PBL blok 18

70
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Di Amerika kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan di bagian gawat darurat dan askhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit dua kali lebih banyak dari pada pasien pria. Data peneilitian menunjukan bahwa 40% dari pasien yang dirawat tadi terjadi selama fase premenstruasi Di Australia, Kanada, dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan pasien dengan asma akut di bagian gawat darurat berkisar antara 1-12%. Rata-rata biaya tahunan yang dikeluarkan pasien yang mengalami serangan adalah $600, sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya sekitar $170. Angka kejadian di Indonesia terhadap penyakit ini cukup banyak. Pengetahuan penyakit ini dan juga risiko komplikasi masih sangat minim bagi warga Indonesia . Masyarakat masih menganggap remeh penyakit – penyakit tersebut. Atas dasar inilah penulis menuliskan makalah ini. 1.2 Tujuan Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman penulis dan pembaca dalam hal pengertian penyakit yang berhubungan dengan sepsis neonatorum, etiologi, penyimpangan-penyimpangan fisiologi dari tubuh neonatus, diagnosis penyakit, penatalaksanaannya, dan juga hasil prognosis dan pencegahan 1

Transcript of PBL blok 18

Page 1: PBL blok 18

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang

dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala

pernapasan. Di Amerika kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan di

bagian gawat darurat dan askhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit dua kali lebih

banyak dari pada pasien pria. Data peneilitian menunjukan bahwa 40% dari pasien yang

dirawat tadi terjadi selama fase premenstruasi Di Australia, Kanada, dan Spanyol dilaporkan

bahwa kunjungan pasien dengan asma akut di bagian gawat darurat berkisar antara 1-12%.

Rata-rata biaya tahunan yang dikeluarkan pasien yang mengalami serangan adalah $600,

sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya sekitar $170. Angka kejadian di Indonesia

terhadap penyakit ini cukup banyak. Pengetahuan penyakit ini dan juga risiko komplikasi

masih sangat minim bagi warga Indonesia . Masyarakat masih menganggap remeh penyakit –

penyakit tersebut. Atas dasar inilah penulis menuliskan makalah ini.

1.2 Tujuan

Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman penulis dan pembaca dalam hal

pengertian penyakit yang berhubungan dengan sepsis neonatorum, etiologi, penyimpangan-

penyimpangan fisiologi dari tubuh neonatus, diagnosis penyakit, penatalaksanaannya, dan

juga hasil prognosis dan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menangani penyakit yang

sering dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Selain itu, makalah ini

mengemukakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosis penyakit.

1

Page 2: PBL blok 18

Bab II

Isi

2.1 Pemeriksaan

Anamnesa

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian

pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari

anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.

Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan

pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien

yang profesional dan optimal.

Anamnesa tentang keluhan pada thorax terdiri dari sakit pada dada, dyspnea,

wheezing, batuk, dan hemoptysis. Pertanyaan pertama harus seluas mungkin. “Adakah rasa

tidak nyaman pada dada anda?” selanjutnya tanyakan juga pada pasien bagian mana yang

sakit. Perhatikan gerak tubuh pasien yang menggambarkan adanya rasa sakit. Anda juga

harus menanyakan kepada pasien kualitas akit, quantitas rasa sakit, waktu terasa sakit,

penyebab yang memicu rasa sakit, adakah faktor yang memperberat atau meringankan rasa

sakit, dan penyakit penyerta.

Sakit pada dada. keluhan menegenai sakit dada biasanya disebabkan oleh penyait

jantung, tetapi juga dapat berasal dari paru-paru. Untuk memastikan penyebabnya, anda harus

melakukan investigasi pada kedua aspek, jantung dan paru-paru. Berikut ini adalah sumber-

sumber peyebab sakit dada :

Myocardium. Pada angina pectoris, myocardial infark.

Pericardium. Pada pericarditis.

Aorta. Pada aneurisma aorta.

Trachea dan bronkus. Pada bronchitis.

Pleur parietal. Pada pericarditis, pneumonia.

Esophagus. Pada reflux esofagitis, spasme esophageal

Jaringan paru itu sendiri tidak mempunyai saraf untuk merasa sakit. Rasa sakit yang

timbul misalnya pada pneumoni, infark paru biasanya timbul dari inflamasi dari pleura

parietal yang berdekatan. Ketegangan otot dari batuk yang lama dan rekuren juga dapat

menyebabkan sakit dada. Pericardium juga mempunyai sedikit saraf untuk meraakan sakit.

2

Page 3: PBL blok 18

Dyspnea dan Wheezing. Dyspnea adalah keadaan yang tidak menyakitkan, rasa tidak

nyaman dan sadar bahwa kita sedang bernafas tidak normal, biasanya disebut nafas pendek.

Tanyakan apakah pasien mengalami kesulitan bernafas. Tanyakan juga kapan gejala muncul,

saat beristirahat atau saat sedang beraktifitas, aktifitas seberat apa yang dapat menyebabkan

dyspnea. Tanyakan pula apakah dyspnea menggangu gaya hidup pasien, dan bagaimana.

Batuk. Batuk adalah symptom umum yang dapat biasa saja, ataupun berbahaya. Batuk

adalah reflex terhadap respon stimuli yang mengiritasi receptor di larynx, trakea, atau

bronkus. Stimuli ini termasuk mucus, pus, darah, maupun agen dari luar seperti debu, benda

asing, atau bahkan udara yang sangat dingin atau panas. Penyebab lainnya adalah inflamasi

dari mukosa traktur respiratorius dan tekanan pada jalur nafas misalnya oleh tumor atau

pembesaran kelenjar limfe preibronkial. Walaupun batuk biasanya menunnjukkan kelainan di

traktus respiratorius, batuk juga bisa disebabkan oleh kelainan cardiovascular, misalnya pada

gagal jantung kiri. Durasi dari batuk sangatlah penting: apakah batuknya akut (kurang dari 3

minggu), subakut (3-8 minggu), atau kronik (lebih dari 8 minggu). Infeksi viral pada traktus

respiratorius atas merupakan penyebab paling sering dari batuk akut. Batuk postinfeksi,

sinusitis bakteri, asma dapat menyebabkan batuk subakut, sedangkan kronik bronchitis, asma,

GERD, bronkiektasis dapat mengakibatkan batuk kronik. Tanyakan juga, apakah batuknya

kering atau bermukus. Tanyakan pula apa warna sputumnya. Mucoid sputum berwarna putih,

atau abu-abu, sedangkan sputum purulen berwarna kuning samapi hijau. Tanyakan pula baud

an konsistensi dari sputum. Apabila sputum berbau, biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri

anaerob. Jangan lupa menanyakan quantitas dari sputum. Sputum purulen dalam jumlah besar

terdapat pada bronkiektasis atau abses paru.

Hemoptysis. Hemoptysis adalah batuk darah, yang berasal dari paru. Untuk pasien

yang melaporkan batuk darah, tentukan jumlah darah dalam sputum, dan karakteristik dari

sputum tersebut. Hemoptysis paling sering dijumpai pada cystic fibrosis, dan jarang pada

infant, anak-anak, atau remaja. Sebelum menggunakan istilah hemoptysis, sebaiknya

tentukan dulu sumber perdarahan melalui anamnesa atau pemeriksaan fisik. Sumber

perdarahan bisa saja dari mulut, faring, atau GI tract. Kadang-kadang, darah yang berasal dari

GI tract dapat teraspirasi dan dibatukkan keluar. Darah yang berasal dari GI tract biasanya

berwarna lebih gelap dibandingkan darah yang dihasilkan oleh tractus respiratorius, dan

biasanya tercampur oleh makanan.

3

Page 4: PBL blok 18

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Thorax Posterior

Inspeksi

Perhatikan bentuk thorax dan bagaimana pergerakan thorax, termasuk deformitas dan

asimetri, retraksi abnormal dari intercostal space pada saat inspirasi, gangguan pergerakan

respirasi pada salah satu atau kedua paru atau keterlambatan pergerakan unilateral.1

Deformitas pada thorax dapat berbentuk :

Barrel Chest. Terdapat peningkatan diameter anteroposterior. Bentuk ini normal pada

masa bayi, dan sering dijumpai pada proses penuaan dan penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK)

Pectus Excavatum. Depresi (masuk) pada bagian bawah sternum. Kompresi pada

jantung dan pembuluh darah besar dapat mengakibatkan murmur.

Pigeon Chest (Pectus Carinatum). Terjadi perpindahan sternum ke anterior, sehingga

meningkatkan diameter anteroposterior. Tulang rawan costa yang berdekatan dengan

sternum yang menonjol mengalami depresi.

Thoracic Kyphoscoliosis. Lekukan vertebra yang abnormal dan rotasi dari vertebra.

Pergeseran dari paru-paru di bawahnya dapat mengakibatkan interpretasi dari

kelainan paru menjadi sangat susah.

Traumatic Flail Chest. Patah tulang iga multiple dapat mengakibatkan pergerakan

paradox dari thorax. Penurunan tekanan intrathoracic menurun saat terjadi penurunan

diafragma. Pada saat inspirasi area yang sakit melekuk kedalam, sedangkan pada saat

ekspirasi area tersebut menggembung ke luar.

Palpasi

Bersamaan pada saat melakukan palpasi, focus pada area yang lunak dan yang tampak

abnormalitas pada kulit di atasnya, pergerakan respirasi, dan fremitus. Misalnya pelunakan

intercostals space menunjukkan adanya inflamasi pada pleura.1

Identifikasi daerah yang sakit. Palpasi dilakukan secara hati-hati dimana dilaporkan

ada sakit atau dimana tampak lesi atau memar.

Menetapkan abnormalitas yang tampak, seperti massa.

Tes ekspansi thorax. Letakkan kedua tangan anda pada kurang lebih iga ke-10,

meraba dengan jari yang agak longgar dan parallel terhadap lateral dari tulang rusuk.

Setelah meletakkan tangan pada posisi di atas, geser kedua tangan kea rah medial

sampai terbentuk lipatan kulit antara vertebra dengan jempol anda. Minta pasien

untuk menarik nafas dalam. Perhatikan jarak anatra kedua ibu jari anda menjauh

4

Page 5: PBL blok 18

seiring dengan inspirasi dan rasakan simetritas tulang rusuk saat meluas dan

kontraksi.

Rasakan tactile fremitus. Fremitus adalah getaran yang dapat diraba yang disalurkan

melalui cabang-cabang bronchopulmonary ke dinding dada pada saat pasien

berbicara. Untuk mendeteksi fremitus, mintalah pasien untuk menggulangi kata tujuh

puluj tujuh. Gunakan kedua tangan untuk membandingkan fremitus pada kedua sisi

paru. Bila fremitus yang terasa kurang jelas, minta pasien untuk mengulangi dengan

suara yang lebih kencang. Fremitus berkurang ketika suara terlalu pelan, atau ketika

transmisi vibrasi dari larynx ke permukaan dada terhambat. Causanya termasuk

obstruksi bronkus, COPD, pleural effusion, fibrosis paru, pneumothorax, atau tumor.

Perkusi

Perkusi adalah salah satu teknik yang sangat penting dalam pemeriksaan fisik. Perkusi

mengakibatkan dinding dada dan jaringan di bawahnya bergerak, menghasilkan suara yang

dapat didengar dan b=vibrasi yang dapat diraba. Perkusi sangat membantu dalam menentukan

apakah jaringan di bawah terisi oleh udara, air, atau jaringan yang solid. Perkusi dapat

menembus 5-7 cm ke dalam dada, tetapi, tidak dapat mendeteksi lesi yang terletak di dalam.1

Perkusi dilakukan secara “ladder-like order”. Lewatkan area di atas scapula (ketebalan

otot dan tulang menganggu bunyi perkusi paru-paru). Identifikasi dan tentukan area

dan suara perkusi yang abnormal. Suara redup menggantikan sonor ketika cairan atau

jaringan padat menggantikan udara yang mengisi paru-paru atau terdapat efusi pleura.

Misalnya pada lobar pneumonia, dimana alveoli diisi oleh cxairan dan sel darah,

pleural effusion, hemothorax, empyema (diisi pus), jaringan fibrous, atau tumor.

Hipersonor generalisata dapat terdengar pada paru-paru yang terlalu menggembung

pada COPD atau asma. Hipersonor unilateral menunjukkan adanya pneumothorax

atau bulla besar yang terisi oleh udara.

Identifikasi penurunan diafragma. Pertama-tama tentukan batas redup dan sonor pada

saat respirasi biasa. Setelah menentukan batas tersebut, sekarang anda dapat

menentukan pergeseran diafragma dengan cara menentukan suara pekak pada saat

pasien ekspirasi maksimum dan pekak pada saat inspirasi maksimum. Umumnya jarak

ini berkisar antara 5-6 cm.

Auskultasi

5

Page 6: PBL blok 18

Auskultasi adalah teknik pemeriksaan yang paling penting untuk menetapkan jalan

udara melalui cabang-cabang tracheobronchial. Bersama-sama dengan perkusi, auskultasi

dapat membantu anda dalam menentukan kondisi di sekitar paru-paru dan rongga pleura.

