Tutorial Blok Tht Sken2

68
LAPORAN TUTORIAL BLOK TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK SKENARIO 2 KENAPA PILEK TERUS MENERUS KELOMPOK 2 ABDURRAHMAN AFFA G 0013001 AHMAD LUTHFI G 0013011 ARLINDAWATI G 0013039 ASMA AZIZAH G 0013043 AYATI JAUHAROTUN NAFISAH G 0013051 CICILIA VIANY G 0013065 FHANY GRACE LUBIS G 0013095 HANA INDRIYAH DEWI G 00013105 KHANIVA PUTU YAHYA G 0013129 RADEN ISMAIL G 0013193 SANTI DWI CAHYANI G 0013213 SHENDY WIDHA G 0013217 TUTOR : Dwi Rahayu, dr. 1

description

laptut

Transcript of Tutorial Blok Tht Sken2

Page 1: Tutorial Blok Tht Sken2

LAPORAN TUTORIAL

BLOK TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK SKENARIO 2

KENAPA PILEK TERUS MENERUS

KELOMPOK 2

ABDURRAHMAN AFFA G 0013001

AHMAD LUTHFI G 0013011

ARLINDAWATI G 0013039

ASMA AZIZAH G 0013043

AYATI JAUHAROTUN NAFISAH G 0013051

CICILIA VIANY G 0013065

FHANY GRACE LUBIS G 0013095

HANA INDRIYAH DEWI G00013105

KHANIVA PUTU YAHYA G 0013129

RADEN ISMAIL G 0013193

SANTI DWI CAHYANI G 0013213

SHENDY WIDHA G 0013217

TUTOR : Dwi Rahayu, dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2015

BAB I

1

Page 2: Tutorial Blok Tht Sken2

PENDAHULUAN

SKENARIO II

KENAPA PILEK TERUS MENERUS?

Seorang laki-laki 35 tahun, datang dengan keluhan hidung meler dengan

lendir berwarna kuning kehijauan kambuh-kambuhan, memberat sejak 3 bulan

terakhir. Keluhan disertai dengan keluar lendir di tenggorokan, bila pasien

menunduk/bersujud keluar lendir kuning kental dari hidung. Pasien juga merasakan

hidung terasa buntu, penciumannya berkurang dan terasa agak nyeri di pipi kanan dan

kiri. Pasien mempunyai riwayat bersin-bersin di pagi hari atau bila terpapar debu.

Dalam 1 minggu terakhir, keluhan bersin-bersin kambuh lebih dari 4x dalam

seminggu dan keluhan tersebut menyebabkan pasien seringkali tidak masuk kerja.

Pasien tidak mempunyai riwayat sakit di gigi rahang atas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah

120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, respiration rate 18x/menit, suhu 36˚C. Pada

pemeriksaan palpasi sinus paranasalis didapatkan nyeri pada penekanan. Pemeriksaan

hidung dengan rhinoskopi anterior didapatkan mukosa cavum nasi dekstra dan

sinistra livid edema, konka hipertrofi +/+, tampak sekret kuning kental dari meatus

medius dekstra dan sinistra, deviasi septum nasi (+) ke kiri (spina septi). Pemeriksaan

rhinoskopi posterior tampak koane lapang, discharge mukopurulen +/+. Pada

pemeriksaan tenggorok didapatkan tonsil T1-T1, tampak post nasal drip di dinding

faring posterior.

Kemudian dokter merencanakan untuk melakukan pemeriksaan penunjang

radiologi dan tes cukit kulit (skin prick test).

BAB II

2

Page 3: Tutorial Blok Tht Sken2

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam

skenario

Dalam skenario pertama ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai

berikut:

1. Post nasal drip :

Akumulasi lendir di belakang hidung dan tenggorokan yang menjurus

pada, atau memberikan sensasi dari, tetesan lendir yang menurun dari

belakang hidung. Salah satu dari karakteristik-karakteristik yang paling

umum dari rhinitis kronis adalah post-nasal drip. Post-nasal drip mungkin

menjurus pada sakit tenggorokan yang kronis atau batuk yang kronis. Post-

nasal drip dapat disebabkan oleh sekresi-sekresi yang berlebihan atau

kental, atau gangguan dalam pembersihan lendir yang normal dari hidung

dan tenggorokan. Singkatnya, post nasal drip merupakan sekret dari sinus

paranasal yang turun ke tenggorok.

2. Livid :

Pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan biasanya

terjadi pada rhinitis alergica. Concha di dekat septum nasi umumnya dapat

mengompensasi kelainan septum (bila tidak terlalu berat) dengan

memperbesar ukurannya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi yang

lainnya, sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara

yang optimum. Jadi, meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih

ada dan masih normal. Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum

berfungsi mengatur ketebalan dalam berbagai kondisi atmosfer yang

berbeda (Hilger, 1997). Pada pemeriksaan, keadaan concha perlu dinilai

untuk menentukan ada tidaknya edema atau perubahan warna mukosa,

misalnya mukosa yang pucat, dan lapisan dasar mukosa concha yang

3

Page 4: Tutorial Blok Tht Sken2

basah. Mukosa hidung pada pasien alergi biasanya basah, pucat dan

berwarna merah jambu keabuan. Concha tampak membengkak. Jika

terdapat infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi mulai dari encer dan

mukoid hingga kental dan purulen. Pada saat yang sama, mukosa menjadi

merah dan meradang, terbendung, atau bahkan kering sama sekali.

Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik, namun dapat terlihat penebalan

lapisan mukosa dan terkadang pengumpulan sekret. Bila ostia alami

menjadi tersumbat akibat pembengkakan hebat, maka suatu gambaran air

fluid level atau bahkan bayangan opak total, dapat nyata dalam rongga

sinus (Hilger, 1997).

3. Spina septi :

Suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari

letaknya yang berada di garis medial tubuh. Deviasi septum dapat

menyebabkan obstruksi hidung jika deviasi yang terjadi berat.

4. Skin prick test :

Salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnostik untuk membuktikan

adanya IgE spesifik yang terikat pada sel mast kulit. Untuk pasien yang

ingin melakukan skin prick test, hindari konsumsi antihistamin atau obat-

obatan lain sebelum tes ini dilakukan. Long acting antihistamin harus

dihentikan 5 hari sebelum tes dilakukan, sedangkan short acting

antihistamin dihentikan 48 jam sebelum tes. Pasien juga harus memberi

tahu dokter yang memeriksanya tentang obat yang telah diminum pasien

beberapa hari terakhir sebelum test. Adanya campuran antihistamin pada

suatu obat dapat memberikan hasil yang tidak akurat.

B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan

4

Page 5: Tutorial Blok Tht Sken2

Permasalahan pada skenario pertama antara lain:

1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi hidung dan sinus

paranasalis?

2. Mengapa pasien mengeluh lendir warna kuning kehijauan, tetapi saat

bersujud keluar sekret berwarna kuning kental?

3. Mengapa hidung mampet, penciuman berkurang, dan nyeri di pipi?

4. Mengapa lendir berjalan ke tenggorok dan bagaimana mekanisme post

nasal drip?

5. Mengapa pasien bersin-bersin saat pagi hari?

6. Bagaimanakah reflex bersin?

7. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dahulu dengan keluhan pasien?

8. Bagaimana hubungan antara sakit gigi dan keluhan pasien?

9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pasien?

10. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk kasus di atas?

11. Bagaimana diagnosis banding, epidemiologi, patofisiologi, dan

tatalaksana untuk kasus tersebut ?

12. Apa saja faktor resiko dan komplikasi untuk keluhan pasien?

C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara

mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)

A. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasales

1. Anatomi Hidung

a. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid menonjol pada garis tengah di

antara pipi dengan bibir atas. Struktur hidung luar dapat dibedakan atas

tiga bagian, yaitu yang paling atas berupa kubah tulang yang tidak

dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit

5

Page 6: Tutorial Blok Tht Sken2

dapat digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang

mudah digerakkan. Berikut  bagian-bagiannya dari atas ke bawah:

a. pangkal hidung (bridge)

b. dorsum nasi

c. puncak hidung

d. ala nasi

e. kolumela

f. lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan

yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang

berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.

