuan pengobatan penderita obesitas ialah mengembalikan fungsi normal proses

metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi tetapi bukan semata didasari oleh pengingkatan angka

kematian terkait-obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan berat badan terbukti

berhasil menurunkan tekanan darah pengidap obesitas, memperbaiki profil lipid, memperbaiki

toleransi glukosa dan kadar gula darah puasa.5

Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya hidup, pemberian obat,

dan intervensi bedah. Perubahan gaya hidup mencakup perubahan komposisi pangan, modifikasi

kegiatan fisik, dan pengobatan perilaku. Perubahan gaya hidup jelas sangat bermanfaat. Inti

pengobatan perilaku adalah perbaikan kebiasaan makan. Metode pengobatan perilaku ini

setidaknya mencakup 6 langkah, yaitu (1) pemantauan mandiri, (2) pengawasan rangsangan, (3)

penekanan pada perbaikan gizi, (4) restrukturisasi kognitif, (5) pembelajaran hubungan

antarpribadi, dan (6) pencegahan kemungkinan kambuh. Pasien juga diajarkan untuk tidak

terpengaruh iklan pemangkasan berat badan secara instan.5,6

Pemantauan mandiri meliputi pencatatan asupan makanan dan situasi ketika bersantap.

Pengawasan rangsangan berupa pembatasan diri untuk tidak kontak dengan lingkungan yang

memungkinkan makan berlebihan. Pasien dianjurkan agar semata-mata bersantap, tidak

digabung dengan kegiatan lain (misalnya sambil membaca koran atau menonton televisi).

Restrukturisasi kognitif merupakan upaya untuk menentukan serta mengubah pikiran dan sikap

negatif tentang pengaturan berat badan. Pembelajaran hubungan antar-pribadi diarahkan pada

pengembangan kemampuan pasien dalam menghadapi pemicu yang khas menimbulkan nafsu

makan berlebihan. Pencegahan kemungkinan kambuh, langkah yang terakhir ialah upaya

berkelanjutan yang dirancang untuk memantapkan keberlangsungan proses pengurangan berat

badan.6

11

Page 12: Makalah PBL Blok 27

Target penurunan berat badan, berpatokan pada BMI, sangat bergantung pada nilai BMI

ketika upaya pengurangan berat badan itu tengah dirancang. Jika BMI masih dibawah 30 dan

orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat serta berminat mengikuti program pengurangan

berat badan, target BMI boleh dipatok pada angka 20-27. Sementara itu, jika BMI ≥ 30 dan

obesitas telah berlangsung lama, target nilai BMI ditetapkan tidak lebih dari minus 2 dari BMI

semula.5

Pengobatan gizi medis (PGM)

Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien

obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan

kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi atau

memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan pada

pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu5.

1. Diet kalori sangat rendah (DKSR)

DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI ≥ 30 tanpa faktor

komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 27 dengan

faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini diterapkan secara eksklusif

selama 12-16 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet kalori rendah (800-1200

kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun.

2. Diet kalori rendah (DKR)

Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes denga nilai BMI ≥ 27

tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 25

dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Dalam kurun waktu 6-12 bulan.

3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)

Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari.

Kontribusi lemak antara 20-30%.

12

Page 13: Makalah PBL Blok 27

4. Diet perorangan

Jumlah asupan energi yang dtakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas untuk

setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energy per hari tentunya diupayakan

jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang bergizi, beragam, serta

berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam daftar bahan penukar.

Olahraga

Olahraga bukan hanya berkhasiat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan

kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes, di samping

meningkatkan ambilan oksigen, membugarkan sistem kardiorespirasi, serta menyegarkan

pikiran.7

Di awal pengobatan, pasien dimotivasi untuk menjalankan kegiatan fisik selama 30-45

menit sebanyak 3-5 hari seminggu. Bagi sebagian besar pasien obesitas, olahraga harus dimulai

perlahan-lahan denga penambahan intensitas secara bertahap. Pasien jangan dipaksa berolahraga,

melainkan sekadar dibujuk agar bersedia mengubah pola, sekaligus meragamkan, kegiatan fisik

(misalnya memarkir kendaraan beberapa ratus meter dari tempat tujuan, menggunakan tangga

ketimbang lift atau escalator dan menggunakan sapu konvensional ketimbang vacuum cleaner).