Auskultasi termasuk dalam (1) mendengarkan suara yang dihasilkan dari bernafas, (2)

mendengarkan suara-suara tambahan, dan (3) apabila dicurogai terdapat abnormalitas,

dengarkan suara yang dikeluarkan oleh pasien saat suara ditransmisikan melalui dinding

dada.1

Suara nafas :

Vesicular. Suara ini terdengar pada saat inspirasi, dan berlanjut terus, lalu mulai

menghilang sekitar 1/3 jalan ketika ekspirasi. Suara vesicular halus dan lemah. Suara

vesicular terdengar pada hampir seluruh lapang paru.

Bronchovesicular. Suara ini terdengar hampir sama panjang pada saat inspirasi dan

ekspirasi. Pada saat-saat tertentu suara ini dapat terputus sejenak. Suara ini biasanya

terdengar pada sela iga 1 atau 2.

Bronchial. Suara ini terdengar lebih panjang pada ekspirasi. Pada saat selesai

inspirasi, terdapat jedah sebentar sebelum terdengar suara lagi saat mulai ekspirasi.

Suara bronchial terdengar lebih keras dan tinggi.

Apabila suara bronchovesicular atau bronchial terdengar pada posisi yang jauh dari

yang disebutkan di atas, curiga bahwa paru-paru telah diisi oleh cairan atau jaringan padat.

Dengarkan suara nafas sambil menginstruksikan pasien untuk bernafas dalam melalui

mulut. Gunakan pola yang sama seperti perkusi, bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain dan

membandingkan suara yang terdengar. Apabila anda medengar suara abnormal, auskultasi di

area sekitarnya supaya anda dapat secara jelas menggambarkan abnormalitas tersebut..

dengarkan setidaknya satu nafas penuh pada setiap lokasi.

Perhatikan intensitas suara nafas. Suara nafas biasanya lebih keras pada bagian bawah

paru dan mungkin berbeda dari satu area ke area yang lainnya. Apabila suara nafas tidak

jelas, minta pasien untuk menarik nafas lebih dalam. Apabila pasien memiliki dinding dada

yang tebal, seperti pada obesitas, suara nafas bisa tetap terdengar kurang jelas.

Suara nafas dapat berkurang ketika jalan udara terhambat (seperti pada peyakit paru

obstruktif atau kelemahan otot) atau ketika transmisi suara menurun (seperti pada efusi

pleura, pneumothorax dan COPD).

Suara tambahan :

Wheezes dan ronchi. Wheeze muncul ketika udara secara cepat melewati bronkus

yang menyempit hingga hampir tertutup. Suara ini biasanya dapat terdengar pada

6

Page 7: PBL blok 18

mulut dan dinding dada. Penyebab wheezing antara lain, asma, bronchitis kronik,

COPD, dan gagal jantung. Pada asma, wheezing mungkin hanya terdengar pada saat

ekspirasi, atau pada kedua fase pernafasan. Ronchi menunjukkan sekresi pada jalan

nafas yang lebih lebar. Pada bronchitis kronik, wheeze dan ronchi sering hilang

setelah batuk.

Pada keadaan penyakit paru obstruktif yang parah, pasien dapat tidak mampu

mengeluarkan udara melalui jalur yang sempit. Hasilnya tidak terdengar suara

pernafasan pada pasien, ini membutuhkan perhatian segera.

Wheezing persisten local menunjukkan obstruksi partial dari bronkus,

misalnya oleh tumor atau benda asing. Suara ini dapat terdengar pada inspirasi,

ekspirasi, atau keduanya.

Wheezing yang dominan pada saat inspirasi disebut sebagai stridor. Suara ini

sering lebih keras pada leher dibandingkan dengan pada dinding dada. Suara ini

mengindikasikan obstruksi partial dari larynx atau trakea dan membutuhkan perhatian

segera.

Crackles. Crackles mempunyai dua penjelasan. (1) suara ini dihasilkan dari

serangkaian letusan-letusan kecil yang dihasilkan ketika jalur nafas sempit, kosong

pada saat ekspirasi, mengembang pada saat inspirasi. Mekanisme ini mungkin

menjelaskan crackles pada akhir inspirasi akibat penyakit paru interstitial dan gagal

jantung kongestif dini. (2) crackles dihasilkan dari gelembung-gelembung udara yang

melalui jalur nafas yang sedikit tertutup. Mekanisme ini mungkin menjelaskan

setidaknya beberapa crackles kasar.

Crackles dibagi 3. (1) Late inspiratory crackles muncul ketika pertengahan

inspirasi dan berlanjut sampai akhir inspirasi. Biasanya suara ini baik-baik saja, dan

ada dalam setiap nafas. Suara ini pertama muncul pada basis paru dan kemudian

meluas ke atas seiring dengan perburukan kondisi, dan dapat bergeser dengan

perubahan posisi. Penyebabnya antara lain penyakt paru interstitial (Fibrosis paru),

dan gagal jantung kongesti dini. (2) Early inspiratory crackles mucul ketika awal

pernafasan dan berhenti segera setelah inspirasi. Suara ini biasanya kasar dan relative

sedikit. Crackles ekspirasi juga menyertai kadang-kadang. Penyebabnya antara lain

kronik bronchitis dan asma. (3) Midinspiratory dan expiratory crackles dapat

terdengar pada bronchiectasis tetapi tidak spesifikk untuk diagnosis. Wheeze dan

ronchi dapat menyertai suara ini.

7

Page 8: PBL blok 18

Pada beberapa orang normal, crackles dapat terdengar pada basis paru setelah

ekspirasi maksimum.

Pleural Rub. Suara ini dihasilkan oleh gesekan antara pleura yang mengalami

inflamasi dan menjadi lebih kasar.

Pemeriksaan Thorax Anterior

Inspeksi

Amati bentuk dari dada, dan pergerakan dinding dada.

Deformitas atau asimetri

Retraksi abnormal. Retraksi supraclavicular biasnya ada.

Keterlambatan atau gangguan dari gerakan respirasi.

Palpasi

Palpasi mempunyai empat kegunaan :

Identifkasi daerah yang sakit.

Menentukan abnormalitas yang terobservasi.

Menentukkan pengembangan dada. Letakkan masing-masing ibu jari pada batas

costa, dengan tangan mengikuti alur costa. Gerakan ibu jari kea rah medial

membentuk lipatan kulit. Minta pasien untuk inspirasi dalam. Perhatikan seberapa

jauh ibu jari bergeser dan rasakan simetritas dari gerakan pernafasan.

Menentukan tactile fremitus.

Perkusi

Perkusi bagian anterior dan lateral dada, dan bandingkan pada kedua sisi. Jantung

umumnya memberikan suara redup pada sela iga 3 sampai 5. Pada wanita, untuk

memperjelas perkusi, geser payudara secara perlahan menggunakan tangan kiri, sambil

melakukan perkusi dengan tangan kanan. Atau anda dapat meminta pasien menggeser

payudaranya sendiri.

Tentukan batas paru hepar dengan perpindahan suara dari sonor ke pekak pada linea

midclavicula kanan. Bila anda meneruskan perkusi ke bawah, suara perkusi akan berubah

menjadi timpani karena dilakuakn perkusi pada daerah abdominal (gastric).

Auskultasi

Dengarkan pada dada anterior dan lateral dan mintalah pasien bernafas melalui mulut,

lebih dalam dari biasanya. Bandingkan simetritas kedua sisi, dengan pola yang sama dengan

auskultasi. Dengarkan suara nafas dan suara nafas tambahan, dan tentukan.

Pemeriksaan Radiologi

8

Page 9: PBL blok 18

Radiography thorax adalah pemetaan awal untuk mengevaluasi symptom asma pada

kebanyakan indivdu. Kegunaan dari radiography thorax adalah dalam mengetahui komplikasi

atau penyebab alternative lain dari wheezing.

Walaupun penebalan bronchial, penggembangan paru yang berlebih, dan atelectasis

focal yang mengarah ke asma ada, gambaran radiography thorax dapat normal, yang

mengurangi sensitivitas radiography sebagai alat diagnosis

Pemeriksaan Faal Paru

Ada empat volume paru-paru standart dan empat standart kapasitas paru, yang terdiri

dari dua atau lebih kombinasi volume paru-paru.2

Tidal Volume, adalah volume udara yang memasuki atau meninggalkan hidung atau

mulut per satu kali nafas. Volume ini ditentukan oleh aktivitas dari pusat control respirasi di

otak, yang mengatur otot-otot pernafasan, dan kerja paru-paru dan dinding dada. Pada

keadaan normal, Tidal volume dari orang dewasa 70 kg adalah 500 ml sekali nafas. Tetapi

volume ini dapat bertambah secara drastic, misalnya, pada saat berolahraga.

Residual Volume, adalah volume udara yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi

maksimum. Nilai rata-ratanya adalah 1200 ml, tetapi dapat meningkat drastic pada penyakit

tertentu seperti emfisema. Volume residual penting karena volume ini yang mempertahankan

paru-paru dari kolaps pada saat volume paru-paru sangat rendah. Volume residual tidak dapat

diukur dengan spirometer, karena volume ini tidak keluar masuk paru. Namun, volume ini

9

Page 10: PBL blok 18

dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik dilusi gas berupa penghirupan (inspirasi)

gas pelacak (tracer gas) yang tidak berbahaya dalam jumlah tertentu, misalnya, helium.3

Volume cadangan inspirasi, adalah volume tambahan yang dapat secara maksimal

dihirup melebihi tidal volume istirahat. Volume ini dihasilkan oleh kontraksi maksimum

diafragma, otot intercostals eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya adalah

3000 ml.

Volume cadangan ekspirasi. Volume tambahan udara yang dapat secara aktif

dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada

akhir tidal volume. Nilai rata-ratanya adalah 1000 ml.

Kapasitas inspirasi. Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi

normal tenang. (KI = VCI + TV). Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml.

Kapasitas residual fungsional. Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif

normal. (KRF = VCE + VR). Niali rata-ratanya adalah 2.200 ml.

Kapasitas Vital. Volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali

pernafasan setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula melakukan inspirasi maksimum,

kemudian melakukan ekspirasi maksimum (KV = VCI + TV + VCE). KV mencerminkan

perubahan volume maksimum yang dapat terjadi di paru. Volume ini jarang dipakai karena

kontraksi otot maksimum yang terlibat menimbulkan kelelahan, tetapi bermanfaat untuk

menilai kapasitas fungsional paru. Nilai rata-ratanya adalah 4.500 ml.

Kapasitas paru total. Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru-paru.

(KPT = KV + VR). Nilai rata-ratanya adalah 5.700 ml.

Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV 1). Volume udara yang dapat

diekspirasi selama detik pertama ekspirasi pada penentuan KV. Biasanya FEV 1 adalah

sekitar 80%; yaitu, dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru

yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama. Pengukuran ini

memberikan indikasi laju aliran udara maksimum yang dapat terjadi di paru.

Spirometri

Perubahan-perubahan volume yang terjadi selama bernafas dapat diukur dengan

menggunakan spirometer. Pada dasarnya, spirometer terdiri dari sebuah tong yang berisi

udara yang mengapung dalam wadah berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan

menambahkan udara ke dalam tong tersebut melalui selang yang menghubungkan mulut ke

wadah udara, tong akan naik dan turun di wadah air. Naik turunnya tong tersebut dapat

dicatat sebagai spirogram, yang dikalibrasikan ke perubahan volume. Pena mencatat inspirasi

sebagai defleksi ke atas dan ekspirasi sebagai defleksi ke bawah.

10

Page 11: PBL blok 18

VR, KRF, dan KPT tidak dapat diukur dengan menggunakan spirometri karena pasien

tidak dapat mengeluarkan semua gas yang ada di paru-paru.

