Makalah PBL Blok 19 Steven

29
Gagal Jantung Kronis pada Laki – laki 60 Tahun Steven Kristianto Yaputra 10-2013-231 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Alamat Korespondensi: Steven Kristianto Yaputra Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected] Pendahuluan Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Dimana jantung merupakan organ penting yang berfungsi untuk mengalirkan nutrisi yang diperlukan organ melalui darah. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik yang hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel. Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan. Edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. 1

description

makalah

Transcript of Makalah PBL Blok 19 Steven

Page 1: Makalah PBL Blok 19 Steven

Gagal Jantung Kronis pada Laki – laki 60 Tahun

Steven Kristianto Yaputra

10-2013-231

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat Korespondensi:

Steven Kristianto Yaputra

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]

Pendahuluan

Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi dimana terdapat kegagalan jantung

memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Dimana jantung merupakan organ

penting yang berfungsi untuk mengalirkan nutrisi yang diperlukan organ melalui darah.

Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik yang

hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi

ventrikel.

Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang

disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau

latihan. Edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai

gagal jantung kronik dalam hal anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, etiologi, epidemiologi, manifestasi

klinik, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, pencegahan. Dengan demikian,

penanganan kasus gagal jantung kronik dapat dilaksanakan dengan baik.

1

Page 2: Makalah PBL Blok 19 Steven

Anamnesis

Penyakit mengenai sistem kardiovaskular bisa timbul dengan berbagai macam

keluhan, yaitu: nyeri dada, sesak napas, edema, palpitasi, sinkop, kelelahan, stroke, dan

penyakit vaskular perifer. Berikut hal yang dapat ditanyakan, berhubungan dengan pasien:2

- Apakah pasien sesak saat istirahat, beraktivitas, atau berbaring mendatar (ortopnea)?

- Berapa jauh pasien dapat berjalan, berlari, atau menaiki tangga?

- Apakah keadaan tersebut kronis atau muncul secara tiba-tiba?

- Apakah disertai mengi atau stridor?

Bila ada batuk, dapat ditanyakan:2

- Apakah batuknya kering atau produktif?

- Jika produktif, apa warna sputum? Apakah batuk berdarah? Apakah ‘berkarat’ atau

merah muda dan berbusa?

Pada riwayat penyakit dahulu:2

- Adakah riwayat nyeri dada?

- Adakah riwayat penyakit jantung sebelumnya?

- Adakah riwayat faktor risiko aterosklerosis?

- Adakah riwayat penyakit pernapasan atau ginjal?

- Adakah riwayat kardiomiopati?

- Adakah riwayat diabetes melitus?

Pada riwayat obat-obatan:2

- Apakah baru-baru ini ada perubahan jenis obat yang dimakan pasien?

- Apakah pasien mengkonsumsi obat yang bisa menyebabkan kardiomiopati?

- Apakah pasien merokok?

- Bagaimana konsumsi alkohol pasien?

Hal lain yang dapat ditanyakan:2

- Bagaimana toleransi pasien terhadap olahraga?

- Adakah riwayat sakit jantung pada keluarga?

2

Page 3: Makalah PBL Blok 19 Steven

Gejala Klinis

Seorang laki-laki berusia 60 tahun mengeluh sering sesak saat beraktivitas, batuk.

Tidak ada dahak, demam, dan nyeri dada. Nafasnya sering tersengal-sengal sejak 6 bulan

yang lalu, terutama saat berjalan jauh, dan sangat mengganggu kesehariannya. Akan tetapi

pada saat istirahat, sesaknya jauh berkurang. Ia juga mengeluhkan selama 2 bulan ini kakinya

sering bengkak. Pasien telah menderita kencing manis, darah tinggi, dan pernah menderita

penyakit jantung koroner (sudah menjalani CABG).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga

kesadaran pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-

tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh

yang normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari

mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka

normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a.

radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan

normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.3

Pada pemeriksaan dada dan jantung, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan

urutan: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskulitasi.3

Inspeksi, secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung diamati,

misalnya tampak lelah, kelelahan karena cardiac output rendah, sesak yang menunjukkan

adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki

berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga dengan ada tidaknya edem.