Sedangan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang

rawan yang terletak dibagian bawah hidung, yaitu :

a. sepasang cartilago nasalis lateralis superior

b. sepasang cartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga

sebagai cartilago alar mayor

c. beberapa pasang cartilago ala minor

d. tepi anterior cartilago septum.

Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi,

tepat dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini

dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan

rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap cavum nasi

mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan

superior.

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk

oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah:

a. lamina perpendicularis os ethmoidalis

b. vomer

c. crista nasalis os maksilla

d. crista nasalis  os palatina.

6

Page 7: Tutorial Blok Tht Sken2

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan

dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula

oleh mukosa hidung. Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang

disebut ager nasi dan di belakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.

Pada dinding lateral terdapat 4 buah concha. Diantara concha-

concha dan dinding lateral hidung terdapt rongga sempit yang disebut

meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus

inferior, media, dan superior. Meatus inferior terletak di antara concha

inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada

meatus inferior terdapat muara (ostium) ductus nasolakrimalis.

Meatus media terletak diantara concha media dan dinding

lateral rongga hidung. Pada meatus media terdapat bula etmoid,

processus uncinatus, hiatus semilunaris, dan infundibulum etmoid.

Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana

terdapat muara sinus frontalis, sinus maksilla, dan sinus ethmoidalis

anterior.

b. Hidung Dalam

Struktur ini membentang dari os internum di sebelah anterior

hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung. Septum

nasi merupakan struktur tulang di garis tengah, secara anatomi

membagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral

hidung terdapat pula concha dengan rongga udara yang tak teratur

diantaranya meatus superior, media dan inferior. Sementara kerangka

tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti dari rongga gubah

resistensi dan akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan

eksprasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan

dekongesti mukosa, perubahan badan vaskular yang dapat

mengembang pada concha dan septum atas, adanya krusta, dan deposit

atau sekret mukosa. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan

7

Page 8: Tutorial Blok Tht Sken2

muara sinus frontalis, ethmoidalis, dan sinus maksillaris. Sel-sel sinus

ethmoidalis posterior bermuara pada recessus sphenoethmoidalis.

2. Sinus Paranasales

Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan

bagian lateral rongga udara hidung dengan jumlah, bentuk, ukuran,

dan simetri bervariasi. Sinus-sinus paranasales, yaitu sinus maksillaris,

sphenoidalis, frontalis, dan ethmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh

epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi dan mampu

menghasilkan mukus dan bersilia. Sekret akan disalurkan ke dalam

rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.

Sinus maksillaris rudimenter atau antrum umumnya telah

ditemukan pada saat lahir. Sinus paranasalis lainnya timbul pada anak-

anak dalam tulang wajah. Tulang-tulang ini bertumbuh melebihi

cranium yang menyangganya. Dengan teresorpsinya bagian tengah

yang keras, maka membran mukosa hidung menjadi tersedot ke dalam

rongga yang baru terbentuk.

B. Histologi Sel-Sel Penyusun Mukosa Hidung dan Nasofaring

Luas permukaan cavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total

volumenya sekitar 15 ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa

respiratorius. Secara histologis, mukosa hidung terdiri dari palut lendir

(mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana

basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan

media, dan lapisan kelenjar profunda (Mygind 1981).

1. Epitel

Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel

skuamous kompleks pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di

belakang vestibulum, dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia pada

sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar memiliki

8

Page 9: Tutorial Blok Tht Sken2

silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar

berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber

energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia. Sel goblet merupakan

kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal

merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet.

Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal, menghasilkan

protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi dan

kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000

sel/mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2. Sel basal

tidak pernah mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini

tidak semuanya memiliki silia (Higler 1989; Ballenger 1996; Weir 1997).

Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm

dari tepi depan memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan.

Lebih ke belakang epitel bersilia menutupi 2/3 posterior kavum nasi

(Ballenger 1996; Higler 1997; Weir 1997). Silia merupakan struktur yang

menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang, dibungkus oleh

membran sel, dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah

pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 μm dengan diameter 0,3 μm. Struktur

silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi

sembilan pasang mikrotubulus luar. Masing-masing mikrotubulus

dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan jari-

jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat di

bawah permukaan sel (Higler 1989; Ballenger 1996; Weir 1997).

Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu

arah (active stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga

menggerakan lapisan ini.. Kemudian, silia bergerak kembali lebih lambat

dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi (recovery stroke). Perbandingan

durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolah-olah

menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak bergerak

9

Page 10: Tutorial Blok Tht Sken2

secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical

waves) pada satu area arahnya sama (Ballenger 1996) .

Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu

sama lainnya. Sumber energinya ATP yang berasal dari mitokondria. ATP

berasal dari pemecahan ADP oleh ATP-ase. ATP berada di lengan dinein

yang menghubungkan mikrotubulus dalam pasangannya. Sedangkan antara

pasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan bahan elastis

yang diduga neksin (Mygind 1981; Waguespack 1995; Ballenger 1996).

Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2

μm dan diameternya 0,1 μm atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak

bergerak seperti silia. Semua epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia

memiliki mikrovilia pada permukaannya. Jumlahnya mencapai 300-400

buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan merupakan

bakal silia. Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah

luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan

elektrolit dari dan ke dalam sel epitel. Dengan demikian mencegah

kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang lebih baik

dibanding dengan sel epitel gepeng ( Waguespack 1995; Ballenger 1996 ).

2. Palut Lendir

Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat,

merupakan bahan yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus,

dan kelenjar lakrimal. Terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan yang

menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang disebut lapisan

perisiliar. Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket. Kedua adalah lapisan

superfisial yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia

bila sedang tegak sepenuhnya. Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan

lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan

10

Page 11: Tutorial Blok Tht Sken2

perisiliar dibawahnya (Waguespack 1995; Ballenger 1996; Weir 1997;

Lindberg 1997).

Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein

serum, protein sekresi dengan berat molekul rendah. Lapisan ini sangat

berperanan penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia

berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan

ini. Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung mukus.

Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan

dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan, dan bersin. Lapisan ini juga

berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah,

gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus yang

terperangkap (Ballenger 1996; Weir 1997).

Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur

interaksi antara silia dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan

transportasi mukosiliar. Pada lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan

superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang perisiliar. Sebaliknya,

pada keadaan peningkatan perisiliar, ujung silia tidak akan mencapai

lapisan superfisial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia

terbatas atau terhenti sama sekali (Sakakura 1994).

3. Membrana Basalis

Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap

dibawah epitel. Di bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih

tebal yang terdiri dari atas kolagen dan fibril retikulin (Mygind 1981).

4. Lamina Propia

Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis.

Lapisan ini dibagi atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya

akan sel, lapisan kelenjar superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid

kavernosus, dan lapisan kelenjar profundus. Lamina propria ini terdiri dari

11

Page 12: Tutorial Blok Tht Sken2

sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar, pembuluh

darah, dan saraf (Mygind 1981; Ballenger 1996).

C. Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasales

1. Fungsi Hidung

a. Fungsi Respirasi

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi

melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan

kemudian turun ke bawah arah nasofaring. Aliran udara di hidung ini

berbentuk lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami

humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh

oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh

palut lendir. Pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap

dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, concha

superior dan sepertiga bagian atas septum, Partikel bau dapat

mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat.

c. Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika

berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan

resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau

(rinolalia). Hidung membantu pembentukan konsonan nasal (m,n,ng),

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum molle turun

untuk aliran udara.

12

Page 13: Tutorial Blok Tht Sken2

d. Fungsi Statik

Hidung memiliki fungsi statik dan mekanik untuk meringankan

beban kepala, proteksi terhadap trauma, dan perlindungan terhadap

panas.

e. Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan

dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa

hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti.

Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur,

lambung dan pankreas.

