Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

53
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 BLOK MATA MATANYA TENANG.. KOK VISUSNYA TURUN..?? Disusun Oleh : Kelompok 11 1 Aulia Khoirunnisa G0011044 Hera Amalia U G0011106 Johanna Tania G0011122 Naila Shofwati P G0011146 Ratna Oktaviani G0011164 Sani Widya F G0011190 Rika Ernawati G0011172 Bayu Prasetyo G0011050 Maestro Rahmandika G0011130 Wahyu Pamungkas G0011208 Selvia Anggraeni G0011194 Blandina G0009038

Transcript of Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Page 1: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK MATA

MATANYA TENANG.. KOK VISUSNYA TURUN..??

Disusun Oleh :

Kelompok 11

PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2013

1

Aulia Khoirunnisa G0011044

Hera Amalia U G0011106

Johanna Tania G0011122

Naila Shofwati P G0011146

Ratna Oktaviani G0011164

Sani Widya F G0011190

Rika Ernawati G0011172

Bayu Prasetyo G0011050

Maestro Rahmandika G0011130

Wahyu Pamungkas G0011208

Selvia Anggraeni G0011194

Blandina G0009038

Page 2: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada blok Mata ini terdapat 3 skenario yang akan dibahas pada tutorial. Pada kesempatan

ini, kami akan membahas mengenai skenario 1. Berikut skenario tersebut :

Matanya tenang…. Kok visusnya turun…??

Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, koas Mita mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.

Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, setelah dilakukan koreksi OD dengan S-5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75 D C – 0.50 D axis 900 visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S +1.50 D. Setelah lapor kepada senior, dan mendapatkan resep,

Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan: visus 6/6 E mata tenang. Adapun kondisi mata kiri; visus 3/60, mata tenang, dan sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan pemeriksaan uji pinhole tidak maju, dan setlah dilakukan koreksi juga tidak mengalami kemajuan. Keemudian senior meminta untuk dilakukan pemeriksaan; persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi dan reflex fundus.

Mita berpikir mengapa pasien dengan keluhan yang sama (penurunan visus) mendapat pemeriksaan yang berbeda, kelainan apa saja yang dapat menurunkan visus pada kondisi mata tenang, dan apakah kedua pasien akan mendapat penatalaksanaan yang sama atau berbeda.

2

Page 3: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

BAB II

DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

JUMP 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam

skenario

- Visus : ketajaman penglihatan. Urutan pemeriksaan visus adalah pemeriksaan dengan

snellen card pemeriksaan dengan hitung jari (…/60m) pemeriksaan dengan

lambaian tangan (…/300m) pemeriksaan dengan berkas cahaya (…/∞).

- VOS 6/15 : (Visus Oculi Sinistra) hasil pemeriksaan visus mata kiri dengan

menggunakan snellen card pada jarak 6 meter penderita dapat membaca huruf pada

snellen card sampai baris ke-15.

- VOD 4/60 : (Visus Oculi Dextra) hasil pemeriksaan visus mata kanan dengan

menggunakan hitung jari, penderita dapat menyebutkan jumlah jari pemeriksa dengan

benar pada jarak 4 meter.

- Mata tenang : mata tidak merah, mata dari penampakan luarnya tidak terdapat kelainan

- S -0.75 D C -0.50 D axis 90º : lensa spheris negatif dengan kekuatan 0.75 dioptri dan

lensa silindris negatif dengan kekuatan 0.50 dioptri dengan axis 90º (vertikal).

- Visus 6/6 E : ketajaman penglihatan penderita 6/6 mata emetrop (mata normal)

- Uji pinhole : pemeriksaan visus dengan menggunakan alat kerucut berlubang dengan

diameter 0.75 mm yang dilakukan pada visus kurang dari normal yang tidak dapat

dikoreksi dengan lagi dengan lensa spheris. Uji pinhole membaik merupakan indikasi

adanya kelainan refraksi yang belum terkoreksi (astigmatisme) yang perlu dilanjutkan

dengan pemeriksaan astigmat dial. Uji pinhole tidak membaik merupakan indikasi

adanya kelainan organik di media refrakta (kornea, aqueous humour, lensa, vitreous

humour), retina, dan lintasan visual.

- Pemeriksaan persepsi warna : pemeriksaan untuk mengetahui adanya buta

warna.

- Pemeriksaan proyeksi sinar : pemeriksaan dengan menggunakan berkas cahaya dari

berbagai arah. Jika pasien dapat menerangkan semua arah datang cahaya dengan benar

maka retina perifer pasien adalah normal.