Nitrogen-Washout technique

Pada teknik nitrogem-wahout, pasien dibiarkan bernafas dengan oksigen murni

melalui selang satu arah dan udara yang diekspirasi dikumpulkan. Konsentrasi nitrogen dari

udara yang diekspirasi dimonitor menggunakan nitrogen analyzer sampai mencapai 0. Pada

keadaan ini nitrogen telah dikeluarkan dari seluruh paru. Kemudian total seluruh gas yang

diekspirasi oleh pasien dihitung. Di dalam udara yang diekspirasi, kandungan nitrogen adalah

80% (udara bebas mengandung 80% nitrogen). Dengan mengetahui kadar nitrogen, maka kita

dapat menentukan volume udara pada paru dengan cara mengalikan volume udara yang

diekspirasi tadi dengan 1,25. Apabila tes dimulai pada akhir ekspirasi biasa, maka volume

yang didaptkan adalah volume kapasitas residual.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hitung Leukosit

Pemeriksaan terhadap keadaan leukosit dilakukan dengan melakukan hitung jenis

leukosit. Pemeriksaan ini dilakukan pada bagian sediaan yang cukup tipis dengan penyebaran

leukosit yang merata, pemeriksaan dimulai dari pinggir atas sediaan dan berpindah ke arah

pinggir bawah dengan menggunakan mikromanipulator mikroskop. Setelah mencapaipinggir

bawah sediaan, geserlah lapang pandang ke arah klanan, kemudian ke arah pinggir atas lagi

dan seterusnya sampai 100 sel leukosit terhitung menurut jenisnya. Selain melakukan hitung

jenis leukosit, perlu xicata pula kelainan morfologi yang mungkin dijumpai pada inti dan atau

sitoplasma leukosit.4

Jenis leukosit % …/uL

Basofil 0-1 0-100

Eosinofil 1-3 50-300

Batang 1-5 50-500

Segmen 50-70 2500-7000

Limfosit 20-40 1000-4000

Monosit 1-6 50-600

Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit terhadap 100 sel hanya bermakna bila jumlah

leukosit dalam keadaan normal yaitu antar 5000-10000/uL darah. Pada keadaan dimana

jumlah leukosit meningkat (leukositosis) hitung jenis leukosit dilakukan terhadap lebih dari

11

Page 12: PBL blok 18

100 sel. Hitung jenis sel dilakukan terhadfap 200 sel bila jumlah leukosit antara 10.000-

20.000/uL, terhadap 300 sel bila jumlah leukosit antara 20.000-20.000/uL dan terhadap 400

sel bila jumlah leukosit lebih dari 50.000/uL.

Adanya eritrosit berinti dilaporkan per 100 leukosit dan tidak diikut sertakan dalam

hitung jenis. Bila ditemukan eritrosit berinti lebih dari 10/100 leukosit, perlu dilakukan

koreksi atas pemeriksaan hitung leukosit. Contoh : hasil pemeriksaan hitung leukosit

125.000/uL. Pada sediaan hapus darah tepi dijumpai 25 eritrosit berinti/ 100 leukosit. Maka

jumlah leukosit sebenarnya adalah (100/125) X 125.000 = 100.000/uL.

Keadaan trombosit.

Dengan opemeriksaan sediaan hapud darah tepi dapat diperkirakan jumlah trombosit.

Dalam keadaan normal terdapat 4-8 trombosit/ 100 eritrosit. Selain itu perlu diperhatikan

pula ada tidaknya kelainan mofologi trombosit seperti giant trombosit atau atypical trombosit.

2.2 Epidemiologi

Terdapat kesulitan dalam mengetahui sebab dan cara mengontrol asma. Pertama-tama timbul

akibat perbedaan perspektif mengenai definisi asma serta metode dan data penelitiannya. Ke

dua. diagnosis asma biasanya berdasarkan hasil kuesioner tentang adanya serangan asma dan

mengi raja tanpa disertai hasil tes faal paru untuk mengetahui adanya hiperreaksi bronkus

(HRB). Ke tiga, untuk penelitian dipakai definisi asma berbedabeda. Woodcock (1994)

menyebut asma akut (current asthma) bila telah ada serangan dalam 12 bulan terakhir dan

terdapat HRB: asma persisten, bile terus menerus terdapat gejala dan HRB: sedangkan asma

episodik bila secara episodik dijumpai gejala asma tanpa adanya HRB pada tes provokasi.Ke

empat, angka kejadian dari penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor dan objek penelitian

yaitu faktor lokasi (negara, daerah. kota atau desa), populasi pasien (masyarakat atau

sekolah/rumah sakit, rawat inap atau rawat jalan) usia (anak, dewasa) cuaca (kering atau

lembab), predisposisi (atopi, pekerjaan), pencetus (infeksi, emosi, suhu, debu dingin, kegiatan

fisik), dan tingkat berat serangan asma.5

Dilaporkan adanya peningkatan prevalensi asma di seluruh dunia secara umum dan

khususnya peningkatan frekuensi perawatan pasien di RS atau kunjungan ke emergensi.

Penyebab terjadinya hal ini diduga disebabkan peningkatan kontak dan interaksi alergen di

rumah (asap, merokok pasif) dan atmosfir (debu kendaraan). Kondisi sosioekonomis yang

rendah menyulitkan pemberian tempi yang haikc". Prevalensi asma di seluruh dunia adalah

sebesar 8–10% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat

12

Page 13: PBL blok 18

sebesar 50%(4). Prevalensi asma di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali dibanding tahun

1960 yaitu dari 1,2% menjadi 3,14%, lebih banyak pada usia muda°1. Penelitian prevalensi

asma di Australia 1982-1992 yang didasarkan kepada data atopi, mengi dan HRH

menunjukkan kenaikan prevalensi asma akut di daerah lembab (Belmont) dari 4,4%(1982)

menjadi 11,9% (1992). Singapura dari 3,9% (1976) menjadi 13,7%(1987), di Manila 14,2%

menjadi 22.7% (1987). Data dari daerah perifer yang keying adalah sebesar 0,5% dari 215

anak dengan bakat atopi sebesar 20,5%, mengi 2%, HRH 4%. Serangan asma juga semakin

berat, terlihat dari meningkatnya angka kejadian asma rawat inap dan angka kematian. Asma

juga merubah kualitas hidup penderita dan menjadi sebab peningkatan absen anak sekolah

dan kehilangan jam kerja. Biaya asma sebesar F. 7.000 Milyard di Perancis yaitu 1% dari

biaya pemeliharaan kesehatan langsung ataupun tidak langsung. meningkat terus. Penelitian

di Indonesia tersering menggunakan kuesioner dan jarang dengan pemeriksaan HRB. Hampir

semuanya dilakukan di lingkungan khusus misalnya di sekolah atau rumah sakit dan jarang di

lingkungan masyarakat. Dilaporkan pasien asma dewasa di RS Hasan Sadikin berobat jalan

tahun 1985- 1989 sebanyak 12.1% dari jumlah 1.344 pasien dan 1993 sebanyak 14,2% dari

2.137 pasien. Pada perawatan inap 4,3% pada 1984/ 1985 dan 7,5% pada 1986–1989. Pasien

asma anak dan dewasa di Indonesia diperkirakan sekitar 3–8%, Survai Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) 1986 mengajukan angka sebesar 7,6%. Hasil penelitian asma pada anak

sekolah berkisar antara 6,4% dari 4.865 anak (Rosmayudi, Bandung 1993), dan 15,15% dari

1.515 anak (multisenter, Jakarta).

2.3 Etiologi

Asma sangatlah umum, diperkirakan melanda kurang lebih 4-5% populasi di Amerika

Serikat. Kejadian yang sama juga dilaporkan di negara-negara yang lain. Asma terjadi di

semua umur, tetapi lebih dominan pada usia dewasa muda. Sekitar 1,5% kasus terjadi pada

anak sebelum 10thn, dan 3% sisanya terjadi sebelum usia 40thn. Sedangkan prevalensi laki-

laki dan perempuan adalah 1:2.6

Walaupun prevalensi kejadian asma pada populasi cukup besar, sampai sekarang

etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Faktor yang dapat memicu asma antara

lain: allergen, polusi udara, infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan,

obat, atau ekspresi yang berlebihan. Sebagian besar orang membagi jenis asma menjadi 2

yaitu: alergi dan idiosinkratik.6

13

Page 14: PBL blok 18

Pada sebagian besar penderita asma sering ditemukan riwayat alergi, selain itu

serangan asmanya sering dipicu oleh pemajanan terhadap allergen. Pada pasien yang

mempunyai komponen alergi, apabila ditelusuri biasanya sering ditemukan riwayat asma atau

alergi pada keluarganya, seperti rhinitis, urtikaria, eczema. Penderita asma ini disebut “Asma

alergi”. Selain itu akan timbul efek kemerahan dan bengkak setelah dilakukan suntikan

ekstrak airbone antigen, dengan diikuti peningkatan IgE serum yang berlebihan. Seseorang

yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai efek atopik.

Sedangkan keadaan tersebut disebut “atopy”.

Namun, ada juga penderita yang tidak atopy, serangan asmanya tidak dipicu oleh

allergen, serta tidak memiliki riwayat keluarga alergi. Pada penderita ini disebut “Asma

idiosinkratik”. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas, dan pada

permulaannya seperti gejala flu biasa, tetapi bebarapa hari kemudian berkembang menjadi

hebat disertai wheezing dan dyspnea.

2.4 Patofisiologi

Salah satu mekanisme dalam diatesis asma adalah hiperiritabilitas nonspesifik dari

percabangan tracheobronchial. Pada saat reaktivitas udara yang melalui jalan napas

meningkat, akan timbul gejala yang lebih berat dan persisten, dan beberapa terapi dibutuhkan

untuk mengontrol pasien. Pada keadaan tertentu, besarnya fluktuasi diurnal pada fungsi paru

akan meningkat dan pasien akan terbangun pada malam hari atau pada saat bangun tidur akan

mengalami sesak napas.6

Pada orang normal dan juga pada individu yang menderita asma, biasanya reaktivitas

jalan napas akan meningkat setelah adanya infeksi virus(pada traktus respiratorius) dan

adanya paparan oleh polutan seperti ozone dan Nitrogen dioxide (bukan Sulfur dioxide).

Infeksi virus dapat menyebabkan konsekuensi gejala yang lebih nyata, dan respon pada jalan

nafas mungkin akan terus meningkat untuk beberapa minggu apabila diperberat oleh infeksi

ringan. Tetapi, reaktivitas jalan napas akan meningkat hanya untuk beberapa hari setelah

terpapar oleh ozone. Allergen dapat menyebabkan respon pada jalan napas meningkat dalam

beberapa menit dan dapat bertahan selama beberapa minggu. Jika dosis paparan antigen

cukup tinggi, episode obstruktif akut dapat terjadi tiap hari dalam jangka waktu yang lama,

walaupun hanya terpapar sekali saja.

14

Page 15: PBL blok 18

Hipotesis yang paling popler sekarang dalam patogenesis dari asma adalah asma

terjadi oleh karena adanya suatu proses inflamasi subakut yang persisten pada jalan napas.

Suatu proses inflamasi aktif, dapat ditemukan pada saat dilakukan biopsi endobronchial

walaupun dikerjakan pada orang yang menderita asma asimptomatis. Jalan napas dapat

mengalami edema dan terdapat infiltrat-infiltrat eosinofil, neutrofil, dan limfosit, dengan atau

tanpa peningkatan kolagen pada epitel membran basal. Dapat juga ditemukan hipertrofi

kelenjar regional. Yang pasti ditemukan pada pemeriksaan biopsi penderita asma adalah

peningkatan densitas kapiler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan penggundulan dari epitel-

epitel.

Walaupun penjelasan tentang adanya hubungan antara observasi histologi dengan

proses penyakit belum dapat dijelaskan secara matang, diyakini bahwa fisiologi dan

manifestasi klinik dari asma merupakan interaksi dari sel-sel inflamasi lokal, sel-sel infiltrat

pada permukaan epitelium, mediator inflamasi, dan sitokin. Nsel-sel yang berperan penting

15

Page 16: PBL blok 18

dalam proses inflamasi pada asma adalah sel mast, eosinofil, limfosit, dan sel epitelial. Setiap

sel-sel tersebut dapat mengeluarkan mediator-mediator kimiawi dan sitokin-sitokin untuk

menginisiasi dan menguatkan proses inflamasi akut dan perubahan-perubahan patologis pada

penyakit asma. Mediator-mediator kimiawi yang dapat dilepaskan antara lain adalah

histamin, bradikinin, leukotrien C,D, dan E, Platelet Activating Factor, dan prostaglandin E2,

F2α, dan D2-yang akan menginduksi inflamasi secara kuat, mempercepat proses reaksi

inflamasi termasuk bronkokonstriksi, kongesti vascular,dan edema. Selain mediator-mediator

kimiawi dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada jalan napas dan edema mukosa,

leukotrien juga dapat meningkatkan produksi mukus dan menyebabkan gangguan fungsi silia.

Faktor-faktor kemotaksis (Eosinophil and Neutrophil Chemotactic Factors of Anaphylaxis

and Leuoktrien B4) akan menarik eosinofil, platelet, dan polimorfonuklear leukosit ke tempat

peradangan. Sel-sel infiltrat, seperti makrofag dan sel epitelium secara potensial akan

menigkatkan fase cepat dan fase seluler. Pada proses selanjutnya, sel epitelium akan

memperkuat bronkokonstriksi dengan mengelaborasikan endothelin-1 dan faktor

vasodilatasi(Nitrit oxcide, PGE2, dan 15-hydroxyeicosatetraenoic acid. Selain itu, sel-sel

tersebut akan melepaskan sitokin seperti Granulocyte Macrophage Colony Stimulating

Factor(GM-CSF), interleukin(IL-8), rantes, dan eotaxin.7

Seperti sel mast pada reaksi awal, eosinofil juga akan berperan pada komponen

inflitrat. Granula-granula pada eosinofil(major basic protein dan eosinophilic cationic

protein) dan radikal bebas akan menghancurkan epitel-epitel pada jalan napas, dimana

kemudian epitel-epitel tersebut akan masuk ke lumen bronkus dan membentuk Creola

Bodies. Dengan hancurnya epitel-epitel pada jalan napas, penghancuran tersebut akan

menginduksi lebih banyak sitokin yang akan memperburuk inflamasi.