2. Fungsi Sinus Paranasales

a. Pengatur Kondisi Suara (Air Conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruangan tambahan untuk memanaskan

dan mengatur kelembaban udara respirasi. Keberatan karena teori ini

ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitif

antara sinus dan rongga hidung.

b. Sebagai Penahan Suhu

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas,

melindungi orbita dan fossa cerebri dari suhu rongga hidung yang

berubah- ubah. Akan tetapi, kenyataanya sinus- sinus yang besar tidak

terletak diantara hidung dan organ- organ yang dilindungi.

c. Pembantu Keseimbangan Kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi

berat tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan

tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari

berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.

13

Page 14: Tutorial Blok Tht Sken2

d. Pembantu Resonansi Suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara

dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat,

posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi

sebagai resonator yang efektif, lagipula tidak ada korelasi antara

resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan- hewan tingkat rendah.

e. Peredam Perubahan Tekanan Udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

f. Produksi Mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang

jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung,

namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan

udara inspirasi. Hal ini karena mukus ini keluar dari meatus media

yang merupakan tempat yang paling strategis.

3. Sistem Pertahanan Transport Mukosilier

Sistem transport mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif

rongga hidung terhadap virus, bakteri, jamur, atau partikel berbahaya lain

yang terhirup bersama udara. Bisa juga diartikan sebagai suatu mekanisme

mukosa hidung untuk membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-

partikel asing yang terperangkap pada palut lendir ke arah nasofaring

(Weir, 1997). Efektivitas sistem transport mukosilier dipengaruhi oleh

kualitas silia dan palut lendir. Palut lendir dihasilkan oleh sel-sel goblet

pada epitel dan kelenjar seruminosa submukosa. Bagian permukaan palut

lendir terdiri dari cairan mucus elastik yang mengandung protein plasma,

seperti albumin, IgG, IgM, dan faktor komplemen. Lalu, bagian bawahnya

terdiri dari cairan serosa yang mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor

lekoprotease sekretorik, dan IgA sekretorik (Damayanti, 2007).

14

Page 15: Tutorial Blok Tht Sken2

Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mucus penting untuk

pertahanan lokal yang bersifat antimicrobial. IgA berfungsi untuk

mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat antigen

tersebut pada lumen saluran napas, sedangkan IgG beraksi di dalam

mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajan dengan antigen

bakteri (Retno, 2007).

Terdapat dua rute besar transport mukosilier. Rute pertama

merupakan gabungan sekresi sinus frontalis, maksillaris, dan ethmoidalis

anterior. Sekret ini biasanya bergabung di dekat infundibulum ethmoid,

berjalan menuju tepi bebas processus uncinatus, dan sepanjang dinding

medial concha inferior menuju nasofaring melewati bagian anteroinferior

orifisium tuba Eustachius. Transport aktif berlanjut ke batas epitel bersilia

dan epitel skuamosa pada nasofaring dan selanjutnya jatuh ke bawah

dibantu dengan gaya gravitasi dan proses menelan (Damayanti, 2007).

Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus ethmoidalis

posterior dan sphenoidalis yang bertemu di recessus sphenoethmoidalis

dan menuju nasofaring pada bagian posterosuperior orifisium tuba

Eustachius (Retno, 2007). Sekret yang berasal dari meatus superior dan

septum akan bergabung dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior dari

tuba Eustachius. Sekret pada septum akan berjalan vertical ke arah bawah

terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian inferior tuba

Eustachius.

15

Page 16: Tutorial Blok Tht Sken2

D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan

sementara mengenai permasalahan pada langkah III

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario pertama ini adalah

1. Mekanisme rhinorhea.

2. Mekanisme refleks bersin.

16

Page 17: Tutorial Blok Tht Sken2

3. Kelainan pada hidung dan sinus (diagnosis banding, diagnosis pasti,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi, faktor resiko,

komplikasi, epidemiologi, prognosis, pathogenesis, dan kausa)

4. Penyebab warna lendir kuning kehijauan dan lendir yang berwarna

kuning kental ketika menunduk/bersujud.

5. Interpretasi pemeriksaan fisik pada skenario.

6. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk kasus dalam skenario.

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru

Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber

ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik

diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang

diperoleh

1. Mekanisme rhinorrea

Istilah rhinorrhea berasal dari kata Yunani, ‘rhinos’ artinya hidung dan ‘-

rrhea’ artinya aliran atau cairan. Dengan demikian, rhinorrhea dapat didefinisikan

sebagai aliran atau drainase cairan hidung.

Temperatur dingin

Rinore kerap dijumpai selama musim dingin. Salah satu tujuan mucus nasal

adalah untuk menghangatkan udara yang dihirup ke suhu tubuh ketika memasuki

tubuh. Agar hal ini terjadi, cavum nasi harus terus menerus dilapisi dengan cairan

mucus. Selama cuaca dingin, lapisan lendir hidung cenderung kering sehingga

membran mucus harus bekerja keras memproduksi lebih banyak mucus untuk

menjaga cavum nasi. Akibatnya, cavum nasi terisi penuh oleh mucus.

17

Page 18: Tutorial Blok Tht Sken2

Pada saat yang sama, ketika udara dihembuskan, uap air mengembun ketika udara

hangat bertemu dengan temperatur luar yang lebih dingin dekat lubang hidung.

Hal ini menyebabkan jumlah air yang berlebihan yang mengisi cavum nasi. Pada

kasus ini, kelebihan cairan biasanya tumpah keluar melalui lubang hidung.

Infeksi

Rinore dapat merupakan gejala dari penyakit lain, seperti ‘common cold’ atau

influenza. Selama infeksi tersebut, membran mucus nasal memproduksi mucus

yang berlebih sehingga memenuhi cavum nasi. Hal ini untuk mencegah infeksi

dari penyebaran ke paru dan traktus respiratori, yang dapat menyebabkan

kerusakan lebih lanjut. Sinusitis merupakan alasan yang signifikan untuk

penyebab rinore yang dapat bermanifestasi dalam bentuk akut maupun kronik.

Alergi

Rhinore dapat juga terjadi ketika seseorang dengan alergi bahan tertentu, seperti

pollen, debu, latex, atau binatang oleh alergen ini. Pada orang dengan sistem imun

tersensitisasi, substansi bahan tersebut dapat memicu produksi antibodi IgE,

terikat sel mast dan basofil sehingga menyebabkan pengeluaran mediator

inflamasi seperti histamin. Selanjutnya, hal ini menyebabkan inflamasi dan

pembengkakan jaringan dari rongga nasal dan juga peningkatan produksi nasal.

Lakrimasi

Rhinore juga berhubungan dengan keluarnya air mata, baik dari emosional

maupun iritasi mata. Ketika sejumlah airmata diproduksi berlebihan, cairan

mengalir melalui sudut dalam kelopak mata, melalui ductus nasolakrimalis lalu ke

dalam rongga hidung. Semakin banyak air mata dikeluarkan, banyak cairan juga

yang mengalir ke dalam rongga hidung. Penumpukan cairan biasanya diatasi via

ekspulsi mucus melalui lubang hidung.

18

Page 19: Tutorial Blok Tht Sken2

Trauma kepala

Jika disebabkan oleh trauma kepala, rinore dapat menjadi kondisi yang serius.

Fraktur basis cranii dapat menyebabkan ruptur barier antara kavum sinonasal dan

fossa cranial anterior atau fossa cranial media. Kondisi ini dikenal dengan

cerebrospinal fluid rhinorrhoea atau CSF rhinorrhea, yang dapat menyebabkan

sejumlah komplikasi serius dan mungkin menyebabkan kematian jika tidak

ditangani dengan baik.

Penyebab Lain

Rinore dapat terjadi sebagai gejala dari ketergantungan opioid yang berhubungan

dengan lakrimasi. Penyebab lain termasuk cystic fibrosis, nasal tumors,

perubahan hormonal, dan cluster headaches (The Prime Health, 2010).

Tanda dan gejala

Rinore ditandai oleh jumlah mucus yang berlebihan yang diproduksi oleh membran

mucus di rongga hidung. Membran mucus menghasilkan mucus lebih cepat daripada

proses mucus itu sendiri, sehingga menyebabkan cadangan mucus di kavum nasi.

