PBL 17 - Neonatal Hepatitis B
-
Upload
agusdianto-bello -
Category
Documents
-
view
36 -
download
1
description
Transcript of PBL 17 - Neonatal Hepatitis B
Hepatitis B pada Orang Tua dan Bayinya
Agusdianto Bello Chrisdarmanta A.Putra
102012222
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat: Jalan Arjuna Utara nomor 6 Jakarta Barat, 11510
Email : [email protected]
Pendahuluan
Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama di negara sedang
berkembang dan negara maju. Hepatitis virus dapat menyerang semua umur dan semua
suku bangsa, bahkan dapat memberikan berbagai macam manifestasi klinis. Diperkirakan
lebih dari dua milyar manusia telah terpapar VHB dan sekitar 400 juta merupakan
pengidap HBsAg dengan angka kematian sekitar 1 sampai 2 juta pertahun. Penemuan
baru dalam bidang biologi molekular telah membantu identifikasi dan pemahaman
patogenesis lima virus yang sekarang diketahui menyebabkan hepatitis sebagai
manifestasi primernya.1,2
Indonesia merupakan negara dengan endemisitas hepatitis B yang sangat tinggi.
Hal ini berhubungan dengan transmisi virus secara vertikal maupun horizontal pada bayi
dan anak di Indonesia juga sangat tinggi. Dengan prevalensi HBsAg 3-20% Indonesia
digolongkan ke dalam kelompok daerah endemis sedang sampai dengan tinggi, dan
termasuk negara yang sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha
pencegahan terhadap hepatitis B.1,3
Infeksi VHB pada usia dewasa menimbulkan kemungkinan pengidap HBsAg
hanya pada 10% sampai 20% saja, tetapi infeksi pada masa perinatal atau masa kanak-
kanak dapat menimbulkan pengidap HbsAg pada 90-95% dari bayi/anak yang terpapar.1
Pembahasan
Anamnesis
Di awal anamnesis, informasi yang didapat tidak selalu lengkap, untuk
melengkapinya perlu anamnesis ulang jika ditemukan tanda objektif pada pemeriksaan.
Hal-hal yang perlu ditanyakan, yaitu :
1
a. Anamnesis umum
Identitas
Keluhan utama
b. Anamnesis terarah
Pada anamnesis terarah kita mengajukan pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan utama pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus
berdasarkan ciri khas dari diagnosis yang dipikirkan, sehingga memudahkan kita
dalam menentukan diagnosa kerja.
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penggunaan obat
- Riwayat kehidupan sosial
Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ada dua, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi :
2) Palpasi Hati
3) Perkusi mencari batas paru hati
b. Pemeriksaan penunjang
1. Tes fungsi hati
Menunjukkan gambaran hepatitis non spesifik.
2. Serologi HBV
Antigen permukaan hepatitis (HBsAg)
Indikator paling awal untuk mendiagnosis infeksi virus hepatitis B adalah
antigen permukaan hepatitis B (HBsAg). Penanda serum ini dapat muncul
sekitar 2 minggu setelah penderita terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase
akut infeksi sampai terbentuk anti-HBs. Jika penanda serum ini tetap ada
selam 6 bulan, hepatitis dapat menjadi kronis dan penderita dapat menjadi
2
carrier. Vaksin hepatitis B tidak akan menyebabkan HBsAg positif. Penderita
HBsAg positif tidak boleh mendonorkan darah.
Antibodi antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs)
Fase akut hepatitis B biasanya berlangsung selama 12 minggu. Oleh
karena itu, HBsAg tidak didapati dan terbentuk anti-HBs. Penanda serum ini
mengindikasikan pemulihan dan imunitas terhadap virus hepatitis B. IgM anti-
HBs akan menentukan apakah penderita masih dalam keadaan infeksius. Titer
anti-HBs >10 mIU/ml dan tanpa keberadaan HBsAg, menunjukkan bahwa
penderita telah pulih dari infeksi HBV.