Khusus inspeksi organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks, trikuspidal,

pulmonal, aorta. Perlu juga melihat bentuk dada dan pergerakan napas.3

Pada palpasi, dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung

rasa sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang

diperhatikan dalam pemeriksaan adalah:3

Pulsasi

Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa.

3

Page 4: Makalah PBL Blok 19 Steven

Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita.

Lift yaitu dorongan terhadap tangan pemeriksa

Ictus cordis yaitu pulsasi apeks, biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis

midclavikula kiri.

Dalam melakukan perkusi, telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di

dinding dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari

lain agak diangkat. Tujuannya agar tidak meredam suara ketukan. Hal yang dilakukan dalam

perkusi adalah mencari batas jantung kanan, kiri, atas, bawah, dan pinggang jantung. Batas

kanan jantung dicari dari batas paru-hati, lalu naik 2 jari dan diperkusi ke arah medial. Batas

kiri jantung ditentukan dari garis aksilaris anterior kiri, perkusi ke arah medial pada sela iga

tiga hingga enam, yang mana yang paling lateral. Batas atas jantung ditentukan pada garis

sternal kiri. Pinggang jantung ditentuan pada garis parasternal kiri.3

Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung

bila ada kelainan. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung (BJ) I dan II. Di area apeks

dan tirkuspidalis BJ I lebih keras daripada BJ II, sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan

aorta, BJ I lebih lemah daripada BJ II. Lokasi-lokasi pemeriksaan auskultasi sebagai berikut:3

Apeks untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral

Sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung

yang berasal dari katup trikuspidal.

Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada

kelainan ASD dan VSD

Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal

Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta

Hasil pemeriksaan keadaan umum pasien adalah sakit berat. Kesadaran pasien

compos mentis. Tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 160/90mmHg, frekuensi nadi

100x/menit, frekuensi napas 22x/menit, dan suhu afebris. Pada hasil auskultasi didapatkan

gallop positif dan murmur negatif.

4

Page 5: Makalah PBL Blok 19 Steven

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya,

begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak

pada gejala pasien.

Gambaran radiologis

Pada sinar-X dada gambaranberikut dapat terlihat :

o Pembesaran jantung

o Penonjolan vaskuler pada lobus atas akibat meningkatnya tekanan vena pulmonalis.

o Efusi pleura : terlihat sebagai penumpulan sudut kostofrenikus, namun dengan

semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal dengan

tepi bagian atas yang cekung.

o Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh darah

pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring

meningkatnya t$ekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian

berkumpul di daerah interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley

‘B’)

o Edema pulmonal alveolus. Dengan meningkatnya tekanan vena, cairan melewati

rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut pada

regio perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua

lapangan paru. Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral

digambarkan sebagai ‘bat’s wing’ (sayap kelawar).3

Elektrokardiogram (EKG)

EKG memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%),

termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi, aritmia.4

Ekokardiografi

5

Page 6: Makalah PBL Blok 19 Steven

Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal

jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas

gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi

mitral sering disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang disebabkan dilatasi anulus mitral.4

Kateterisasi

Dilakukan pada dugaan penyakit jantung koroner, pada kasus kardiomiopati atau

miokarditis yang jarangm yang membutuhkan biopsi miokard, atau bila penilaian resistensi

vaskular paru dibutuhkan sebelum mempertimbangkan transplantasi jantung. Bila kateterisasi

jantung diindikasikan, biasanya dilakukan ventrikulografi kontras dan juga memberikan

pengukuran fungsi LV lain.4

Tes Latihan Fisik

Seringkali dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada beberapa kasus

untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2 maks). Ini adalah kadar dimana

konsumsi oksigen lebih lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan

lebih lanjut. VO2 maks merepresentasikan batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun

pada gagal jantung.4

Working Diagnosis

Gagal Jantung Kronik

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto

toraks, ekokardiografi Doppler, dan kateterisasi seperti terlihat pada bagan dibawah ini.3