Setelah cavum terisi, aliran udara terhambat dan menyebabkan kesulitan bernapas

melalui hidung. Udara terperangkap dalam cavum nasi, rongga sinus, yang tidak

dapat dilepaskan dan menghasilkan tekanan sehingga menyebabkan nyeri kepala atau

nyeri pada wajah. Jika sinus tetap terhalang, dapat menyebabkan sinusitis. Jika mucus

terus mengalir ke belakang ke arah tuba eustachi, dapat menyebabkan nyeri telinga

atau infeksi telinga. Mucus yang berlebihan yang terakumulasi di tenggorokan atau

belakang hidung menyebabkan post-nasal drip, mengakibatkan sakit tenggorok atau

batuk. Tambahan gejala termasuk bersin, mimisan, dan nasal discharge.

Rinore yang disebabkan infeksi hidung biasanya bilateral jernih sampai purulen.

Sekret yg jernih seperti air dan jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung, biasanya

19

Page 20: Tutorial Blok Tht Sken2

bukan karena infeksi. Jika cairan kuning menunjukkan alergi atau infeksi, sedangkan

cairan hijau menunjukkan infeksi. Bila sekretnya kuning kehijauan, biasanya berasal

dari sinusitis hidung Jika rinore unilateral menunjukkan kebocoran CSF atau suatu

malignansi. Jika berwarna darah: unilateral menunjukkan tumor atau benda asing dan

bilateral menunjukkan kelainan granulomatosa atau diathesis perdarahan. Sekret dari

hidung yang turun ke tenggorok disebut sebagai post nasal drip kemungkinan dari

sinus paranasal. Pada anak, bila sekret yang terdapat hanya satu sisi dan berbau

kemungkinan terdapat benda asing di hidung. (Elise, et al, 2007).

Bagaimanapun juga, jika running nose didasari oleh komplikasi traumatik serius,

menunjukkan gejala seperti pingsan, perdarahan yang tidak terkendali, dan sering

muntah. Itu dipicu akibat cedera kepala atau cedera pada tulang belakang, sehingga

mempengaruhi sistem saraf (The Prime Health, 2010).

DIAGNOSIS

Gejala-gejala rinore adalah sumber indikasi untuk sifat dan jenis rinore yang diderita.

Pemeriksaan fisik rinore meliputi inspeksi wajah dan hidung, terutama sinus

maksillaris dan sinus frontalis. Sifat dan warna mukosa hidung juga diinspeksi. Tes

rinore melibatkan kultur sel dari sekret. Namun, pasien yang menderita sinusitis

invasive, diabetes, dan penyakit immunocompromised sebaiknya menjalani CT scan

untuk diagnosis tepat untuk memahami apakah menderita rinore kronik atau berulang.

TATALAKSANA

Penatalaksanaan rinore bergantung pada penyakit yang mendasari. Biasanya tidak

membutuhkan pengobatan dan dapat berhenti dengan sendirinya tetapi harus

ditangani serius pada kasus yang dipicu oleh komplikasi fisik dan saraf yang serius

(The Prime Health, 2010).

20

Page 21: Tutorial Blok Tht Sken2

2. Mekanisme refleks bersin

. Refleks bersin mirip dengan refleks batuk, tetapi refleks bersin di saluran

hidung bukan di saluran nafas bagian bawah. Rangsang yang memulai refleks

bersin adalah iritasi pada saluran hidung, impuls aferennya berjalan di saraf

maksilaris ke medulla oblongata dimana refleks ini digerakkan. Terjadi

serangkaian reaksi yang mirip dengan dengan yang terjadi difeleks batuk. Disini

uvula tertekan sehingga sejumlah besar udara mengalir dengan cepat melalui

hidung dan mulut, sehingga membersihkan saluran hidung dari benda asing.

(Muluk, 2009).

Gambar: Mekanisme Bersin

3. Kelainan pada hidung dan sinus (diagnosis banding, diagnosis pasti, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan penunjang, terapi, faktor resiko, komplikasi, epidemiologi,

prognosis, pathogenesis, kausa)

21

Page 22: Tutorial Blok Tht Sken2

a. RHINITIS ALLERGICA

Definisi

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi

atau terpapar dengan alergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi)

yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi

paparan ulangan dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986). Rhinitis

alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin,

keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung

terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO

ARIA tahun 2001).

Epedemiologi

Di amerika serikat terdapat hampir sekitar 20 % rata-rata angka kejadian

penderita rhinitis alergi.

Etiologi/Patofisiologi

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap

sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua

fase, yaitu :

• Immediate Phase Allergic Reaction

Berlangsung sejak kontak dengan alergen hingga 1 jam setelahnya.

• Late Phase Allergic Reaction

Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8

jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

Berdasarkan cara masuknya, alergen dibagi atas:

22

Page 23: Tutorial Blok Tht Sken2

a. Alergen inhalan, yaitu alergen yang masuk bersama dengan udara

pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang,

serta jamur.

b. Alergen ingestan, yaitu alergen yang masuk ke saluran cerna, berupa

makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

c. Alergen injektan, yaitu alergen yang masuk melalui suntikan atau tusukan,

misalnya penisilin atau sengatan lebah.

d. Alergen kontaktan, yaitu alergen yang masuk melalui kontak dengan kulit

atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan. Dengan

masuknya allergen ke dalam tubuh kita, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap

besar:

i. Respon primer, yaitu terjadi eliminasi dan pemakanan antigen.

Terjadi reaksi non spesifik.

ii. Respon sekunder, yaitu reaksi yang terjadi spesifik, yang

membangkitkan sistem humoral, sistem selular saja, atau bisa

membangkitkan kedua sistem terebut. Jika antigen berhasil

dihilangkan, tahap ini akan berhenti. Namun, jika antigen

masih ada karena defek dari ketiga mekanisme sistem tersebut,

akan berlanjut ke respon tersier.

iii. Respon tersier, yaitu reaksi imunologik yang tidak

meguntungkan.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang

berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan

sejumlah debu. Sebenarnya, bersin adalah mekanisme normal dari hidung

23

Page 24: Tutorial Blok Tht Sken2

untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari

lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis

alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak,

hidung tersumbat, mata gatal, dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya

air mata. Beberapa gejala lain yang tidak khas adalah:

a. Allergic shiner, yaitu bayangan gelap di bawah mata yang disebut.

b. Allergic salute, yaitu gerakan mengosok-gosokan hidung pada anak-

anak.

c. Allergi crease, yaitu timbulnya garis pada bagian depan hidung.

Beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk rhinitis ini

adalah pemeriksaan nasoendoskopi, pemeriksaan sitologi hidung, hitung

eosinofil dalam darah tepi, dan uji kulit alergen penyebab.

Penatalaksanaan

a. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan

alergen penyebab.

b. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang

sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau

dengan kombinasi dekongestan oral. Obat kortikosteroid dipilih jika

gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil

diatasi oleh obat lain.

c. Tindakan operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan

cara diatas.

d. Penggunaan imunoterapi.

Rhinitis akut pada stadium prodromal mempunyai gejala yang mirip

dengan sindrom alergi yaitu bersin-bersin, rhinorea, dan obstruksi nasi.

Perbedaan antara rhinitis dan sindrom alergi ditunjukkan dengan tabel di

bawah ini.

24

Page 25: Tutorial Blok Tht Sken2

Rhinitis Akut Syndrome alergi

Rhinitis Akut Syndrome alergi

Waktu dan

gejala

1-2 hari (prodromal) Lama berminggu-minggu, bulan,

tahun, semusim.

