Patofisiologi Tenggelam Secara Umum
Click here to load reader
-
Upload
hartogu-aprico-humisar-panjaitan -
Category
Documents
-
view
32 -
download
11
description
Transcript of Patofisiologi Tenggelam Secara Umum
A. Patofisiologi Tenggelam Secara Umum
Hipoxia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma saat
tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air
yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring akibat
pengaruh reflex vagal, hal ini terjadi pada ± 10% kematian akibat tenggelam. Mukosa
yang kental, berbusa, dan berbuih dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu
‘perangkap fisik’ yang menyumbat jalan napas. ‘Spasme laring’ tidak dapat ditemukan
pada saat otopsi karena pada kematian telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam
situasi yang lain, terjadi peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada
saat air teraspirasi sehingga menyebabkan hypoxia progresif.(1,2)
Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang dilakukan ialah
mempertahankan nafasnya. Hal ini berlanjut hingga tercapainya batas kesanggupan,
dimana orang itu harus kembali menarik nafas kembali. Batas kesanggupan tubuh ini
ditentukan oleh kombinasi tingginya konsentrasi Karbondioksida dan konsentrasi rendah
Oksigen di mana oksigen dalam tubuh banyak digunakan dalam sel. Menurut Pearn,
batas ini tercapai ketika kadar PC02 berada di bawah 55 mm Hg atau merupakan ambang
hypoxia, dan ketika kadar PA02 di bawah 100 mmHg ketika PC02 cukup tinggi.(1,3)
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup sejumlah
besar volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa ditemukan di dalam
lambung. Selama pernapasan dalam air ini, korban bisa juga mengalami muntah dan
selanjutnya terjadi aspirasi terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-engah di
dalam air ini akan terus berlanjut hingga beberapa menit, sampai akhirnya respirasi
terhenti. Hipoksia serebral akan semakin buruk hingga tahap irreversibel dan terjadilah
kematian. Faktor-faktor yang juga menentukan sejauh mana anoksia serebral menjadi
irreversibel adalah umur korban dan suhu di dalam air. Misalnya pada air yang cukup
hangat, waktu yang diperlukan sekitar 3 hingga 10 menit. Tenggelamnya anak-anak pada
air dengan suhu dingin yang cukup ekstrim selama 66 menit masih bisa tertolong melalui
resusitasi dengan sistem syaraf/neurologik tetap utuh. Juga, berapa pun interval waktu
hingga terjadi anoksia, penurunan kesadaran selalu terjadi dalam waktu 3 menit setelah
tenggelam.(1)
Akan tetapi jika korban terlebih dahulu melakukan hiperventilasi saat terendam ke
dalam air. Hiperventilasi dapat menyebabkan penurunan kadar CO2 yang signifikan.
Kemudian hipoksia serebral karena rendahnya P02 dalam darah, bersamaan dengan
penurunan hingga hilangnya kesadaran, dapat terjadi sebelum batas kesanggupan
(breaking point) tercapai.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Dimaio V, Dimaio D. Death by drowning in Forensic Pathology. Second edition.
CRC press LLC. 2001. Page 395-403.
2. Air payau. 2008. Available at http://www.google.com/accidental_child/index.htm.
accessed on 23 februari 2014. [cited 2008 Mar 3]
3. Drowning. Available in http://en.wikipedia.org/wiki/Drowning. accessed on 23
februari 2014 [cited 2008 Feb 17]