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.3

Kriteria Major

o Paroksismal nokturnal dispnea

o Distensi vena leher

o Ronki paru

o Kardiomegali

6

Page 7: Makalah PBL Blok 19 Steven

o Edema paru akut

o Gallop S3

o Peninggian tekanan vena jugularis

o Refluks hepatojugular

Kriteria Minor

o Edema ekstremitas

o Batuk malam hari

o Dispnea d’effort

o Hepatomegali

o Efusi pleura

o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

o Takikardia (>120 menit)

Terdapat klasifikasi gagal jantung menurut NYHA (New York Heart Association)

yaitu:6

Tabel 1. Klasifikasi Fungsional Gagal Jantung Menurut NYHA.6 (Heart

Failure, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/163062-

overview, 10 September 2013)

Kelas Kapasitas Fungsional

I Pasien tanpa keterbatasan aktivitas fisik

II Pasien dengan sedikit keterbatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik biasa dapat

mengarah pada kelelahan, jantung berdebar, dispnue, atau nyeri angina ; Nyaman

saat istirahat.

III Pasien dengan keterbatasan aktivitas fisik yang jelas, dimana aktivitas fisik kurang

dari biasa dapat mengarah pada kelelahan, jantung berdebar, dispnue, atau nyeri

angina ; Nyaman saat istirahat.

IV Pasien tidak hanya tidak bisa melakukan aktivitas fisik tetapi juga mendapat gejala

gagal jantung atau sindrom angina bahkan saat istirahat; ketidaknyamanan pasioen

bertambah bila aktivitas fisik dilakukan

7

Page 8: Makalah PBL Blok 19 Steven

Differential Diagnosis

Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat / rapid / onset atau

adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung yang berakibat

diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. GJA dapat berupa serangan pertama gagal

jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien dapat memperlihatkan

kedaruratan medik seperti edema paru akut.3

Manifestasi klinis GJA memberikan gambaran / kondisi spektrum yang luas dan

setiap klasifikasi tidak dapat menggambarkan secara spesifik.3

Pasien dengan GJA biasanya akan memperlihatkan salah satu dari enam bentuk GJA.

Edema paru tidak selalu menyertai semua ke enam bentuk GJA. Keenam bentuk dari GJA ini

adalah:3

1. Perburukan atau gagal jantung kronik kompensasi, adanya riwayat perburukan yang

progresif pada penderita yang sudah diketahui dan mendapat terapi sebelumnya

sebagai penderita gagal jantung kronik dan dijumpai adanya kongesti sistemik dan

kongesti paru.

2. Terdapat bentuk edema paru. Pasien dengan respiratory distress yang berat,

pernapasan yang cepat, dan orthopnea dan ronki pada seluruh plapangan paru.

Saturasi O2 arterial biasanya <90% pada suhu ruangan, sebelum mendapat terapi

oksigen.

3. Gagal jantung hipertensif, terdapat gejala dan tanda-tanda gagal jantung yang disertai

dengan tekanan darah tinggi dan biasanya fungsi sistolik jantung masih relatif cukup

baik, juga terdapat tanda-tanda peninggian tonus simpatik dengan takikardia dan

vasokonstriksi. Pasien mungkin masih hipovolemia ringan. Umumnya

memperlihatkan kongesti paru tanpa tanda-tanda kongesti sistemik.

4. Syok kardiogenik, didefinisikan sebagai adanya bukti tanda-tanda hipoperfusi

jaringan yang disebabkan oleh gagal jantung, walau sesudah preload dan aritmia berat

8

Page 9: Makalah PBL Blok 19 Steven

sudah dikoreksi secara adekuat. Tidak ada parameter hemodinamik diagnostik yang

pasti. Akan tetapi ciri khas dari syok kardiogenik adalah tekanan darah sistolik yang

rendah (tekanan darah sistolik <90mmHg), dan tidak adanya produksi urin, atau

berkurang (<0,5ml/kg/jam). Gangguan irama jantung sering ditemukan. Tanda-tanda

hipoperfusi organ dan kongesti paru timbul dalam waktu cepat.

5. Gagal jantung kanan terisolasi, ditandai dengan adanya sindroma low output tanpa

disertai oleh kongesti paru dengan peninggian tekanan vena jugularis dengan atau

tanpa hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri rendah.