3

Page 4: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

- Pemeriksaan tonometri : pemeriksaan untuk mengetahui tekanan

intraokuler. Bisa dilakukan dengan tonometer Schiotz, tonometer aplanasi, tonometer

digital, maupun metode palpasi

- Pemeriksaan konfrontasi : pemeriksaan lapang pandang.

- Pemeriksaan refleks fundus : pemeriksaan untuk melihat fundus okuli dengan

menggunakan ophtalmoscope.

JUMP 2 : Menentukan/ mendefinisikan permasalahan

Pasien 1

1. Seorang perempuan berusia 45 tahun.

2. Susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu yang lalu.

3. Tidak mengeluhkan mata merah.

4. Hasil pemeriksaan: VOS 6/15, VOD 4/60, mata tenang.

5. Dilakukan koreksi OD dengan S -5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75

D C -0.50 D axis 90º visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S

+1.50 D.

6. Pasien mendapatkan resep dan diperbolehkan pulang.

Pasien 2

1. Seorang laki-laki berusia 40 tahun

2. Kondisi mata kanan: visus 6/6 E, mata tenang.

3. Kondisi mata kiri: visus 3/60, mata tenang, dan sering merasa nyeri pada bola mata.

4. Pada mata kiri dilakukan uji pinhole tidak maju, dikoreksi juga tidak mengalami

kemajuan.

5. Diminta melakukan pemeriksaan: persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi,

dan refleks fundus.

4

Page 5: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

JUMP 3 : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai

permasalahan (tersebut dalam langkah 2)

1. Adakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus pada pasien 1 dan 2?

2. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!

3. Apa saja penyebab terjadinya penurunan visus?

4. Apa saja kelainan penurunan visus pada mata tenang?

5. Mengapa kelainan mata kanan dan kiri pada pasien 1 berbeda?

6. Mengapa pada pasien 2 hanya terjadi kelainan pada mata kiri saja?

7. Apa tatalaksana pada pasien 1? Resep apa yang dimaksud pada pasien 1?

8. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pada bola mata? Apa saja kelainannya?

9. Mengapa pada pasien 2 setelah dilakukan uji pinhole tidak ada kemajuan?

10. Mengapa penatalaksanaan pasien 1 dan 2 berbeda?

11. Apa diferensial diagnosis pada pasien 1 dan 2?

JUMP 4 : Menginventarisasi permasalahan-peermasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalahan pada langkah 3

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!

FISIOLOGI

Penerapan prinsip pembiasan pada lensa konkas konveks

Lensa konveks memfokuskan berkas cahaya  

Berkas cahaya yang melalui bagian tengah menembus lensa tepat tegak lurus terhadap

permukaan lensa, sehingga cahaya tidak dibiaskan. Makin dekat ke bagian tepi lensa, berkas

cahaya akan semakin membuat sudut yang lebih besar. Cahaya yang terletak lebih ke tepi akan

semakin dibelokkan kearah tengah, yang dikenal dengan konvergensi cahaya. Separoh dari

pembelokan terjadi sewaktu cahaya memasuki lensa, dan separuh lagi waktu cahayanya keluar

dari lensa. Akhirnya bila lensa memiliki kelengkungan yang sempurna, cahaya sejajar yang

melalui bernagai bagian lensa akan dibelokkan sedemikian rupa sehingga semua cahaya akan

menuju suatu titik, yang disebut titik focus (Guyton et al, 2008).

5

Page 6: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Lensa konkaf menyebarkan berkas cahaya

Cahaya yang mengenai bagian paling tengah dari lensa membentur permukaan yang benar-benar

tegak lurus terhadap berkas, sehingga tidak dibiaskan. Cahaya dibagian tepi memasuki lensa

lebih dulu sebelum cahaya yang memasuki bagian tengah. Hal ini berlawanan dengan efek lensa

konveks, dan ini menyebabkan cahaya di bagian pereifer mengalami divergensi atau menyebar

menjauhi cahaya yang memasuki bagian tengah lensa. Jadi, lensa konkaf menyebarkan

(diverfgensi) berkas cahaya, sedangkan lensa konveks memusatkan (konvergensi) berkas cahaya

(Guyton et al, 2008).

6

Page 7: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Susunan Optik Mata

Mata sebagai kamera.

Mata mempunyai system lensa, system aperturayang dapat berubah-ubah(pipil), dan retina yang

dapat disamakan dengan film. System lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi : (1)

perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan

posterior kornea dan humor aquosus, (3) perbatasan antara humor aquosus san permukaan

anterior lensa mata, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous

(Guyton et al., 2008).

Pembentukan bayangan di retina

Sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca pada secarik kertas, system lensa mata juga

dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya. Namun demikina

persepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang

terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai

keadaan normal (Guyton et al., 2008).