Seiring berjalannya waktu, terlebih jika pasien telat merasakan kenikmatan dan manfaat dari

berkurangnya berat badan, intensitas kegiatan dapat ditingkatkan.4,5

Upaya mempertahankan berat badan yang telah susut, setelah pasien menjalani PGM,

tidak akan berhasil tanpa disertai olehraga (atau sekadar melakukan kegiatan fisik). Sementara

itu, untuk memperoleh keberhasilan jangka panjang, gaya hidup harus pula diubah. Meskipun

tengah menjalani diet, nafsu makan pasien obesitas kadang kala tidak dapat dicegah. Jika

memang demikian, para pengidap obesitas hendaknya diajari cara “membakar” kalori makanan

yang sudah terlanjur mengonsumsi kue pie apel. Jika pasien menginginkan kalori yang

terkandung dalam kue itu tidak mengendap dalam tubuhnya, maka pasien harus berjalan kaki

selama 77 menit atau bersepeda 49 menit, atau berenang 36 menit, atau berlari 21 menit.

Demikian pula jika seseorang hendak menenggak, sebut saja segelas bir, dia harus memusnahkan

kalori yang terkandung dalam bir tersebut dengan berjalan kaki selama 22 menit.5

13

Page 14: Makalah PBL Blok 27

Farmakoterapi

Karena obesitas merupakan suatu kondisi kronis, penggunaan obat jelas akan

berlangsung lama. Sama seperti obat antihipertensi, penghentian mendadak dapat mengakibatkan

efek putus-obat (withdrawal effect), yaitu berat badan dapat tiba-tiba melonjak. Oleh karena itu,

National Institute of Helath menganjurkan agar penggunaan farmako terapi diarahkan pada

pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya hidup. Upaya farmako terapi juga

ditempuh sebagai pendamping modifikasi gaya hidup jika pasien memenuhi kriteria BMI ≥ 30

tanpa keadaan kormobid atau BMI ≥ 27 de ngan minimal satu keadaan komorbid dan/ atau faktor

risiko lain. Faktor risiko yang dimaksud ialah hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung koroner,

diabetes mellitus tipe 2, serta sleep apnea.5

Obat penurun berat badan yang kini disetujui oleh Food and Drugs Administration

(FDA) terbagi dalam dua kelompok, yaitu obat penurun asupan pangan dan obat yang berfungsi

sebagai pengurang serapan zat gizi.5,8

1. Obat nonadrenergik

Obat-obat nonadrenergik yang tersedia saat ini, antara lain fentermin,

dietlipropion, fendimetrazin, dan benzofetamin. Amfetamin tidak lagi dianjurkan karena

cenderung dislahgunakan, begitu pula dua obat terakhir (fendimetrazin, dan

benzofetamin). Obat-obat golongan ini dianjurkan dan disetujui FDA hanya untuk

penggunaan jangka pendek, beberapa minggu saja (kurang dari 12 minggu). Beberapa

penelitian memang membuktikan bahwa obat-obat ini aman digunakan hingga 6 minggu

atau lebih (maksimal 3 bulan). Berat badan akan terkikis sebanyak 4,8 kg, jika digunakan

dosis 10 mg, atau sebanyak 6,1 kg dengan takaran dosis 15 mg.

Efek samping obat golongan ini berupa insomnia, mulit ,kering, sembelit/

konstipasi, euforia, sakit kepala, palpitasi, serta hipertensi. Kontraindikasi relatif

penggunaan obat golongan ini meliputi penyakit jantung koroner, aritmia, gagal jantung

kongestif, dan stroke.

14

Page 15: Makalah PBL Blok 27

2. Obat serotonergik

Obat serotonergik bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran serotonin dan

menghambat ambilan-kembali (re-uptake), atau keduanya. Dua obat, fenfluramin

(Redux) dan dexflenfuramin (Pondimin), yang merangsang pengeluaran serotonin

sembari menghambat ambilan-kembali, telah ditarik dari peredaran karena keterkaitannya

dengan kelainan katup jantung dan hipertensi pulmonal. Kedua obat ini, masih dalam

penelitian memepunyai kemanfaatan yang serupa dengan obat-obat nonadrenergik.