Limfosit T juga berperan penting dalam proses inflamasi. Jumlah limfosit T akan

meningkat pada pasien asma dan akan membantu produksi sitokin yang akan mengaktivkan

Cell-medicated immunity, dan juga humoral imune response (IgE).

Proses inflamasi pada asma, sebenarnya dimulai dengan adanya sensitisasi oleh

allergen. Sel dendrit, yang merupakan Antigen Presenting Cell, akan migrasi ke nodul

limfatikus regional dimana kemudian antigen akan dikenali oleh Limfosit T dan B sebagai

benda asing. Limfosit B kemudian akan diinduksi untuk memproduksi IgE. Penginduksian ini

melibatkan IL-4 dan IL-13 yang dihasilkan oleh Limfosit T setelah mengenali antigen

tersebut. IgE kemudian akan berikatan dengan reseptornya di sel mast.

16

Page 17: PBL blok 18

Pada saat terjadi paparan lagi, IgE akan mengikat allergen dan akan mengaktivasi sel

mast. Pengaktivasian sel mast akan diikuti dengan pelepasan histamin, leukotrien, dan sitokin

yang akan berperan dalam mediasi timbulnya efek pada asma dan terjadinya inflamasi.

Di antara sitokin-sitokin, GM-CSF, IL-4, dan IL-5 akan menarik eosinofil ke paru-

paru, meningkatkan survival time, dan menstimulasi produksi mediator-mediator kimiawi

lain seperti Major Basic Protein (MPB) yang dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa

bronkus, bronkospasm, dan terjadinya status proinflamasi.

CD4+ dapat dibedakan menjadi Th1, dimana akan memproduksi IL-2 dan IFNγ untuk

berpartisipasi pada cell mediated immunitu, dan Th2 yang memproduksi IL-4, IL-5, IL-10,

dan IL-13, dan menyebabkan inflamasi langusng.

Aspek Genetika

Walaupun ada sedikit keraguan bahwa asma memiliki komponen keluarga yang kuat,

identifikasi mekanisme genetik yang mendasari penyakit telah terbukti sulit untuk beberapa

alasan, termasuk masalah mendasar seeperti kurangnya perjanjjian dalam definisi penyakit,

ketidakmampuan untuk mendefinisikan fenotipe tunggal, Non-Mendelian herediter, dan

pemahaman yang tidak lengkap tentang bagaimana faktor lingkungan mengubah ekspresi

genetik. Skrining keluarga untuk gen kandidat telah mengidentifikasi beberapa daerah

kromosong yang berhubungan dengan atopy, peningkatan kadar IgE, dan hiperrespon dari

jalan napas. Bukti keterkaitan genetik dalam peningkatan tingkat IgE total serum dan Atopy

telah diamati pada kromosom 5q,, 11q dan 12q di sejumlah populasi tersebar di seluruh

dunia.

Faktor-faktor penginduksi Asma

Rangsangan yang memicu episode asma akut dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori

utama: allergenik, farmakologi, lingkungan, pekerjaan, olahraga, dan emosional.

1. Allergen

Asma yang disebabkan oleh alergi tergantung pada respon IgE yang dikendalikan oleh

Limfosit T dan B, dan diaktifkan oleh interaksi antigen dengan molekul IgE yang sebelumnya

terlat terikat dengan sel mast. Epitel saluran napas dan submukosa mengandung sel dendritik

yang berfungsi menangkap antigen dan memproses antigen. Setelah mengikat antigen, sel-sel

ini bermigrasi ke kelenjar getah bening lokal di mana mereka memperkenalkan antigen ke

reseptor sel T. Dalam pengaturan genetik normal, interaksi antigen dengan sel THO, dengan

adanya IL-4, akan menyebabkan diferensiasi menjadi subset Th2. Proses ini tidak hanya

17

Page 18: PBL blok 18

membantu memfasilitasi peradangan asma tetapi juga menyebabkan limfosit B untuk beralih

dari produksi antibodi IgG dan IgM menjadi IgE

Setelah disintesis dan dilepaskan oleh sel B, IgE beredar dalam darah sampai

menempel pada reseptor sel mast dengan afinitas tinggi dan afinitas rendah untuk reseptor

basophil. Sebagian besar alergen yang memicu asma berada di udara, dan untuk menginduksi

sensitivitas, alergen harus cukup banyak untuk waktu yang cukup lama. Setelah sensitisasi

terjadi, pasien dapat menunjukkan responsivitas tinggi, sehingga dalam jumlah sedikit pun

dapat menghasilkan eksaserbasi yang signifikan.

Mekanisme dimana penyebab alergi yang berasal dari udara, yang memprovokasi episode

akut asma sebagian bergantung pada interaksi antara antigen-antibody pada permukaan sel

mast paru dan pelepasan mediator hipersensitivitas cepat. Hipotesis saat ini berpendapat

bahwa partikel antigen yang sangat kecil dapat menembus pertahanan paru-paru dan

bersentuhan dengan sel mast yang menyatu dengan epitel di permukaan luminal dari saluran

udara pusat. 

2. Stimulus Farmakologi

Obat yang paling berhubungan dengan induksi episode asma akut adalah aspirin, pewarna

buatan seperti Tartrazine, β-adrenergic antagonist, dan agen sulfur. Sangatlah penting untuk

menyadari secara cepat dan cermat asma yang diinduksi oleh obat, karena tingkat morbiditas

yang tinggi. Selanjutnya, kematian kadang-kadang diikuti pada saat setelah menelan aspirin

(atau agen anti-inflamasi nonsteroid) atau antagonis β-adrenergik. Sindrom pernafasan

speisifik karena sensitif terhadap aspirin terutama menyerang pada orang dewasa, meskin

mungkin terjadi pada anak-anak. Masalah ini biasanya dimulai oelh rinitis vasomotor yang

kronik lalu diikuti oleh rinosinusitis hiperplastik dengan poli nasal, kemudian baru terjadi

asma progresif. Paparan aspirin sekalipun dalam jumlah yang sangat kecil, kongesti hidung

dan mata yang akut dapat terjadi pada individu yang rentan, sering diikuti oleh episode

obstruksi saluran napas yang berat.

Prevalensi terhadap sensitisasi oleh aspirin sangat bervariasi. Diyakinin terdapat

hubungan reaksi silang yang kuat antara aspirin dengan NSAID dalam menghambat

prostaglandin G/H synthase 1 (COX-1). Indomethacin, fenoprofen, naproxen, zomepirac

sodium, ibuprofen, asam mefenamat, dan fenilbutazon juga mempunyai peran penting pada

penyakit asma. Sedangkan asetaminofen, sodium salisilat, kolin salisilat, salisilamid, dan

propoksifen dapat ditoleransi dengan baik.

Pasien yang sensitif dengan aspirin dapat ditanggulangi dengan administrasi obat

yang baik setiap hari.

18

Page 19: PBL blok 18

3. Lingkungan dan Polusi Udara

Pengaruh lingkungan dalam menyebabkan serangan asma, biasanya berhubungan dengan

kondisi iklim dimana akan memengaruhi polusi atmosfer dan antigen. Kondisi seperti ini,

condong terjadi pada daerah perindustrian dan populasi penduduk yang tinggi dan

berhubungan dengan inversi termal atau keadaan lain yang menimbulkan massa udara yang

stagnan. Pada keadaan seperti ini, walaupun secara umum dapat menyebabkan gejala-gejala

umum, pasien dengan asma dan penyakit respirasi lainnya dapat mengalami efek yang lebih

berat. Polusi udara yang dapat memberikan efek antara lain adalah ozone, nitrogen dioksida,

dan sulfur dioksida. Apabila pasien mengalami ventilasi udara yang tinggi terhadap gas-gas

tersebut, maka efek yang ditimbulkan akan lebih berat. Pada kondisi seperti ini, pemberian

profilaksis obat antiinflamasi sebelum masuknya iklim tersebut, dapat membantu memperbiki

dan mencegah efek-efek yang ditimbulkan.

4. Pekerjaan

Occupational-related Asthma atau asma yang disebabkan oleh pekerjaan merupakan masalah

kesehatan yang serius, dan prevalensi terjadinya obstruksi saluran napas akut dan bawah

dilaporkan sangat dipengaruhi oleh proses-proses pada beberapa industri. Secara umum, agen

penyebab dapat dikaslifikasikan menjadi High-Molecular-Weight Compounds, yang dapat

menginduksi asma melalui mekanisme imunologi dan Low-Molecular-Weight Agents yang

dapat merangsang pelepasan faktor bronkokonstriksi. High-Molecular-Weight Compounds

meliputi debu kayu dan tumbuhan(gandum, oak, kacang, biji kopi, mako, karay, dan

tragacanth), agen yang berkenaan dengan farmasi (antibiotik, piperazine, dan cimetidine),

enzyme biologi(deterjen, enzim pankrease, dan enzim B.subtilis), dan debu binatang atau

serangga, serum, dan hasil sekresi. Low-Molecular-Weight Agents meliputi garam-garam

metal (platinum, chrome, vanadium, dan nikel) dan kimiawi industri dan plastik(toluene

diisocyanate, phthalic acid anhydride, trimetllitic anhydride, persulfates, ethylenedyamine, p-

phenylenediamine, western red cedar, azidrocarbonamide, dll). Formaldehide dan urea

formaldehide termasuk juga dalam grup ini. Sangatlah penting untuk mengetahui bahan kimia

apa yang digunakan oleh pasien sebelum terjadi serangan, misalnya seperti bahan cat, plastik

dan bahan-bahan yang digunakan pada saat kerja.

5. Infeksi

Infeksi respiratorius merupakan rangsangan yang paling umum dalam menimbulkan

eksaserbasi akut pada asma. Virus merupakan faktor etiologi yang paling banyak. Pada anak

kecil, agen infeksius yang paling penting adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan

parainfluenza virus. Pada anak yang lebih tua dan dewasa, rhinovirus dan influenza virus

19

Page 20: PBL blok 18

merupakan patogen yang predominan pada dewasa. Kolonisasi sederhana pada percabangan

trakeobronkial cukup untuk menimbulkan episode akut dari bronkospasme, dan serangan

asma hanya terjadi ketika gejala-gejala dari infeksi traktus respiratoris sedang atau telah

terjadi. Infeksi virus dapat secara aktif dan kronik melabilkan keadaan asma, dan mungkin

merupakan stimuli satu-satunya yang dapat memproduksi gejala yang konstan untuk

beberapa minggu. Mekanisme dimana infeksi dapat menyebabkan eksaserbasi asma aku

mungkin berhubungan dengan produksi sel T, dimana menghasilkan sitokin yang merupakan

mediator utama dalam inflamasi sel.

6. Olahraga

Olahraga merupakan perangsang yang umum yang menyebabkan episode asma akut.

Stimulus ini membedakan dari provokasi alami yang lain, seperti antigen, infeksi virus, dan

polusi udara., dalam hal apapun tidak menimbulkan gejala sisa jangka panjang, juga tidak

meningkatkan reaktivitas saluran napas. Biasanya serangan mengikuti pada saat terjadi

pengerahan tenaga. Variabel penting yang menentukan tingkat keparahan dari obstruksi

saluran napas adalah tingkat pencapaian ventilasi dan suhu dan kelembaban udara

inspirasi. Ventilasi semakin tinggi dan semakin rendah kadar panasnya udara, semakin besar

respon yang dihasilkan. Untuk kondisi udara yang sama terinspirasi, berlari menghasilkan

serangan asma yang lebih parah daripada berjalan karena ventilasi yang lebih besar.

Sebalknya, untuk suatu tugas tertentu, menghirup udara dingin nyata meningkatkan respons,

sedangkan udara hangat, udara lembab tidak meningkatkan respons. Akibatnya, kegiatan

seperti hoki es dan ice skating lebih provokatif daripada yang berenang di kolam renang,

dalam ruangan dengan penghangat. Mekanisme ini, dimana latihan menghasilkan obstruksi

mungkin berhubungan dengan hiperemia termal yang dihasilkan dan kebocoran kapiler di

dinding saluran napas.

7. Stres Emosional

Faktor-faktor psikologis dapat memperburuk atau memperbaiki asma. Perubahan saluran

napas kaliber tampaknya dimediasi melalui modifikasi kegiatan eferen vagal, tapi endorphin

juga mungkin memainkan peran. Sejauh mana faktor psikologis berpartisipasi dalam induksi

dan / atau kelanjutan dari setiap eksaserbasi akut, faktor-faktor tersebut mungkin bervariasi

dari pasien ke pasien dan di pasien yang sama dari episode ke episode.

2.5 Patologi

20

Page 21: PBL blok 18

Kelainan anatomik pada asma menyangkut semua lapisan dinding saluran nafas, termasuk

lumen, mukosa, submukosa dan otot polos.8

1. Lumen.– Sering ditemukan adanya sumbatan mukus yang kental dan liat, yang sulit untuk

dikeluarkan, yang terdiri dari bagian mukus, serus dan seluler. Bagian seluler berasal dari sel

eosinofil, kristal Charcot-Leyden yang berasal dari sel eosinofil dan epitel bronkus yang

disebut "creola bodies".

