materi tutorial blok 6
-
Upload
ahmad-zaki -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
description
Transcript of materi tutorial blok 6
tanda-tanda peradangan (fisiologinya)
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofaga
menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:
pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.
aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah.
kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.
Apa Respon inflamasi?
Respon inflamasi adalah respon alami tubuh yang terjadi segera setelah kerusakan jaringan. Fungsi utama itu adalah untuk mempertahankan tubuh terhadap zat berbahaya, membuang jaringan mati atau sekarat dan untuk mempromosikan pembaruan jaringan normal.
Apa tanda-tanda Peradangan?
Reaksi inflamasi ini biasanya ditandai dengan 5 tanda yang berbeda, yang masing-masing karena respon fisiologis untuk cedera jaringan.
Nyeri (karena bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang rusak). Bengkak atau Edema (karena masuknya cairan ke dalam wilayah yang
rusak). Kemerahan (karena vasodilatasi-pelebaran pembuluh darah dan
perdarahan di sendi atau struktur). Panas (karena peningkatan aliran darah ke daerah tersebut). Hilangnya fungsi (karena pembengkakan meningkat dan nyeri).
Reaksi Peradangan Lokal dan Sistemik
Bila sel-sel atau jaringan-jaringan tubuh mengalami cedera, jaringan hidup di sekitarnya akan membuat suatu respons mencolok yang disebut peradangan. Peradangan merupakan suatu fenomena yang menguntungkan dan defensif, yang menghasilkan netralisasi dan eliminasi agen penyerang, penghancuran zat nekrotik, dan terbentuknya keadaan yang diperlukan untuk perbaikan dan pemulihan. Peradangan ini dapat terjadi secara lokal ataupun sistemik. Peradangan sistemik terjadi jika sistem imunitas tubuh tidak mampu untuk menahan agen penyerang.
Mekanisme dari peradangan sistemik tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama-tama reaksi yang akan muncul adalah respon imun nonspesifik.
Basofil atau lebih tepatnya sel mast yang berada di jaringanlah yang mengetahui
masuknya suatu agen penyerang. Basofil atau mastosit akan mengeluarkan faktor-
faktor untuk memanggil leukosit jenis lain. Contohnya faktor kemotaktik eosinofil
untuk memanggil eosinofil. Basofil juga melepaskan mediator kimiawi seperti
bradikinin untuk melebarkan pembuluh darah agar teman-temannya dapat masuk.
Setelah itu tugas diambil alih oleh netrofil. Netrofil dapat memfagosit benda asing
dengan cepat namun kekurangannya hanya dapat sekali pakai. Netrofil akan mati
setelah memfagosit. Pertahanan selanjutnya adalah makrofag. Makrofag berasal dari
monosit yang sudah teraktivasi. Makrofag dapat memakan lebih banyak dan berkali-
kali namun sayang aktifasinya lambat. Jika respon imun nonspesifik ini tidak
berhasil maka respon imun spesifik akan bekerja. Makrofag akan berubah fungsi
sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang memperlihatkan serpihan antigen
penyerang dengan membawanya di Major Histocompatability Complex (disingkat
MHC, pada manusia disebut Human Leukocyte Antigen [HLA]) tipe II. MHC II
akan berikatan dengan Limfosit T helper (CD4) pada bagian T Cell Receptor (TCR).
Sel T helper akan memproduksi mediator kimiawi seperti interleukin 2,4,5 yang
digunakan untuk pematangan sel B pembentuk antibodi, interferon gamma untuk
memanggil makrofag lain, interleukin 2 juga digunakan untuk mengaktifkan sel T
lain sperti T sitotoksik (CD8) yang dapat membunuh dengan menggunakan enzim
perforase yang dapat melubangi membran sel target. Jadi dapat dikatakan bahwa sel
T helper adalah jenderal dar sistem imun. Makrofag sebagai APC juga akan
mengeluarkan interleukin 1 sebagai respon atas keluarnya mediator kimiawi T
helper. Menurut penelitian interleukin 1 dapat mengaktivasi prostatglandin yang
kemudian berdampak pada pengaturan suhu tubuh. Hal inilah yang menyebabkan
adanya demam pada sebagian besar proses inflamasi. Setelah dirangsang
pematangannya oleh sel T helper, sel B berkembang menjadi imunoglobluin
(antibodi) yang akan bertugas menetralisir agen penyerang. Adanya kompleks
antigen-antibodi akan memicu sistem komplemen tipe klasik yang bertugas untuk
menjaga respon imun tetap terus berlanjut sampai agen penyerang mati. Contohnya
C3b yang mengakibatkan opsonisasi yaitu penempelan beberapa kompleks antigen
antibodi untuk bersama-sama dikeluarkan atau dihancurkan. Komplemen C5b6789
berfungsi sebagai zat pelisis membran sel target bersama-sama dengan sel T
sitotoksik. Semua hal itu membutuhkan kerjasama yang baik antar semua komponen
sistem imun. (Boedina, 2003; Guyton 1997; Wilson, 2005)
Respon tersebut dapat terjadi secara sistemik. Respons sistemik pejamu terhadap
infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga
terjadi aktivasi proses inflamasi disebut sepsis. Patofisiologi syok sepsis tidak
terlepas dari patofisiologi sepsis itu sendiri dimana endotoksin (lipopolisakarida)
yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan
berbagai mediator inflamasi yaitu: sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai
mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana
terjadi keseimbangan antara ploses inflamasi dan antiinflamasi. Kemampuan
homeostasis pada proses inflamasi ini terkait dengan faktor suseptibilitas individu
terhadap proses inflamasi tersebut. Bilamana terjadi proses inflamasi yang melebihi
kemampuan homeostatis, maka akan terjadi proses inflamasi yang maladaptif,
sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang bersifat destruktif. Keadaan tersebut
akan menimbulkan gangguan pada tingkat selular pada berbagai organ. (Chen, 2007)