Obat-obat serotonergik kini diindikasikan pada keadaan yang tidak terkait dengan

obesitas, seperti depresi dan obsesi-kompulsi. Beberapa penghambat ambilan-kembali

serotonin, seperti fluoksetin (Prozac), hanya dapat menurunkan berat selama 6 bulan

dengan dosis 60 mg. meskipun obat tetap diberikan, berat badan ternyata kembali seperti

semula dalam enam bulan berikutnya. Hal ini juga ditemukan pada penggunaan sertralin

(Zoloft), yang terbukti tidak memiliki kemanfaatan jangka panjang.

3. Obat campuran nonadrenergik-serotonergik

Sibutramin (Merida) salah satu penghambat ambilan-kembali norepinefrin dan

serotonin, juga telah disetujui FDA sebagai obat penurun dan pemelihara berat badan.

Namun, penggunaannya harus dipadukan dengan diet rendah kalori. Preparat ini

diindikasikan bagi pengidap dengan BMI ≥ 30 tanpa faktor komorbid atau dapat juga

diberikan pada mereka dengan BMI ≥ 27 dengan faktor risiko lain, semisal diabetes

mellitus tipe 2 atau hiperkolesterolemia. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan pada anak/

remaja di bawah 18 tahun dan lansi di atas 65 tahun.

Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi,

mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit. Selain berat badan berkurang, faktor

risiko lain pun dapat diperbaiki. FDA tidak menganjurkan penggunaan preparat

sibutramine pada pasien dengan hipertensi tak-terkendali, penyakit jantung koroner,

gagal jantung kongestif, aritmia jantung, dan penyakit serebrovaskuler, hipertiroidisme,

hipertrofi prostat, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, wanita hamil dan menyusui,

mereka yang memiliki riwayat sebagai pecandu alkohol atau penyalahgunaan obat,

15

Page 16: Makalah PBL Blok 27

gangguan jiwa, serta stroke. Oleh sebab itu, pemantauan yang ketat harus diterapkan

selama pemberian obat.

Besaran dosis dipatok pada kisaran 10-15 mg/hari. Pemberian awal cukup 10 mg

sehari, yang ditingkatkan menjadi 15 mg jika penyusutan berat badan kurang dari 2 kg

setelah 4 minggu pemakaian. Apabila penurunan berat badan dengan dosis maksimal ini

tidak sampai 2 kg selama 4 minggu, obat tidak boleh digunakan lagi. Lama penggunaan

tidak boleh lebih dari 1 tahun. Obat harus dihentikan jika pengurangan berat setelah 3

bulan kirang dari 5% berat badan awal. Pengobatan boleh diperpanjang hingga lebih dari

6 bulan jika susutan berat badan lebih dari 10%. Berat badan pengidap obesitas yang

diberi obat ini selama 6 bulan, dipadukan dengan diet rendah kalori, terbukti berkurang

sebanyak 5-8%.

Berlainan dengan fenfluramin dan dexfenfluramine, sibutramin tidak mengimbas

pelepasan serotonin sehingga tidak menyebabkan gangguan katup jantung. Efek samping

yang tersering berupa konstipasi, anoreksia, mulut kering, dan insomnia. Efek samping

lain yang kadang-kadang terjadi adalah nausea, takikardia, palpitasi, hipertensi,

vasodilatasi, sakit kepala, parestesia, kecemasan, produksi keringat berlebihan, gangguan

pengecapan, dan pandangan kabur (jarang sekali terjadi).

4. Obat pengurang serapan zat gizi

Obat pengurang serapan zat gizi yang disetujui FDA hanyalah orlistat (Xenical)

yang merupakan penghambat lipase pankreas dan hati. Obat ini bekerja dengan jalan

berikatan dengan enzim lipase pada lumen saluran cerna guna mencegah hidrolisis lemak

dari makanan menjadi asam lemak bebas yang dapat diserap. Pasien yang mengonsumsi

orlistat sebanyak 120 mg akan mengeluarkan sekitar sepertiga (30%) lemak yang

tersantap sekitar 1 jam setelah makan.