Berulang-ulang: pagi sakit, siang

sembuh, besoknya kumat lagi

Sifat secret Mengental sesudah 3-4

hari

Encer terus

Gejala

Umum

Ada (panas, Malaise) Tidak ada

Alerge

n

Tidak ada Ada (anamnesa, skin tes pada

rhinitis allergen)

SINUSITIS

Definisi

Sinusitis adalah radang selaput permukaan sinus paranasalis, sesuai dengan

rongga yang terkena sinusitis dibagi menjadi sinusitis maksilla, sinusitis

ethmoid, sinusistis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila radang mengenai

beberapa sinus disebut sebagai multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua

sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis yang paling sering ditemukan

adalah sinusitis maksilla dan sinusitis ethmoid. Gejala sinusitis berupa

terbentuknya sekret yang kental, obstruksi hidung, dan nyeri yang timbul

akibat penekanan pada wajah.

Virus, bakteri, dan alergi merupakan penyebab umum yang mengakibatkan

terjadinya inflamasi tersebut. Terjadinya inflamasi dan pembengkakan pada

mukosa rongga hidung dan sinus dapat menyebabkan obstruksi

(penyumbatan) pada saluran keluar sinus. Akibat adanya penyumbatan

25

Page 26: Tutorial Blok Tht Sken2

tersebut, sekret yang diprosuksi tidak dapat dikeluarkan dan aliran udara di

dalam sinus juga terhambat sehingga sinus kemudian menjadi tempat yang

ideal terjadinya infeksi oleh bakteri. Karena sinusitis sering didahului dan

hampir selalu disertai dengan inflamasi pada mukosa rongga hidung yang

dikenal dengan istilah rhinitis, maka dokter THT lebih menyukai penggunaan

istilah rhinosinusitis dibandingkan dengan penggunaan istilah sinusitis saja.

Berdasarkan durasi (lama) terjadinya inflamasi, rhinosinusitis diklasifikasikan

menjadi 3 tipe, yaitu :

a) Akut, bila lama terjadinya gejala ≤ 4 minggu

b) Subakut, bila lama terjadinya gejala antara 4-12 minggu

c) Kronik, bila lama terjadinya gejala ≥ 12 minggu

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 0.4% dari pasien yang datang ke rumah

sakit terdiagnosis dengan sinusitis.

PATOFISIOLOGI / ETIOLOGI

Timbulnya pembengkakan di kompleks osteomeatal, selaput permukaan yang

berhadapan akan segera menyempit hingga bertemu, sehingga silia tidak dapat

bergerak untuk mengeluarkan sekret. Gangguan penyerapan dan aliran udara

di dalam sinus, menyebabkan juga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang

diproduksi oleh selaput permukaan sinus akan menjadi lebih kental dan

menjadi mudah untuk bakteri timbul dan berkembang biak. Bila sumbatan

terus-menerus berlangsung, akan terjadi kurangnya oksigen dan hambatan

lendir. Hal ini menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerob, selanjutnya terjadi

perubahan jaringan Pembengkakan menjadi lebih hipertrofi hingga

pembentukan polip atau kista

26

Page 27: Tutorial Blok Tht Sken2

Beberapa Faktor predisposisi atau faktor yang memperberat

a. Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, pembesaran konka, benda

asing di hidung, polip hingga tumor di hidung

b. Rhinitis alergika

c. Lingkungan : polusi, udara dingin dan kering

GEJALA KLINIS

Sinusitis diklasifikasikan menjadi Tiga, yakni

a. Sinusitis akut

Bila gejala berlangsung selama beberapa hari hingga 4 minggu.

b. Sinusitis subakut

Bila gejala berlangsung selama 4 minggu hingga 3 bulan.

c. Sinusitis Kronis

Bila gejala berlangsung lebih dari 3 bulan.

d. Beberapa gejala subjektif dibagi menjadi gejala sistemik dan gejala

lokal. Gejala sistemik yang dimaksud adalah demam dan lesu. Gejala

lokal yang muncul adalah ingus kental dan berbau, nyeri di sinus,

reffered pain (nyeri yang berasal dari tempat yang lain), yang

bervariasi pada tiap sinus, seperti sinusitis maksilla terdapat nyeri pada

kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus. Pada sinusitis

ethmoid, rasa nyeri dirasakaan di pangkal hidung dan kantus medius.

Pada sinusitis frontal, rasa nyeri dirasakan di seluruh kepala,

sedangkan sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan di belakang bola mata

dan mastoid.

Pada pemeriksaan beberapa gejala obyektif bisa didapatkan:

d. Pembengkakan di daerah muka

27

Page 28: Tutorial Blok Tht Sken2

e. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, selaput permukaan concha

merah dan bengkak.

f. Pada rhinoskopi posterior, terdapat lendir di nasofaring dan post

nasal drip.

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan transiluminasi.

Sinus yang terinfeksi akan terlihat lebih suram dan gelap pada pencahayaan

teknik khusus. Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan radiologik Waters,

PA, dan Lateral. Pada pemeriksaan tersebut akan tampak perselubungan atau

penebalan selaput permukaan dengan batas garis khayalan yang terbentuk

karena beda zat cair dan udara pada sinus yang sakit. Dapat juga dilakukan

pemeriksaan mikrobiologik pada sekret yang diambil, tetapi hingga kini

jarang digunakan.

Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko sinus rentan terhadap infeksi,

antara lain:

a. Zat-zat yang dapat menyebakan iritasi, seperti asap, polusi

udara, bahan kimia seperti pestisida, disinfektan, dan detergen.

b. Alergi.

c. Lubang hidung yang sempit yang dapat disebabkan oleh polip

hidung atau trauma pada wajah atau hidung. Bila lendir

berkumpul di belakang daerah yang menyempit dapat

menyebabkan infeksi pada sinus.

d. Cystic fibrosis, yaitu suatu kelainan genetik yang menyebabkan

tubuh memproduksi lendir yang tebal dan kental sehingga

meningkatkan risiko infeksi.

2. Gejala yang ditimbulkan sinusitis, antara lain:

a. Hidung tersumbat.

b. Hidung meler, keluar lendir berwarna (bukan bening).

c. Nyeri pada wajah, kening atau daerah sekitar mata.

d. Berkurangnya penciuman.

28

Page 29: Tutorial Blok Tht Sken2

e. Bau mulut.

3. Sinusitis dibagi menjadi akut dan kronis.Sinusitis akut pun dibagi lagi

menjadi sinusitis akut yang disebabkan oleh virus dan bakteri.

a. Sinusistis akut yang disebabkan oleh virus adalah bila gejala

sinusitis terjadi kurang dari 10 hari dan tidak bertambah buruk.

b. Sinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didiagnosa bila

gejala tidak membaik dalam 10 hari atau gejala memburuk

setelah sempat membaik sebelumnya. Sinusitis akut yang

disebabkan bakteri dapat terjadi hingga 4 minggu.

c. Sinusitis kronis didiagnosis ketika gejala terjadi lebih dari 12

minggu. Sinusitis kronis biasanya lebih sering disebabkan oleh

peradangan yang berlangsung terus-menerus pada rongga sinus

dibandingkan dengan infeksi.

Komplikasi

Infeksi pada sinus dapat menyebar ke struktur organ lainnya di luar rongga

sinus seperti mata dan otak. Komplikasi jarang terjadi namun apabila sudah

terjadi komplikasi biasanya dibutuhkan tindakan pembedahan darurat yang

membutuhkan penanganan sesegera mungkin untuk mengeluarkan sumber

infeksi dan memperbesar saluran keluar dari sinus yang tersumbat.

TATALAKSANA

Seperti infeksi virus pada umumnya, sinusitis akut yang disebabkan oleh

infeksi virus dapat sembuh tanpa pengobatan. Karena virus tidak memberikan

respon terhadap pemberian obat-obatan antibiotik, maka sinusitis yang

disebabkan oleh infeksi virus pada dasarnya ditangani dengan terapi suportif,

seperti pemberian cairan pencuci hidung. Pemberian obat-obatan berupa

29

Page 30: Tutorial Blok Tht Sken2

antihistamin, dekongestan hidung, dan pereda nyeri dapat diberikan oleh

dokter untuk membantu mengurangi keparahan gejala yang terjadi.

Sementara pengobatan untuk sinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri tetap

berupa pemberian antibiotik yang sesuai dengan jenis bakteri penyebabnya.