Antigen e hepatitis B (HBeAg)
Penanda serum ini hanya akan terjadi jika telah ditemukan HBsAg.
Biasanya muncul 1 minggu setelah HBsAg ditemukan dan menghilang
sebelum muncul anti-HBs. Jika HBeAg serum masih ada setelah 10 minggu,
penderita dinyatakan sebagai carrier kronis.
Antibodi antigen HBeAg (anti-HBe)
Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi
pemulihan dan imunitas terhadap infeksi HBV.
Antibodi antigen inti (anti-HBc)
Anti HBc terjadi bersamaan dengan temuan HBsAg positif kira-kira 4-10
minggu pada fase HBV akut. Peningkatan titer IgM anti-HBc
mengindikasikan proses infeksi akut. Anti-HBc dapat mendeteksi penderita
yang telah terinfeksi HBV. Penanda serum ini dapat tetap ada selama
bertahun-tahun dan penderita yang memiliki anti-HBc positif tidak boleh
mendonorkan darahnya. Pemeriksaan anti-HBc dan IgM anti-HBc sangat
bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi HBV selama “window period” antara
hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs.
3
c. Pemeriksaan lain
Ultrasonografi hati perlu dilakukan jika ada keraguan mengenai cabang bilier
atau kelainan hati struktural lain. Biopsi hati dilakukan jika ada fase kolestatik
yang menonjol.
Diagnosis
a. Diagnosis kerja
Hepatitis B
Hapatitis B adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis B yang dapat meneyebabkan perdangan bahkan kerusakan sel-sel hati.
Bentuk hepatitis ini meliputi 95% kasus dengan gejala ikterus yang jelas.
b. Diagnosis banding
Hepatitis C
Hepatits C disebebkan oleh infeksi virus RNA yang digolongkan dalam
Flavivirus, bersama-sama dengan virus hepatits G, yellow fever dan dengue. Virus ini
umumnya masuk ke dalam darah melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang
memungkinkan virus langsung terpapar dengan sirkulasi darah. Masa inkubasi
penyakit ini sekitar 6 – 7 minggu. Manifestasi klinik hepatitis C biasanya
asimptomatik, hanya 20 – 30% kasus menunjukan gejala tidak spesifik, seperti
hepatitis infeksi virus pada umumnya seperti malaise, nausea, nyeri perut kuadran
kanan atas yang diikuti dengan urin berwarna tua dan ikterus. Walaupun demikian,
infeksi akut sangat sukar dikenali karena pada umumnya tidak bergejala. Infeksi akan
menjadi kronik pada 70 - 90% kasus dan sering kali tidak menimbulkan gejala
apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Gejala klinik timbul pada saat
terjadi sirosis hati. Setelah beberapa minggu kadar serum alanin amino transferase
(ALT) meningkat diikuti dengan timbulnya gejala klinis. Untuk penegakkan
diagnosis sebaiknya dilakukan uji serologi. 4,5,6
4
Etiologi
Hepatititis virus B (HBV) merupakan virus DNA yang termasuk dalam famili
hepadnavirus yng bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm, virus ini memiliki
lapisan permukaan dan bagian inti. Petanda serologi pertama yang dipakai untuk
identifikasi HBV adalah antigen permukaan (HBsAg, dahulu disebut “antigen Australia”
[HAA]), yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya
menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4 sampai 6
bulan. Pada sekitar 1% samapi 2% penderita hepatitis kronik, HbsAg menetap selama
lebih dari 6 bulan. Penderita-penderita seperti ini disebut sebagai “pembawa” HBV.