Preparat ini diindikasikan bagi pendidap obesitas yang memiliki BMI ≥ 30 atau

BMI ≥ 28 dengan faktor risiko lain. Dosis mulai dari 120 mg, yang dianjurkan ditelan

sebelum, sewaktu, atau paling lama 1 jam setelah makan. Dosis boleh ditingkatkan

hingga 360 mg sehari dengan penggunaan maksimal 2 tahun. Jika makanan tidak

mengandung lemak, preparat ini sebaiknya tidak dikonsumsi. Perlu diingat bahwa

16

Page 17: Makalah PBL Blok 27

penggunaan preparat ini tidak dianjurkan pada anak-anak berusia luring dari 2 tahun,

bahkan dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan menyusui, penyandang sindrom

malabsorpsi, serta pengidap kolestatis.

Efek samping orlistat berupa tinja cair berlemak, defekasi, flatus, nyeri perut dan

rectum, sakit kepala, ketidakteraturan haid, kecemasan, kelelahan ekstrem, dan hepatitis

(jarang sekali). Penggunaan orlistat bersamaan dengan pereduksian asupan lemak yang

akan mengakibatkan defisiensi vitamin larut-lemak. Oleh sebab itu, suplementasi vitamin

ADEK perlu dilakukan.

5. Suplemen/ preparat herbal

Kesulitan dalam menaati diet serta kemalasan melakukan olahraga yang disertai

dengan dampak negative (fisik maupun psikis) dari obesitas itu sendiri, menyebabkan

banyak pasien memilih jalan pintas dan beralih ke terapi herbal/ suplemen. Suplemen

atau preparat herbal, abik yang dijual bebas di took maupun yang disebar melalui bisnis

MLM (multilevel marketing) banyak diminati karena menawarkan penurunan berat badan

tanpa harus bersusah-payah mengatur diet dan memeras keringat untuk berolahraga.5

Efedra (Ephedra sinica) merupakan perangsang SSP. Jika dipadukan dengan

kafein, preparat ini mampu memangkas berat badan, tetapi gagal menyusutkan berat

badan jika diberikan sendiri-sendiri. Namun, paduan ini tidak dapat digunakan lama

karena berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya.8

Kekurangan kromium berhubungan dengan keadaan hiperglisemia,

hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, serta rendahnya kadar kolesterol HDL, karena

elemen kelumit ini berperan penting dalam pemekaan reseptor insulin. Namun, tidak ada

kajian yang membuktikan pengaruhnya sebagai pengikis berat badan.8

Guar gum, glucomannan, dan psyllium merupakan sumber serat yang larut dalam

air. Secara teoritis, serat ini akan menyerap banyak air dalam usus sehingga menimbulkan

efek rasa kenyang, di samping berperan dalam mengendalikan gula darah pasien DM dan

keadaan hiperlipidemia. Sayang sekali, efek rasa kenyang yang berlanjut sebagai penekan

nafsu makan tidak serta merta berdaya guna menurunkan berat badan. Sebagai penurun

17

Page 18: Makalah PBL Blok 27

berat badan, guar gum tidak terbukti lebih baik disbanding plasebo. Kemanfaatan

psyllium sudah terbukti dalam memperbaiki profil lemak dan gula darah secara bermakna

pada penyandang DM tipe 2, tetapi tidak tebrukti mampu menurunkan berat badan.5,8

Konjugat asam linoleat (conjugated linoleic acid, CLA) berkhasiat mereduksi

timbunan lemak pada tikus percobaan yang obesitas melalui peningkatan oksidasi dan

penurunan ambilan trigliserida dalam jaringan lemak. Sayangnya hasil penelitian ini tidak

dapat diekstrapolasi ke manusia karena tidak ada data penelitian yang mendukung

keberhasilan CLA dlaam penurunan berat badan.5

Penelitian Dullo et al membuktikan bahwa teh hijau mampu meningkatkan

oksidasi lemak dan termogenesis, tetapi tidak ada laporan tentang kemanfaatannya dalam

pengikisan berat badan. Meskipun tidak dapat mengurangi nilai BMI, licorice dapat

mengurangi lemak, preparat herbal ini terbukti pula membuahkan efek samping berupa

pseudo-aldosteronisme, hipertensi, dan hipokalemia.5

Chitosan diolah dari chitin yang terkandung pada kulit Crustacea (salah satu kelas

