SKENARIO 2 pbl IPT

25
SKENARIO 2 DEMAM BERDARAH DENGUE Nina, seorang anak perempuan berusia 7 tahun, sudah 5 hari tidak masuk sekolah karena demama tinggi terus menerus yang hanya turun sedikit bila diberi penurun panas. Hari ini sejak pagi Nina sudah tidak demam sehingga orangtuanya merasa tidak perlu kontrol lagi, tapi karena Nina mengeluh masih lemas dan nyeri kepala serta nyeri perut maka Nina tidak masuk sekolah lagi. Sore harinya Nina makin lemas sehingga orangtuanya membawa Nina ke UGD RS YARSI. Menurut orangtuanya Nina tidak mimisan atau mengalami gusi berdarah. Dokter mencurigai Nina menderita Demam Berdarah Dengue stadium 1 dan meminta pemeriksaan darah dan rontgen dada serta menyatakan Nina perlu dirawat inap segera. Dokter menjelaskan bahwa penyakit Nina disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang merupakan arbovirus dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. 1

Transcript of SKENARIO 2 pbl IPT

Page 1: SKENARIO 2 pbl IPT

SKENARIO 2

DEMAM BERDARAH DENGUE

Nina, seorang anak perempuan berusia 7 tahun, sudah 5 hari tidak masuk sekolah karena demama tinggi terus menerus yang hanya turun sedikit bila diberi penurun panas. Hari ini sejak pagi Nina sudah tidak demam sehingga orangtuanya merasa tidak perlu kontrol lagi, tapi karena Nina mengeluh masih lemas dan nyeri kepala serta nyeri perut maka Nina tidak masuk sekolah lagi. Sore harinya Nina makin lemas sehingga orangtuanya membawa Nina ke UGD RS YARSI.

Menurut orangtuanya Nina tidak mimisan atau mengalami gusi berdarah. Dokter mencurigai Nina menderita Demam Berdarah Dengue stadium 1 dan meminta pemeriksaan darah dan rontgen dada serta menyatakan Nina perlu dirawat inap segera. Dokter menjelaskan bahwa penyakit Nina disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang merupakan arbovirus dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti.

1

Page 2: SKENARIO 2 pbl IPT

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan tentang arbovirus1.1 Definisi dari arbovirus1.2 Klasifikasi dan morfologi arbovirus

2. Memahami dan menjelaskan tentang infeksi virus Dengue2.1 Definisi2.2 Klasifikasi2.3 Etiologi2.4 Patogenesis2.5 Patofisiologi2.6 Manifestasi klinis2.7 Diagnosis dan pemeriksaan2.8 Tatalaksana2.9 Komplikasi

2.10 Prognosis 3. Memahami dan menjelaskan tentang vektor virus Dengue

3.1 Morfologi dan daur hidup3.2 Perilaku vektor virus Dengue3.3 Epidemiologi vektor virus Dengue3.4 Cara penularan 3.5 Pencegahan

2

Page 3: SKENARIO 2 pbl IPT

1. Memahami dan menjelaskan tentang arbovirus

1.1 Definisi dari arbovirusArbovirus merupakan golongan virus yang trasmisi penularannya melalui serangga

artopoda penghisap darah dari satu inang vertebrata ke vertebrata

1.2 Klasifikasi dan morfologi arbovirus

a. Togaviridaeo Alphavirus PATOGEN

o Rubivirus virus rubella PATOGEN

o Pestivirus

o Arterivirus

Penggolongan ini didasarkan atas ukurannya, RNA rantai tunggal tak bersegmen yang berfungsi sebagai mRNA, serta kemampuan sebagian besar anggotanya untuk bereplikasi di nyamuk dan ditularkan oleh nyamuk.

AlphaviridaeSifat penting :

RNA: rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui pembentukan RNA komplementer, yang bertindak sebagai cetakan RNA genom.

Virion : berselubung, nukleokapsid ikosahedral, tersusun atas 3-4 jenis protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 60-70 nm.

Replikasi di sitoplasma dan morfogenesis melalui proses budding di membran sel. Spektrum hospes luas. Contoh : virus Chikungunya, virus rubella

FlaviviridaeSifat penting :

RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui RNA komplementer yang kemudian bertindak sebagai cetakan bagi sintesis RNA genom.

Virion : berselubung, simetri nukleokapsid belum jelas, tersusun atas empat jenis protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 40-50 nm.

Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di membran sel. Spektrum hospes luas Contoh : virus demam kuning

3

Page 4: SKENARIO 2 pbl IPT

BunyaviridaeSifat penting :

RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari tiga segmen. Pada proses replikasinya, RNA virion disalin menjadi mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan produk translasi mRNA selanjutnya disintesis RNA komplementer. Tiap segmen RNA komplementer kemudian menjadi cetakan bagi RNA genom.

Virion : berselubung, nukleokapsid bentuk helik, tersusun atas empat protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 90-120 nm.

Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di membran Golgi.

Contoh : virus ensefalitis California

ReoviridaeSifat penting :

RNA : rantai ganda, segmen ganda (10 untuk reovirus dan obvirus, 11 untuk rotavirus, 12 untuk Colorado tick fever virus. Setiap mRNA berasal dari satu segmen genom. Sebagian mRNA dipakai untuk sintesis protein dan sebagian lagi dipakai sebagai cetakan untuk pembuatan rantai RNA pasangannya.

Virion : tak berselubung, kapsidnya dua lapis dan bersimetri ikosahedral. Diameter virion 60-80 nm.

Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma Contoh : Reovirus 1-3

Rhabdoviridae Sifat penting :

RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, satu segmen. Prinsip replikasi RNAnya sama dengan Bunyaviridae.

Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 4-5 protein. Virion berbentuk seperti peluru dengan selubung beraktivitas hemaglutinasi. Diameter dan panjang virion 70-85 nm dan 130-180 nm.

Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya di membran plasma atau intrasitoplasma, tergantung spesies virus

Contoh : virus stomatitis vesicularis

4

Page 5: SKENARIO 2 pbl IPT

ArenaviridaeSifat penting :

RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari dua segmen. Prinsip replikasi RNAnya sama dengan Bunyaviridae.

Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tiga protein utama. Bentuk virion pleomorfik. Diameter virion 50-300 nm (rata-rata 110-130 nm).

Replikasi di sitoplasma morfogenesisnya melalui proses budding di membran plasma. Spektrum hospes luas. Contoh : virus lymphotic

FiloviridaeSifat penting :

RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, segmen tunggal. Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tujuh protein utama.

Berbentuk pleomorfik. Diameter virion 80 nm dan panjang mencapai 14.000 nm. Replikasi di sitoplasma. Contoh : virus Ebola

(Mikrobiologi kedokteran, FKUI)

2. Memahami dan menjelaskan tentang infeksi virus Dengue

2.1 Definisi

Demam dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue. Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam

manifestasi perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.

2.2 Klasifikasi

Demam dengue sendiri terbagi menjadi 2 yaitu demam dengue (DD) & demam berdarah dengue (DBD).

2.3 Etiologi

Virus dengue serotipe 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu seotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.

2.4 Patogenesis

5

Page 6: SKENARIO 2 pbl IPT

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya,

Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap serotip virus yang lain.

Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement.

Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda :

a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.

b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajad kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik, baik in vitro maupun in vivo. Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal (local tissue injury) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.

2.5 Patofisiologi

6

Page 7: SKENARIO 2 pbl IPT

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Demam dengue :

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

Demam berdarah dengue :

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.(6)

Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.

Sistem respon imun

7

Page 8: SKENARIO 2 pbl IPT

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.

2.6 Manifestasi klinis

Demam dengue :

Demam tinggi mendadak secara terus menerus. Sakit kepala terutama dibagian dahi. Sakit di bagian belakang bola mata. Sakit pada bagian tubuh atau sendi. Mual / muntah. Muka kemerahan.

Demam Berdarah dengue :

Demam tinggi mendadak secara terus menerus. Sakit kepala terutama dibagian dahi. Sakit di bagian belakang bola mata. Sakit pada bagian tubuh atau sendi. Mual / muntah. Muka kemerahan. Sakit / nyeri pada ulu hati yang terus menerus. Pendarahan pada hidung, mulut, gusi atau memar pada kulit. Muntah yang terus menerus, kadang disertai dengan darah. Kotoran feses yang berwarna kehitaman, akibat terjadinya pendarahan di organ

dalam. Rasa haus yang berlebihan. Kulit yang pucat & dingin. Penurunan kesadaran & mengantuk.

2.7 Diagnosis dan pemeriksaan

8

Page 9: SKENARIO 2 pbl IPT

Dasar diagnosis DBD (WHO 1997) :

Klinis1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan bentuk

lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis atau melena.

3. Pembesaran hati4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun,

tekanan darah menurun disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.

Laboratorium

Trombositopenia (<100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal).

Derajat demam :

I. Demam dengan uji bendung positifII. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah

IV. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur

Pemeriksaan penunjang :

Lakukan pemeriksaan Hb, hematokrit, hitung trombosit, uji serologi HI (Haemagglutination inhibiting antibody), dengue blot.