Adanya HBsAg menandakan penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dan
menginfeksi. Pertanda yang muncul berikutnya biasanya merupakan antibodi terhadap
antigen “inti”, antiHBc. Antibodi anti-HBc dapat terdeteksi segera setelah gambaran
klinis hepatitis muncul dan menetap untuk seterusnya; antibodi ini merupakan petanda
kekebalan yang paling jelas didapat dari infeksi HBV (bukan dari vaksin). Antibodi anti-
HBc selanjutnya dapat dipilah menjadi fragmen IgM dan IgG. Antibodi IgM anti-HBc
terlihat dini selama terjadi infeksi dan bertahan lebih lama dari 6 bulan. Antibodi ini
merupakan pertanda yang dapat dipercaya untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi
yang telah lewat. Adanya predominansi antibodi IgG anti-HBc menunjukkan
kesembuhan dari HBV di masa lampau atau infeksi HBV kronik.5
Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibodi terhadap antigen permukaan,
anti-HBs. Antibodi anti-HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk
memberikan kekebalan jangka panjang. Setelah vaksinasi (yang hanya memberikan
kekebalan terhadap antigen permukaan), kekebalan dinilai dengan mengukur kadar
antibodi anti-HBs. Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang dihasilkan oleh
infeksi spontan adalah dengan mengukur kadar antibodi anti-HBc. Antigen “e”, HBeAg,
merupakan bagian HBV yang larut. Antigen ini timbul bersamaan atau segera setelah
HBsAg dan menghilang sebelum HBsAg menghilang. HbeAg selalu ditemukan pada
semua infeksi akut, menunjukkan adanya replikasi virus dan bahwa penderita dalam
keadaan sangat menular. Jika menetap mungkin menunjukkan infeksi replikatif yang
kronik. Antibodi terhadap HbeAg (anti-HBe) muncul pada hampir dengan hilangnya
virus-virus yang bereplikasi dan berkurangnya daya tular.5
5
Akhirnya, pembawa HBV merupakan individu yang pemeriksaan HBsAgnya
positif pada sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan, atau
individu dengan hasil tes terhdap HBsAgnya positif tetapi IgM anti-HBcnya negatif dari
satu spesimen tunggal. Derajat kemampuan menular berhubungan erat dengan hasil tes
HBeAgnya positif.5
Epidemiologi
Infeksi HBV merupakan penyebab utama dari hepatitis akut dan kronik, sirosis,
dan kanker hati di seluruh dunia. Bentuk penularan dan respons terhadap infeksi
bermacam-macam, bergantung pada usia waku terinfeksi. Kebanyakan orang-orang yang
terinfeksi ketika bayi, berkembang menjadi penyakit kronik. Jika terkenanya ketika
dewasa, biasanya penderita menderita penyakit hati dan berisiko tinggi untuk menjadi
karsinoma hepatoselular. Penularan perinatal terutama ditemukan pada bayi yang
dilahirkan dari ibu karier HBsAg atau ibu yang menderita hepatitis B akut selama
kehamilan trisemester ketiga atau selama periode awal pascapartus. Meskipun cara
penularan perinatal yang tepat belum diketahui, dan meskipun kira-kira 10% dari infeksi
dapat diperoleh in utero, bukti epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua
infeksi timbul kira-kira pada saat persalinan dan tidak berhubungan dengan proses
menyusui. Pada hampir semua kasus, infeksi akut pada neonatus secara klinik
asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan besar menjadi seorang karier HBsAg. Lebih
dari 200 juta karier HBsAg di dunia merupakan sumber infeksi hepatitis B pada manusia
yang utama.5,7
Masa inkubasi HBV adalah 15-180 hari, dengan rata-rata 60-90 hari. Masa
inkubasi ini bervariasi bergantung pada dosis HBV yang masuk dan cara masuknya; masa
inkubasi virus lebih lama pada penderita yang mendapat dosis virus rendah. Viremia
berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1-5%
dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan
viremia yang persistensi. Berikut cara transmisi HBV:
- Melalui darah: penerima produk darah, intravenous drug user (IVDU), pasien
hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah.
- Taransmisi seksual
6
- Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa seperti tertusuk jarum, pengunaan
ulang peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan
silet, tato, akupuntur, tindik, pengunaan sikat gigi bersama.
- Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant.
Penderita akibat tranfusi darah tidak merupakan problem utama lagi, sejak
dilakukan pemeriksaan pada semua darah sebelum ditransfusikan.5,7
Walaupun infeksi HBV tidak umum didapatkan pada populasi orang dewasa,
kelompok tertentu dan orang dengan cara hidup tertentu memiliki risiko tinggi, kelompok
ini termasuk:8
1) Imigran dari daerah dimana HBV merupakan suatu keadaan endemik.
2) Orang-orang yang memakai obat melalui IV yang sering bertukar jarum dan alat
suntik.
3) Melakukan hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang
terinfeksi
4) Pria homoseksual yang aktif secara seksual
5) Pasien di institusi mental
6) Narapidana pria
7) Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima bahan-bahan dari plasma
8) Kontak serumah dengan pembawa HBV
9) Pekerja sosial dalam bidang kesehatan, terutama jika pekerjaanya banyak berkontak
dengan darah
10) Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi dapat terinfeksi selama atau segera setelah
lahir.
Patofisiologi
a. Replikasi virus hepatitis B
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran
darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Prosese
replikasi virus diawali dengan penempelan VHB pada sel inang yang dapat terjadi
melalui perantara protein pre-S1, protein pre-S2 dan poly HSA (Polymerizes Human
Serum Albumin).4
VHB masuk ke dalam hepatosit dengan mekanisme endositosis. Selanjutnya
terjadi pelepasan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase dan DNA
7
VHB ke dalam sitoplasma, partikel core tersebut selanjutnya ditransport ke dalam
nukleus hepatosit. Karena ukuran lubang pada dinding nukleus lebih kecil dari parikel
core maka akan tarjadi genome uncoating (lepasnya HbcAg), dan selanjutnya genom
VHB yang masih berbentuk partially double stranded masuk ke dalam nukleus
(penetrasi genom ke nukleus). Selanjutnya partially double stranded DNA tersebut
akan mengalami proses DNA repair menjadi double stranded covalently close circle
DNA (ccc DNA). Transkripsi cccDNA menjadi pregenom RNA dan beberapa
messenger RNA (mRNA LHBs, mRNA MHBs dan mRNA SHBs).4
Pregenom RNA dan messenger RNA akan keluar dari nukleus melalui
nukleus pore. Translasi pregenom RNA dan messenger RNA akan menghasilkan
protein core (HbcAg), HbeAg dan enzim polimerase, sedangkan translasi mRNA
LHBs, mRNA MHBs dan mRNA SHBs akan menghasilkan komponen protein
HbsAg yiatu large protein (LHBs), middle protein (MHBs) dan small protein (SHBs).
Enkapsidasi pregenom RNA, HbcAg dan enzim polimerase menjadi partikel core
disebut juga proses assembly yang terjadi di dalam sitoplasma.4
Proses maturasi genom di dalam partikel core dengan bantua enzim
polymerase berupa proses transkripsi balik pregenom RNA. Proses ini dimulai
dengan proses priming sintesis untai DNA (-) yang terjadi bersamaan dengan
degradasi pregenom RNA, dan akhirnya sintesa untai DNA (+).4
Selanjutnya terjadi proses coating partikel core yang telah mengalami proses
maturasi genom oleh protein HbsAg. Proses coating tersebut terjadi di dalam
retikulum endoplasmik. Disamping itu di dalam retikulum endoplasmik juga terjadi
sintesa partikel VHB lainnya yaitu partikel tubuler dan partikel sferik yang hanya
mengandung LHBs, MHBs, SHBs (tidak mengandung partikel core).4
Selanjutnya melalui aparatus Golgi disekresi partikel-partikel VHB yaitu
partikel Dane, partikel tubuler dan partikel sferik. Hepatosit juga akam
menyekresikan HbcAg langsung ke dalam sirkulasi darah karena HbeAg bukan
merupakan bagian struktural partikel VHB.4
b. Respon imun
Virus hepatitis B akan merangsang timbulnya respon respon imun tubuh.