2. Mukus.– Mukus trakeobronkial terdiri dari golongan glikoprotein. Pada penderita asma

terjadi peninggian sintesis dari mukopolisakaride. Mekanisme mukosilier pada asma

terganggu karena ada kelambatan pada tranpor mukosilier. Mukus penderita asma

mengandung lebih banyak protein serum. Hal hal tersebut merupakan sebab utama dari

perubahan sifat fisik yang menimbulkan kelambatan "clearance". Zat-zat kolinergik

meninggikan produksi mukus dari kelenjar sub-mukosa, merangsang frekuensi "ciliary beat"

dan membantu transpormukosilier. Zat-zat adrenergik Beta juga menstimulir transpor pada

penderita asma, tapi bagaimana mekanismenya dalam meninggikan "Clearance" belum

diketahui.

3. Epitel bronkus.— Pada status asmatikus tidak ditemukan adanya silia, karena terlepas oleh

desakan sel ke lumen dan diganti dengan sel goblet hiperplastik yang membentuk mukus.

Juga terjadi infiltrasi sel, terutama eosinofil dan edem mukosa. Mungkin epitel orang atopik

lebih permeabel terhadap molekul protein dari pada orang normal. 4. Submukosa. – Edem dan

infiltrasi sel lebih sering dijumpai pada sub mukosa dibandingkan dengan epitel, di sini sel-

selnya lebih heterogen, seperti limfosit, histiosit, sel plasma dan eosinofil. Kelenjar

submukosa membesar, seperti juga halnya pada bronkitis kronis dan penebalan membran

basal adalah khas untuk asma. Hal ini disebabkan karena timbunan kolagen di bawah

membran basal. Callerame dkk menemukan deposit IgA, IgG dan IgM dimembran basal. IgE

hanya ditemukan dalam sel mononuklir yang disangka sel plasma. Gerber dkk menemukan

deposit IgE di epitel mukosa orang asma dan diduga bahwa mukosa adalah jaringan target

dan tempat terjadinya reaksi imun pada asma. Harus pula dipikirkan, bahwa adanya Ig dalam

paru dapat disebabkan sebagai akibat infeksi. Mastosit hampir tidak ditemukan pada status

asmatikus, yang kemungkinan besar disebabkan karena degranulasi. Degranulasi dapat pula

21

Page 22: PBL blok 18

disebabkan karena hipoksia dan edem submukosa yang mengencerkan mastosit. Mastosit

yang ada di lumen dan epitel dapat mengeluarkan bahan mediator yang merubah

permeabilitas mukosa sehingga memungkinkan masuknya antigen sampai mastosit di

submukosa.

5. Otot polos bronkus.– Ada bukti jelas bahwa pada asma, otot polos bronkus bertambah

akibat hiperplasi dan hipertrofi. Hal ini dapat terjadi akibat adanya bronkokonstriksi yang

lama. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan adanya perbedaan antara otot polos pada

orang asma dan orang normal. Szantivanyi berpendapat bahwa otot polos orang asma

mengandung lebih sedikit reseptor adrenergik Beta sehingga akan lebih cepat terjadi

bronkokonstriksi karena rangsangan kolinergik atau mediator yang dikeluarkan pada reaksi

alergi. Mungkin pula, bahwa IgE merubah faal dari otot polos.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Manifestasi Klinik

Gejala yg timbul biasa berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus.

Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala –

gejala asma antara lain :6

1. Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop

2. Batuk produktif, sering pada malam hari

3. Nafas atau dada seperti tertekan

dalam bentuk yang paling khas, Asma adalah penyakit episodik, dan ketiga gejala

berjalan berdampingan. pada awal serangan, pasien mengalami rasa penyempitan di dada,

sering dengan batuk produktif. Ekspirasi menjadi berkepanjangan, dan sering pasien telah

tachypnea, tachycardia dan hipertensi sistolik ringan. Paru-paru cepat menjadi overinflated,

dan diameter anteroposterior torak meningkat. Jika serangan tersebut parah atau

berkepanjangan, mungkin akan ada kehilangan suara napas adventitial, dan mengi menjadi

sangat tinggi melengking. Lebih lanjut, otot-otot aksesori menjadi terlihat aktif, dan pulsa

paradoks sering berkembang. ini dua tanda yang sangat penting dalam menunjukkan tingkat

keparahan obstraction. Di depan baik, fungsi paru cenderung lebih terganggu secara

signifikan dibandingkan dengan ketidakhadiran mereka. penting untuk dicatat utamanya

pengembangan paradoksal pulsa tergantung pada generasi besar tekanan intrathoracis negatif.

demikian, jika pasien bernapas dangkal, ini tanda dan / atau penggunaan otot aksesori bisa

tidak ada meskipun halangan cukup parah. tanda-tanda lain dan gejala asma hanya sempurna

22

Page 23: PBL blok 18

mencerminkan perubahan fisiologis yang ada. memang, jika hilangnya keluhan subjektif atau

bahkan mengi, digunakan sebagai titik akhir di mana terapi untuk serangan akut berakhir,

reservoir penyakit residual besar akan hilang.

Pada akhir gejala sering ditandai dengan batuk yang menghasilkan lendir tebal dan

seperti benang. yang sering mengambil bentuk saluran-saluran udara distal (spiral

curschmann) dan, ketika diperiksa mikroskopis, sering menunjukkan eosinofil dan kristal

Charcot-Leyden. dalam situasi ekstrim, mengi dapat berkurang tajam atau bahkan hilang,

batuk dapat menjadi sangat tidak efektif, dan pasien dapat memulai jenis pola pernafasan

terengah-engah. Temuan ini menyiratkan lendir luas plugging dan mati lemas. bantuan

ventilasi dengan cara mekanis mungkin diperlukan. atelektasis karena sekresi inspissated

accours kadangkala dengan serangan astmatic. spontan pneumotorax dan / atau accour

pneumomediastinum tapi jarang.

Jarang, pasien dengan asma mungkin mengeluhkan gejala sesekali batuk produktif

atau dyspnea exertional. tidak seperti orang lain dengan asma, ketika pasien tersebut

diperiksa selama periode gejala, mereka cenderung memiliki suara napas normal tetapi

mungkin siut setelah pernafasan dan terpaksa diulang dan / atau dapat menunjukkan

gangguan ventilasi ketika di laboratorium. karena tidak ada tanda-tanda kedua, tes

bronchoprovocation mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis. Gejala bersifat

poroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.

Klasifikasi derajat asma

Derajat asma Gejala Gejala malam Fungsi paru

Intermiten mingguan < 1 minggu ≤ 2x sebulan VEPI atau APE ≥ 80%

Tanpa gejala diluar

serangan

Serangan singkat

Fungsi paru asimtomatik

dan normal luar serangan

Persisten ringan

mingguan

>1x/ minggu tapi <1x/

hari

> 2x seminggu VEPI atau APE ≥ 80%

normal

Serangan dapat

menggangu aktifitas dan

tidur

Persisten sedang harian Gejala harian Sekali seminggu VEPI atau APE ≥ 60%

tetapi ≤80% normal

Menggunakan obat setiap

hari

23

Page 24: PBL blok 18

Serangan menggangu

aktifitas dan tidur

Serangan 2x/minggu, bisa

berhari-hari

Persisten berat kontinu Gejala terus menerus sering VEPI atau APE < normal

80%

Aktifitas fisik terbatas

Sering serangan

Tingkat – tingkat asma

Berdasarkan tingkat kegawatan asma maka asma dapat dibagi menjadi 3 tingkatan,

yakni:

a. Asma bronkiale

Yakni suatu bronkospasme yang sifatnya reversible denga latar belakang alergik

b. Status asmatikus

Yakni suatu asma yang sukar disembuhkan dengan obat – obat konvensional

c. Asmatikus emergency

Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

Kriteria yang dipergunakan untuk menentukan tingkat kegawatan asma adalag

sebagai berikut :

- Bila asma dengan kegagalan pernafasan (respiratory failure)

- Bila terdapat komplikasi berupa hipoksia serebri atau gangguan hemodinamik

maupun gangguan pada cairan tubuh dan elektrolit.

- Interval dari beberapa serangan. Makin pendek intervalnya, makin tinggi nilai

kegawatannya.

- Derajat serangan asma. Lebih lama serangannya, makin tinggi nilai kegawatannya.

- Intensitas. Makin tinggi intensitas serangan yang ditandai dengan makin rendahnya

nilai FEV1, makin tinggi nilai kegawatannya.

- Bila terdapat komplikasi infeksi.

- Bila asma tidak dapat memberikan respon terhadap obat – obat konvensional.

Tingkat kegawatan asma dapat menyebabkan keadaan yang fatal dimana dapat

ditentukan oleh faktor – faktor sebagai berikut :

- Episode serangan terjadi dalam interval yang pendek

- Vital capacity kurang dari 1 liter

- Oksigen yang berkurang di serebral sehingga mengakibatkan penurunan kesadaran

- Peningkatan CO2 dalam darah dan ditandai pulda dengan terjadinya sianosis

24

Page 25: PBL blok 18

- Mulai terjadi iskemik otot jantung

- Terdapatnya komplikasi pneumotoraks dan pneumomediastinum

- Terjadinya penurunan pH darah.

2.6.2 Diagnosis Kerja

Asma didefinisikan sebagai penyakit peradangan kronis saluran udara yang ditandai dengan

peningkatan responsivitas tracheobronchial ke multiplisitas dari stimulus. Manisfestasi

fisiologis oleh karena adanya penyempitan luas dari saluran pernafasan, yang mana dapat

dihilangkan secara spontan atau sebagai akibat dari terapi, dan klinis oleh paroxysms dari

dyspnea, batuk dan wheezing.9

Asma adalah penyakit episodik, dengan eksaserbasi akut diselingi dengan periode

bebas gejala. biasanya, sebagian besar serangan berumur pendek, menit berlangsung jam, dan

klinis pasien tampak begitu sembuh sepenuhnya setelah serangan. Namun, mungkin ada fase

di mana pasien mengalami beberapa derajat obstruksi jalan napas sehari-hari. tahap ini dapat

ringan, dengan atau tanpa adanya gejala parah, atau jauh lebih serius, dengan obstruksi berat

bertahan selama berhari-hari atau berminggu-minggu. kondisi terakhir ini dikenal sebagai

status asthmaticus, dalam kondisi yang tidak biasa, gejala akut dapat menyebabkan kematian.

Anamnesis yang teliti merupakan bagian terpenting termasuk gambaran dan

banyaknya serangan, wizing atau batuk, serta lama, frekuensi, intensitas serangan dan waktu-

waktu tanpa serangan. Perlu diketahui sampai mana simtomnya mengganggu aktivitas sehari-

hari, seperti pekerjaan, sekolah, ataupun main-main dan tidur. Pada pemeriksaan fisik perlu

diperhatikan adanya rinitis alergik, polip, observasi dada, kualitas suara nafas, wizing, ronki,

dan ikut bekerjanya otototot pembantu pernapasan. Pada asma yang berat sekali, karena

aliran udara yang sangat kecil, sering tidak ditemukan wizing (silent chest). Derajat obstruksi

perlu diketahui dan dapat diukur dengan spirometer. Meskipun penderita tidak mempunyai

keluhan dan tidak menunjukkan wizing pada pemeriksaan fisik, gangguan obstruksi sering

dapat ditemukan. Bila terdapat obstruksi, sedapatnya gangguan faal paru tersebut dicoba

untuk dikembalikan ke keadaan senormal mungkin dengan pemberian bronkodilator.

Pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan. Eosinofilia dalam darah dan atau sputum ditemukan

baik pada asma jenis alergik maupun pada asma yang bukan alergik. Selanjutnya tes kulit

perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan rencana pengobatan. IgE

biasanya meninggi, dan akan lebih tinggi lagi pada komplikasi aspergilosis bronkopulmoner.

Dalam keadaan yang berat, perlu dilihat perbaikan faal paru sebagai hasil pengobatan, dan

kalau tidak ada perbaikan perlu dilakukan analisa gas darah. Bila pada pemeriksaan tidak

ditemukan wizing, dan diduga ada asma, dapat dilakukan tes provokasi misalnya dengan :

25

Page 26: PBL blok 18

– tes latihan jasmani

– tes histamin

– tes metakolin

Diagnosis asma dapat ditegakkan kalau tes tersebut menimbulkan penurunan dalam FEV1 ≥

20%. Selanjutnya asma akibat lingkungan kerja makin banyak dikenal. Ada pula sindrom

yang terdiri dari polip hidung, asma dan sensitivitas terhadap aspirin dan atau bahan

antiinflamasi- nonsteroid. Ternyata cukup banyak dijumpai penderita asma yang

menunjukkan penurunan FEV1 sesudah makan aspirin.