Dokter akan menentukan pemilihan antibiotik berdasarkan beberapa faktor

antara lain:

a. Jenis bakteri yang paling mungkin menjadi penyebab infeksi

b. Potensi resistensi suatu bakteri terhadap antibiotik tertentu

c. Hasil dari pemeriksaan kultur bakteri, apabila tersedia

d. Kemungkinan riwayat alergi dari pasien terhadap suatu antibiotik

e. Obat-obatan lain yang sedang dikonsumsi pasien

f. Kondisi kesehatan lainnya dari pasien

g. Riwayat pengobatan yang telah diberikan sebelumnya

Faktor-faktor tersebut akan dipertimbangkan oleh dokter sebelum

menentukan pilihan antibiotik. Lamanya pengobatan yang diberikan biasanya

berkisar 10-14 hari. Selain itu, perlu juga disiapkan obat pereda nyeri atau

obat-obat simtomatik lainnya apabila dibutuhkan karena sama seperti pada

sinusitis akut yang disebabkan oleh virus, dokter mungkin juga dapat

memberikan obat-obat tambahan seperti antiinflamasi, antihistamin,

dekongestan, atau mukolitik untuk membantu mengurangi berat dan lamanya

gejala penyakit yang terjadi. Demikian juga dengan cairan pencuci hidung

seringkali juga direkomendasikan.

Karena sangat banyaknya penyebab yang seringkali juga secara

bersama-sama menyebabkan terjadinya infeksi sinus paranasal, maka

pengobatan untuk rhinosinusitis kronik juga menjadi lebih kompleks. Secara

30

Page 31: Tutorial Blok Tht Sken2

umum, pengobatan rhinosinusitis kronik seringkali membutuhkan waktu yang

lebih lama dan apabila dibutuhkan, biasanya diberikan antibiotik berdasarkan

hasil pemeriksaan kultur bakteri dan diberikan untuk jangka waktu 3-4

minggu.

Pengobatan sinusitis berbeda tergantung penyebabnya. Sinusitis akut yang

disebabkan oleh virus tidak akan mengalami efek bila diberikan antibiotik

karena biasanya infeksi virus bersifat self limiting (dapat sembuh sendiri).

Untuk mengurangi gejalanya dapat menggunakan obat antinyeri, obat semprot

hidung dekongestan, atau pembilasan hidung dengan air garam. Pada sinusitis

akut yang disebabkan bakteri, pengobatan tersebut dapat juga bermanfaat

namun perlu penambahan antibiotik. Sinusitis kronis disebabkan lebih karena

adanya peradangan dibandingkan dengan infeksi, sehingga penanganannya

adalah dengan mengontrol peradangan. Pembilasan hidung dengan air garam

dan atau semprot hidung steroid merupakan terapi utama untuk mengatasi

gejala sinusitis kronis.

Operasi pada sinus dilakukan bila gejala tidak dapat dikontrol menggunakan

pengobatan yang telah diberikan sebelumnya. Operasi yang umum dilakukan

adalah functional endoscopic sinus surgery (FESS). Pada operasi tersebut,

sebuah alat kecil (endoskopi) masuk ke dalam rongga hidung dan sinus untuk

mengarahkan lokasi saat operasi. Tujuan utama dilakukannya operasi adalah

untuk membuat drainase sinus menjadi lebih baik, sehingga lendir dapat

keluar dari rongga sinus ke rongga hidung dan udara dapat masuk ke rongga

sinus. Setelah operasi, obat-obatan seperti semprot hidung dan pembilasan

hidung akan dapat mencapai sinus dengan lebih baik dibandingkan sebelum

operasi. Operasi sinus merupakan salah satu langkah untuk mengatasi sinusitis

sehingga jangan kaget bila setelah operasi, dokter tetap memberikan obat-

obatan seperti semprot hidung bahkan antibiotik, serta tetap menganjurkan

pembilasan rongga hidung dengan air garam. Hal itu bertujuan untuk

31

Page 32: Tutorial Blok Tht Sken2

mencegah berulangnya sinusitis, sehingga mencegah operasi untuk yang

kedua kalinya.

Deviasi septum nasal/ Septum Deviasi

Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, namun bila deviasi itu

cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan

demikian, dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.

Trauma hidung banyak terjadi akibat kecelakaan yang bersifat tumpul,

sehingga beresiko mengakibatkan berbagai macam komplikasi misalnya

infeksi, obstruksi hidung, jaringan parut dan fibrosis, deformitas sekunder,

sinekia, hidung pelana, obstruksi duktus nasoolakrimalis, dan perforasi

hidung. Berdasarkan waktu, trauma hidung terbagi atas trauma baru, dimana

kalus belum terbentuk sempurna dan trauma lama, bila kalus sudah mengeras.

Berdasarkan hubungan dengan telinga luar, ada yang disebut trauma terbuka

dan trauma tertutup. Arah trauma menentukan kerusakan yang terjadi,

misalnya bila trauma datang dari lateral, akan terjadi fraktur tulang hidung

ipsilateral jika ringan, sedangkan trauma yang berat akan menyebabkan

deviasi septum nasi dan fraktur tulang hidung kontralateral.

Septum hidung merupakan bagian dari hidung yang membatasi rongga hidung

kanan dan kiri. Septum nasi berfungsi sebagai penopang batang hidung

(dorsum nasi). Septum nasi dibagi atas dua daerah anatomi antara lain bagian

anterior, yang tersusun dari tulang rawan quadrangularis dan bagian posterior,

yang tersusun dari lamina perpendicularis os ethmoidalis dan vomer. Dalam

keadaan normal, septum nasi berada lurus di tengah tetapi pada orang dewasa

biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi septum

dapat menyebabkan obstruksi hidung jika deviasi yang terjadi berat.

Kecelakaan pada wajah merupakan faktor penyebab deviasi septum terbesar

pada orang dewasa.

32

Page 33: Tutorial Blok Tht Sken2

Gejala yang paling sering timbul dari deviasi septum ialah kesulitan bernapas

melalui hidung. Kesulitan bernapas biasanya pada satu hidung, kadang juga

pada hidung yang berlawanan. Pada beberapa kasus, deviasi septum juga

dapat mengakibatkan drainase sekret sinus terhambat sehingga dapat

menyebabkan sinusitis. Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi

peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial

tubuh.

Deviasi septum dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi,

yaitu:

1. Tipe I, bila benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.

2. Tipe II, bila benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara,

namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.

3. Tipe III, bila deviasi pada concha media (area osteomeatal dan

turbinasi tengah).

4. Tipe IV, bila “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi

lainnya).

5. Tipe V, bila tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di

sisi lain masih normal.

6. Tipe VI, bila tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral,

sehingga menunjukkan rongga yang asimetri.

7. Tipe VII, bila kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.

Bentuk-bentuk dari deformitas hidung ialah deviasi, biasanya berbentuk C

atau S, dislokasi (bagian bawah kartilago septum ke luar dari krista maksila

dan masuk ke dalam rongga hidung), dan penonjolan tulang atau tulang rawan

septum. Bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista dan bila sangat

runcing dan pipih disebut spina. Terdapat pula sinekia, yaitu bila deviasi atau

krista septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya.

33

Page 34: Tutorial Blok Tht Sken2

Etiologi

Penyebab deviasi septum nasi antara lain trauma langsung, Birth Moulding

Theory (posisi yang abnormal ketika dalam rahim), kelainan kongenital,

trauma sesudah lahir, trauma waktu lahir, dan perbedaan pertumbuhan antara

septum dan palatum. Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika

persalinan. Setelah lahir, resiko terbesar ialah dari olahraga, misalnya

olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm

atau sabuk pengaman ketika berkendara.

Diagnosis

Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada

batang hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk

memastikan diagnosisnya. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat

penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada

deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal. Deviasi septum yang ringan

tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat,

menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian, dapat

mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi. Gejala yang sering

timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang unilateral atau juga bilateral.

Keluhan lain ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain itu,

penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas

septum.

