Pbl Skenario 1 Tugas Mandiri
-
Upload
beningirhamna -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of Pbl Skenario 1 Tugas Mandiri
PBL SKENARIO 1
BENING IRHAMNA/1102013057
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal
LO 1.1 Anatomi Makroskopis
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi columna vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di bagian superior ginjal terdapat adrenal gland (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritonium yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Pada orang dewasa, panjang ginjal sekitar 12-13 cm, lebarnya 6 cm, tebal 2,5 cm dan beratnya ± 140 gram ( pria=150 – 170 gram, wanita = 115-155 gram).
Ren mempunyai selubung sebagai berikut:
1. Capsula fibrosa, meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ren.2. Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa3. Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa
serta meliputi ren dan glandula suprarenalis. Di lateral, fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis.
4. Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk sebagian lemak retroperitoneal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu Korteks dan medula.
1. Korteks : bagian luar dari ginjal2. Medula : Bagian dalam dari ginjal3. Piramid : Medula yang terbagi-bagi menjadi baji segitiga4. Kolumna Bertini ; Bagian korteks yang mengelilingi piramid.5. Papilaris berlini : Papila dari tiap piramid yang terbentuk dari persatuan bagian
terminal dari banyak duktus pengumpul.6. Pelvis: Reservoar utama sistem pengumpulan ginjal.7. Kaliks minor: bagian ujung pelvis berbentuk seperti cawan yang mengalami
penyempitan karena adanya duktus papilaris yang masuk ke bagian pelvis ginjal.8. Kaliks mayor: Kumpulan dari beberapa kaliks minor.
Sintopi Ginjal
Ren DextraAnterior PosteriorFlexura coli dextraColon ascendensDuodenum (II)Hepar (lob. dextra)Mesocolon transversum
M. psoas dextraM. quadratus lumborum dextraM. transversus abdominis dextraN. subcostalis (VT XII) dextraN. ileohypogastricus dextraN. ileoinguinalis (VL I) dextraCostae XII dextra
Ren SinistraAnterior PosteriorFlexura coli sinistraColon descendensPancreasPangkal mesocolon transversumLienGaster
M. psoas sinistraM. quadratus lumborum sinistraM. transversus abdominis sinistraN. subcostalis (VT XII) sinistraN. ileohypogastricus sinistraN. ileoinguinalis (VL I) sinistraPertengahan costae XI & XII sinistra
Vaskularisasi Ginjal
Vaskularisasi ginjal terbagi 2 yaitu :
Medula Cortex
Aorta abdominalis A. Efferen ↓ ↓ A. renalis Dextra & sinistra V. Interlobularis ↓ ↓ A. Segmentalis (A. Lobaris) V. Arquata ↓ ↓ A. Interlobaris V. Interlobaris ↓ ↓ A. Arquata V. V. Segmentalis (V.
Lobaris) ↓ ↓ A. Interlobularis V. Renalis Dextra & sinistra ↓ ↓ A. afferen V. Cava Superior ↓ ↓
Cortex renalis ke dalam glomerulus (capsula bowman)
Atrium Dextra
↓
Filtrasi darah
Medulla : Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri lobaris kemudian arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus
Cortex : Arteri efferent berhubungan dengan Vena interlobularis bermuara ke vena arcuate kemudian vena interlobaris lalu vena lobaris dan bermuara ke vena renalis lalu ke vena cava inferior.
Persarafan Ginjal
Dilakukan oleh plexus symphaticus renalis dan serabut afferent melalui plexus renalis menuju medulla spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.
PELVIS
Berbentuk corong dan keluar dari ginjal melalui hillus renalis dan menerima dari calix major.
Perdarahan : diperdarahi oleh Arteri renalis cabang aorta abdominalis, Arteri Testicularis cabang aorta abdominalis, Arteri Vesicalis superior cabang dari A. Illiaca interna.
Persarafan : dipersarafi oleh plexus renalis, Nervus Testicularis, Nervus Hypogastricus.
LO 1.2 Anatomi Mikroskopis
Ginjal merupakan organ ekskresi utama tubuh manusia. Unit struktural dan fungsional ginjal disebut nefron. Setiap ginjal memiliki 1 hingga 1,4 juta nefron fungsional. Nefron tersusun atas bagian-bagian yang berfungsi langsung dalam pembentukan urin. Adapun bagian-bagian nefron, yaitu: korpus renalis, tubulus kontortus proksimal, ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus kontortus distal, dan duktus koligens.
Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen (kapsula fibrosa). Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah dalam kapsula ginjal, terdapat bagian korteks dan di sebelah dalam korteks terdapat medulla. Korteks berisi korpus renalis atau korpus malphigi yang merupakan kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga terdapat tubulus kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla, dapat ditemukan struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus. Dengan adanya perbedaan khas tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat dibedakan dengan jelas mana bagian korteks dan mana bagian medullanya.
Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap nefron. Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua lapis epitel yang disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan visceral kapsula Bowman
menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini terdapat podosit, yaitu sel yang memiliki prosesus primer dan sekunder yang menyelimuti kapiler glomerulus dengan saling bersilangan. Sementara itu, lapisan parietal di sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa, membulat dan membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke tubulus kontortus proksimal.
Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub vaskular berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen. Daerah ini ditandai dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel reseptor berbentuk palisade di dinding tubulus kontortus distal yang dekat dengan glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel jukstaglomerular atau sel granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol aferen. Makula densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial ekstraglomerular membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini berfungsi dalam pengaturan volume dan tekanan darah.
Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga batas sel
dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral
berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel
jauh, Ditemukan di jaringan korteks.
Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush border
sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena
membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan
granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan medulla.
Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip dengan kapiler namun tidak
memiliki sel darah pada lumennya, Tidak dapat dibedakan antara asendens dan desendens
Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga
batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal , Batas
antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga,
Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus
proksimal, Ditemukan di jaringan medulla.
Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas sel dengan
lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal, Batas antar sel juga tidak
jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih
pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di
jaringan korteks
Duktus koligen : Duktus ekskretorius/ koligen bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 μm atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).
Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus papilaris Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus papilaris Bellini ini adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan batas cukup jelas. Urin yang melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung di calyx minor untuk selanjutnya dialirkan ke calyx mayor, pelvis renalis, dan ureter. Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional yang khas dengan sel payungnya.
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal
LO 2.1 Fungsi Fisiologis Ginjal
FUNGSI GINJAL:
a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3
-), dan amonium (NH4+) serta memproduksi urin asam atau basa,
bergantung pada kebutuhan tubuh.d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang mengatur
produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan
tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.
LO 2.2 Mekanisme Pembentukan Urin
1. Filtrasi glomerularPembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. Proses reabsorbsi ini terjadi pada bagian tubulus renalis.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi
tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan distal nefron
Tubulus Kontortus ProximalReabsorpsi Sekresi 67% Na+ yang difiltrasi secara aktif
direabsorpsi; Cl- mengikuti secara pasif
Semua glukosa dan asam amino yang difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder
PO4- dan elektrolit lain yang
difiltrasi direabsorpsi dalam jumlah yang bervariasi;
65% H2O yang difiltrasi secara osmosis direabsorpsi
Semua K+ yang difiltrasi direabsorpsi
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh
Sekresi ion organik
Tubulus Kontortus DistalReabsorpsi Sekresi Rebasorpsi Na+ bervariasi,
dikontrol oleh aldosteron; Cl-
mengikuti secara pasif Reabsorpsi H2O bervariasi,
dikontrol oleh vasopresin
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh
Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron
Duktus KoligenReabsorpsi Sekresi Reabsorpsi H2O bervariasi,
dikontrol oleh vasopresin Sekresi H+ bervariasi, bergantung
pada status asam-basa tubuh
KARAKTERISTIK URIN
a. Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara
normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.
b. Sifat fisik
1. Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
2. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
3. Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.
4. Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.
BIOKIMIA GINJAL
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan urin,yaitu :
1. Vasopresin (ADH)
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikankeseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairanekstrasel.
2. Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium,natrium, dan sistem angiotensin renin.
3. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal gukokortikoi. Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
4. Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin, yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus jukstaglomerularis pada: a. Konstriksi arteria renalis (iskhemia ginjal) b. Terdapat perdarahan (iskhemia ginjal) c. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra) d. Innervasi ginjal dihilangkan e. Transplantasi ginjal (iskhemia ginjal)
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik
LO 3.1 Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl.Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
LO 3.2 Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada
anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron
dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971).1,5
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.3,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome1,3,5
LO 3.3 Patofisiologi
Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa
SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu
Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi
antigen dan antibody yang larut (“soluble”) dalam darah. SAAC ini kemudian
menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan
bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel
kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut
HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (MBG) berbentuk granuler atau
noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan
permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg
sehingga dapat dijumpai dalam urine.
Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur MBG, maka perubahan elektrokemis dapat juga
menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting
pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sawar glomerulus
terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan
sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg
terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat
keluar bersama urine.
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus
meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di
sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif
tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar
kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler
glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria
(albuminuria). Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria(albuminuria)
sangat komplek
- Konsentrasi plasma protein
- Berat molekul protein
- Electrical charge protein
- Integritas barier membrane basalis
- Electrical charge pada filtrasi barrier
- Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus
- Degradasi intratubular dan urin
Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya
tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50
mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++.
Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan membran basalis glomerulus, maka
proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat
kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP
dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence
Transferin.
ISP = Clearance IgG
Clearance Transferin
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila
ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan
ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah
protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk
meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein
dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).
NORMAL SINDROM NEFROTIK
Sintesis albumin dalam hepar normal sintesis albumin meningkat
Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat hipoalbuminemia
pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini mungkin disebabkan
beberapa factor :
- kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus (protein
losing enteropathy)
IV EV IV EV
- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun
dan mual-mual
- Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal
Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun,
keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang
mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal
failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium Na+ dari glomerulus
(glomerular sodium filtration) tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk
mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium
na+ secara peasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara
aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O
yang berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila
sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi
natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan
pemberian takaran tinggi diuretic yang mengandung antagonis aldosteron.
3. Sembab/Oedema
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler
glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis dinamakan
sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan
hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air.
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik
dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.
b. Jalur tidak langsung/indirek
Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan
volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
- Aktivasi system renin angiotensin aldosteron
Kenaikan plasma renin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal
untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion
natrium menurun.
- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan tahanan atau
resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat
diperberat oleh kenaikan plasma renin dan angiotensin.
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu. Edema mula-mula nampak pada
kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai
edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml.
Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena
edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM.
Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat
edema anasarca ini.
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa
gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan
kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada
umunya :
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
4. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin <1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.
LO 3.4 Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-
pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan
hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat
menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka.
Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi
berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.
Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons
emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau >
50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-
3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal.
LO 3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai,
atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4.
Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada
sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml),
albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), γ
globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen
C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin
normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah
yang meningkat.
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari
penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.
Diagnosis Banding
1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut
Lupus sistemik eritematosus
LO 3,6 Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk
menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik5
Remisi
Kambuh
Kambuh tidak sering
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-
turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)
Stop
Mg 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi Remisi
Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)
CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut
turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari
Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori
rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema,
diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode
yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang
diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1
jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat
diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka
pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis
sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak
perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan
keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
B. Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)
CD
AD/ID Tapp.Off
Stop
Mg1 2 3 4
Remisi Remisi
Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan
prednisone
CD pred CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)
ID pred
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya
dengan gabungan imunosupresan lain (endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr
secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam
waktu 6 bulan pertama.
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr
1 2 3 4 5 6 7 8
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2
mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48
jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10
mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.
LO 3.7 Komplikasi
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi
di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
LO 3.8 Pencegahan
Sindrom nefrotik pada dasarnya tidak bisa dicegah, hanya bisa diwaspadai. Pada anak-anak yang memiliki riwayat alergi diusahakan untuk mengendalikan alerginya untuk mencegah kekambuhan pada sindrom nefrotik. Berikut adalah syarat diit sindrom nefrotik:
Syarat Diit Sindrom nefrotik adalah (Almatsier, 2007):
1. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif yaitu 35 kkal/kg BB per hari.
2. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein bernilai biologik tinggi.
3. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total.5. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya edema.
6. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan trigliserida darah.
7. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.
LO 3.9 Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena
sering mengalami kegagalan ginjal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Najis, Urin, dan Darah Serta Cara Mensucikannya
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-Baqarah:222
,َط,ِّه1ِر/يَن, 7ُم5َت اْل 5ِح/ُّب: َو,ي /يَن, @َّو@اِب اْلَت 5ِح/ُّب: ي @َه, اْلَّل /َّن@ ِإ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Macam-macam Thaharah
Thaharah terbagi dalam 2 bagian :
a. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.
Macam – macam Hadats dibagi 2 :
- Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
- Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.
- Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain.
- Meninggal dunia
- Haid, nifas, dan wiladah
- Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
- Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur
- Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur
- Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh kemaluan.
b. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan najis dengan air.
Najis terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya dengan tanah.
b. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan atau minum apa – apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya.
c. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing, kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya.