Infeksi Neonatal Word

download Infeksi Neonatal Word

of 22

Transcript of Infeksi Neonatal Word

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kesehatan neonatus merupakan agenda utama di negara-negara sedang berkembang.

Secara global 5 juta neonatus meninggal setiap tahunnya, 98% di antaranya terjadi di negaranegara sedang berkembang. Angka kematian bayi 50% terjadi pada periode neonatus dan 50% di antaranya terjadi pada minggu 1 kehidupan. Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah sepsis, asfiksia neonatorum, trauma lahir, prematuritas dan malformasi kongenital. Mayoritas kematian neonatus terjadi di antara bayi-bayi dengan berat lahir rendah. Lebih dari sepertiga dari empat juta bayi meninggal di dunia setiap tahunnya yang disebabkan oleh infeksi berat dan dan 25% dari 1000 bayi yang meninggal dikarenakan sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (early onset) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late onset). Keduanya berbeda dalam hal patogenesis, mikroorganisme penyebab, tata laksana, maupun prognosis. Sepsis pada bayi baru lahir (sepsis neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di Negara berkembang, hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang

sama ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif bayi baru lahir. Di samping morbiditas, mortilitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis bayi baru lahir. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Spesial Report : reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukan bahwa 42% kematian bayi baru lahir terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Ada banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir, antara lain faktor maternal, pengaruh lingkungan, dan faktor penjamu yang meliputi jenis kelamin lakilaki, bayi premature, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu. Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, hal ini berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti: hipertermia, hipotermia, distress pernafasan, apnue, sianosis, kuning, hepatomegali, letargi, anoreksia, kesulitan minum, munah, distensi abdomen, dan diare. Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4-16 per 1.000 kelahiran hidup, di Amerika Serikat 1-8 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM (tahun 2004) sebesar 56,1 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kejadian sepsis neonatorum di RSCM tinggi karena RSCM merupakan rumah sakit rujukan.3 Angka kematian dapat mencapai 50% pada bayi yang tidak diobati secara adekuat. Angka kejadian meningitis neonatorum yang merupakan komplikasi serius dari sepsis neonatorum, berkisar 1 di antara 4 kasus sepsis neonatorum.

Bakteri penyebab SNAD (sepsis neonatorum awitan dini) umumnya berasal dari traktus genitalia maternal yang tidak menyebabkan penyakit pada ibu. Sementara SNAL (sepsis neonatroum awitan lambat) umumnya disebabkan oleh infeksi nosokomial seperti

Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus, dan Staphylococcus aureus. Perjalanan penyakit SNAD biasanya lebih berat dan cenderung menjadi fulminan, yang dapat berakhir dengan kematian 1.2 Tujuan Mahasiswa mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang diduga dapat menyebabkan sepsis neonatorum, sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai. Mahasiswa mengerti mekanisme dan patofisiologi terjadinya sepsis neonatorum, sehingga pendekatan diagnostik yang tepat dapat dicapai. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang mana yang diperlukan untuk menunjang diagnostic pada sepsis neonatorum. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari sepsis neonatroum, baik awitan lambat, maupun awitan cepat, mengingat tingginya angka kematian yang disebabkannya. Mahasiswa mengetahui teknik pemilihan antibiotik yang tepat pada sepsis neonatorum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi

selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Sepsis neonatal awitan dini adalah kejadian sepsis pada neonates yang terjadi pada 72 jam setelah persalinan atau 5 7 hari pertama kehidupan. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan jarang karena protozoa. Sepsis awitan dini lebih sering didapatkan pada bayi kurang bulan. Sepsis berat ialah sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskuler atau disertai gangguan napas akut atau adanya gangguan dua organ lain (seperti gangguan neurologis, hematologi, urogenital, dan hepatologi ) 2.2 Klasifikasi a. Sindrom Awitan Dini (Early Onset)

Sindrom awitan dini biasanya disebabkan oleh streptokokus B dan L.monocytogenes. Sindrom awitan dini biasanya terjadi dalam 96 jam kelahiran, biasanya dalam beberapa jam pertama kehidupan. Bayi premature merupakan sekitar 30-50% jumlah pasien yang dilaporkan. Awitan biasanya mendadak dan diikuti oleh perjalanan fulminan, dengan focus primer peradangan pada paru, walaupun kadang-kadang ada meningitis. Apnea, hipotensi, dan koagulasi intravascular diseminata menyebabkan perburukan cepat dan sering menimbulkan kematian dalam 24 jam.

Pada pasien dengan gawat nafas, 60% menunjukkan roentgen dada dengan pola retikuloglandular, dengan bronkogram udara yang tidak dapat dibedakan dengan penyakit membrane hialin. b. Sindrom Awitan Lanjut (Late Onset)

Biasanya terjadi dalan 2-4 minggu setelah kelahiran. Awitan berlangsung tersembunyi. Kesulitan minum dan demam merupakan gejala yang paling sering. Bayi dengan meningitis streptokokus B awitan lanjut jarang muncul dengan hidrosefalus tanpa danya bukti akibat infeksi bakteri lain. Di antara beonatus yang bertahan hidup melewati meningitis streptokokus grup B, 50% akan menderita sejumlah kelainan neurologi, seperti keterbelakangan mental yang berat, buta kortikalis, gangguan kejang, hidrosefalus, mikrosefalus, dan kuadriparesis. Dapat pula timbul gejala sisa yang ringan, seperti tuli sensorineural, hidrosefalus yang terhenti, kelambatan bahasa, dan monoparesis. c. Sindrom Lain

Kebanyakan infeksi neonatus tidak dapat dikategorikan dalam awitan lanjut atau dini, tetapi meluas menjadi spectrum klinis yang lebar dan melibatkan sejumlah organ. Berbagai manifestasi berikut telah dijumpai: selulitis, adenitis, abses kulit kepala, impetigo, abses payudara, konjungtivitis, dan sebagainya. Pada bakteremia transien asimtomatik, bayi secara klinis terlihat sehat, tetapi biakan darah biasanya dilakukan karena ada riwayat komplikasi obstetrik pada ibu. Biakan ulang sebelum terapi antimikroba diberikan biasanya steril. 2.3 Epidemiologi Angka kejadian/insiden sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (18 pasien/1000 kelahiran) dibanding dengan negara maju (1-5 paien /1000 kelahiran). Kejadian sepsis juga meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan berat badan lahir rendah (BBLR). Pada

bayi berat lahir amat rendah ( 2 jam Ibu demam saat intrapartum, suhu > 380C Korioamnionitis Denyut jantung janin menetap > 160 x/menit Ketuban berbau

2. Faktor resiko minor a. b. c. d. e. f. g. h. Ketuban pecah > 12 jam Ibu demam saat intrapartum, suhu > 37,50C Nilai Apgar rendah (menit ke-1 < 5 , menit ke-5 < 7). Bayi berat lahir sangat rendah < 1.500 gram. Usia gestasi < 37 minggu. Kehamilan ganda Keputihan yang tidak diobati Infeksi saluran kemih (ISK)/ tersangka ISK yang tidak diobati

Umumnya, metode persalinan dilakukan dengan persalinan normal dan bedah caesar. Metode yang dipilih akan terkait dengan angka kematian dan kesakitan, baik bagi ibu maupun bayinya. Persalinan lewat bedah caesar terkait dengan kematian ibu 3 kali lebih besar dibandingkan persalinan normal. Angka kematian langsung akibat persalinan caesar adalah sekitar 5.8 per 100.000 persalinan. Di Amerika Serikat angka kelahiran caesar meningkat lebih dari 40 %, di Eropa 30 %, Amerika Latin dan sebagian negara Asia mencapai 50% sejak 1996.

Penelitian juga menunjukkan, bayi yang dilahirkan dengan metoda caesar, membutuhkan waktu kira-kira enam bulan untuk mencapai mikrobiota usus yang serupa dengan bayi lahir normal, sehingga bayi Caesar memiliki resiko lebih tinggi terhadap berbagai jenis penyakit. Saluran cerna penting artinya bagi kesehatan tubuh manusia. Fungsi utama saluran cerna adalah mencerna dan menyerap zat gizi agar kebutuhan tubuh dapat terpenuhi. Pada saluran cerna yang sehat mukosa usus mampu menyerap mikronutrien penting dan menolak toksin serta patogen, dan dua pertiga sistem kekebalan tubuh berada dalam saluran cerna. Saluran cerna memiliki populasi mikroba yang beragam dan kompleks. Mikrobiota saluran cerna ini mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi tubuh dari serangan mikroorganisma patogen, merangsang sistem daya tahan tubuh, membantu kinerja saluran cerna serta memproduksi vitamin-vitamin esensial. Mikrobiota tersebut diperoleh sejak lahir dari mikrobiota ibu dan lingkungan. Pada persalinan normal, bakteri dari ibu dan lingkungan sekitar membentuk kolonisasi pada saluran cerna. Saat itu, bayi berpindah dari rahim ke lingkungan luar melalui proses yang melibatkan kontraksi berjam-jam. Efeknya, bayi kontak secara alami dengan mikrobiota ibu dan berkoloni diususnya. Mikrobiota, seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli, memegang peran utama mengaktifkan sistem kekebalan. Namun, bayi yang lahir secara caesar kurang terpapar mikroba pada saat dilahirkan. Apalagi bayi yang dilahirkan caesar juga sering kali terpapar antibiotika di masa awal kehidupannya. Akibatnya kolonisasi bakteri menguntungkan (probiotik) di saluran cerna terhambat. Padahal inisiasi koloni bakteri yang diperoleh bayi saat persalinan normal berpengaruh kuat pada perkembangan dan pematangan sistem kekebalannya, yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan bayi.

Pada saat lahir, sistem daya tahan tubuh masih belum dapat berfungsi dengan baik atau belum sempurna. Mikrobiota memiliki peranan yang penting dalam pematangan sistem daya tahan tubuh, khususnya dalam membentuk toleransi oral (mulut) dan mengurangi resiko alergi. Terdapat dua cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan dominasi bakteri baik di saluran cerna bayi. Pertama, memberikan suplemen bakteri baik secara langsung. Kedua dengan mendukung pertumbuhan bakteri baik yang sudah ada diusus dengan pemberian makanan yang tepat. Diketahui, air susu ibu (ASI) mengandung gizi terbaik untuk bayi. ASI mengandung bakteri-bakteri yang menguntungkan (probiotik), disamping karbohidrat tertentu yang mendukung pertumbuhan Bifidobacteria. Bayi yang lahir mengonsumsi probiotik akan memiliki mikrobiota menguntungkan dalam jumlah banyak disaluran cernanya. Banyak bukti yang tersedia untuk mendukung penggunaan probiotik bagi bayi dengan tujuan untuk membentuk kolonisasi mikrobiota saluran cerna yang sehat dan menyeimbangkan sistem daya tahan tubuh, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko alergi. 2.7 Diagnosis Diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada bayi baru lahir. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada bayi baru lahir. Diagnosa Gejala klinik neonates sehat adalah tampak bugar, menangis keras, minum kuat, napas spontan dan teratur, aktif dan gerakan simetris, dengan umur kehamilan 37 42 minggu, berat lahir 2500 4000 gram dan tidak terdapat kelainan bawaan/ mayor. Menegakkan diagnosa sepsis pada neonates tidak mudah karena gejala kelainannya tidak spesifik, dapat menyerupai keadaan lain yang disebabkan oleh non infeksi. Diagnosis sepsis pada

neonates ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan laboratorium darah, pemeriksaan penunjang dan kultur darah sebagai gold standard. Manifestasi klinis sepsis neonatorum Susunan syaraf pusat Kardiovaskuler Respiratorik Saluran Pencernaan Hematologik Kulit Letargi atau lunglai, mengantuk, berkurang Iritabel atau rewel Pucat, sianosis, dingin, chummy skin Takipnu, apneu, merintih, retraksi Muntah, diare, distensi abdomen Perdarahan, jaundice Ruam, purpura, pustula aktivitas

Gupte (2003) membuat skor neonatal sepsis berdasarkan factor resiko. Skor ini menilai apakah bayi memerlukan skrining sepsis atau pemberuian terapi medikamentosa. Aplikasi : bila skor 3 5 lakukan skrining sepsis; skor > 5 pertimbangkan terapi. Faktor Prematuritas Cairan amnion yang berbau busuk Ibu demam Asfiksia (nilai apgar menit 1 < 6) Partus lama Pemeriksaan vagina yang tidak bersih Ketuban pecah dini Sumber : Suraj Gupte, Neonatal Septicemia, 2003 Laboratorium Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan (Septic Marker) 1. 2. Hitung leukosit (N 5.000/ul-30.000/ul) Hitung trombosit (N> 15.000/ul) Skor 3 2 2 2 1 2 1

3.

IT tasio (rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total): (N < 0,2) Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 hari 1 bulan IT rasio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12 4. CRP (N 1,0 mg/dl atau 10 mg/l) Beberapa uji laboratorium dapat membuktikan secara tidak langsung adanya infeksi bakteri. Selain itu dapat pula dipertimbangkan pemeriksaan kultur darah, cairan spinal, dan pemeriksaan urin. Jika terdapat focus infeksi yang lain, dapat juga diperiksa pada lokasi tersebut.

4.

Rontgen dada harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik bayi yang diduga sepsis. Pemeriksaan radiologi lain dapat diindikasikan bergantung dari kondisi klinis tertentu. Ultrasonografi (USG), CT-Scan, dan MRI merupakan teknik pencitraan paling berguna bila keadaan pasien mengizinkan.

FIRS/SIRS (Fetal inflammatory response syndrome) ditegakkan bila ditemukan dua atau lebih keadaan : laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x 109/L. Dalam kurun waktu kurang lebih 2 dasawarsa terakhir beberapa pakar telah menyusun kriteria diagnosis infeksi dan sepsis pada neonates berdasarkan sistim scoring.