Arthropoda) merupakan polimer bermuatan listrik positif yang dianggap mampu

mencegah penyerapan lemak karena sel-sel lemak dalam saluran cerna bermuatan listrik

negatif. Pengaruh penurunan berat badan ini tidak bermakna ketimbang efek yang

ditimbulkan oleh plasebo. Peneliti lain bahkan tidak dapat membuktikan perbedaan

tersebut dan cenderung melaporkan hasil penelitian yang berseberangan. Preparat ini

sebaiknya tidak dimakan bersamaan dengan vitamin yang larut dalam lemak.5,8

Dua jenis preparat herbal, dandelion dan cascara, terbukti mampu menyusutkan

berat badan dengan cara mengeluarkan cairan tubuh. Dandelion berkhasiat diuretik,

sementara cascara bertindak sebagai pencahar. Keduanya menyebabkan efek samping

berupa dehidrasi dan ketidaknormalan elektrolit.8

Suplemen atau preparat herbal yang boleh direkomendasikan sebagai obat

seharusnya memenuhi tiga kriteria, yaitu quality (mutu), safety (keamanan), dan efficacy

(kemanfaatan). Jika ketiga criteria ini terpenuhi, sebuah suplemen boleh dikonsumsi

dengan melakukan pengawasan terhadap penggunanya (pasien). Jika tidak, suplemen

tersebut jangan digunakan.5

18

Page 19: Makalah PBL Blok 27

Pembedahan

Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat badan

dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta memperbaiki atau

melenyapkan berbagai kondisi komorbid. Dengan begitu, mutu kehidupan dapat ditingkatkan

dan usia pasien dapat diperpanjang.7

Tindakan bedah baru boleh dipertimbangkan jika BMI pasien ≥ 40 atau BMI ≥ 35 dengan

faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Intervensi bedah terbatas untuk pasien berusia antara

18 hingga 50 tahun. Keberhasilan tindakan operasi dalam memangkas berat badan, yang dinilai

pada tahun kelima, jauh melampaui (90%) kesuksesan pengobatan dengan obat (21%). Meski

demikian, tindakan bedah pada obesitas morbid sesungguhnya bukan pilihan utama, melainkan

sebagai pendamping bagi terapi diet. Pada prinsipnya, terapi bedah didasarkan pada dua hal,

yaitu rancangan malabsropsi pada usus halus dan restriksi pada lambung. Rancangan

malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau mengurangi kemampuan

mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operasi restriktif pada lambung merupakan upaya

manipulatif melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru (neogastric pouch), dengan

begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.7

Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik (sering juga disebut syndrome X atau insulin resistance syndrome)

merupakan istilah yang digunakan ketika seorang pengidap obesitas telah memiliki 3 dari 5

faktor risiko. Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada Tabel 5 Kriteria sindrom metabolik.7

Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab sindrom metabolik belum

sepenuhnya terkuak. Fakotr-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini, meliputi

(1) faktor genetik, (2) penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan, (3) penggunaan asam

lemak jenuh yang berlebihan, sementara asam lemak esensial terlalu sedikit, (4)

ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium, (5) penggunaan stimulant dan obat tertentu,

serta (6) stres.5

Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil kajian keluarga yang

menunjukkan bahwa komponen sindrom metabolik sangat meungkin dimiliki seorang pengidap

19

Page 20: Makalah PBL Blok 27

obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang diabetes, hipertensi, atau keduanya.

Prevalensi kembar monozigot dalam menampakkan komponen sindrom ini lebih tinggi

ketimbang kembar dizigot.

Karbohidrat adalah penyumbang kelimpahan insulin, teruatam akibat penggunaan refined

sugar secara berlebihan dalam jangka panjang. Kelimpahan asam lemak jenuh, khususnya

ketakselarasan perbandingan antara asam-asam lemak bebas (omega 3 dna omega 6),

mengakibatkan ketidaknormalan membrane sel yang pada akhirnya menghambat masuknya

molekul glukosa ke dalam sel.

Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai kegiatan metabolik,

seperti relaksasi otot dan saraf, pencernaan lemak, aktivitas normal kelenjar tiroid, penurunan

kadar kolesterol, dan lain-lain. Terkikisnya magnesium langsung memicu konstriksi pembuluh

darah, mengakibatkan peninggian tekanan darah serta perangsangan sistem saraf secara

berlebihan. Magnesium juga merupakan komponen penting dalam pembentukan insulin, di

samping insulin itu sendiri berperan aktif dalam proses ambilan (uptake) mineral ini ke dalam

sel. Resistensi insulin mengurangi penyerapan magnesium yang ikut memicu hiperaktivitas sel

yang pada gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin. Kelebihan glukosa dalam

darah menyebabkan pertambahan ambilan kalsium ke dalam sel. Pertambahan ambilan kalsium

yang dibarengi pengurangan ambilan magnesium akan mengganggu keseimbangan kalsium-

magnesium. Dampak dari dominasi ion kalsium ialah perangsangan sel secara berlebihan oleh

kalsium, mengakibatkan hipersentivitas sel.