6. Sindroma koroner akut dan gagal jantung. Banyak penderita GJA timbul bersamaan

dengan SKA yang dibuktikan dari gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Kira-

kira 15% penderita SKA memperlihatkan gejala dan tanda-tandan gagal jantung.

Episode GJA biasanya disertai presipitasi oleh aritmia.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi

akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami

perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala

harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa

digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus),

bronkospasme, polusi udara, atau obat golongan sedatif. Pasien yang mengalami eksaserbasi

akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang semakin bertambah,

batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga

memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatique, dan gangguan susah tidur. Roisin

membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik.

Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume

dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala

sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan

status mental pasien.3

Epidemiologi

9

Page 10: Makalah PBL Blok 19 Steven

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada usia yang lebih

lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek apabila dasar

atau penyebabnya tidak bisa diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan

meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat

lebih dari 50% akan meninggal pada tahun pertama.4

Etiologi

Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu diagnosis. Penyebabnya

harus selalu dicari.4

Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti

yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun, pada kondisi

tertentu, bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan

darah sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi ini

disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regurgitasi katup berat dan, lebih jarang,

fistula arteriovena, defisiensi tiamin (beri-beri), dan anemia berat. Keadaan curah jantung

yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung, tetapi bila tidak terlalu berat dapat

mempresipitasi gagal jantung pada orang-orang dengan penyakit jantung dasar.4

Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung

koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat Barah (?90% kasus),

sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di negara

berkembang. Faktor risiko independen untuk terjadinya gagal jantung serupa dengan faktor

risiko pada penyakit jantung koroner (peningkatan kolesterol, hipertensi, dan diabetes)

ditambah adanya hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) pada EKG

istirahat. Bila terdapat pada hipertensi, LVH dikaitkan dengan 14 kali risiko gagal jantung

pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Selain itu, prevalensi faktor etiologi telah berubah

seiring perjalanan waktu. Data kohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat

hipertensi pada >75% pasien dengan gagal jantung, sementara penelitian lebih baru

menyatakan prevalensu yang lebih rendah (10-15%), mungkin karena terapi hipertensi yang

lebih baik. Dari telaah studi klinis pada hipertensi, terapi efektif dapat mengurangi insidensi

gagal jantung sebesar 50%.4

10

Page 11: Makalah PBL Blok 19 Steven

Berbagai faktor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal

jantung pada pasien dengan penyakit jantung primer:4

Obat-obatan seperti penyekat dan antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas

miokard dan obat kemoterapeutik seperti doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan

miokard.

Alkohol bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar

Aritmia mengurangi efisiensi jantung, sepert yang terjadi bula kontraksi atrium hilang

(fibrilasi atrium, AF) atau disosiasi dari kontraksi ventrikel (blok jantung). Takikardia

(ventrikel atau atrium) menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan beban

kerja miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia miokard, dan bila terjadi

dalam waktu lama, dapat menyebabkan dilatasi ventrikel serta perburukan fungsi

ventrikel. Aritmia sendiri merupakan konsekuensi gagal jantung yang umum terjadi,

apapun etiologinya, dengan AF dilaporkan pada 20-30% kasus gagal jantung. Aritmia

ventrikel merupakan penyebab umum kematian mendadak pada keadaan ini.

Manifestasi Klinis

Gejala utama dari gagal jantung adalah kelelahan dan napas yang pendek. Meskipun

kelelahan biasanya sudah dianggap pada rendahnya cardiac output dalam gagal jantung,

seperti pada keabnormalan sistem muskuloskeletal dan sakit bukan jantung lainnya (misalnya

anemia), juga berperan dalam gejala ini. Dalam tahap awal gagal jantung, dispnue diamati

hanya pada pengerahan tenaga; namun, dalam perkembangan penyakitnya, dispnue terjadi

dalam level stress yang lebih rendah, dan mungkin dapat terjadi saat istirahat. Penyebab dari

dispnue dalam gagal jantung mungkin multifaktorial. Mekanisme paling penting adalah

kongesti paru dengan akumulasi dari jaringan interstisial atau cairan intraalveolar, dimana