Mekanisme akomodasi

Pada anak-anak,daya bias lensa mata dapat ditingkatkan dari 20 dioptri menjadi kira-kira 34

dioptri; ini berarti terjadi “ akomodasi” sebesar 14 dioptri. Untuk mencapai ini, bentuk lensa

diubah dari yang tadinya konveks sedang menjadi lensa yang sangat konveks mekanismenya

adalah sebagai berikut : pada orang muda lensa terdiri atas kapsul elastic yang kuat dan berisi

cairan kental yang mengandung banyak protein namun transparan. Bila berada dalam keadaan

relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsulnya lensa dianggap berbentuk hamper sferis, terutama

akibat retraksi elastic dari kapsul lensa. Terdapat kira-kira 70 ligamen suspensorium yang

melekat disekeliling lensa, menarik tepi lensa kea rah lingkar bola mata. Ligament ini secara

konstan diregangkan oleh perlekatannya oleh tepi anterior koroid dan retina. Regangan pada

ligament ini lensa tetap relative dapat dalam keadaan mata istirahat (Guyton et al., 2008).

Walaupun demikian, tempat perlekatan leteral ligament lensa pada bola mata juga dilekati oleh

otot siliaris, ynga memiliki 2 set serat otot polos yang terpisah – serabut meridional dan serabut

sirkular. Serabut meridional membantang dari ujung perifer ligament suspensorium sampai

peralihan kornea sclera. Kalau serabut otot ini berkontraksi bagian perifer dari ligament lensa

tadi akan tertarik secara medial kearah tepi kornea, sehingga regangan ligament terhadap lensa

7

Page 8: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

akan berkurang. Serabut sirkuler tersusun melingkar mengelilingi perlekatan ligamen, sehingga

pada waktu berkontraksi terjadi gerak seperti sfingter, mengurangi diameter lingkar perlekatan

ligament; hal ini juga menyebabkan regangan ligament terhadap kapsul lensa berkutang (Guyton

et al., 2008).

Jadi kontraksi kontraksi salah satu set serabut otot polos dalam otot siliaris akan mengendurkan

ligament kapsul lensa, dan lensa akan berbentuk lebih cembung, seperti balon, akibat sifat

elastisitas alami kapsul lensa (Guyton et al., 2008).

Pengaturan akomodasi oleh saraf parasimpatis

Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang dijalarkan ke mata

melalui saraf cranial III dari nucleus saraf III pada batang otak.perangsangan saraf parasimpatis

menimbulkan kontraksi kedua set serabut otot siliaris, yang akan mengendurkan ligament lensa,

sehingga menyebabkan lensa menjadi semakin tebal dan meningkatkan daya biasnya. Dengan

meningkatkan daya bias, mata mampu melihat objek lebih dekat disbanding sewaktu daya

biasnya rendah. Akibatnya dengan mendekatnya objek ke arah mata, jumlah impuls parasimpatis

ke otot siliaris harus ditingkatkan secara progresif agar objek tetap dapat dilihat dengan jelas

(Guyton et al., 2008).

8

Page 9: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Pembentukan humor aquosus oleh badan siliaris

Humor aquosus di bentuk dalam mata dengan rata-rata 2 sampai 3 mikrometer tiap menit. Pada

dasarnya, seluruh cairan ini dibentuk oleh prosesus siliaris, yang merupakan sebuah lipatan linier

yang menonjol dari badan siliar ke ruang belakang iris tempat ligament-ligamen lensa dan otot-

otot siliaris melekat pada bola mata. Karena struktur lipatan prosesus tersebut, daerah permukaan

prosesus siliaris mempunyai luas kurang lebih 6 cm pada setiap mata – sebuah daerah yang besar

bila dibandingkan dengan ukuran badan siliar yang kecil. Permukaan dari prosesus ini ditutupi

oleh sel epitel yang bersifat sangat sekretoris , dan tepat di bawahnya, terdapat daerah yang

memiliki banyak pembuluh darah. Aquosus hamper seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif

dari lapisan endotel prosesus silisris. Sekresi dimulai dengan transpor aktif ion natrium ke dalam

ruangan di antara sel-sel epitel. Ion natrium kemudian menarik ion klorida dan bikarbonat, dan

bersama-sama mempertahankan sifat netralitas listrik. Kemudian semua ion ini bersama-sama

menyebabkan osmosis air dari kapiler darah yang terletak di bawahnya ke dalam ruangan

intraseluler epitel yang sama, dan larutan yang dihasilkan membersihkan ruangnan prosesus

silisris sampai ke kamera okuli anterior mata. Selain itu, beberapa nutrient juga dibawa melalui

9

Page 10: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

epitel-epitel dengan transport aktif atau difusi terfasilitasi; nutrient ini termasuk asam amino,

asam askorbat dan glukosa (Guyton et al., 2008).