Respon imun dimulai dengan respon imun non spesifik, karena dapat terangsang
8
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-sel NK
dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi
sell imfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T, CD8+ terjadi setelah kontak reseptor
sel Tdengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding
sel hati. Sel T CD8+ akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi.
Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang
akan menyebabkan meningkatnya ALT.4
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi
antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi
partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian
anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.4
Manifestasi Klinis
Diperkirakan 30% dari infeksi HBV asimtomatik.4 Gejala Hepatitis bervariasi
dari penyakit yang ringan mirif flu sampai gagal hati yang fulminan dan mematikan,
tergantung pada respon imun dan faktor virus inang lainnya yang masih belum dapat
dipahami.9
Dalam anamnesis perlu ditanyakan tentang asal etnik, kontak dengan ikterus,
kunjungan wisata, suntikan, perawatan gigi, tranfusi, dan homoseksualitas. Walaupun
pasien Non-ikterik, tetapi menunjukkan gejala gastrointestinal dan mirif influenza.Pasien
demikian biasanya tidak terdiagnosis, kecuali ada riwayat yang jelas suatu penularan atau
pasien memang diikuti sehabis tranfusi darah, lalu dijumpai keadaan-keadaan yang lebih
parah dari gejala ikterus sampai Hepatitis viral yang fulminan dan fatal.9
Serangan ikterus biasanya dimulai dengan masa prodromal kurang lebih 3-4 hari
sampai 2-3 minggu, dimana pasien umumnya merasa tidak enak badan, anoreksia, dan
nausea, dan kemudian ada panas badan ringan, nyeri diabdomen kanan atas, yang
bertambah parah pada setiap guncangan. Masa prodormal diikuti warna urin bertambah
gelap dan warna tinja menjadi pucat; keadan demikian menandakan timbulnya ikterus
dan berkurangnya gejala. Pasien merasa lebih sehat selama beberapahari, walaupun
ikterik memburuk.10
9
Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan (ALT, SGPT), yang mulai naik
tepat sebelum perkembangan kelesuan (letargi), anoreksia dan malaise, sekitar 6-7
minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan
prodormal seperti penyakit serum termasuk artritis atau lesi kulit, termasuk urtikaria,
ruam purpura, makular atau makulopapular. Akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-
Crosti, juga dapat terjadi. Keadaan-keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan
infeksi HBV termasuk polioarteritis, glomerulonefritis, dan anemia aplastik. Pada
perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8
minggu.11
Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membrana mukosa tampak ikterik, terutama
sklera dan mukosa di bawah lidah. Hepar biasanya membesar dan nyeri pada palpasi.
Bila hati tidak dapat teraba dibawah tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul
iga dengan lembut diatas hepar dengan tinju menggenggam. Sering ada splenomegali dan
limfadenopati.11
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut. Pengobatan hepatitis pada
umumnya dilakukan untuk menjaga fungsi vital tubuh, meringankan gejala penyakit dan
menghilangkan penyebab penyakit yaitu virus. Meskipun diperlukan perawatan rumah
sakit untuk penyakit yang secara klinis berat, hampir semua pasien tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit. Pemeriksaan anti-HbsAg setelah 6 bulan sangat penting untuk
melihat perkembangan penyakit.6,7
Mengingat bahwa hepatitis virus B selain dapat menimbulkan tanda-tanda akut,
sering pula dapat menyebabkan kronis. Oleh karena itu pengelolaan penderita hepatitis
virus B dibagi atas: akut dan kronis.1
1. Pengelolaan Hepatitis Virus B Akut
a. Pada stadium akut
Istirahat mutlak/tirah baring. Ini merupakan perawatan baku yang sudah lama
dianjurkan kepada penderita dengan hepatitis virus akut. Lamanya istirahat mutlak yang
dianjurkan tergantung pada keadaan umum penderita dan hasil tes faal hati, terutama
terhadap kadar bilirubin serum.
