Makalah PBL BLOK 27. Vita

26
Tindakan Profesionalisme Kedokteran Vita Paramitha Teken 102012107 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2012 Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Hubungan antara dokter dan pasien adalah hubungan yang berdasarkan kepercayaan. Pasien harus merasa bebas dan aman mengungkapkan segala keluhan baik fisik maupun mental bahkan rahasia pribadinya kepada dokter. Pasien harus percaya bahwa dokter tidak akan menceritakan persoalan pribadinya kepada orang lain. Pasien menganggap bahwa dokter yang lebih mengetahui tentang penyakitnya dan pasrah saja akan apa yang akan dilakukan dokter terhadapnya. Di dalam dunia ini, kita sering menemukan masalah dalam menentukan apakah perbuatan yang kita lakukan itu baik atau buruk, benar atau salah. Apabila kita melakukan sesuatu yang dianggap salah oleh masyarakat, seringkali tindakan kita tersebut dikatakan tidak etis atau tidak sesuai dengan etika. Di dalam dunia profesi, tentunya sangat dibutuhkan etika itu. Di dalam dunia kedokteran kita mengenal istilah etika kedokteran

description

makalah

Transcript of Makalah PBL BLOK 27. Vita

Page 1: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Tindakan Profesionalisme Kedokteran

Vita Paramitha Teken

102012107

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2012

Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Hubungan antara dokter dan pasien adalah hubungan yang berdasarkan kepercayaan.

Pasien harus merasa bebas dan aman mengungkapkan segala keluhan baik fisik maupun

mental bahkan rahasia pribadinya kepada dokter. Pasien harus percaya bahwa dokter tidak

akan menceritakan persoalan pribadinya kepada orang lain. Pasien menganggap bahwa

dokter yang lebih mengetahui tentang penyakitnya dan pasrah saja akan apa yang akan

dilakukan dokter terhadapnya.

Di dalam dunia ini, kita sering menemukan masalah dalam menentukan apakah

perbuatan yang kita lakukan itu baik atau buruk, benar atau salah. Apabila kita melakukan

sesuatu yang dianggap salah oleh masyarakat, seringkali tindakan kita tersebut dikatakan

tidak etis atau tidak sesuai dengan etika. Di dalam dunia profesi, tentunya sangat dibutuhkan

etika itu. Di dalam dunia kedokteran kita mengenal istilah etika kedokteran

Dengan perkembangan zaman, cara berpikir masyarakat berubah. Masyarakat mulai

kritis terhadap hak-haknya. Mereka tidak begitu saja menerima pendapat dokter tentang

penyakitnya tetapi ingin mengetahui lebih jelas tentang rencana pengobatan, resiko yang

mungkin terjadi, alternatif pengobatan lain, prognosis dan sebagainya. Prinsip autonomy

berkembang di mana seseorang bebas untuk menentukan apa yang dikehendakinya terhadap

dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain.

Page 2: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Skenario 5

Dr. P adalah seorang dokter spesialis obgin yang berpengalaman. Beliau baru saja

akan menyelesaikan tugas jaga malamnya di sebuah rumah sakit, ketika seorang wanita muda

datang dengan ditemani oleh ibunya untuk berobat. Si pasien lalu menceritakan keluhannya

itu yaitu mengalami perdarahan pervaginam dan sangat kesakitan. Dr.P kemudian melakukan

pemeriksaan dan menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami keguguran atau mencoba

melakukan aborsi. Dr. P segera melakukan dilatasi dan curettage dan mengatakan kepada

suster untuk menanyakan kepada pasien apakah dia bersedia diopname di RS sampai

keadaannya benar-benar baik. Tidak lama kemudian Dr.Q datang untuk menggantikan dr.P,

yang langsung pulang tanpa berbicara kepada pasien.

Hipotesis

Dr. P melakukan pelanggaran terhadap etika, disiplin, dan hukum kedokteran.

Pembahasan

Aspek Medis

Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan,

yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi

bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat

janin kurang dari 1000 gram.1

Secara garis besar, Aborsi dapat kita bagi menjadi:

1. Abortus spontan adalah keadaan di mana gugurnya kandungan seorang wanita yang

dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau fetus maupun adanya

penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan

abortus secara spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa.

2. Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar yakni :

a) Abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus

Page 3: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik agar

nyawanya dapat diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan

(indikasi medis), biasanya baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan

atau membahayakan nyawa si ibu, misalnya bila si ibu menderita kanker atau

penyakit lain yang akan mendatangkan bahaya maut bila kehamilan tidak dihentikan.

Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran, khususnya kemajuan

pengobatan maka kriteria penyakit yang membahayakan atau dapat menyebabkan

kematian si ibu akan selalu mengalami perubahan, hal mana tentunya akan memberi

pengaruh didalam penyidikan khususnya perundang-undangan pada umumnya,

demikian pula dengan definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti

jasmani/fisik juga termasuk sehat dalam arti kata rohani dan keadaan sosial-ekonomi

dari si ibu. Dengan demikian didalam menghadapi kasus semacam ini penyidik harus

memahami permasalahan, bila perlu penyidik meminta bantuan kepada organisasi

proteksi yang bersangkutan.1

b) Abortus provocatus criminalis

Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang dapat

dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis yang bermakna. Jelas

tindakan penguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang tidak baik dan

melawan hukum. Tindakan abortus tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis,

dan dilakukan hanya untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada kepentingan juga

dari si-ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya

oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana dengan

baik (crime without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang

dikandung).

Indikasi medis melakukan tindakan abortus :

Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus

menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion)

Mola Hidatidosa atau hidramnion akut

Kelainan bawaan (trisomi 13,18)

Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis

Page 4: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan

adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya

pada tubuh seperti kanker payudara

Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi

Telah berulang kali mengalami operasi caesar

Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung

organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,

toksemia gravidarum yang berat

Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai

komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll

Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat

Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.

Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti

ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater. 

Resiko Aborsi

Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:2

A. Resiko kesehatan dan keselamatan fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang

akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang

ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:

Kematian mendadak karena pendarahan hebat

Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal

Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan

Rahim yang sobek (Uterine Perforation)

 Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada

anak berikutnya

 Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)

Kanker indung telur (Ovarian Cancer)

Kanker leher rahim (Cervical Cancer)

Kanker hati (Liver Cancer)

Page 5: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada

anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya

Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)Infeksi

rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)

 Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis).

B. Resiko kesehatan mental

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan

keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat

terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi

sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS, misalnya depresi,

frustasi, ingin bunuh diri dsb. Para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan

bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.2

Aspek Etika

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis

yang dilakukan terhadap pasien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada

niat baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang

dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya untuk

menyembuhkan atau menolong pasien. Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari

seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik

adalah pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983.3

Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan International

Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang-

undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia

yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya,

kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.54

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan

pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus

pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu juga

sebaliknya. Pada kasus abortus provokatus kode etik yang dilanggar berupa KODEKI Bab II

Page 6: Makalah PBL BLOK 27. Vita

butir 7d yang berbunyi “Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban

melindungi hidup makhluk insani”.3

Contoh pelanggaran etik murni antara lain menarik imbalan yang tidak wajar atau

menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi, mengambil alih pasien

tanpa persetujuan sejawatnya, memuji diri sendiri di depan pasien, tidak pernah mengikuti

pendidikan kedokteran yang berkesinambungan, dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

Contoh pelanggaran etikolegal adalah pelayanan dokter di bawah standar, menerbitkan surat

keterangan palsu, membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter, abortus provokatus.

Aspek Hukum

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas,

yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu. Aspek etik seringkali tidak dapat

dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat

menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.

Selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap

etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai

pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.

Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter

atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin

tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya

dan lebih asertif, semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai

hasil dari luasnya arus informasi, komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan

kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna,

dan provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri. Praktek kedokteran

berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan

arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau

benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Akan tetapi

banyak sekali kelalaian dalam standar profesional yang berlaku umum atau sebuah proses

dimana terjadi kesalahan dalam prosedur dalam penanganan seorang pasien yang dilakukan

dokter, kesalahan ini dapat berupa kesalahan diagnosa, kesalahan pemberian terapi, maupun

kesalahan dalam hal penanganan pasien dokter, serta pelanggaran atas tugas yang

menyebabkan seseorang menderita kerugian, akan tetapi bukan hanya dirugikan secara

Page 7: Makalah PBL BLOK 27. Vita

materil, namun yang lebih utama adalah kerugian pada kejiwaan dan mental pasien serta

keluarganya. Hal ini dilakukan oleh seorang profesional ataupun bawahannya, agen atas

nama klien atau pasien yang menyebabkan kerugian bagi klien atau pasien. Hal seperti ini

kita sebut sebagai Malpraktik.4

Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan

sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus

memenuhi hal sebagai berikut :4

(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,

dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan

dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk

menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis

tertentu.

(2) a. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil

tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan

janinnya terancam bahaya maut

b. Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga

yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli

kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.

c. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali

dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat

diminta dari semua atau keluarganya.

d. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan

peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.