Aliran keluar humor aquosus dari mata

Setelah dibentuk oleh prosesus silisris, humor aquosusmengalir melalui pupil ke dalam kemera

okuli anterior. Dari sini cairan mengalir ke bagian depan lensa an ke dalam sudut antara kornea

dan iris, kemudian melalui reticulum trabekula, dan akhirnya masuk ke dalam kanalis schlemm,

yang kemudian di alirkan ke dalam vena ekstraokular.kanalis schlemm adalah sebuah vena

berdinding tipis yang meluas secara sirkumferensial ke seluruh arah pada mata. Membrane

endotelnya berpori-pori sehingga bahkan molekul protein yang besar dan juga partikel kecil

sampai seukuran sel darah merah, dapat lewat dari ruang anterior ke dalam kanalis schlemm

(Guyton et al., 2008).

10

Page 11: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

JUMP 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran

1. Adakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus pada pasien 1 dan 2?

2. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!

3. Apa saja penyebab terjadinya penurunan visus?

4. Apa saja kelainan penurunan visus pada mata tenang?

5. Mengapa kelainan mata kanan dan kiri pada pasien 1 berbeda?

6. Mengapa pada pasien 2 hanya terjadi kelainan pada mata kiri saja?

7. Apa tatalaksana pada pasien 1? Resep apa yang dimaksud pada pasien 1?

8. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pada bola mata? Apa saja kelainannya?

9. Mengapa pada pasien 2 setelah dilakukan uji pinhole tidak ada kemajuan?

10. Mengapa penatalaksanaan pasien 1 dan 2 berbeda?

11. Apa diferensial diagnosis pada pasien 1 dan 2?

12. Apa saja uji persepsi warna yang sederhana?

JUMP 6 :Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri)

11

Page 12: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

JUMP 7 :Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang

diperoleh)

1. Adakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus pada pasien 1 dan 2?

Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Oleh HammondCJ, dkk dalam

penelitiannya mengenai pengaruh genetik dan lingkungan terhadap pasangan-pasangan

kembar yang tinggal di lingkungan yang berbeda menyatakan, genetik memegang

peranan besar pada miopia dan hipermetropia. Oleh Goh P.P, dkk dalam Malaysian study

(2003) pada anak usia sekolah, didapatkan prevalensi miopia lebih tinggi pada anak usia

lebih tua, jenis kelamin perempuan, anak dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih

tinggi, dan ras Tionghoa. Hypermetropia lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih

muda dan pada etnik lainnya. Saad A, El-Bayoumy BM (2007) pada anak sekolah di

Mesir mendapatkan tingkat pendidikan, aktivitas (kegiatan membaca dekat), status

ekonomi, dan riwayat keluarga memiliki hubungan terhadap terjadinya kelainan refraksi.

Prevalensi kelainan refraksi diberbagai negara yakni di Amerika Serikat, sekitar

25% dari penduduk dewasa menderita miopia, di Jepang, Singapura, dan Taiwan,

persentasenya jauh lebih besar, yakni mencapai sekitar 44%. Di Australia, secara

keseluruhan prevalensi miopia telah diperkirakan 17%, di Brazil pada tahun 2005

diperkirakan sebanyak 6,4% antara usia 12- 59 tahun (Nurrobbi, 2010).

Sekitar 148 juta atau 51 penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi refraksi.

Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah

penderita rabun jaun di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara

usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahuan dan 25% antara usia 12-17 tahun. Cina

memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia 16-18 tahun (Patu, 2010)

Sedangkan prevalensi penderita kelainan refraksi selama periode 7 Juli 2008 –

7Juli 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan 6,19% yaitu 283 pasien denganpersentase

terbanyak terdapat pada miopia 70.31% yaitu 199 orang, pada jeniskelamin perempuan

58,30% yaitu 165 penderita dan pada kelompok umur 45tahun – 64 tahun dengan jumlah

97 pasien (34,28%) (Bastanta, 2010).Kelainan refraksi banyak dijumpai pada kelompok

umur 31-40 tahun (102orang/24,58%), diikuti kelompok umur 41-50 tahun (96

orang/23,13%) dankelompok umur 11-20 tahun (74 orang/17,83%).

12

Page 13: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Miopia paling banyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 45orang (10,84%),

astigmatisme pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 38orang (9,12%), hipermetropia

pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 57orang (13,37%) dan anisometropia pada

kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 7orang (1,69%). Kelainan refraksi yang terbanyak

adalah miopia yaitu 160 orang atau38,55% dari seluruh kelainan refraksi atau 8,82% dari

seluruh penderita baru.Kasus miopia ditemukan lebih banyak pada perempuan (97 orang

atau60,62%) daripada penderita laki-laki (63 orang atau 39,38%) (Yunita, 1997).