10
Diit. Pada prinsipnya penderita seharusnya mendapat diet cukup kalori. Pada
stadium dini persoalannya ialah bahwa penderita mengeluh mual, dan bahkan muntah,
disamping hal yang menganggu yaitu tidak nafsu makan. Dalam keadaan ini jika
dianggap perlu pemberian makanan dapat dibantu dengan pemberian infus cairan
glukosa. Bilamana nafsu makan sudah timbul, dan rasa mual sudah berkurang, makanan
penderita sebaiknya diganti dengan makan nasi dengan diit kaya protein. Pemberian
protein sebaiknya dimulai dengan 50 mg/kg BB, kemudian dinaikkan sedikit demi sedikit
sampai mencapai 100 mg/kg BB, dengan maksud untuk membantu memperbaiki sel-sel
parenkim hati.
Obat-obatan. Pada saat ini belum ada obat yang mempunyai khasiat memperbaiki
kematian/kerusakan sel hati dan memperpendek perjalanan penyakit hepatitis virus akut.
b. Pada Stadium Konvalesensi
Kegiatan fisik perlu dibatasi selama 3 bulan setelah HbsAg menjadi negatif, agar
jangan terlalu capai dan memberatkan fungsi hati. Diit yang tetap dibatasi yaitu terhadap
makanan dan minuman yang mengandung alkohol.
Terapi medikamentosa tetap diberikan terutama obat-obatan hepatotropik. Dan
hendaknya berhati-hati memberikan obat lainnya yang dapat menimbulkan hepatotoksik.
Mengingat bahwa penderita ini menderita hepatitis virus B, yang tidak jarang terjadi
menjadi kronis, maka perlu sekali pemeriksaan HbsAg, Anti HBs, Anti-HBc sebulan
sekali dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan AFP dan USG secara teratur misalnya tiap
4-6 bulan.8
2.Pengelolaan Hepatitis B Kronik
Tujuan pengobatan tentu saja untuk mengharapkan penyembuhan total dari
infeksi virus hepatitis B, diharapkan bahwa virus tersebut dapat dihilangkan di dalam
tubuh dan terjadi penyembuhan penyakit hatinya. Hal ini ditandai dengan menghilangnya
HBsAg, DNA polymerase dan HBV DNA dan juga perubahan nilai SGOT dan SGPT
(enzim hati) ke dalam batas normal.11
Obat Anti Virus
Interferon
11
Mempunyai aktivitas biologik sebagai antiviral, antiproliferatif dan khasiat
imunomodulasi. Dari penelitian-penelitian terdahulu memang dilihat adanya respons
yang kurang dan hal ini disebabkan karena dosis yang rendah dan pendeknya jangka
waktu pengobatan. Dengan telah ditemukan cara DNA rekombinant telah dapat dibuat
alfa, beta dan gamma interferon dalam jumlah yang besar dan sebagian problem diatas
telah dapat diatasi.3
Pemberian interferon (IF) lebih dari tiga minggu akan menyebabkan DNA
polymerase (DNA-p) dan core antigen menjadi negatif. Dosis yang diberikan untuk alfa-
IF selama minggu pertama 7 juta U/hari, selanjutnya 3,5 juta U/hari untuk dua minggu
berikutnya yang diberikan intramuskuler. Sedangkan dosis untuk beta-IF selama minggu
pertama 6 juta U/hari, dilanjutkan 3 juta U/hari untuk dua minggu berikutnya diberikan
intravena. Ternyata beta-IF lebih efektif daripada alfa-IF. Hal ini mungkin disebabkan
cara pemberian yang berbeda.1
Sasaran utama dari interferon pada hepatitis kronis adalah menekan permanen
replikasi virus atau membasminya sehingga dapat mencapai keadaan remisi penyakitnya.