2.6.3 Diagnosis Banding

1. Bronkitis Kronik

Yang dimaksud dengan bronchitis kronik adalah batuk berulang dan berdahak selama

lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam periode paling sedikit tahun. Sebab utamanya adalah

merokok, berbagai penyakit akibat pekerjaan, polusi udara dan usia tua, terutama pada laki-

laki. Hipersekresi dan tanda-tanda adanya penyumbatan saluran napas yang kronik

merupakan tanda dari penyakit ini.10

Berdasarkan ada tidaknya penyempitan bronkus maka penyakit ini dapat dibagi menjadi 2,

yakni:

Yang tidak disertai dengan penyempitan bronkus dimana dasar penyakitnya semata-mata

oleh karena hipersekresi dari kelenjar mucus bronkus tanpa atau dengan adanya infeksi

bronkus.

Yang disertai dengan penyempitan bronkus, batuk, produksi sputum, disertai dengan

dispne dan wheezing (mengi). Pada yang kedua ini prognosisnya lebih buruk dari yang

pertama.

Pada tingkat permulaan hanya cabang-cabang bronkus dengan diameter kurang dari 2 mm

saja yang terkena. Pada fase selanjutnya maka cabang bronkus besar juga terkena dan dapat

dibuktikan dengan pemeriksaan faal paru dimana terjadi penurunan dari fungsi obstruktif.

Berbagai gejala klinis yang didapatkan:

Batuk terutama pada pagi hari pada perokok.

Sputum kental dan mungkin juga purulen, terutama bila terinfeksi oleh Haemophilus

influenza. Pada tingkat permulaan didapatkan adanya dispne yang sesaat.

Dispne makin lama makin berat dan sehari penuh, terutama pada musim dimana udara

dingin dan berkabut. Selanjutnya sesak napas terjadi bila bergerak sedikit saja dan lama-

kelamaan dapat terjadi sesak napas yang berat, sekalipun dalam keadaan istirahat.

26

Page 27: PBL blok 18

Pada sebagian pasien sesak justru datangnya pada malam hari, terutama pada pasien yang

berusia tua sehingga menyebabkan tidur pasien menjadi terganggu. Keadaan ini sama

seperti pada gambaran dekompensasi kordis kiri. Tanda yang paling dominan pada usia

lanjut adalah sesak napas pada waktu bekerja ringandan sesak napas ini bersifat progresif.

Pink puffer dan blue blotter.

Baik bronchitis maupun emfisema dapat dibagi menjadi pink puffer dan blue blotter. Pada

pink puffer, ditandai dengan sesak yang sangat berat dan terdapatnya hiperinflasi paru dan

sianosis, sehingga muka pasien terlihat berwarna merah biru (pink) dan bengkak (puffer).

Analisis darah, baik PaO2 dan PaCO2 relatif normal. hiperinflasi paru ini dapat

menyebabkan terjadinya gejala-gejala dekompensasi jantung kanan, yakni berupa edema

dan asites, tekanan vena jugularis yang meningkat dan berdilatasi. Pokoknya pada tipe

pink puffer gambaran utamanya adalah kor pulmonale. Berbeda dengan blue blotter yang

menjadi masalah utamanya justru hipoksemia dan bila kronik maka didapatkan pula

hiperkapnia. Kadar O2 dalam darah menurun, terutama ketika tidur malam dan kadang-

kadang penurunan kadar O2 darah yang sangat tinggi ini dapat tidak terlihat pada pink

puffer. Kenapa terjadi perbedaan pada kedua tipe ini sampai sekarang tidak diketahui.

2. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu kelainan yang permanen dimana terjadi dilatasi dari

bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus bagian lobus bawah (lobus

inferior), terutama lobus kanan bawah. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena letak

anatomis dari lobus ini yang lebih mudah terkena infeksi. Bagian yang lebih banyak

mengalami ektasi adalah bronkus subsegmental.10

Bronkus yang terkena dapat fokal, dapat pula difus atau bilateral. Yang fokal pada

umumnya terjadi oleh karena terdapatnya pembesaran kelenjar limfe yang menyumbat

bronkus atau dapat pula disebabkan oleh karena benda asing. Sedangkan yang difus pada

umumnya terjadi bila bronkus mengalami infeksi yang berulang, baik oleh karena aspirasi

cairan lambung maupun akibat dari inhalasi gas.

Pada bronkus yang rusak adalah otot bronkusnya sehingga bronkus kehilangan

fleksibilitasnya. Selain itu pada bronkus dapat pula terjadi luka yang dapat menimbulkan

infeksi sehingga menyebabkan fibroblast membentuk jaringan parut di bronkus. Antara

bronkus dan parenkim paru dapat pula saling mempengaruhi, artinya infeksi bronkus pada

bronkiektasis dapat menyebabkan pneumonia lobaris dan sebaliknya pneumonia lobaris yang

berulang dapat pula menyebabkan terjadinya bronkiektasis. Beberapa hal mengenai penyebab

dari bronkiektasis yang perlu dipertimbangkan, antara lain:

27

Page 28: PBL blok 18

Infeksi yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, atau jamur yang berulang. Pada

anak-anak dapat menyebabkan terjadinya bronkiektasis pada masa dewasanya.

Obstruksi pada bronkus, baik yang disebabkan oleh karena benda asing maupun karena

pembesaran kelenjar limfe, dapat menyebabkan terjadinya bronkiektasis lokal.

Berbagai kelainan kongenital, baik dari saluran pernapasan, berupa anomali

trakeobronkial maupun kelainan pembuluh darah dan limfe, juga dapat menyebabkan

terjadinya bronkiektasis.

Penyebab bronkiektasis yang lainnya adalah akibat dari penurunan daya tahan tubuh

dan berbagai penyakit keturunan, seperti sindroma Kartagener dimana gerakan-gerakan silia

menjadi berkurang, bronkiektasis situs inversus, dan fibrosis kista dari pancreas.

Beberapa hal yang perlu diketahui pada bronkiektasis adalah bahwa sel silia bukan

saja kehilangan fungsinya oleh karena kentalnya mucus, akan tetapi juga sel-sel tersebut pada

beberapa keadaan menjadi kehilangan silianya. Kentalnya sputum disebabkan oleh karena

banyaknya komponen DNA yang terkandung dan tingginya konsentrasi dari sulfide.

Terdapatnya shunt left to the right ataupun oleh karena anastomosis antara arteri

bronchial dan arteri pulmonalis dapat menyebabkan terjadinya dekompensasi jantung kiri,

disamping dapat memperhebat perdarahan yang ada.

Dua tanda utama yang terdapat pada bronkiektasis, yakni batuk pada pagi hari dan

sputum yang purulen, adalah merupakan tanda yang karakteristik dan selain itu dapat pula

terjadi hemoptisis, pneumonia yang berulang, dan sinusitis yang dapat merupakan keluhan

tambahan. Separuh dari pasien dengan bronkiektasis akan mengalami batuk darah.

Disamping itu beberapa gejala klinis yang mungkin terdapat bersamaan dengan

bronkiektasis adalah clubbing fingers, poliposis, ronki basah yang terdengar keras pada

inspirasi dan menghilang pada saat ekspirasi.

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan

beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanyakomplikasi lanjut. Cirri khas

penyakit ini adalah batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia

berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat,

dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan. Bronkiektasis yang

mengenail bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.

Keluhan-keluhan

Batuk. Batuk pada bronkiektasis mempunyai cirri antara lain batuk produktifberlangsung

kronik dan frekuens mirip seperti pada bronkitis kronik (bronchitic-like symptoms), jumlah

sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada

28

Page 29: PBL blok 18

perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya

mukoid, sedang apabila ada infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau

mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan

menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk

atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat. Misalnya

pada saccular type bronchlectesis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen, dan apabila

ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 lapisan: a). Lapisan teratas agak keruh,

terdiri atas mucus, b). Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah), dan c). Lapisan

terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (cellular

debris).

Hemoptisis. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis.

Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah

dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai yang paling ringan sampai

perdarahan yang cukup banyak yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat

atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal dari peredaran

darah sistemik). Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru merupakan

gejala satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya

baik, sputum tidak pernah menumpuk, dan kurang menimbulkan refleks batuk, pasien tanpa

batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila ditemukan kasus

hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang

jelas hendaknya diingat dry bronchiectasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun

kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada tuberculosis paru, bronkiektasis ini merupakan

penyebab utama komplikasi hemoptisis.

Sesak napas (Dispnea). Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak

napas. Timbul dan beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronik

yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang

terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan

emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang-kadang ditemukan pula suara

wheezing, akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung

pada distribusi kelainannya.

Demam berulang. Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami

infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam

berulang).

3. Emfisema

29

Page 30: PBL blok 18

Emfisema kronik adalah penyakit yang ditandai dengan pelebaran dari alveoli yang

diikuti oleh destruksi dari dinding alveoli. Biasanya terdapat bersamaan dengan bronchitis

kronik, akan tetapi dapat pula berdiri sendiri. Penyebabnya juga sama dengan bronchitis,

antara lain pada perokok. Akan tetapi pada yang herediter, dimana terjadi kekurangan pada

globulin alfa antitrypsin yang diikuti dengan fibrosis, maka emfisema muncul pada lobus

bawah pada usia muda tanpa harus terdapat bronchitis kronik.

Emfisema paru dapat pula terjadi setelah atelektasis atau setelah lobektomi, yang

disebut dengan emfisema kompensasi dimana tanpa didahului dengan bronchitis kronik

terlebih dahulu. Kebanyakan emfisema terjadi pada daerah distal dari bronkus, terutama pada

asma bronchial. Penyempitan bronkus kadangkala menimbulkan perangkap udara (air

tapering), dimana udara dapat masuk tetapi tidak dapat keluar, sehingga menimbulkan

emfisemayang akut. Frekuensi emfisema lebih banyak pada pria daripada wanita.

Yang menjadi pokok utama pada emfisema adalah adanya hiperinflasi dari paru yang

bersifat ireversibel dengan konsekuensi rongga toraks berubah menjadi gembung atau barrel

chest. Gabungan dari alveoli yang pecah dapat menimbulkan bula yang besar yang kadang-

kadang memberikan gambaran seperti pneumotoraks.

Secara klinis diagnosis emfisema didasarkan atas:

Pelebaran yang permanen dari sakus alveolaris. Pelebaran yang reversibel, seperti pada

asma, yang disebabkan oleh karena terperangkapnya udara dan dapat kembali menjadi

normal tidak digolongkan ke dalam emfisema.

Pelebaran dari sakus alveolaris (asinus) dan rusaknya dinding alveoli merupakan

gambaran normal pada usia lanjut dan perubahan fisiologi ini bukan merupakan

emfisema.

Yang terpenting pada emfisema adalah terdapatnya destruksi dari jaringan alveoli. Secara

faal menyebabkan paru kehilangan recoilnya dan kehilangan pembuluh darah yang

terdapat di unit paru tersebut, sehingga sebagian unit paru ini tidak berfungsi lagi dan

diambil alih oleh unit paru lainnya.

Berdasarkan efek emfisema pada asinus maka emfisema dapat dibagi menjadi 4 tipe, yakni:

Emfisema asinus distal atau emfisema paraseptal.

Lesi ini biasanya terjadi di sekitar septum lobules, bronkus, dan pembuluh darah atau di

sekitar pleura. Bila terjadi di sekitar pleura maka mudah menimbulkan pneumotoraks

pada orang muda.

Emfisema sentrilobular disebut juga emfisema asinus proksimal atau emfisela bronkiolus

respiratorius.

30

Page 31: PBL blok 18

Biasanya terjadi bersama-sama dengan pneumoconiosis atau penyakit-penyakit oleh

karena debu lainnya, penyakit ini erat hubungannya dengan perokok, bronchitis kronik,

dan infeksi saluran napas distal. Penyakit ini paling sering didapat bersamaan dengan

obstruksi kronik dan berbahaya bila terdapat pada bagian atas paru.

Emfisema panasinar.

Biasanya terjadi pada seluruh asinus. Secara klinis berhubungan erat dengan defisiensi

alfa antitrypsin, serta bronkus dan bronkiolus obliterasi. Salah satu bentuknya adalah

sindroma Swyer-James atau Mac Leod dimana sebelah paru menjadi hiperlusen dan

karenanya disebut dengan unilateral pulmonal hypertransradiansi. Disebut dengan

bronkiektasis tanpa atelektasis oleh karena udara terperangkap pada tiap ekspirasi dan

diperkirakan terdapat sistem kolateral ventilasi yang mencegah terjadinya atelektasis pad

bagian distal dari bronkus yang tersumbat. Emfisema jarang terjadi akan tetapi bila terjadi

tipenya adalah tipe panasinar.

Emfisema irregular atau emfisema jaringan parut.

Biasanya terlokalisir, bentuknya irregular dan tanpa gejala klinis. Salah satu bentuk

emfisema yang lain adalah emfisema jaringan parut yang berbentuk irregular. Jaringan

parut yang menyebabkan irregular dari emfisema ini berhubungan dengan tuberkulosa,

histoplasmosis, dan pneumoconiosis. Begitu pula eosinofilik granuloma dalam bentuk

irregular dan limfangileiomiomatosis.