Presbiopia.

Dengan meningkatnya usia, lensa semakin besar dan menebal serta menjadi kurang elastik,

sebagian disebabkan oleh denaturasi protein lensa yang progresif. Kemampuan lensa

Untuk berubah bentuk akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Daya akomodasi akan

berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Daya akomdasi berkurang dari 14 dioptri pada usia

anak-anak menjadi kurang dari 2 dioptri pada saat kita mencapai usia 45 sampai 50 tahi;

kemudian daya akomodasi berkurang menjadi 0 dioptri pada usia 70 tahun. Sesudah itu, dapat

dikatakan lensa hampir sama sekali tidak dapat berakomodasi, dan keadaan itu disebut

presbiopia (Guyton et al., 2008).

Sekali orang mengalami presbiopia, matanya akan terfokus secara permanen pada suatu

jarak yang hampir tidak berubah-ubah; jarak ini bergantung pada keadaan fisik mata orang

tersebut. Matanya tidak akan dapat berakomodasi lagi dengan baik untuk melihat jauh maupun

dekat. Agar dapat melihat jauh dan dekat dengan jelas, orang itu harus memakai kacamata

bifokus, bagian atas untuk penglihatan jauh, bagian bawah untuk pengllihatan dekat (misal untuk

membaca) (Guyton et al., 2008).

2. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!

ANATOMI KELOPAK MATA

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan

sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat

menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan

pengeringan bola mata.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian

belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan

13

Page 14: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan bola mata sehingga terjadi keratitis et

lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian - bagian:

a. Kelenjar

Ex: kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal

rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus

b. Otot

Ex:

M. orbikularis okuli berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan

terletak di bawah kulit kelopak, berfungsi menutup bola mata,

dipersarafi oleh N. Fasial

M. levator palpebra berorigo pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada

tarsus atas atas dengan sebagian menembus M. orbikularis

okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit

tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus

(lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang

berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka

mata.

c. Tarsus

Tasrsus terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak

dengan kelenjar Meibom (40 di kelopak atas dan 20 di kelopak bawah) yang

bermuara pada margo palpebra. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada

rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita.

d. Septum orbita

Jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan

kelopak depan.

e. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra

f. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang

kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat terlihat dengan

melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.

14

Page 15: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan

musin.

ANATOMI SISTEM LAKRIMAL

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem

ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus

nasolakrimal, samapai meatus nasi inferior.

Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu:

a. Sistem produksi atau glandula lakrimal

Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.

b. Sistem ekskresi

Terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus

nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari

duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.

Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam

sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak menyinggung bola

mata, maka air mata akan keluar melalui margo palpebra yang disebut epifora. Epifora juga

akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebih dari kelenjar lakrimal.

Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya

dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai

dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.

ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian

belakang. Bemacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva

mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi

bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:

a. Konjungtiva tarsal menutupi tarsus dan sukar digerakkan digerakkan dari tarsus

b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.

15

Page 16: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan

dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak (Ilyas et. al, 2012)

Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi

targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik

mendadak aupun perlahan) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).

Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen

melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen

= merah / pada albino) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).

16

Page 17: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,

aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata

sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan

tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan

menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi

atau istirahat melihat jauh (H. Sidarta Ilyas, 2004).

1. Kornea

Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang

tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan

dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:

a. Epitel

• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi

lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat

berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui

desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan

glukosa yang merupakan barrier.

• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

• Epitel berasal dari ektoderm permukaan

b. Membran Bowman

• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

• Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

c. Stroma

17

Page 18: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer

serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea

yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah

trauma.

d. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.

e. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel

melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden

(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf

nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,

menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel

dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk

sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah

limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel

terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya

daya regenerasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah

depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri

pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas, 2004).

2. Aqueous Humor (Cairan Mata)

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki

pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya

18

Page 19: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan

kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini

mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor

tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan

pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan

peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.

Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang

kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan

kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi

(Lauralee Sherwood, 1996).

3. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan

bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus

cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat

terjadinya akomodasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa

akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel

lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat

lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa

merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam

kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian

luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.

Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,

sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras

dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn

yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi

cembung

• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

19

Page 20: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan

berada di sumbu mata.

(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

• Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,

• Keruh atau apa yang disebut katarak,

• Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat (H.

Sidarta Ilyas, 2004).