aktivitas reseptor juxtakapiler J, yang menstimulasi dengan cepat, karakteristik napas pendek

dari dispnue jantung. Faktor lain yang berkontribusi pada dispnue dalam tenaga termasuk

reduksi dalam compliance paru, penambahan resistensi sirkulasi, otot pernapasam dan/atau

kelelahan diafragma, dan anemia. Dispnue mungkin menjadi lebih rendah frekuensinya

dengan onset kegagalan ventrikel kanan dan regurgitasi trikuspidalis.7

Gejala ortopnue, dimana didefinisikan sebagai dispnue yang terjadi dalam posisi

terlentang, biasanya manifestasi lanjut dari gagal jantung dibanding dispnue oleh pengerahan

11

Page 12: Makalah PBL Blok 19 Steven

tenaga. Hal tersebut dihasilkan dari redistribusi cairan dari sirkulasi splanicus dan ekstremitas

bawah menuju sirkulasi sentral selama terlentang, dengan diakibatkan meningkat tekanan

dalam kapiler pulmonal. Batuk nokturnal merupakan manifestasi yang biasa terjadi dalam

proses ini dan biasanya diabaikan sebagai gejala gagal jantung. Ortopnue secara umum lebih

lega dengan duduk tegak lurus atau tidur dengan bantal khusus. Meskipun ortopnue

merupakan gejala spesifik gagal jantung, mungkin terjadi dalam pasien obesitas abdomen

atau ascites dan pasien dengan penyakit paru yang mekanisme parunya mendukung posisi

tegak lurus.7

Gejala lainnya adalah paroxysmal noxturnal dyspnea (PND). Istilah ini mengacu pada

episode akut sesak napas yang hebat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan

membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat

bermanifestasi dengan batuk atau wheezing, mungkin karena tekanan yang bertambah di

dalam arteri bronkial mengarah kepada kompresi jalan napas, sejalan dengan edema paru

interstisial yang mengarah ke penahanan jalan napas. Padahal orthopnue mungkin lebih baik

dengan duduk tegak disamping berbaring di kasur dengan kaki dalam posisi tertentu, pasien

dengan PND sering mempunyai batuk persisten dan wheezing bahkan setelah mereka berada

di posisi tegak lurus. Cardiac asthma berkaitan erat dengan PND, dikarakterisitikkan dengan

wheezing sekunder menuju bronkospasme, dan haris dibedakan dengan asma promer dan

penyakit paru karena wheezing.7

Ada pula gejala yang disebut pernapasan Cheyne-stokes, juga dikaitkan sebagai

pernapasan periodik. Pernapasan Cheyne-Stokes diderita 40 pasien dengan gagal jantung dan

biasanya diasosiasikan dengan cardiac output yang rendah. Pernapasan Cheyne-Stokes ini

disebabkan kurangnya sensitivitas dari pusat respirasi menuju tekanan PCO2 arteri. Ada fase

apneu, selama PO2 arteri turun dan PCO2 arteri meningkat. Perubahan dalam kandungan gas

darah arteri menstimulasi turunnya pusat pernapasan, menyebabkan hiperventilasi dan

hipokapnia, diikuti dengan kekambuhan apneu. Pernapasan Cheyne-Stokes mungkin

dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai dispnue parah atau penghentian sementara

pernapasan.7

Pasien dengan gagal jantung mungkin menunjukkan gejala gastrointestinal.

Anoreksia, nausea, dan rasa penuh yang cepat yang berkaitan dengan nyeri perut dan

kekenyangan adalah masalah biasa dan mungkin berelasi dengan edema dari dinding usus

dan/atau kongesti hati. Kongesti hati dan perenggangan kapsulnya mungkin mengarah pada

12

Page 13: Makalah PBL Blok 19 Steven

nyeri kuadran kanan atas. Gejala serebral seperti kebingungan, disorientasi, dan tidur dan

gangguan mood mungkin diamati dalam pasien dengan gagal jantung parah, khususnya

pasien tua dengan cerebral arteriosclerosis dan pengurangan cerebral perfusion. Nokturia

adalah gejala yang biasa terjadi pada gagal jantung dan berkontribusi pada insomnia.7

Patofisiologi

Miosit jantung biasanya dianggap sebagai sel yang telah selesai berdiferensiasi dan

kehilangan kemampuannya membelah diri. Dalam kondisi yang normal, penambahan jumlah

miosit fungsional tidak dapat terjadi. Peningkatan beban mekanis menyebabkan peningkatan

kandungan komponen subselular yang menyebabkan peningkatan ukuran sel (hipertrofi).