4. TB Paru

TB paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru-paru yang sering dihubungkan dengan

tempat tinggal urban atau lingkungan yang padat. Kuman penyebabnya adalah

Mycobacterium tuberculosis, yakni bakteri tahan asam gram, batang gram (-). Dinding

kuman ini mengandung lipid yang membuat bakteri ini tahan terhadap asam, lingkungan

yang kering, dan kuman ini dapat hidup di dalam makrofag. Kuman ini juga sering

mengalami dormant, dan bisa menjadi aktif lagi kapan saja. Sifat kuman ini aerob (suka

oksigen), sehingga predileksinya pada apex paru-paru yang mengandung banyak oksigen.

Keluhan pasien TB juga bermacam-macam, diantaranya adalah: demam subfebris, batu

darah, sesak napas, nyeri dada, malaise. Pada pemeriksaa fisik ditemukan anemia, berat

badan turun, demam subfebris, kurus. Gambaran radiologinya ada infiltrate/cavitas pada paru

yang awalnya terlihat bercak-bercak opaque. Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan

pengambilan sputum. Bila ditemukan adanya kuman BTA pasien bisa dikatakan positif TB

paru. Lalu untuk uji resistensi obat bisa dilakukan kultur dari bakteri. Pada anak-anak, cara

untuk menegakkan diagnosis pernah/sedang terinfeksi kuman tuberculosis bisa dilakukan tes

31

Page 32: PBL blok 18

Tuberculin / Matoux. Dan untuk pencegahannya dapat menggunakan vaksin yang diberi

nama BCG (Bacillus Calmette Guerin).

2.7 Pentalaksanaan

Penatalaksanaan asma secara garis besar dapat dibagi dua yaitu tindakan pengobatan dan

usaha pencegahan. Tindakan pengobatan dilakukan pada keadaan serangan, dapat dilakukan

dengan atau tanpa pengobatan. Pencegahan bertujuan agar serangan yang berikut menjadi

berkurang atau berkurang sama sekali. Suatu serangan yang ringan kadang-kadang dapat

menjadi berat dan berkepanjangan serta membutuhkan penanganan yang khusus. Keadaan ini

disebabkan oleh karena penderita asma sering mempunyai pandangan yang salah terhadap

penyakitnya. Pandangan yang salah tersebut adalah :11

1. Tidak ada sesak berarti tidak ada serangan

2. Batuk terutama malam hari bila tidak disertai mengi, bukan gejala asma

3. Obat-obatan hanya digunakan bila ada sesak atau bila sesaknya berat

4. Berbahaya bila makan obat terus menerus atau bila terlalu lama

5. Obat asma yang disemprot (inhaler) berbahaya dan digunakan hanya bila perlu sekali.

Untuk mengatasi keadaan diatas dan mengusahakan agar pengobatan lebih berhasil, maka

perlu kerja sama antara dokter dengan penderita serta keluarganya. Mereka hendaklah diberi

tanggung jawab untuk mengontrol penyakit.

Tujuan terapi :

1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah kekambuhan

3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya

4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise

5. Menghindari efek samping obat asma

6. Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversible

Obat-obatan :12

1. Bronkodilator

Obat ini adalah obat utama yang mengatasi obstruksi saluran napas, tiga golongan

bronkodilator adalah xantin, simpatomimetik, dan antikolinergik.

Teofilin adalah derivat xantin yang paling kuat efek bronkodilatornya dibandingkan

derivat xanthin yang lain, tetapi efek bronkodilatornya lebih lemah dibandingkan dengan

inhalasi beta 2 agonis. Teofilin dapat menurunkan bronkospasme karena provokasi beban

32

Page 33: PBL blok 18

kerja, juga dapat mengurangi hiperreaktivitas bronkus non spesifik, tetapi kedua efek ini

kurang kuat dibandingkan obat inhalasi beta2 agonis. Teofilin juga menghambat degranulasi

sel mast dengan akibat mencegah pelepasan mediator yang dapat menimbulkan

bronkospasme dan inflamasi saluran napas. Selain itu teofilin meningkatkan kontraktilitas

diafragma. Pemakaian teofilin dengan bronkodilator lain bersifat aditif. Efek terapeutik

dicapai dengan kadar obat dalam serum antara 10-20 mcg/ml. Dosis toksik menimbulkan

gejala-gejala mual, muntah ; gelisah, kejang, dan penurunan kesadaran.

Golongan simpatomimetik adalah bronkodilator utama oleh karena mempunyai efek

bronkodilatasi yang kuat dan disamping itu juga meningkatkan kecepatan aliran lendir

disaluran napas. Obat yang bekerja relatif selektif terhadap reseptor disaluran napas disebut

beta2 agonis. Termasuk golongan ini adalah fenoterol, terbutalin, metaproterenol, dan

salbutamol. Obat ini paling baik diberikan secara inhalasi oleh karena memberikan efek

terapeutik yang cepat dan efek samping seperti tremor dan palpitasi minimal .

Obat antikolinergik seperti ipratropium bromid mempunyai efek bronkodilatasi yang

lemah dibandingkan beta2agonis dan lebih mempunyai efek pada bronkitis kronik atau

PPOM dibandingkan dengan penderita asma, obat ini memberikan efek aditif bila

dikombinasi dengan obat bronkodilator lain.

2. Kortikosteroid

Hanya kortikosteroid merupakan obat yang secara langsung mempunyai efek terhadap

komponen inflamasi saluran napas. Manfaat anti asma terjadi melalui penekanan inflamasi

dan menghambat penglepasan mediator dari sel mast. Obat ini juga meningkatkan kerja obat

beta 2 agonis dengan mensitisasi beta2 reseptor. Kortikosteroid sangad efektif untuk

mengontrol asma kronik dan obat ini harus diberikan pada asma akut berat, karena akan

memberikan efek terapi yang jelas serta menurunkan angka kematian.

Selain obat diatas obat lain seperti antibiotik , mukolitik, dan ekspektoran diberikan

atas indikasi . Sedangkan pemberian obat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan

pusat pernapasan. Anti histamin akan mengentalkan sekret, sebaiknya tidak diberikan kecuali

bila jelas ada tanda-tanda alergi.

Disamping terapi obat-obatan perlu juga diperhatikan nutrisi panderita. Hidrasi harus

cepat agar reak menjadi encer. Makanan hendaklah cukup gizi agar daya tahan meningkat,

pemberian bronkodilator sering menimbulkan mual, oleh sebab itu makan dalam porsi kecil

lebih dianjurkan. Hal lain yang tidak kurang pentingnya adalah menanggulangi penyakit-

penyakit yang sering berhubungan dengan asma. Penyakit tersebut adalah rinitis, polip nasal,

sinusitis, dan dermatitis atopik. Penanganan yang simultan perlu dipertimbangkan .

33

Page 34: PBL blok 18

Pada asma yang ringan diberikan bronkodilator inhalasi sebagai pilihan pertama, bila

asma menjadi lebih berat dapat diberikan kombinasi bronkodilator oral. Pada serangan asma

akut berat obat-obat diberikan secara sistemik dan penderita perlu dirawat.

Table 1.1. Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit

Derajat Asma Obat pengontrol (Harian) Obat Pelaga

Asma Persisten Tidak Perlu Bronkodilator aksi singkat, yaitu

inhalasi agonis beta 2 bila perlu

Intensitas pengobatan tergantung

berat eksaserbasi

Inhalasi agonis beta 2 atau kromolin

dipakai sebelum aktivitas atau

pajanan alergen

Asma Persisten

Ringan

Inhalasi Kortikosteriod 200-500

μg/kromolin/nedokromil atau teofilin lepas

lambat

Bila perlu ditingkatkan sampai 800 μg atau

ditambahkan bronkodilator aksi lama

terutama untuk mengontrol asma malam.

Dapat diberikan agonis beta 2 aksi lama

inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat.

Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat

bila perlu dan tidak melebihi 3-4

kali sehari

Asma Persisten

Sedang

Inhalasi kortikosteroid 800-2.000 μg

Bronkodilator aksi lama terutama untuk

mengontrol asma malam, berupa agonis beta

2 aksi lama inhalasi atau oral atau teofilin

lepas lambat

Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat

bila perlu dan tidak melebihi 3-4

sehari

Asma Persisten

Berat

Inhalasi kortikosteroid 800-2.000 μg atau

lebih

Bronkodilator aksi lama, berupa agonis beta

2 inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat

Kortikosteroid oral jangka panjang

Tabel 1.2 Terapi serangan asma akut

BERATNYA

SERANGAN

TERAPI LOKASI

RINGAN

Aktivitas hampir normal

Bicara dalam kalimat

Terbaik :

Agonis beta-2 isap (MDI) 2 isap boleh

diulangi 1 jam kemudian atau tiap 20

Di rumah

34

Page 35: PBL blok 18

penuh

Denyut nadi < 100/menit

(APE > 60%)

menit dalam 1 jam

Alternatif :

Agonis beta-2 oral dan atau 3x > -1

tablet (2mg) oral

Teofilin 75-150 mg

Lama terapi menurut kebutuhan

SEDANG

Hanya mampu

berjalan jarak dekat

Bicara dalam kalimat

terputus- putus

Denyut nadi 100-

120/menit

(APE 40 – 60%)

Terbaik :

Agonis beta-2 secara nebulisasi 2,5-5

mg, dapat diulangi sampai dengan 3 kali

dalam 1 jam pertama dan dapat

dilanjutkan setiap 1-4jam kemudian

Alternatif :

Agonis beta 2 i.m/adrenalin s.k.

Teofilin iv 5 mg/kg BB/iv pelan – pelan

dan

Steroid iv/ kortison 100-200 mg,

deksametason 5 mg iv

Oksigen 4 liter/menit

Puskesmas

Klinik rawat jalan

Unit gawat darurat

Praktek dokter umum

Dirawat RS bila tidak respons dalam

2-4 jam

BERAT

Sesak pada istirahat

Bicara dalam kata-

kata terputus

Denyut nadi > 120

L/menit

(APE < 40% atau 100

L/menit)

Terbaik :

Agonis beta-2 secara nebulisasi dapat

diulangi s.d. 3 kali dalam 1 jam pertama

selanjutnya dapat diulang setiap 1-4jam

kemudian

Teofilin iv dan infus

Steroid iv dapat diulang/8-12 jam

Agonist beta-2 sk/iv/6 jam

Oksigen 4 liter/menit

Pertimbangkan nebulisasi ipratropium

bromide 20 tetes

Unit gawat darurat

Rawat bila tidak respons dalam 2 jam

maksimal 3 jam

Pertimbangkan rawat ICU bila

cenderung memburuk progresif

MENGANCAM JIWA

Kesadaran menurun

Kelelahan

Sianosis

Henti napas

Terbaik :

Lanjutkan terapi sebelumnya

Pertimbangkan intubasi dan ventilasi

mekanik

Pertimbangkan anestesi umum untuk

terapi pernapasan intensif. Bila perlu

dilakukan kurasan bronko alveolar

(BAL)

ICU

Yang termasuk obat antiasma adalah :

35

Page 36: PBL blok 18

1. Bronkodilator

a. Obat ini mempunyai efek bronkodilator.Terbutalin, salbutamol, dan feneterol

memiliki lama kerja 4-6 jam , sedangkan agonis B 2 long acting bekerja lebih dari

12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain-lain. Bentuk aerosol

dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh

lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.

b. Metilxanthin

Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatasi berkaitan dengan

konsentrasinya didalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan

pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.

c. Antikolinergik

Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran napas.

2. Anti inflamasi

Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan

profilaksis.

a. Kortikosteroid

b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi non steroid.

Terapi awal, Yaitu :

1. Oksigen 4-6 liter/menit

2. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi

nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20menit sampai 1 jam. Pemberian

agonis B2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau

terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.

3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam

sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respons segera atau pasien

sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut :

1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan

2. Pemeriksaan fisik normal

3. Arus puncak respirasi (APE) > 70% , jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap

terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat dirumah sakit.

Terapi asma kronik adalah sebagai berikut :

36

Page 37: PBL blok 18

1. Asma ringan: agonis B 2 inhalasi bila perlu atau agonis B2 oral sebelum exercise atau

terpapar alergen

2. Asma sedang : anti inflamasi setiap hari dan agonis B2 inhalasi bila perlu

3. Asma berat : Steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis B2 long

acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis B2 inhalasi

sesuai kebutuhan.

2.8 Preventif

Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika

faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa

dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan

penyakit asma, antara lain :

1. Menjaga kesehatan

2. Menjaga kebersihan lingkungan

3. Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma

4. Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan. Tetapi bila

gejala-gejala sedang timbul maka diperlukan obat antipenyakit asma untuk

menghilangkan gejala dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala

penyakit asma.

1. Menjaga Kesehatan

Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit

asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi

juga berarti mudah untuk mendapat serangan penyakit asma beserta komplikasinya.