4. Badan Vitreous (Badan Kaca)

Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel

transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam

hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang

menyintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi

ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan

tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya

kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan

oftalmoskopi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis (Lauralee

Sherwood, 1996).

CAVUM ORBITA

Cavum orbita adalah organ yang penting karena selain ditemati oleh organon visus juga

ditempati oleh arteri-arteri, vena-vena, dan nervus yang penting dalam proses penglihatan.

Cavum orbita merupakan suatu ruang berbentuk piramida empat sisi, dengan aditus orbitae

sebagai basisi dan puncaknya di foramen opticum. Sumbu kedua orbitae memusat ke occipital

dan bertemu di sebelah kranial dari sella tursica dengan membentuk sudut yang tajam.

Dinding orbita:

20

Page 21: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Dinding mediale : Processus frontalis os maxillaris

Os lacrimale

Lamina orbitalis ossis ethmoidalis

Dinding laterale : Facies orbitalis os zygomaticus

Ala major os sphenolidalis

Dinding cranial : Facies orbitalis os frontalis

Ala minor os sphenoidalis

Dinding caudal : Facies orbitalis os maxillaris

Os zygomaticus

Processues orbitalis os palatine

Lubang-lubang dan celah-celah yang terdapat di dalam dinding cavum orbita adalah:

1. Foramen opticum

Dilalui : N. Opticus dan A. Opthalmica

2. Fissura orbitalis superior

Dilalui: N Oculomotorius, N Trochlearis, N Abducens, N Ophtalmicus cabang N. V, N.

Nasociliaris cabang N. Ophtalmicus, V. Opthalmicus superior et inferior, dan R.

Recurrens A. Meningea media

3. Fissura orbitalis inferior

Dilalui : N. Maxillaris dan A/V Infraorbitalis

4. Foramen ethmoidale anterius

Dilalui : A/V/N Ethmoidalis Anterior dan N. Nasociliaris

5. Foramen ethmoidale posterius

Dilalui: A/V/N Ethmoidalis Posterior

6. Foramen zygomatico-orbitale

Dilalui: N. Zygomaticofaciale dan N. Zygomaticotemporale

21

Page 22: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

FISIOLOGI MATA

Jumlah cahaya yang masuk ke mata dikontrol oleh iris.

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor, karena adanya iris,

suatu otot polos tipis berpigmen, pigmen tersebut memmberi warna pada iris. Lubang bundar di

bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke interior mata adalah pupil. Iris mengandung dua

set anyaman otot polos, sirkular (serat otot seperti cincin di dalam iris) dan radial (serat

mengarah ke luar dari tepi pupil seperti jari-jari roda). Karena serat otot memendek ketika

berkonstraksi maka pupil menjadi lebih kecil ketika otot sirkular (konstriktor) berkontraksi dan

membentuk cincin lebih kecil, keadaan ini terjadi pada sinar terang untuk mengurangi cahaya

yang masuk. Jika otot radial (dilator) berkontraksi maka ukuran pupil bertambah, ini terjadi pada

cahaya temaram agar sinar yang masuk ke mata lebih banyak. Serat saraf parasimpatis menyarafi

otot sirkular sementara simpatis menyarafi otot radial. (Sherwood, 2011)

Proses Refraksi

Sinar berjalan lebih cepat melalui udara. arah berkas berubah jika cahaya tersebut

mengenai permukaan medium baru dalam sudut tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar ini

dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Pada lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar

derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Jenis permukaan terdiri dari, konveks melengkung

keluar (cembung) dan permukaan konkaf melengkung ke dalam (cekung). Permukaan konveks

menyebabkan konvergensi berkas sinar, membawa berkas sinar berdekatan, sehingga membawa

ke titik focus. Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar (divergensi).

Struktur paling penting pada refraksi mata yaitu kornea dan lensa. Permukaan kornea

yang melengkung merupakan struktur pertama yang dilewati sinar, dan kemampuan rekraksi

kornea selalu konstan. Sedangkan kemampuan refraksi lensa dapat diubah berdasarkann

kelenngkungannya. (Sherwood, 2011)

Sinar harus melewati beberapa lapisan retina sebelum mencapai fotoresptor

Bagian saraf retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangsangan (1) lapisan luar

mengandung sel batang dan sel kerucut (2) tengah mengandung sel bipolar (3) dalam mengandng

sel ganglion. Akson sel ganglion akan menyatu untuk membentuk saraf optic. Titik di retina

22

Page 23: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

tempat saraf optic keluar disebut diskus optikus atau titik buta, karena didalamnya tidak terdapat

sel batang maupun sel kerucut.