Stimulan, seperti kopi, teh, minuman ringan, alkohol, dan rokok, mampu meningkatkan

kadar gula darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Alkohol memang mengandung

gula sehingga konsumsi minuman ini akan cepat sekali meningkatkan kadar gula darah.

Kandungan gula dalam minuman ringan akan segera meningkatkan sekresi insulin. Kopi dan

rokok akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan adrenalinyang selanjutnya tentu

saja meningkatkan tekanan darah.

Selain itu masih ada obat lain yang mampu memperberat aresistensi insulin. Preparat

yang dimaksud adalah NSAID (nonsteroid anti-inflamation drug), steroid, diuretik, dan β-

blocker. NSAID mengacaukan keseimbangan prostaglandin dalam tubuh sehingga mengganggu

20

Page 21: Makalah PBL Blok 27

permeabilitas sel. Steroid mengganggu keseimbangan hormon-hormon alami tubuh dan membuat

orang menjadi agresif, si samping menggiatkan sistem saraf simpatis. β-blocker meningkatkan

defisiensi magnesium yang telah ada karena obat ini akan meningkatkan ekskresi magnesium.

Sementara itu, diuretik memperparah keadaan karena perangainya, yaitu memicu ekskresi

banyak mineral, salah satunya ialah magnesium, ketidakseimbangan kalsium-magnesium

merupakan salah satu dampak yang selalu dicemaskan.

Respon tubuh terhadap stres juga berupa peningkatan tekanan darh dengan begitu cepat,

respons ini sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat alami, yaitu berupa fight atau flight.

Jika stres berlangsung kronis, tekanan darah yang telah tinggi itu pun akan terus bertahan tinggi

selama stres tersebut belum teratasi.

Peran obesitas sentral dalam menumbuhkan sindrom metabolic tercantum pada kriteria

yang dipatok oleh NCEP/ ATP III maupun WHO. Meskipun nilai BMI subjek belum terekam

pada kriteria obesitas, ketidaknormalan ukuran lingkar pinggang telah terbukti kaitannya dengan

risiko hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan sindrom metabolik. Lokasi jaringan lemak

menjadi faktor penentu prekembangan resistensi insulin. Massa lemak intraperitoneal berkorelasi

paling kuat dengan resistensi insulin, kadar VLDL dan apolipoprotein B, serta produksi VLDL

oleh hati.5,8

Meskipun obesitas bukanlah penyebab resistensi insulin (obesitas hanyalah salah satu

contributor bagi resistensi insulin), penanganan sindrom metabolik diarahkan pada penurunan

berat badan. Beberapa zat suplementer (vitamin dan mineral) terbukti berkhasiat memekakan

insulin, yaitu vitamin E, biotin, kalsium, kalium, kromium, magnesium, vanadium, dan seng. Di

samping itu, ada pula lemak tertentu yang dapat memperbaiki permeabilitas membran sel

terhadap insulin serta zat-zat gizi yang mengoptimalkan metabolisme glukoas, asam amino lain

yang masih terkait ialah glutathione dan L-arginin.5,8

Konsep penanganan sindrom metabolik adalah eliminasi faktor yang menyebabkan atau

melatarbelakangi sindrom ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian,

tahapan penanganan sindrom metabolik boleh diterjemahkan ke dalam lima tahap pereduksian

pengaruh resistensi insulin: (1) mengurangi asupan karbohidrat dan gula, (2) metabolic typing,