(3) Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain

mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga

kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan

yang ditunjuk.

Ada 3 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu :

1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi

adalah tindakan melanggar hukum.  Sampai saat ini masih diterapkan.

Page 8: Makalah PBL BLOK 27. Vita

2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan

dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi)

Informed Consent

Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat

penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi

izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan

setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai

persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai

tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.5

Dalam memberikan pelayanan kesehatan, petugas medis harus terlebih dahulu

memberikan informed consent  kepada pasien. Informed consent berasal dari hak legal dan

etis individu untuk memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, dan kewajiban

etik dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk meyakinkan individu yang bersangkutan

untuk membuat keputusan tentang pelayanan kesehatan terhadap diri mereka sendiri.

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang

Tenaga Kesehatan pasal 22 ayat 1 disebutkan bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam

melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk diantaranya adalah kewajiban untuk

menghormati hak pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan

yang akan dilakukan, dan kewajiban untuk meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan

dilakukan.5

Ruang Lingkup Informed Consent

Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan

medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab

orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.

Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit

tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah  dilakukan inkonklusif. Hak-hak pasien

dalam pemberian inform consent adalah: 5

Hak atas informasi

Page 9: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan medik

apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut

dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan

biaya pengobatan.

Hak atas persetujuan (Consent)

Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan tanpa paksaan

oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia

berikan ,dimana orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent.

Kriteria consent yang syah yaitu tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang

betanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi

beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan konsekuensinya.

Dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009 tentang Persetujuan Tindakan Medik

dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien atau

keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.

Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan

beberapa hal, yaitu :5

a. Diagnosis

b. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate

of medical procedure)

c. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical

procedure)

d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya (alternative

medical procedure and risk)

f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan

Sebaiknya, diberikan juga penjelasan yang berkaitan dengan pembiayaan. Penjelasan

seharusnya diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis itu sendiri, bukan

oleh orang lain, misalnya perawat. Penjelasan diberikan dengan bahasa dan kata-kata yang

dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan dan kematangannya, serta

situasi emosionalnya. Dokter harus berusaha mengecek apakah penjelasannya memang

dipahami dan diterima pasien. Jika belum, dokter harus mengulangi lagi uraiannya sampai

pasien memahami benar. Dokter tidak boleh berusaha mempengaruhi atau mengarahkan

pasien untuk menerima dan menyetujui tindakan medis yang sebenarnya diinginkan dokter.

Page 10: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan

pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada

kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah

cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan

pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.Tujuan penjelasan yang lengkap

adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri

(informed decision). Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang

dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan

dokter yang merawatnya.

Yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak tindakan medis pada

dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadar sepenuhnya. Namun, menurut Penjelasan

Pasal 45 UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut di atas, apabila pasien sendiri berada di bawah

pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga

terdekat, antara lain suami/isteri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara

kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan

persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan,

segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan.

Pasal 4 PerMenKes No.290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan :5

1. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah

kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.

2. Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.

3. Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien

setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

Informed consent dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atau secara isyarat.

Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini dinamakan implied consent. Untuk tindakan medis

dengan risiko tinggi (misalnya pembedahan atau tindakan invasive lainnya), persetujuan

harus secara tertulis, ditandatangani oleh pasien sendiri atau orang lain yang berhak dan

sebaiknya juga saksi dari pihak keluarga.

Page 11: Makalah PBL BLOK 27. Vita

Tujuan informed Consent

a. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan medik tidak diketahui

atau disadari pasien atau keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan ataupun yang 

merugikan/membahayakan diri pasien.

b. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta

dianggap meragukan pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga

malah merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai dengan SOP.

Peristiwa tersebut bisa ”risk of treatment” ataupun ”error judgement”.6

Bentuk Informed Consent

1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)

Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat

umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk

laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)

Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan

segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak

bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti

jantung.

3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)

Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan

melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,

pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan

invasive.

Dalam keadaan gawat darurat Informed consent tetap merupakan hal yang paling

penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling utama adalah

tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun Informed consent tidak

boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan emergency care sebab dalam

keadaan kritis dimana dokter berpacu dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk

menjelaskan sampai pasien benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta

memberikan keputusannya. Dokter juga tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu

Page 12: Makalah PBL BLOK 27. Vita

kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian tidak

menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus

melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes Nomor

585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan

emergency tidak diperlukan Informed consent.

Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek dokter,

khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang umum

diberbagai Negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan informed consent setara dengan

kelalaian/keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut

setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan

tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan

adalah sebagai berikut : 6

1. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi dokter

tetap melakukan tindakan tersebut.

2. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan akibat

dari tindakan medis yang diambilnya.

3. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan medis

yang diambilnya.

4. Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara substansial

dengan yang dilakukan oleh dokter.

Malpraktek Medik

Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat

keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau

orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan

kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati yaitu tidak melakukan apa yang seseorang

dengan sikap hati-hatu melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang

seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian

diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik.

Menurut teori dan doktrin, sesuatu tindakan praktik kedokteran yang dilakukan oleh

dokter dan dokter gigi dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktik dokter dilihat dari 3

aspek/hal: 7

1. Intensional Professional Misconduct : Bahwa seorang dokter atau dokter gigi

dinyatakan bersalah/buruk berpraktik, bilamana dokter tersebut dalam berpraktik

Page 13: Makalah PBL BLOK 27. Vita

melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap standar-standar dan dilakukan dengan

sengaja. Misalnya seorang dokter atau dokter gigi sengaja membuat keterangan palsu

atau tidak sesuai dengan diagnosis ataupun memang sama sekali tidak melakukan

pemeriksaan. Seorang dokter membuka rahasia pasien dengan sengaja tanpa

persetujuan pasien ataupun tanpa permintaan penegak hukum sebagaimana diatur

dalam undang-undang. Seorang dokter melakukan aborsi tanpa indikasi medis

(illegal).

2. Negligence atau tidak sengaja (kelalaian) yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang

karena kelalaiannya (culpa) yang mana berakibat cacat atau meninggalnya pasien.

Seorang dokter atau dokter gigi lalai melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan

sesuai dengan keilmuan kedokteran, maka hal ini masuk dalam kategori malpraktik,

namun juga hal ini sangat tergantung terhadap kelalaian yang mana saja yang dapat

dituntut atau dapat dihukum, hal ini tergantung oleh hakim yang dapat melihat jenis

kelalaian yang mana. Misalnya dokter sebelum melakukan tindakan medis seharusnya

melakukan sesuatu terlebih dahulu namun itu tidak dilakukan atau melakukan sesuatu

tapi tidak sempurna.

3. Lack of Skill yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis

tetapi diluar kompetensinya atau kurang kompetensinya. Misalnya, dokter

cardiofaskuler melakukan operasi tulang.

Informed Consent segi Hukum dan Etika

Dalam sejarahnya, informed consent berakar pada banyak disiplin ilmu pengetahuan,

termasuk dalam ilmu kesehatan atau kedokteran, ilmu hukum, ilmu perilaku sosial, dan ilmu

filsafat moral/etika. Belakangan ini, bidang ilmu yang sangat berpengaruh dalam hal

informed consent adalah ilmu hukum dan ilmu filsafat moral atau filsafat etika. Kedua

disiplin ilmu ini, keduanya dengan metoda dan objektifnya tersendiri, mempunyai fungsi

sosial dan intelektual yang berbeda.7

Hukum memfokuskan diri terutama pada konteks klinis, tidak pada riset. Dalam

kacamata hukum, dokter mempunyai kewajiban untuk pertama memberi informasi kepada

pasiennya dan kedua untuk mendapatkan izinnya. Apabila seorang pasien cedera akibat

dokter lalai dengan tidak memberikan informasi yang lengkap mengenai suatu pengobatan

atau tindakan, maka pasien dapat menerima kompensasi finansial dari si dokter karena telah

menyebabkan cedera tersebut. Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana

Page 14: Makalah PBL BLOK 27. Vita

jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi

dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata,

hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.

Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang

digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam

tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan

pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum

berlaku adagium “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.

Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah kesalahan

berat (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan

medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.

Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa

tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis

(pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan,

maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah

melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas

tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya.

Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal

351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan

invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa

tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis

dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan

pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

Dari segi filsafat etika, informed consent terutama menyangkut pilihan secara

otonomi dari pasien dan subyek penelitian. Secara sederhana kita bisa menyingkat kedua

pendekatan ini sebagai berikut: Pendekatan hukum datang dari teori pragmatis. Pasien

mempunyai hak untuk memberi izin atau menolak, akan tetapi fokusnya adalah pada dokter,

yang mempunyai kewajiban dan mempunyai risiko membayar ganti rugi apabila tidak

melaksanakan kewajibannya. Pendekatan filsafat moral atau etika datang dari prinsip

menghargai otonomi, dan fokusnya adalah pada pasien atau subyek, yang mempunyai hak

Page 15: Makalah PBL BLOK 27. Vita

untuk membuat pilihan secara otonomi. Dengan demikian, kedua kerangka berfikir ini

sangatlah sederhana, akan tetapi ternyata sulit untuk diinterpretasikan dan diperbandingkan.