Meningkatnya kerja mekanis karena peningkatan beban tekanan atau volume atau sinyal

trofik (misalnya hipertiroidisme melalui stimulasi reseptor adrenergik-beta) meningkatkan

kecepatan sintesis protein, jumlah protein di masing-masing sel, jumlah sarkomer dan

mitokondria, dimensi dan massa miosit dan, akhirnya, ukuran jantung. Bagaimanapun,

seberapa besar miosit jantung orang dewasa memiliki kapasitas menyintesis DNA dan apakah

hal ini menyebabkan pembelahan sel masih merupakan masalah yang diperdebatkan.8

Tingkat hipertrofi bervariasi sesuai kausa yang mendasarinya. Berat jantung biasanya

berkisar antara 350 sampai 600 gram (hingga sekitar dua kali lipat daripada normal) pada

hipertensi pulmonaris dan penyakit jantung iskemik; dari 400 sampai 800 gram (hingga tiga

kali normal) pada hipertensi sistemik, stenosis aorta, regurgitasi mitral, atau kardiomiopati

hipertrofi. Jantung dengan berat lebih dari 1000 gram jarang dijumpai.8

Pola hipertrofi mencerminkan sifat stimulus yang mendasarinya. Ventrikel yang

mengalami kelebihan tekanan (misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta) membentuk

pressure-overload hypertrophy ventrikel kiri (juga disebut hipertrofi konsentrik), disertai oleh

peningkatan ketebalan dinding. Di ventrikel kiri, hipertrofi otot dapat menyebabkan garis

tengah rongga berkurang. Pada kelebihan beban tekanan, pengendapan sarkomer paralel

dengan sumbu panjang sel; luas potongan melintang miosir meningkat (tetapi panjang sel

tidak). Sebaliknya, kelebihan beban volume, massa otot dan ketebalan dinding meningkat

kira-kira setara dengan garis tengah ruang jantung. Namun, karena dilatasi, ketebalan dinding

jantung yang telah mengalami hipertrofi dan dilatasi tidak selalu meningkat, dan ketebalan

13

Page 14: Makalah PBL Blok 19 Steven

tersebut mungkin normal atau kurang daripada normal. Oleh karena itu, ketebalan dinding itu

sendiri bukan ukuran yang memadai untuk hipertrofi akibat kelebuhan beban volume.8

Hipertrofi jantung juga disertai berbagai perubahan transkripsional dan morfologik.

Pada kelebihan beban hemodinamik yang berkepanjangan, ekspresi gen mengalami

perubahan sehingga terjadi re-ekspresi suatu pola sintesis protein yang analog dengan yang

dijumpai pada perkembangan jantung janin; perubahan lain analog dengan kejadian-kejadian

yang berlangsung selama mitosis sel normal yang berproliferasi. Mediator awal hipertrofi

antara lain gen-gen immediate-early. Peningkatan atau re-ekspresi selektif bentuk-bentuk

embrionik/janin protein kontraktil dan protein lain juga terjadi, termasuk rantai berat -

miosin, ANP, dan kolagen. Meningkatnya ukuran miosit yang terjadi pada hipertrofi jantung

biasaya disertai dengan berkurangnya kepadatan kapiler, meningkatnya jarak antar-kapiler,

dan pengendapan jaringan fibrosa. Bertambahnya massa otot menyebabkan peningkatan

kebutuhan metabolik dan ketegangan dinding, dua penentu utama konsumsi oksigen jantung.