Penatalaksanaan

Penatalaksaan untuk kasus septum deviasi adalah :

a) Analgesik, untuk mengurangi rasa sakit.

b) Dekongestan, untuk mengurangi sekresi cairan hidung.

c) Pembedahan.

d) Septoplasti.

34

Page 35: Tutorial Blok Tht Sken2

e) SMR (Sub-Mucous Resection).

Komplikasi

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor

predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan

ruang hidung sempit, yang dapat membentuk polip.

SINUSITIS KARENA INFEKSI GIGI

Jangan abaikan gigi berlubang, terutama gigi bagian atas. Anjuran

tersebut bukan tanpa alasan. Masyarakat memang dianjurkan untuk segera ke

dokter bila gigi berlubang untuk menjalani perawatan. Sebab, jika tidak,

infeksi bisa meluas hingga menyerang organ tubuh lain. Salah satunya bisa

menyerang sinus. Akibatnya, pasien yang mempunyai masalah pada gigi juga

dapat menderita sinusitis maksillaris, yaitu radang pada rongga sinus yang

letaknya di pipi. Sinusitis dapat disebabkan oleh komplikasi lelainan di dalam

rongga hidung (rinogen). Penyebab lain adalah komplikasi kelainan gigi

(dentogen).

Menurut Roberto, tak semua gigi berlubang mengakibatkan sinusitis

maksillaris. Hanya gigi keempat dan seterusnya (ke arah geraham) bagian atas

yang berpotensi. Hal ini karena ujung akar giginya dekat sekali dengan

saluran sinus. Karena itu, jika gigi terinfeksi, ada kemungkinan infeksinya

meluas hingga ke sinus maksillaris. Gigi pertama hingga ketiga (bagian atas)

tak akan menyebabkan sinusitis maksilaris meski berlubang dan infeksinya

meluas. Demikian pula halnya dengan gigi bagian bawah. Meski gigi geraham

meradang, infeksinya tak akan meluas hingga ke sinus. Gejalanya sinusitis

akibat masalah pada gigi hampir sama dengan sinusitis maksilaris pada

umumnya, yaitu flu yang tidak kunjung sembuh dan hidung terasa buntu di

35

Page 36: Tutorial Blok Tht Sken2

bagian yang sakit. Tidak jarang kondisi tersebut disertai sakit kepala dan

adanya peradangan pada gigi.

Gigi yang rusak tidak harus dicabut. Indikasi gigi dicabut, yaitu bila

akar gigi mengecil dan rusak disertai infeksi meluas. Jika akar gigi tidak rusak

berat, dokter hanya akan melakukan perawatan. Penyembuhan dilakukan dari

prioritas keluhan pasien. Jika keluhan pasien lebih banyak ke sinusitisnya,

bagian itulah yang diobati terlebih dahulu. Perawatan gigi dapat dilakukan

setelahnya. Selain itu, dapat juga sinusitis dan masalah pada gigi dilakukan

terapi secara bersamaan. Untuk menegakkan diagnosis sinusitis maksillaris,

pasien sebaiknya menjalani pemeriksaan foto rontgen. Hasil foto biasanya

menggambarkan perselubungan atau penebalan lapisan lendir dinding sinus.

Hasil pemeriksaan itulah yang menentukan tahap pengobatannya.

SAKIT KEPALA GEJALA MINOR SINUSITIS

Sakit pada bagian kepala, wajah, tenggorok dan leher bagian atas

merupakan alasan utama seorang pasien datang ke dokter spesialis THT. Di

antara pasien yang mengeluhkan migrain, hanya 19% yang mengenali

gejalanya dengan baik. Sedikitnya 28% pasien mengeluhkan sinusitis sebagai

biang keladi sakit kepala yang mereka derita dan 34% menyebutnya sebagai

sakit karena tension (tegangan).

Penyebab kesalahan diagnosis ini disebabkan karena letak dari lokasi

nyeri yang ditunjukkan. Pada saat migrain, nyeri yang timbul di hidung,

sekitar hidung, dan mata muncul pada 46% kasus dan dua pertiganya

mengeluhkan adanya mampet pada hidung yang disertai produksi lendir.

Berbagai modalitas akan digunakan untuk menegakkan diagnosis sakit kepala

yang terus menerus dan mengganggu. Sakit kepala akibat sinusitis disertai

keluhan, pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menegakkan diagnosis

36

Page 37: Tutorial Blok Tht Sken2

sinusitis. Tatalaksana yang diperlukan tidak hanya sekedar dengan obat

penghilang nyeri, namun harus diatasi penyebabnya. Sakit kepala yang

disebabkan oleh rinosinusitis akut biasanya akan hilang kurang lebih 7 hari

sejak di obati.

4. Mengapa keluar lendir kuning kehijauan sedangkan saat sujud berwarna kuning?

Pada kasus skenario, pasien diduga menderita rinosinusitis kronis. Selain dari

tanda-tanda dan onset, hal ini juga mendukung kemungkinan sudah adanya

infeksi sekunder pada mukosa hidung yang menyebabkan tampak gambaran

mukosa lendir kuning kehijauan saat kondisi biasa. Sekret yang keluar saat

sujud diduga merupakan sekret yang berasal dari sinus maxillaris karena

ostium sinus maxillaris lebih tinggi dari dasar sinus. Sekret berwarna kuning

saat bersujud kemungkinan terjadinya inflamasi pada sinus belum disertai

infeksi sekunder.

5. Interpretasi pemeriksaan fisik pada skenario.

a) Vital sign dalam batas normal

b) Palpasi sinus paranasal nyeri. Nyeri merupakan salah satu tanda inflamasi,

sehingga dapat dicurigai terjadi suatu peradangan pada sinus paranasal.

c) Mukosa cavum nasi livid edema. Hal ini merupakan salah satu tanda rhinitis

allergic, dimana pada penyakit ini dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior

ditemukan mukosa edema, basah, warna livid/pucat, sekret encer dan banyak.

d) Sekret kuning kental pada meatus nasi media. Meatus media merupakan

muara dari sinus frontalis, sinus maxillaris dan cellulae ethmoidalis anterior.

Adanya penumpukan sekret disini bisa menimbulkan obstruksi pada ostium

sinus sehingga menimbulkan tekanan negatif dalam rongga sinus sehingga

menimbulkan transudasi cairan pada sinus tersebut.

37

Page 38: Tutorial Blok Tht Sken2

e) Deviasi septum nasi ke kiri (+). Hal ini menimbulkan manifestasi berupa

sumbatan hidung unilateral atau bilateral, nyeri kepala atau sekitar mata, dan

hiposmia. Manifestasi tersebut persis seperti yang dikeluhkan pasien pada

skenario. Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus sehingga merupakan

faktor predisposisi sinusitis.

f) Tonsil T1-T1. Hal ini berarti normal, tidak ada hipertrofi adenoid.

6. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan

Untuk menegakkan diagnosis gangguan yang ada di sinus paranasal,

dokter tidak cukup hanya melakukan inspeksi, palpasi, dan perkusi. Pemeriksaan

transiluminasi pada sinus paranasal juga bersifat terbatas sehingga tetap perlu

dilakukan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus

maksillaris dan sinus frontalis membutuhkan lampu khusus sebagai sumber

cahaya. Pemeriksaan ini dilakukan di ruangan yang gelap. Transiluminasi sinus

maksillaris dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan

bibir dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi. Setelah itu, tampak

daerah infra orbita terang seperti bulan sabit. Normalnya, tampak daerah

berwarna merah ketika cahaya dimasukkan dan hal inilah yang menjadi penanda

bahwa tidak ada cairan di rongga sinus. Lalu, untuk pemeriksaan transiluminasi

sinus frontalis, lampu diletakkan di daerah bawah sinus frontalis dekat kantus

medius. Amati juga cahaya terang yang tampak di area sinus frontalis. Area yang

berwarna merah setelah dimasukkan cahaya menandakan tidak ada cairan di sinus

frontalis.