Usaha menjaga kesehatan ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik,

minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai. Penderita

dianjurkan banyak minum kecuali bila dilarang dokter, karena menderita penyakit lain

seperti penyakit jantung atau ginjal yang berat.

Banyak minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran pernapasan, sehingga

dahak tadi mudah dikeluarkan. Sebaliknya bila penderita kurang minum, dahak akan

menjadi sangat kental, liat dan sukar dikeluarkan.

37

Page 38: PBL blok 18

Pada serangan penyakit asma berat banyak penderita yang kekurangan cairan. Hal ini

disebabkan oleh pengeluaran keringat yang berlebihan, kurang minum dan penguapan

cairan yang berlebihan dari saluran napas akibat bernapas cepat dan dalam.

2. Menjaga kebersihan lingkungan

Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya

serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah

sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari.

Saluran pembuangan air harus lancar. Kamar tidur merupakan tempat yang perlu

mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang-

barang untuk menghindari debu rumah.

Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau semprotan rambut dan lain-lain

mencetuskan penyakit asma. Lingkungan pekerjaan juga perlu mendapat perhatian

apalagi kalau jelas-jelas ada hubungan antara lingkungan kerja dengan serangan penyakit

asmanya.

3. Menghindari Faktor Pencetus

Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu sehingga cara-

cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen lain seperti kucing, anjing,

burung, perlu mendapat perhatian dan juga perlu diketahui bahwa binatang yang tidak

diduga seperti kecoak dan tikus dapat menimbulkan penyakit asma.

Infeksi virus saluran pernapasan sering mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita

penyakit asma menjauhi orang-orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan

menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak.

Hindari kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim,

berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan. Jika akan

berolahraga, lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan memakai obat

pencegah serangan penyakit asma.

Zat-zat yang merangsang saluran napas seperi asap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat

atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus dihindari.

Perhatikan obat-obatan yang diminum, khususnya obat-obat untuk pengobatan darah

tinggi dan jantung (beta-bloker), obat-obat antirematik (aspirin, dan sejenisnya). Zat

pewarna (tartrazine) dan zat pengawet makanan (benzoat) juga dapat menimbulkan

penyakit asma.

4. Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

38

Page 39: PBL blok 18

Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi frekuensinya jarang, penderita boleh

memakai obat bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul maupun sirup. Tetapi bila ingin

agar gejala penyakit asmanya cepat hilang, jelas aerosol lebih baik. Pada serangan yang

lebih berat, bila masih mungkin dapat menambah dosis obat, sering lebih baik

mengkombinasikan dua atau tiga macam obat. Misalnya mula-mula dengan aerosol atau

tablet/sirup simpatomimetik (menghilangkan gejala) kemudian dikombinasi dengan

teofilin dan kalau tidak juga menghilang baru ditambahkan kortikosteroid. Pada penyakit

asma kronis bila keadaannya sudah terkendali dapat dicoba obat-obat pencegah penyakit

asma. Tujuan obat-obat pencegah serangan penyakit asma ialah selain untuk mencegah

terjadinya serangan penyakit asma juga diharapkan agar penggunaan obat-obat

bronkodilator dan steroid sistemik dapat dikurangi dan bahkan kalau mungkin dihentikan

Terapi profilaksis :

Obat-obatan pencegahan asma bertujuan mencegah serangan asma, tetapi tidak

mempunyai manfaat pada saat timbul serangan . Obat ini dapat mencegah serangan asma

karena mempunyai efek menurunkan hiperreaktivitas bronkus dan mencegah penglepasan

mediator dari sel mast.

1. Kortikosteroid topikal

Kortikosteroid topikal yang diberikan secara inhalasi mempunyai manfaat untuk

pencegahan asma. Pemberian bodesonide selama 8 minggu dengan dosis 2x200 mcg

memberikan perbaikan yang sangat bermakna pada penderita asma. Obat ini selain

menurunkan hiperreaktivitas bronkus, meningkatkan fungsi paru juga dapat mencegah

terjadinya serangan karena beban kerja fisik pada penderita exercise induced asthma.

Pemberian secara inhalasi dalam waktu lama kadang-kadang dapat menimbulkan efek

samping. ES yang timbul dapat berupa perubahan suara dan infeksi jamur dimulut dan

saluran napas atas.

2. Kromolin

Disodium cromoglycate(DSCG) tidak mempunyai manfaat menghilangkan gejala

asma pada waktu serangan. Obat ini bekerja menstabilkan sel mast dan mengurangi

penglepasan mediator humoral penyebab bronkokonstriksi. Obat ini terutama

digunakan untuk asma kronik yang ringan. Pada anak-anak manfaatnya lebih banyak

terlihat dibandingkan pada orang dewasa.

3. Ketotifen.

Obat ini tergolong anti histamin, mempunyai efek menghambat penglepasan mediator

dari sel mast dan juga sangat kompetitif antagonis dengan histamin. Obat ini terutama

39

Page 40: PBL blok 18

mempunyai efek profilaksis pada asma ekstrinsik dan pada anak-anak, efek samping

yang timbul adalah mengantuk. Peneliti di RS Persahabatan menunjukkan bahwa

ketotifen juga menurunkan hipereaktivitas bronkus yang diprovokasi dengan

histamin.

OLAHRAGA PADA ASMA

Penderita asma hendaklah tidak dilarang melakukan olahraga, oleh karena kegiatan

Olahraga mencerminkan aktivitas yang normal disamping itu olahraga juga mempunyai

manfaat untuk kesegaran jasmani. Hanya saja perlu dipilih olahraga yang sesuai dengan

tingkat dan beratnya penyakit, olahraga yang dianjurkan adalah senam dan berenang, karena

akan meningkatkan kualitas otot-otot pernapasan. Kegunaan olahraga pada penderita asma

selain meningkatkan efisiensi kerja otot pernapasan dan perbaikan difusi oksigen diparu, tak

kalah pentingnya adalah meningkatkan rasa percaya diri penderita.

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada penyakit asma adalah infeksi sekunder. Infeksi

sekunder dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dll. Semua jenis infeksi pada paru-paru

dapat merupakan komplikasi dari asma. Pneumonia merupakan jenis infeksi sekunder yang

terbanyak ditemukan pada penderita asma, terutama pada usia lanjut.13

Emfisema

Emfisema ditandai dengan pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari

bronkiolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut. Terdapat beberapa penyakit

dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai destruksi; hal ini lebih tepat disebut

overinflation.

Emfisema didefinisikan tidak saja berdasarkan sifat anatomik lesi, tetapi juga oleh

distribusinya di lobulus dan asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak distal dari

bronkiolus terminal dan mencakup bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris, dan alveolus.

Terdapat tiga jenis emfisema:

a. Emfisema sentriasinar (sentrilobular)

b. Emfisema panasinar (panlobular)

c. Emfisema asinar distal (paraseptal)

Gejala pertama dari emfisema biasanya adalah dispnea, gejala ini muncul perlahan, tetapi

progresif. Pada pasien yang sudah mengidap bronkitis kronis atau bronkitis asmatik kronis,

keluhan awal mungkin adalah batuk dan mengi. Berat badan pasien sering turun dan mungkin

40

Page 41: PBL blok 18

cukup banyak seolah-olah pasien mengidap keganasan. Uji fungsi paru memperlihatkan

penurunan FEV1 dengan FVC normal atau mendekati normal. Gambaran kalasik pada

individu yang tidak memiliki komponen bronkitis adalah dada berbentuk tong dan dispnea,

dengan ekspirasi yang jelas memanjang, dan pasien duduk maju dalam posisi membungkuk

ke depan, berupaya memeras udara keluar dari paru setiap kali ekspirasi. Pada para pasien ini,

ruang udara sangat membesar dan kapasitas difusi rendah. Dispnea dan hiperventilasi tampak

jelas sehingga sampai pada stadium lanjut penyakit pertukaran gas masih adekuat dan nilai

gas darah relatif normal. Karena dispnea menonjol sementara oksigenasi hemoglobbin

adekuat, para pasien kadang-kadang disebut pink puffer.

Kor Pulmonale Menahun

Kor pulmonale adalah penyakit rongga jantung kanan akibat hipertensi pulmonal yang

disebabkan oleh penyakit pembuluh darah paru atau parenkim paru. Yang tidak termasuk

dalam definisi ini adalah kasus hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh gagal ventrikel kiri

atau penyakit primer lain di sisi kiri jantung serta hipertensi pulomnal yang disebabkan oleh

penyakit jantung kongenital. Penyakit dapat bersifat aku dan kronis.14

Kor pulmonale kronis dapat disebabkan oleh:

1. Penyakit paru: penyakit paru obstruktif kronis, fibrosisi interstitium paru difus,

atelektasis luas persisten, dan fibrosis kistik.

2. Penyakit pembuluh darah paru: embolisme paru, skelrosis primer pembuluh paru,

arteritis pulmonalis ekstensif

3. Penyakit yang memengaruhi gerakan dada: kifokoliosos, kegemukan berat

(pickwickian syndrome), dan penyakit neuromuskulus

4. Gangguan yang memicu konstriksi arteriol paru: asidosis metabolik, hipoksemia.

Penyakit-penyakit di atas dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Dari penyakit tersebut,

penyebab tersering adalah penyakit obstruktif kronis. Pada kor pulmonale kronis, berbeda

dengan kor pulmonale akut, hipertensi pulmonal yang menetap memungkinkan terjadinya

hipertrofi ventrikel kanan kompensatorik. Ventrikel kanan kurang mampu mengakomodasi

peningkatan beban tekanan dibandingkan ventrikel kiri. Seiring degan waktu, ventrikel kanan

secaraprogeresif mengalami dilatasi dan akhirnya tidak mampu mempertahankan curah

jantung pada tingakat normal. Apabila hal ini terjadi, timbul gekala dan tanda khas gagal

jantung kongestif sisi kanan. Dekompensasi akut dapat terjadi setiap saat pada pasien dengan

kor pulmonale kronis. Pasien kor pulmonale juga berisiko tinggi mengalami aritmia ventrikel

yang mematikan.

41

Page 42: PBL blok 18

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan dilatasi (ektasis) dan

distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten,

ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan pada dinding

bronkus berupa hilangnya elastisitas otot polos bronkus, tulang rawan, dan pembuluh

darah. Bronkiektasis biasanya terjadi sebagai penyerta pada bronchus yang obstruksi.

Pada bagian distal obstruksi tersebut akan terjadi infeksi, destruksi bronkus, dan

akhirnya bronkiektasis. Ciri khas penyakit ini adalah: sesak napas, demam berulang,

batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis, dan didapatkan sputum 3

lapis. Gambaran radiologi yang khas adalah adanya kista-kista kecil dengan fluid

level, mirip seperti gambaran sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah

yang terkena.

2.10 Prognosis

Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai komplikasi. Hal ini

akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan definisi. Prognosis

selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan didapatkan bahwa asma pada anak

menetap sampai dewasa sekitar 26% - 78%.8

Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik,

kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik yang

kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih besar

untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut

biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai

menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu

serta diharapkan akan hilang sendiri.

Bab III

Daftar Pustaka

1. Bickley LS. Guide to phisical examination. 10th ed. Philadelphia:Wolters Kluwer

Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p.296-319.

2. Levitzky MG. Pulmonary physiology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill, 2003.p.55-61.

3. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 6thed. Thomson, Wets

Virginia, 2007.h.430-2.

42

Page 43: PBL blok 18

4. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta:Dian Rakyat, 2006.h.156.

5. Dahlan Z. Masalah asma di Indonesia dan penanggulangannya. Cemin Dunia

Kedokteran 2005; 125:5-6.

6. McFadden ER. Asthma. In: Kasper DL, Braunwal E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,

Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York:

Mc Graw Hill, 2005.p.1508-11.

7. Welsh DA, Thomas DA. Obstructive lung disease. In: Ali J, Summer W, Levitzky M,

editors. Pulmonary Pathophysiology. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill, 2005.p.86-7.

8. Baratawidjaja K, Sundaru H. Asma bronkial: patofisiologi dan terapi. Cemin Dunia

Kedokteran 2005; 121:29-30

9. Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 1.

Jakarta: Media Aesculapius, 2001.h.476-8.

10. Rab HT. Bronkitis kronik. Ilmu penyakit paru, Jakarta: EGC, 1996.h.181-3,207-

10,213-5.

11. Asma bronkial. Dalam: Manjoer A, Suprohaita, wardhani WI, Setiowulan W, editor.

Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aescupularis Fakultas

Kedokteran Uiversitas Indonesia, 2005. h. 476-80.

12. Setiawati A, Gan S. Obat adrenergik . Dalam: sulistia gan gunawan, editor.

Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Departermen Farmakologi dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia; 2008.h.71-81.

13. Maitra A, Kumar V. Paru dan saluran napas atas. Dalam: Kumar V, Cotran RZ,

Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2003.h. 515-8.

14. Burns DK, Kumar V. Jantung. Dalam: Kumar V, Cotran RZ, Robbin SL. Buku Ajar

Patologi Robbins Volume 2. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

2003.h.418-9.

43