Indikasi pemberian interferon umumnya diberikan pada stadium replikasi (pembelahan
virus) dan perjalanan hepatitis kronik yang ditandai kenaikan enzim hati (transaminase),
HbeAg dan HBV DNA serum yang positif selama observasi 6 bulan.12
Pemberian interferon sering disertai timbulnya efek samping yaitu menggigil,
demam, lemah, rambut rontok, berat badan turun, penekanan pada sumsum tulang, dan
perubahan lokal pada tempat suntikan.12
Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakutkan dari hepatitis virus adalah hepatitis fulminan
(nekrosis hati masif). Hepatitis B berperan terhadap terjadinya lebih dari 50 % kasus
hepatitis fulminan, proporsi yang terukur dari kasus serupa yang dihubungkan dengan
infeksi hepatitis virus D (HDV).5
Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada pada virus
hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau
superinfeksi dengan HBV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%.
Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang
12
ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan
untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain.11
Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan
sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Glomerulonefritis membranosa dengan
pengendapan komplemen dan HbBeAg pada kapiler glomerolus merupakan komplikasi
infeksi HBV yang jarang.11
Pencegahan
Pencegahan penyakit adalah penting sekali. Pencegahan umum yang mudah
dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat ialah dengan jalan meningkatkan kesehatan
lingkungan, peningkatkan gizi, dan lain-lain. Selain daripada itu dapat pula dengan
pemberian kekebalan melalui imunisasi baik imunisasi pasif maupun aktif.
Lima pokok pencegahan yaitu :
1. Health Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan
2. Specifik Protection, perlindungan secara khusus
3. Early Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit,
serta pemberian pengobatan yang tepat
4. Usaha membatasi cacat
5. Usaha rehabilitasi
Hepatitis B dapat dicegah melalui dua cara, yaitu modifikasi pola hidup dan
vaksinasi.1
a. Modifikasi pola hidup4
1. Penggunaan kondom bagi kelompok orang yang aktif secara seksual
2. Hindari pemakaian narkoba dengan satu jarum suntik secara bersama-sama
3. Jangan berbagi apa pun (termasuk produk perawatan) yang mungkin
memiliki darah di atasnya, seperti pisau cukur, sikat gigi, gunting kuku, dll
4. Hindari tatto
5. Pekerja kesehatan harus meningkatkan kewaspadaan terhadap alat-alat rumah
sakit, terutama yang berhubungan dengan pasien hepatitis B
13
6. Jika hamil dan merasa memiliki faktor resioko hepatitis B sebaiknya
berkonsultasi dengan praktisi kesehatan
b. Vaksin
Tujuan pemberian vaskin yaitu mencegah penyaki t k l in i s dan
penula ran te rhadap ind iv idu la in .
Orang-orang yang perlu mendapat vaskin.4
1. Bayi yang baru lahir
2. Anak-anak yang berusia di bawah 19 tahun yang belum divaksinasi
3. Orang yang memiliki pasangan yang terinveksi HVB
4. Orang yang sering berganti pasangan
5. Pekerja kesehatan
6. Penderita HIV dan Liver kronik
7. Wisatawan yang akan berkunjung ke daerah endemik.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik. Prognosis
pengidap kronik HBsAg sangat tergantung dari kelainan histologis yang didapatkan pada
jaringan hati. Semakin lama seorang pengidap kronik mengidap infeksi HBV maka
semakin besar kemungkinan untuk menderita penyakit hati kronik akibat infeksi HBV
tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa 40% pengidap infeksi HBV kronik yang
mencapai usia dewasa akan meninggal akibat penyakit hati kronik misalnya sirosis atau
KHP.9
Perjalanan HBV pada bayi yang tertulari berbeda dengan orang dewasa, yang
umumnya mempunyai prognosis jelek. Pada umumnya bayi yang tertulari, akan
mengidap HBsAg tanpa gejala dan menunjukkan perkembangan tubuh yang normal.
Timbulnya HBsAg positif pada bayi tergantung pada masa tunas dari virus B. Pada
infeksi perinatal, beberapa minggu pertama setelah kelahiran bayi biasanya HBsAg masih
negatif, baru positif setelah berusia 3-5 bulan. Pada infeksi HBV intrauterin sudah dapat
ditemukan HBsAg positif pada umur satu bulan pertama.HBsAg biasanya baru positif
setelah beberapa waktu, dan akan menetap berada dalam darah dalam jangka waktu yang
lama. Sebagian dari penderita ini, titer dari e-antigen akan menunjukkan penurunan
14
sesuai dengan pertumbuhan umur bayi, tetapi tidak jarang bahkan sebagian besar masih
menunjukkan HBsAg positif pada dewasa muda, bahkan menetap sampai uisa lanjut.