2.8 Tatalaksana

Protokol 1

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolonganpertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di instalasi gawat darurat dan jugadipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang tersangkamenderita DBD diruang gawat darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokritdan trombosit, bila:

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000- 150.000, pasiendapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalamwaktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb,Ht dan trombosit tiap 24jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalasi gawatdarurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

9

Page 10: SKENARIO 2 pbl IPT

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat

Gambar 3. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Protokol 2

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan junlah seperti rumus berikutini:Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :

1500 + {20 x (BB dalam kg- 20)}Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairantetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo diakukan tiap 12 jam

Bila Hb, Ht meningkat 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairansesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

10

Page 11: SKENARIO 2 pbl IPT

Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3

Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairansebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikaninfus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jampemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokritturun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlahcairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauankembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infusdikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik makapemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetaptidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekana darahmenurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairaninfus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bilakeadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jamtetapi bia keadaan tidak menunjukkan perbaikan makajumlah cairan infus dinaikkanmenjadi 15 m/kgBB/jam dan bia dalam perkembangannya kondisi memburuk dandidapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protocol

penatalaksanaan sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi makapemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

11

Page 12: SKENARIO 2 pbl IPT

Gambar 5. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Protokol 4

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: epistaksisyang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna(hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria),perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetapseperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasandan jumah urin diakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb,Ht dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan pemerikasaan Hb,Ht dan trombositsebaiknya dulang setiap 4-6 jam.

12

Page 13: SKENARIO 2 pbl IPT

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkantanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Transfusi komponen darahdiberikan sesuai indikasi. FFP diberikan apabila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan apabia nilai Hb <10gr/dl.Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan danmasif dengan junlah trombosit <100.000 disertai atau tanpa DIC.

Protokol 5

Bila kita berhadapan dengan sindrom syok dengue maka hal pertama yang harusdiingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairanintravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Pada kasus DSS cairan kristaloidadalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikanoksigen 2-4 L/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah tepilengkap, hemostasis, analisa gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida serta ureumdan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dievaluasisetelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi > 20 mmHg, frekuensi nadi <100 kali/menit dengan volumeyang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam,jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menitkeadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jamsetelah renjatan teratasi, tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukupmaka pemberian cairan per infus harus dihentikan.

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukanterutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan. Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vitalyaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas,pembesaran hati, nyeri tekan daerah ipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Jumlah diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauaan kadar Hb, Ht dantrombosit dapat dipergunakan untuk pemantauaan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, amkapemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB/jam, dankemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, makaperhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasmamasih berlangsung maka pemberian cairan koloid menjadi pilihan. Tetapi bila nilaihematokrit menurun, berarti terjadi internal bleeding maka pada penderita diberikantransfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifatcairan tersebut. Pemberian kooid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi makauntuk

13

Page 14: SKENARIO 2 pbl IPT

memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, danpemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belumteratasi harus dperhatikan dan dikoreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bi tekanan vena sentral penderita sudahsesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obatinotropik/ vasopresor.

Gambar 6. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi lima. Jakarta : FKUI.)

2.9 Komplikasi

14

Page 15: SKENARIO 2 pbl IPT

Kebanyakan orang yang menderita DBD pulih dalam waktu dua minggu.Namun, untuk orang-orang tertentu dapat berlanjut untuk selama beberapa minggu hinga berbulan-bulan. Gejala klinis yang semakin berat pada penderita DBD dan dengue shock syndromes dapat berkembang menjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan hati.

Komplikasi lainya yaitu Ensefalopati Dengue. Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.

(http://dokterrizy.blogspot.com/2011/04/komplikasi-dan-pencegahan-demam.html)

2.10 Prognosis

Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.(2)

Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :1. Keterlambatan diagnosis2. Keterlambatan diagnosis shock3. Keterlambatan penanganan shock4. Shock yang tidak teratasi5. Kelebihan cairan6. Kebocoran yang hebat7. Pendarahan masif8. Kegagalan banyak organ9. Ensefalopati10. Sepsis11. Kegawatan karena tindakan

(http://www.scribd.com/doc/50488016/DEMAM-BERDARAH-dengue-1)

3. Memahami dan menjelaskan tentang vektor virus Dengue

3.1 Morfologi dan daur hidup

Vektor utama Demam Berdarah Dengue adalah nyamuk Aedes aegypti. Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan nyamuk Culex quinquefaciatus. Aedes aegypti mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama di bagian

15

Page 16: SKENARIO 2 pbl IPT

kakinya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa.

Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu: telur-jentik-kepompong-nyamuk. Nyamuk betina menghisap darah untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi sperma. Telur yang dibuahi dapat menetas selama 3 hari. Setiap kali menghisap darah nyamuk ini mampu menelurkan 100 butir, 24 jam kemudian nyamuk ini akan menghisap darah lagi dan kembali bertelur. Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di atas permukaan air. Pada umumnya telur menetas dalam waktu + 2 hari, menjadi jentik, 6—8 hari, berikutnya akan masuk ke stadium pupa, disusul 2—4 hari menjadi nyamuk. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dengan periode 9—10 hari. Umur nyamuk betina di alam bebas kira-kira 10 hari sedangkan di laboratorium mencapai 2 bulan.

Tempat perindukan utama Ae. Aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih. Bisa tempat dari buatan manusia seperti : kaleng, tempat penyimpanan air, bak mandi, pot, dll. Bisa juga tempat yang bersifat alami, misal: batok kelapa, kelopak daun tanaman, dam lain-lain yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Ae. Aegypti sering kali ditemukan larva Ae. albopictus yang hidup bersama sama.

(Buku ajar Parasitologi Kedokteran edisi keempat. FKUI)

3.2 Perilaku vektor dengue

Nyamuk betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah, pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). tempat istirahat Aedes Aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di pekarangan/ halaman / kebun rumah. Juga berupa benda- benda yang tergantung dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira- kira 10 hari, sedangkan di

16

Page 17: SKENARIO 2 pbl IPT

laboratorium mencapai dua bulan. Aedes Aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter.

3.3 Epidemiologi vektor dengue

Aedes Aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat, nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan. Penyebaran Aedes Aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Aedes Aegypti terbawa melalui transportasi.

Walaupun umurnya pendek yaitu kira-kira sepuluh hari, Aedes Aegypti dapat menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.

3.4 Pencegahan

A. Pemberantasan nyamuk dewasaPemberantasan nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan=fogging) dengan insektisida yaitu :

- organofosfat misalnya malation, fenitrotion- Piretroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, permetrin.- Karbamat.

B. Pemberantasan jentikPemberantasan jentik Aedes Aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara :1. Kimia, Pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yang dkenal dengan istilah

abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Formulasi temefos yang digunakan ialah granules (sandgranules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan temefos tersebut mempunyai efek residu 3 bulan.

2. Biologi, misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan guppy).3. Fisik, cara ini dikenal dengan istilah 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) yaitu

menguras bak mandi, bak WC, mentuup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum,dll) , serta mengubur atau memusnahkan barang- barang bekas (kaleng, ban, dll). Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu.

Pengendalian Aedes Aegypti dilakukan dengan berbagai cara:

1. Perlindungan perseorangan, untuk mencaegah gigitan Aedes Aegypti yaitu dengan memasang kawat kasa di lubang- lubang angin di atas jendela atau pintu, tidur dengan kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan insektisidadan penggunaan repellent pada saat berkebun;

17

Page 18: SKENARIO 2 pbl IPT

2. Pembuangan atau mengubur benda- benda di pekarangan atau di kebun yang dapat menampung air hujan seperti kaleng, botol, ban mobil dan tempat- tempat lain sebagai tempat perindukan;

3. Mengganti air atau membersihkan tempat-tempat air secara teratur tiap minggu sekali;4. Peberian temefos ke dalam tempat penampungan air/ penyimpanan air bersih

(abatisasi);5. Melakukan fogging dengan malation setidak-tidaknya 2 kali dengan jarak waktu 10

hari di daerah yang terkena wabah endemi DHF;6. Pendidikan kesehatan masyarakat.

(Buku ajar Parasitologi Kedokteran edisi keempat. FKUI)

18

Page 19: SKENARIO 2 pbl IPT

DAFTAR PUSTAKA

S,Sumarmo dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis edisi kedua : Infeksi Virus Dengue. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Sutanto,Inge et al. 2008. Buku ajar Parasitologi Kedokteran edisi keempat. Jakarta: FKUI.

Sudoyo, Aru W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi lima: Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Syahrurachman, Agus. 1994. Mikroboilogi Kedokteran edisi revisi : Penggolongan Virus. Jakarta : FKUI.

http://www.scribd.com/doc/50488016/DEMAM-BERDARAH-dengue-1

http://dokterrizy.blogspot.com/2011/04/komplikasi-dan-pencegahan-demam.html

http://www.sehatgroup.web.id/?p=128

http://www.scribd.com/doc/26773679/Laporan-Penelitian-Demam-Berdarah-Dengue-PBL-II-UNS-Surakarta

19