Sinar harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor

disemua bagian retina kecuali di fovea. Fovea merupakan cekungan yang terletak tepat ditengah

retina, lapisan sel ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung mengenai

fotoresptor. Hal ini ditambah dengan keaadaan hanya sel kerucut saja yang terdapat di retina

(dengan ketajaman atau kemampuan diskriminatif yang lebih besar daripada sel batang).

Keadaan tersebut menyebabkan fovea menjadi titik penglihatan paling jelas. Daerah disekiar

fovea, disebut macula lutea, juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi. Namun,

ketajaman macula lebih rendah, karena macula ditutupi oleh sel ganglion dan bipolar.

Fotoreseptor memiliki fotopigmen yang akan melalukan proses fototransduksi, yaitu

proses pengubahan rangsangan cahaya menjadi sinyal listrik, dan akan meneruskan transmisi ke

sel bipolar dan ganglion, sehingga menimbulkan potensial aksi yang akan diteruskan ke pusat

penglihatan di SSP.

Fotopigmen terdiri dari dua komponen: Opsin dan retinen, retinen adalah fotopigmen

yang menyerap cahaya. Terdapat empat fotopigmen yang berbeda, Rodopsin yang terdapat pada

sel batang, dan tiga fotopigmen yang terdapat pada sel kerucut. (Sherwood, 2011)

Aktivitas fotoreseptor pada keadaan gelap

Aktivitas fotoreseptor pada keadaan terang

23

Page 24: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

3. Apa saja penyebab terjadinya penurunan visus?

A. Faktor Penyebab Penurunan Visus

Kerusakan penglihatan mencakup semua masalah pada penglihatan yang

mempengaruhi lapang pandang dan/atau kemampuan untuk melihat benda dekat dan jauh

dengan jelas, untuk menilai kedalaman, untuk membedakan warna, dan untuk melihat satu

bayangan secara bersamaan (penglihatan warna). Penyebab kerusakan penglihatan

mencakup:

a. Kelainan kongenital (misalnya kelainan genetik);

b. Anomali perkembangan [misalnya strabismus (juling);

c. Akibat sekunder penyakit sistemik (misalnya retinopati diabetes);

d. Penyakit primer pada mata itu sendiri (misalnya glaukoma, degenerasi makula terkait

usia) (Brooker, 2008);

Glaukoma - peningkatan tekanan dalam mata, yang paling sering menyakitkan. Visi

akan normal pada awalnya, tapi seiring waktu Anda dapat mengembangkan visi

miskin malam, bintik-bintik buta, dan kehilangan penglihatan untuk kedua sisi.

Glaukoma juga dapat terjadi tiba-tiba, yang merupakan keadaan darurat medis.

e. Kelainan refraksi (misalnya miopia, hipermetropia, astigmatisme);

24

Page 25: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu

mata dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan oleh mata

tepat pada retina sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh

mata tepat pada retina baik itu di depan, di belakang maupun tidak dibiaskan pada

satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan

dapat terjadi akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata (Istiqomah, 2004).

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk

pada retina (Ilyas, 2004).

f. Trauma (misalnya cedera tembus);

g. Kerusakan pada jalur penglihatan (misalnya setelah stroke);

h. Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis;

i. Defisiensi vitamin A (xeroftalmia)

(Brooker, 2008)

4. Apa saja kelainan penurunan visus pada mata tenang?

Berdasarkan etiloginya gangguan visus pada mata tenang dibagi atas:

A. Penyebab kelainan vaskuler

Oklusi Pembuluh Darah Retina

Amaurosis vugaks

Penyakit Eales

Neuropati optic akut iskemik

B. Penyakit kelainan sistemik

Retinopati diabetik

Retinopati hipertensi

Penyebab degenerasi retina

Ablatio retina regmatogen

Degenerasi macula senile/disform.

5. Mengapa kelainan mata kanan dan kiri pada pasien 1 berbeda?

Kelainan pada proses refraksi mata seperti miopi dan hiperopia, dapat berbeda pada mata

kanan dan kiri. Dapat berbeda ukuran ataupun adanya silindris atau tidak. Salah satu faktor

nya adalah kelengkungan lensa yang berdampak pada kekuatan lensa yang berbeda dan

25

Page 26: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

keadaan permukaan kornea salah satu mata yang nantinya akan mengganggu proses refraksi.

Faktor lain adalah sumbu panjangnya bola mata yang dapat berbeda pada mata kanan dan

kiri.

6. Mengapa pada pasien 2 hanya terjadi kelainan pada mata kiri saja?

Kelainan pada media refrakta bisa saja hanya mengenai sebelah mata saja, sesuai dengan

kausa utama apa yang menyebakan kerusakan, misalnya iritasi atau infeksi dan juga

tergantung dari seberapa besar kausa tersebut menyebabkan kerusakan.