Sales Santos M, Bunye MO (1995) mengemukakan system scoring hematologis untuk predoksi sepsis neonatorum, sebagai berikut : Kriteria Peningkatan I/T rasio 1 Skor

Penurunan / peningkatan jumlah PMN total I: M 0,3 Peningkatan jumlah PMN imatur Peningkatan/penurunan jumlah lekosit total sesuai umur Bayi baru lahir 25.000/ mm3 atau 5000 / mm3 Umur 12-24 jam 30.000/ mm3 Umur > 2 hr 21.000/ mm3 Perubahan PMN 3 vakuolisasi, toksik granular, Dohle bodies Trombosit < 150.000/mm3

1

1 1 1

1

1

Sumber : the complete blood count and hematologic finding as screending criteria for neonatal sepsis, 1995 Bila jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis. Penggunaan skor ini harus disesuaikan dengan klinis. 2.8 Pencegahan a. Pada masa antenatal Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. b. Pada saat persalinan

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir. c. Sesudah persalinan Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.

2.9

Penatalaksanaan Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan

memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah

ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Pemilihan antibiotik untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera stelah didapatkan hasil kultur darah, pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya. Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana utama pengobatan sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive, adjuvant therapy) bayak dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortilitas bayi.pengobatan tambahan atau terapi inkonvensional semacam ini selain mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertumbuhan tubuh bayi baru lahir,juga dalam rangka mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit dan cascade inflamasi pasien sepsis neonatal.

Antibiotik Amoxicillin Azithromycin

Pemilihan Antibiotik Dosis Interval 15 mg/kg 8 jam 510 mg/kg 24 jam

Keterangan Terapi dan profilaksis pada Pertussis Infeksi Klamidial pada neonates usia

Clindamycin Erythromycin

5 mg/kg 10 mg/kg

6-8 jam 6-12 jam

Fluconazole Flucytosine Neomycin sulfate Rifampisin

3-6 mg/kg 12,5-37,5 mg/kg 33 mg/kg 10 mg/kg 5 mg/kg

24-72 jam 8 jam 8 jam 24 jam 12 jam

lebih dari 1 bulan Infeksi candida Etiologi gastroenteritis Untuk TB

Untuk profilaksis meningokokus

Terapi Tambahan 1. Pemberian immunoglobulin Pemberian immunoglobulin secara intravena (Intravenous Immunoglobulin IVIG). Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapatmeningkatkan antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. 2. Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP)/ Tindakan transfusi tukar Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan koagulasi yang diderita pasien. Tindakan ini bertujuan untuk: Mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-mediator penyebab sepsis Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor. 3. Pemberian transfusi granulosit dikemukakan dapat memperbaiki pengobatan pada penderita sepsis neonatorum. Hal ini terlihat dengan membaiknya sistem imun yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian transfusi packed red

blood cells bertujuan mengatasi keadaan anemia dan menjamin oksigenisasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara J. Stoll. Infections of the Neonatal Infant. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p: 623-639.. L. S. Prod'hom, J.-M. Choffat, N. Frenck, M. Mazoumi, J.-P. Relier and A. Torrado. Care of the Seriously Ill Neonate With Hyaline Membrane Disease and With Sepsis (Sclerema Neonatorum). Pediatrics 1974;53;170-181. Ann L Anderson-Berry, Ted Rosenkrantz. Neonatal Sepsis. 2011. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/964312 accessed at Oktober 10th, 2011.

Agus Harianto. Sepsis Neonatorum. 2010. Tersedia di: http://www.pediatrik.com/isi03 Diakses tgl 10 Oktober 2011. Ian R Friedland and George H McCracken. Sepsis dan Meningitis pada Neonatus. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph. Vol. 1. Edisi 20. Jakart: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hlm 601-610. M. William, Louis, M. Bell, Peter M. Bingham. (2003). The 5-Minute Pediatric Consult. Lippincott Williams and Witkins. Merck Online Manual. Introduction to Neonatal Infection. Available at

http://www.merckmanuals.com/professional/sec19 Accessed at Oktober 10th, 2011. Aminullah A. Masalah Terkini sepsis neonatorum. Dalam : Update in neonatal infection. Pendidikan berkelanjutan IKA XL VIII. Jakarta 2005 : 1-13 Gerdes JS. Diagnosis and Management of Bacterial Infection in the Neonate. Pediat Clin N Am 2004 : 939-59 Depkes RI. 2007. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Jakarta : Depkes World Health Organization. 2005. Report Perinatal Mortality. Sepsis Neonatorum. Dalam Standard Pelayanan Medik RSUP DR. SARDJITO. Edisi 2. Jogjakarta: Medika FK UGM; 2000; h. 35-6