21

Page 22: Makalah PBL Blok 27

(3) mengembalikan keseimbangan asam lemak esensial, (4) mereduksi stress, dan (5) mulai

menggunakan suplemen.5

Pengurangan asupan gula berarti menyantap gula olahan (refined sugar), alkohol,

minuman ringan, stimulan, dan karbohidrat berindeks glikemis tinggi. Seluruh bahan berbasis

karbohidrat hendaknya diganti dengan sayur dan buah berindeks glikemik rendah.diet yang

mengandung 50-60% kalori dari karbohidrat merupakan anjuran baku bagi diabetes tipe 2 dan

pengidap sindrom metabolik. Penyeimbangan asam lemak esensial terbukti meningkatkan

asupan omega 3 secara bermakna, sementara metabolic typing berguna untuk menakar

kemampuan genetik diabetes dalam memproses glukosa. Pemberian suplemen berguan untuk

menggenapkan kekurangan elemen kelumit utamanya, berperan dalam pemekaan insulin.5

Dosis suplementasi kalsium ditakar sebanyak 600 mg/hari, kromium dibatasi sekitar 400-

800 ug/hari, magnesium ditetapkan sebesar 200-400 mg/hari, vanadium hanya 5 mg/hari, dan

seng cukup 30 mg/hari. Sementara itu, suplementasi asam eikosapentanoat (eicosapentanoic

acid, EPA) dianjurkan sebanyak 3-6 g/hari dalam dosis terbagi, konjugat asam linoleat sebesar 2

g tiga kali sehari yang diminum saat makan, asam lipoat 300-1200 mg/hari dalam dosis terbagi,

koenzim Q10 100 mg/hari, L-karnitin dan taurin masing-masing 500 mg 2 kali sehari. Vanadil

sulfat juga merupakan elemen kelumit yang terkait dengan pengaturan gula darah.5

Kejadian di US, peningkatan obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom

metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia 50

tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan

prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di

Depok (2001) menunjukan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National

Cholesterol EducationProgram Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi

Asia Pasifik, terdapat 25,7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan

prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,3% dan menunjukan bahwa kriteria Indeks Massa

Tubuh (IMT) obesitas > 25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian

di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh

berbeda dengan depok yaitu dengan 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen

terbanyak (59,4%).5

22

Page 23: Makalah PBL Blok 27

NCEP/ATP III WHO

Tiga dari kriteria berikut Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa

terganggu, TGT (toleransi glukosa

ternganggu), atau resistensi insulin] + 2

kriteria berikut

Lingkar perut > 88 cm (perempuan) dan >

102 cm (laki-laki)

BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki-

laki) dan > 0,85 (perempuan)

Trigliserida ≥ 150 mg/dL Trigliserida ≥ 150 mg/dL

HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P) HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)

Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

Gula darah puasa ≥ 110 mg/dL Mikroalbuminuria (ekskresi albumin urin

>20 ug/menit) dan rasio albumin

/kreantinin ≥30 mg/g

Kesimpulan

Obesitas merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang

terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang

kemudian menurunkan harapan hidup dan meningkatkan masalah kesehatan. Status gizi

seseorang diklasifikasikan berdasarkan hasil perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dan rasio

lingkar pinggang:panggul/ waist to hip ratio (WHR). Untuk mengetahui dan mengatur jumlah

kalori dari asupan makanan seseorang, dapat dihitung kebutuhan kalori/ energi per harinya.

Penatalaksanaan pasien obesitas dengan cara diet, olahraga, dan pengubahan perilaku. Namun,

apabila belum berhasil, dapat dilakukan tindakan farmako terapi dengan pemberian obat anti-

obesitas dan juga terapi pembedahan. Obesitas dapat mengakibatkan komplikasi yang disebut

degan sindrom metabolik, yaitu kumpulan gangguan medis yang meningkatkan risiko terkena

penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2.

23

Tabel 5. Kriteria sindrom metabolik.3

Page 24: Makalah PBL Blok 27

Daftar Pustaka

1. Bray GA, Bouchard C. Handbook of obesity: clinical applications. Edisi ke-2. Penington

Biomedical Research Center Lousiana State University; Bato Rouge, Lousiana, U.S.A:

2004. h.15-9

2. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5.

Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 2012. h. 45-7

3. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.93-7,107-

8,173-5.

4. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba

Medika; 2008.h.68-70,83-5.

5. Arisman. Obesitas, diabetes mellitus, & dislipidemia: konsep, teori, dan penanganan

aplikatif. Jakarta: EGC; 2010.h.1-42.

6. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.

7. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2004.h.54-5.

8. Arif A, Bahry B, Estuningtyas A, Muchtar HA, Setiawati A. Farmakologi dan terapi.

Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.h.139-60.

24