Selama HBsAg masih menetap di dalam darah, maka akan merupakan pengidap yang
infeksius. Apalagi kelak menjadi seorang ibu maka akan menyebabkan terjadinya
penularan vertikal kepada bayi yang dilahirkan dan juga menyebabkan penularan
horizontal kepada sekelilingnya yaitu melalui hubungan seksual dengan suaminya,
melalui saliva (bercium-ciuman), inokulasi serum, dan lain-lain. Dengan demikian
jumlah pengidap HBV akan terus bertambah.1
Selain daripada itu bayi yang tertulari HBV akibat penularan vertikal hampir
sepertiganya akan menderita penyakit hati kronis yang akan menjurus kearah sirosis
hepatis atau karsinoma hati primer (KHP) pada masa akhir hidupnya. Pada umumnya
perjalanan penyakit HBV pada bayi lebih buruk daripada orang dewasa. Terjadinya KHP
menurut laporan akibat HBV berkisar 7-12 tahun, dan ada pula yang melaporkan sekitar
20 tahun. Penyembuhan sempurna dari HBV pada bayi yang tertulari secara vertikal
umumnya rendah bila dibanding dengan orang dewasa. Penularan vertikal ini sebenarnya
dapat dicegah dengan vaksinasi atau pemberian HBIg pada bayi yang dilahirkan.1
Kesimpulan
Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera
ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan hepatitis B.
Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah, saliva, semen,
alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan subkutan secara tidak
sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral serta vertikal dan horizontal
dalam keluarga atau lingkungan. Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas,
serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita.
Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan
pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan
penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan Spesifik Protection, maupun
pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif. Dengan penanggulangan yang
cepat dan tepat, prognosisnya baik.
15
Daftar Pustaka
1. Hadi, S., 2000. Hepatologi, hal: 3-34; Penerbit Mandar Maju, Bandung,
2. Soemoharjo, S., 2002. Vaksinasi. Hepatitis B, dalam Simposium Sehari Hepatitis B
dan C, hal: 1-14, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
3. Soejoenoes, S., 2001. Pengeloaan Hepatitis B Dalam Kehamilan dan Persalinan,
Media Medika Indonesiana, Volume 36, No 3, hal 142, FK UNDIP, Semarang
4. Sanityoso A. Hepatitis virus akut. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-1.
Jakarta: Interna Publishing;2004.h.644-52.
5. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. Dalam Price SA, Wilson
LM. Buku 1 patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.h.439-45.
6. Soemoharjo, Soewignjo. Hepatitis virus B. Edisi 2. ECG: Jakarta; 2008. h.1-4,20-
28,38-41.
7. Dienstag JL, Isselbacher KJ. Hepatitis akut. Dalam: Asdie AH. Harrison: Prinsip-
prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Volume 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1999.h.1638-54.
8. Anderson S, dan Lorraine C. W. 1993. Hepatitis Virus, dalam Patofisiologi Konsep
klinis Proses-proses Penyakit, edisi 2, bag. 1, hal: 441, EGC, Jakarta
9. Saputra, L., 1999. Hepatitis virus akut, dalam The Merck Manual Jilid 2, ed 16, Hal
252-71, Bina rupa aksan, Jakarta
10. Noer S., 1996. Hepatitis Virus Akut, dalam Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, ed.-3, set-8,
hal: 322, FKUI, Jakarta
11. Ranuh, I.G.N., 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia, Edisi I, hal: 83-85, Satgas
Imunisasi IDAI, Jakarta
12. Markum, A.H., 1991. Hepatitis virus B Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, hal: 523;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
16