Pemeriksaan radiologi pada sinus paranasal dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis. Pemeriksaan tersebut di antaranya adalah radiografi

konvensional, Computed Tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging

(MRI), dan ultrasonografi. Radiografi konvensional, yaitu dengan proyeksi

occipitomental (proyeksi Waters) atau proyeksi occipitofrontal (proyeksi

38

Page 39: Tutorial Blok Tht Sken2

Caldwell), biasanya dilakukan pada kasus inflamasi akut. Selain itu, pemeriksaan

ini juga membantu evaluasi fraktur di daerah midfacial. Sinus sphenoidalis

kadang sulit untuk dievaluasi dengan pemeriksaan ini. Jika diyakini ada gangguan

yang mengenai sinus sphenoidalis, pemeriksaan tambahan, seperti proyeksi sinus

lateral, perlu dilakukan. Sinus maksillaris dan sinus frontalis dapat dievaluasi

dengan pemeriksaan radiografi konvensional ini.

Pemeriksaan CT diindikasikan untuk kasus sinusitis kronis, trauma,

tumor, atau adanya malformasi. Pemakaian gigi tiruan berbahan metal dapat

merusak gambar hasil pemeriksaan CT. Untuk pemeriksaan sinus paranasal, CT

yang diperlukan adalah coronal and axial plane of section. Coronal planes

biasanya dilakukan memeriksa sinus paranasal, sedangkan axis scans dapat

dilakukan sebagai investigasi tambahan. Normalnya, sinus paranasalis yang berisi

udara akan terlihat densitas udaranya melalui CT scan. Oleh karena itu, hasil CT

scan akan menunjukkan warna hitam di area sinus.

MRI dapat memperlihatkan soft-tissue-discrimination dengan sangat baik.

Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk gangguan yang melibatkan sinus

paranasalis, cavum cranii, dan orbita. MRI dapat membedakan lesi soft tissue

pada sinus paranasalis, seperti mucocele, kista, dan polip. Membedakan antara

solid tumor tissue dan reaksi inflamasi perifokal juga dapat dilakukan melalui

MRI. MRI dikontraindikasikan untuk pasien dengan electrically controlled

device, seperti cardiac pacemaker, pompa insulin, pompa statik, dan cochlear

implant. Pemeriksaan ultrasound juga dapat dilakukan untuk memeriksa sinus

paranasalis dengan A and B mode. Pemeriksaan ini berguna untuk follow up

proses inflamasi akut. Sinus frontalis dan sinus maxillaris adalah daerah yang

paling terakses dalam pemeriksaan ultrasound. Sel ethmoidalis anterior dapat

diperiksa melalui canthus medial orbita, tetapi hanya dapat diperiksa

menggunakan small A-mode transducer, atau yang lebih mahal, specialized B-

mode transducer. Sinus sphenoidalis tidak dapat diperiksa dengan pemeriksaan

ini karena posisinya.2

39

Page 40: Tutorial Blok Tht Sken2

BAB III

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan skenario dapat disimpulkan bahwa pasien pada

skenario kemungkinan mengalami perjalanan penyakit kronis karena pasien keluhan

pasien yaitu hidung meler dengan lendir memberat sudah sejak tiga bulan terakhir.

Pasien mengeluh nyeri di pipi kanan dan kiri mengarahkan tejadinya rhinosinusitis

maxillaris kanan dan kiri, namun untuk diagnosis pastinya diperlukan pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan radiologi.

Riwayat pasien dengan bersin-bersin di pagi hari atau bila terpapar debu

mengarahkan pasien kemungkinan mempunyai riwayat rhinitis alergi, namun untuk

memastikannya diperlukan tes cukit kulit (skin prick test). Pemeriksaan fisik adanya

deviasi septum nasi diduga memperberat keluhan pasien atau dapat juga karena pilek

terus-menerus menyebabkan terjadinya septum deviasi. Untuk mengetahui diagnosis

pasti keluhan pasien dilakukan pemeriksaan radiologi.

40

Page 41: Tutorial Blok Tht Sken2

BAB IV

SARAN

Saran untuk kelompok kami agar kami dapat datang tepat waktu. Hal ini

supaya diskusi tutorial dapat berjalan dengan tepat waktu sehingga banyak materi

yang dapat dibahas dalam diskusi. Selain itu, kami harus dapat memberikan pendapat

dengan lebih aktif dan tidak takut salah sehingga kami dapat saling sharing ilmu dan

belajar bersama. Kami juga harus lebih berkoordinasi tugas satu sama lain,

menghargai pendapat, dan mengerti tanggung jawab masing-masing. Saran untuk

pembaca diharap bisa mengambil informasi sebanyak-banyaknya dan menyebarkan

pada yang masyarakat lain sehingga pengetahuan mengenai masalah gangguan pada

hidung dan tenggorok dapat diketahui oleh masyarakat.

Kami menyadari bahwa tugas ini tersusun dalam bentuk yang masih

sederhana sehingga masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Kami berharap

semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kami semua sendiri dan bahkan bagi

pembaca yang lain. Kami juga menerima kritik, saran, dan tambahan ilmu lainnya

sehingga kami dapat bersama-sama belajar dan ilmu tersebut dapat bermanfaat bagi

kami di saat ini atau masa depan.

41

Page 42: Tutorial Blok Tht Sken2

DAFTAR PUSTAKA

Elise K, dkk (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi ke 6. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

Elizabeth A et al (2010). Management of allergic and non-allergic rhinitis: a primary

care summary of the BSACI guideline.

www.thepcrj.org/journ/vol19/19_3_217_222.pdf. Diakses September 2015.

Guyton AC, Hall JE (2006). Textbook of Medical Physiology: Guyton and Hall.

Eleventh ediotion. Pennsylvania: Elsevier Saunders.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003051.htm. Diakses 14 September

2015.

Irawati et al (2012). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT: Sinus Paranasal. Edisi ke 7.

Jakarta: FK UI.

Lalwani AK (ed) (2008). Current diagnosis and treatment: Otolaryngology head and

neck surgery. Second edition. United States: Mc-Graw-Hill Companies, Inc.

Leung RS, Katial R (2008). The Diagnosis and Management of acute and chronic

sinusitis.

Muluk, Abdul (2009). Pertahanan saluran nafas. Majalah Kesehatan Nusantara.

42(1).

Probst, R, Grevers, G & Iro, H (2006). Basic Otorhinolaryngology : A Step-By-Step

Learning Guide. New York: Thieme.

Rosenfeld, RM; Picirillo, JF (2015). Clinical practice guideline (update): adult

sinusitis executive summary. USA.

Rosenfeld RM et al (2007). Clinical Practice Guideline: Adult Sinusitis. New York:

Thieme Medical Publisher.

42

Page 43: Tutorial Blok Tht Sken2

Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007. Sinusitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FK

UI, hal : 118-122.

Mangunkusumo, Endang. Wardani, Retno S. 2007. Polip Hidung dalam Soepardi,

Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Mansjoer, Arif. et. al. 2009. Kapita SelektaKedokteran Ed 3 Jilid 1.Jakarta : Media

Aesculapius

Nizar NW.2007. Anatomik Endoskopik Hidung Sinus Paranasal dan Patofiologi

Sinusitis. Dalam : Kumpulan Naskah Lengkap Kursus, Pelatihan dan Demo

BSEF, Makassar, 1-11.

Probst, R, Grevers, G & Iro, H 2006, Basic Otorhinolaryngology : A Step-By-Step

Learning Guide, Thieme, New York.

Sakakura.1997. Mucociliary Transport inRhinologic Disease,In : Bunnag C

Munthabornk, Asean Rhinologic Practice, Bangkok : Siriyot Co.Ltd., 137-

Sherwood, Lauralle (2015). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke 8. Jakarta:

EGC.

Soepardi EA (ed) (2007). Buku ajar ilmu kesehatan: Telinga, hidung, tenggorok,

kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI.

The Prime Health (2010). Rhinorrhea – Definition, Symptoms, Causes, Diagnosis and

Treatment. www.primehealthchannel.com/rhinorrhea-definition-symptoms-

causes-diagnosis-and-treatment.html. Diakses september 2015.

43