Faktor utama lain dalam konsumsi oksigen adalah kecepatan dan kontraktilitas jantung

(keadaan inotropik, atau gaya kontraksi), dan keduanya meningkat pada keadaan hipertrofik.8

Oleh karena itu, geometri, struktur, dan komposisi jantung yang mengalami hipertrofi

tidaklah normal. Hipertrofi jantun merupakan suatu keseimbangan yang lemah antara

karakteristik adaptif dan perubahan struktural dan/atau biokimiawi/molekular yang berpotensi

merugikan (termasuk berkurangnya perbandingan kapiler-terhadap-miosit, meningkatnya

jaringan fibrosa, dan sintesis protein abnormal). Oleh karena itu, hipertrofi jantung yang

menetap sering berkembang menjadi gagal jantung. Pada akhirnya, penyakit jantung primer

dan beban kompensatorik yang timbul semakin menggerogoti cadangan miokardium.

Kemudian mulai terjadi penurunan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac

output) yang sering berakhir dengan kematian.8

Pada banyak kasus, dasar struktural, biokimiawi, dan molekular kegagalan kontraktil

miokardoium tidak jelas. Pada beberapa kasus (misalnya infark miokardium), jelas terjadi

kematian miosit dan berkurangnya elemen-elemen vital “pompa”. Oleh karena itu, bagian

otot jantung yang tidak mengalami infark harus bekerja berlebihan. Sebaliknya, pada

penyakit katup jantung, meningkatnya kerja volume atau tekanan memengaruhi miokardium

secara global. Perubahan molekular dan selular pada jantung yang mengalami hipertrofi yang

pada awalnya berperan meningkatkan fungsi dapat ikut menyebabkan terjadinya gagal

jantung. Protein yang termasuk elemen kontraktil, penggabungan eksitasi-kontraksi, dan

14

Page 15: Makalah PBL Blok 19 Steven

pemakaian energi mungkin mengalami perubahan signifikan melalui produksi isoform yang

berbeda yang mungkin kurang fungsional daripada normal atau mungkin jumlahnya

berkurang atau bertambah. Perubahan pengolahan ion kalsium intrasel juga mungkin

berperan menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi. Berkurangnya miosit akibat

apoptosis mungkin berperan dalam disfungsi mikardium progresif yang dijumpai pada

penyakit jantung dengan hipertrofi.8

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medika Mentosa

Tingkat rekomendasi (Class) dan tingkat kepercayaan (evidence) mengikuti format

petunjuk dari ESC 2005, dimana untuk rekomendasi:3

Class I: Adanya bukti/kesepakatan umum bahwa tindakan bermanfaat dan efektif

Class II: Bukti kontroversi

o IIa: Adanya bukti bahwa tindakan cenderung bermanfaat

o IIb: Manfaat dan efektivitas kurang terbukti

Class III: Tindakan tidak bermanfaat bahkan berbahaya

Sedangkan tingkat kepercayaan:3

A: data berasal dari uji random multipel, atau metaanalisis

B: data berasal dari satu uji random klinik

C: Konsensus, pendapat para pakar, uji klinik kecil, studi retrospektif atau registrasi

Terapi yang digunakan salah satunya dengan Angiotensin-converting enzyme

inhibitors. Dianjurkan sebagai lini pertama baik dengan atau tampa keluhan dengan fraksi

ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom, mengurangi kekerapan

rawat inap di rumah sakit (I, A). Obat ini harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak

ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik (I, B).

Segera berikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, sesudah infark jantung, untuk

meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark, serta kekerapan rawat inap. Agar

dosisnya dianggap bermanfaat, obat ini harus dititrasi sesuai dengan bukti klinis, bukan

berdasarkan perbaikan gejala.3

15

Page 16: Makalah PBL Blok 19 Steven

Obat diuretik yang diberikan adalah Loop diuretic, tiazid, metolazon. Penting untuk

pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru, dan edema

perifer (I, A). Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan

penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.3

Obat -blocker direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat

yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati noniskemi dalam pengobatan standar

seperti diuretik atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan

adanya kontraindikasi terhadap penyekat beta. Obat ini terbukti menurunkan angka masuk

rumah sakit, meningkatkan klasifikasi fungsi (I, A). Pada disfungsi jantung sistolik sesudah

suatu infark miokard baik simtomatik atau asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka

panjang pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan

mortalitas (I, B). Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasi yaitu

bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol (I, A).3

Pada antagonis reseptor aldosteron, penambahan terhadap penyekat enzim konversi

anngiotensin, penyekat beta, diuretik pada hahal jantung berat dapat menurunkan morbititas

dan mortalitas (I, B). Sebagai tambahan terhadap obat penyakit enzim konversi angiotensin

dan penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan

morbiditas dan mortalitas (I, B).3

Antagonis penyekat reseptor angiotensin II masih merupakan alternatif bila pasien

tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin. Pennyekat angiotensin II sama

efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dalam

menurunkan morbiditas dan mortalitas (IIa, B).3

Glikosida jantung (digitalis) merupakan indikasi pada finrilasi atrium pada berbagai

derajat gagal jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau penyebab (I, B). Kombinasi

digoksin dan penyekat beta lebih superiur dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa

kombinasi. Digitalis ini tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan

angka kekerapan rawat inap (IIa, A).3

Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa

Berikut merupakan penatalaksanaan yang umum dilakukan tanpa obat-obatan:3

16

Page 17: Makalah PBL Blok 19 Steven

Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal sertia upaya

bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan

Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi

Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol

Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba

Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas

Hentikan kebiasaan merokok

Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas, dan humuditas

memerlukan perhatian khusus

Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu

seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat,

antidepresan trisiklik, steroid

Komplikasi

Berikut merupakan komplikasi dari gagal jantung:9

Tromboemboli: risiko terjadinya bekuan vena (trombosis vena dalam atau DVT dan

emboli paru) dan emboli sistemik tinggi, terutama gagal jantung berat.

Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada gagal jantungm yang bisa

menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauam

denyut jantung (dengan pemberian digoksin bloker) dan pemberian warfarin.

Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik denagn dosis

yang ditinggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu.

Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung

mendadak (25-50% kematian pada gagal jantung). Pada pasien yang berhasil

diresusitasi, amiodaron, bloker, dan defibrilator yang ditanaqm mungkin turut

mempunyai peranan.

Prognosis

Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan

berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framinham yang dikumpulkan sebelum

17

Page 18: Makalah PBL Blok 19 Steven

penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung menunjukkan mortalitas 1 tahun rerata sebesar

30% bila semua pasien dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60%

padas NYHA kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada

sebagian besar kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak

(diduga aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih sama. Sejumlah faktor yan berkaitan

dengan prognosis gagal jantung:4

Klinis: semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis, semakin

buruk prognosis

Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi ejeksi

semakin buruk prognosisnya

Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopresin,

dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremi dikaitkan dengan prognosis yang lebih

buruk

Aritmia: fokus ektopik ventrkel yang sering atau takikardia ventrikel pada

pengawasan EKG ambulatori menandakan prognosis yang buruk. Tidak jelas apakah

aritmia ventrikel hanya merupakan peninda prognosis yang buruk atau apakah aritmia

merupakan penyebab kematian.

Pencegahan

Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada

kelompok risiko tinggi. Berikut cara pencegahannya:3

Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung koroner

Pengobatan infark jantung segera di triase, serta ppenceggahan infark ulangan

Pengobatan hipertensi yang agresif

Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup

Memerlukan pembahasan khusus

Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari,

selain modulasi progresi dari disfungsi asimptomatik menjadi gagal jantung

18

Page 19: Makalah PBL Blok 19 Steven

Kesimpulan

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks yang didasari oleh

ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat

akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung.

Berdasarkan kasus yang di dapat, serta gejala-gejala klinis yang timbul pada pasien,

dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien mengarah kepada Gagal Jantung Kronis.

Diagnosis tersebut tidak dapat dipastikan sampai melakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lainnya.

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2011.h.327, 355.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h.

23, 26, .

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 66-8, 1584-

4. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-

4. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 80-8

5. Heart Failure, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview,

10 September 2013.

6. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editor.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th edition. Dwijayandthi L, Dharmawan

D, penyunting. Mengenali pola-pola foto-foto diagnostik. Jakart: EGC; 2010.h. 73.

7. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies; 2012.

8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi Robbins. Edisi ke-7. Jakarta:

EGC; 2007. h. 578-80

9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 151.

19

Page 20: Makalah PBL Blok 19 Steven

20