Terdapat banyak sekali beda pendapat mengenai hal ini.

Pemikiran etika mendasari diri pada prinsip, aturan, dan hak. Ada empat prinsip etika di

dalam informed concent : 7

1. Autonomy

Dalam semua proses pengambilan keputusan, dianggap bahwa keputusan yang dibuat

setelah mendapatkan penjelasan itu dibuat secara sukarela dan berdasarkan pemikiran

rasional. Di dalam dunia kedokteran, dokter menghargai otonomi pasien berarti

bahwa si pasien atau klien mempunyai kemampuan untuk berlaku atau bertindak

secara sadar dan intensional, dengan pengertian penuh, dan tanpa pengaruh-pengaruh

yang bisa menghilangkan kebebasannya.

2. Non-maleficence

Di dalam prinsip ini, dokter tidak boleh secara sengaja menyebabkan perburukan atau

cedera pada pasien, baik akibat tindakan (commission) atau tidak dilakukannya

tindakan (omission). Dalam bahasa sehari-hari: Akan dianggap lalai apabila seseorang

memaparkan risiko atau cedera yang tidak layak (unreasonable) kepada orang lain.

Standar perawatan yang meminimalkan risiko cedera atau perburukan merupakan hal

yang diinginkan masyarakat secara common sense.

3. Beneficence

Kewajiban petugas kesehatan untuk memberikan kemaslahatan, kebaikan, kegunaan,

benefit bagi pasien, dan juga untuk mengambil langkah positip mencegah dan

menghilangkan kecederaan dari pasien.

4. Justice

Keadilan di dalam pelayanan dan riset kesehatan digambarkan sebagai kesamaan hak

bagi pasien-pasien dengan kondisi yang sama. Di dalam informed consent, penjelasan

bagi pasien harus diberikan sampai dengan pengobatan yang mungkin saja tidak

terjangkau atau tidak dilindungi pihak asuransinya.

Kesimpulan

Pada kasus di atas, pasien wanita muda tersebut melanggar KUHP Bab XIX pasal 346

yang berbunyi “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya

Page 16: Makalah PBL BLOK 27. Vita

atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun” sesuai dengan Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan

melanggar hukum. Dalam masalah tindakan medis dilatasi kuretase yang dilakukan oleh

dokter, maka dokter tidak dianggap bersalah sebab sesuai dengan Undang-undang RI No. 23

Tahun 1992 pasal 15 ayat 3 tentang kesehatan yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa

dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi). Permasalahan tidak adanya persetujuan / inform

consent, dokter juga tidak dapat dinyatakan bersalah terkait pasal 11 BAB IV Peraturan

Menteri Kesehatan No.585 yang menyatakan Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, atau

pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis berada dalam

keadaan gawat atau darurat yang memerlukan tindakan medis segera, maka tidak diperlukan

persetujuan dari siapapun.

Namun, dalam segi etika dan disiplin kedokteran dokter P dianggap tidak profesional

karena menyalahi ikatan antara dokter-pasien dengan tidak melanjutkan pemberian pelayanan

dan keterangan yang cukup baik kepada pasien maupun kepada dokter pengganti yang

merupakan pelanggaran kewajiban dokter sehingga tidak terpenuhinya hak-hak pasien.

Daftar Pustaka

1. Nasution BJ.Hukum kesehatan pertanggungjawaban dokter.Jakarta:Rineka

Cipta;2005.h.11-35

2. Chrisdiono M dan Achadiat. Dinamika etika dan hukum kedokteran dalam tantangan

zaman.Jakarta:EGC;2006.h.11-31.

3. Amir A. Bunga rampai hukum kedokteran.Jakarta:Widya Medika;1997.h.30-4.

4. Gunawandi J. Persetujuan tindakan medis ( informed consent).Pasien, Dokter, dan

Hukum.Jakarta: FK UI; 2007.h.2, 24-6.

5. Haryani S. Sengketa medik: alternatif penyelesaian antara dokter dengan pasien.

Jakarta: Diadit Media; 2005.h.10.

6. Hanafiah JM. Etika kedokteran dan hukum kesehatan edisi 4.Jakarta: EGC;

2008.h.25-30

7. Prodjodikoro W.Tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia.Bandung: Refika

Aditama; 2008.h.21-9

Page 17: Makalah PBL BLOK 27. Vita