7. Apa tatalaksana pada pasien 1? Resep apa yang dimaksud pada pasien 1?

Pada pasien 1 yang mengalami kelainan pada refraksi, penatalaksanaan dengan pemberian

kacamata. Untuk mata kanan diberi kacamata dengan ukuran -5.25. Dan mata kiri: -0.75

dengan silindris -0.50 axis 900. Untuk membantu membaca dekat ditambah ukuran +1.50.

8. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pada bola mata? Apa saja kelainannya?

Pengaturan tekanan intraokular

Tekanan intraokular tetap konstan pada mata yang normal, biasanya ± 2mmHg dari nilai

normalnya, yang rata-rata sekitar 15 mmHg. Besarnya tekanan ini ditentukan terutama oleh

tahanan terhadap aliran keluar humor aquosus dari kamera okuli anterior ke dalam kanalis

Schlemm. Tahanan aliran keluar ini dihasilkan dari retikulum trabekula yang dilewati, tempat

penyaringan cairan yang mengalir dari sudut lateral ruang anterior ke dalam dinding kanalis

Schlemm. Trabekula ini mempunyai celah terbuka yang sangat kecil, yaitu antara 2 sampai 3

mikromete. Kecepatan aliran cairan ke dalam kanalis meningkat secara nyata karena tekanan

yang meningkat. Dengan tekanan kurang lebih 15 mm Hg pada mata normal, biasanya jumlah

cairan yang meninggalkan mata melalui kanalis Schlemm rata-rata 2,5 µl/meni (Guyton et al.,

2008).

Sehingga keadaan pada tekanan intraokuler meningkat yang bisa disebabkan berlebihnya humor

aqueous atau aliran yang tidak baik dapat menyebabkan penekanan pada bola mata, dan

bermanifestasi nyeri pada bola mata.

Glaukoma, Penyebab utama kebutaan.

26

Page 27: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif cukup besar

untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang.

Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh

Departemen Kesehatan Republik Indonesia didapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab

kebutaan nomer 2 sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma  0,16%,

Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup

penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya

manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia (Rumah Sakit Mata dr. Yap, 2008).

Kebutaan akibat glaukoma bersifat irreversibel/menetap tidak seperti kebutaan karena katarak

yang dapat diatasi setelah dilakukan operasi pengambilan lensa katarak. Jadi usaha pencegahan

kebutaan pada glaukoma bersifat prevensi/pencegahan kebutaan dengan jalan menemukan dan

mengobati/ menangani penderita sedini mungkin. Sayangnya tidak mudah untuk menemukan

glaukoma dalam stadium awal karena sebagian besar kasus glaukoma awal tidak memberikan

gejala yang berarti bahkan asimptomatik, kalaupun ada gejala biasanya hanya berupa rasa tidak

enak di mata, pegal-pegal di mata atau sakit kepala separoh yang ringan.  Gejala-gejala tersebut

tidak menyebabkan penderita memeriksakan ke dokter atau paramedis (Rumah Sakit Mata dr.

Yap, 2008).

9. Mengapa pada pasien 2 setelah dilakukan uji pinhole tidak ada kemajuan?

Pasien dengan penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan refraksi, jika dilakukan

pemeriksaan pinhole akan mengalami kemajuan. Sebaliknya, pasien dengan penurunan visus

akibat kelainan media refrakta atau retina, jika dilakukan uji pinhole tidak akan mengalami

kemajuan. Pada pasien 2, kemungkinan bukan disebabkan kelainan refraksi dikarenakan

keadaan visus yang masih baik. Namun dengan adanya keluhan nyeri pada bola mata, yang

mengindikasikan terjadinya kelainan pada media refrakta yaitu humor aqueous nya maka

dengan uji pinhole tidak akan mengalami kemajuan.

10. Mengapa penatalaksanaan pasien 1 dan 2 berbeda?

Kedua pasien menderita sumber kelainan yang berbeda, walaupun sama-sama penurunan

visus. Pada pasien 1 yang mengalami kelainan pada refraksi, penatalaksanaan dengan

pemberian kaca mata menurut keadaan miopi atau hiperopia. Sedangkan pasien 2 mengalami

27

Page 28: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

kelainan pada media refraktanya, akan ditanganin sesuai dengan kausa media refrakta mana

yang mengalami kelainan.

11. Apa diferensial diagnosis pada pasien 1 dan 2?

Pasien 1

Mata kanan: miopi -5.25

Mata kiri: miopi -0.75 silindris -0.50 dengan axis 900

Hiperopia +1.50

Hiperopia

Hiperopia dikenal sebagai penglihatan jauh, biasanya akibat bola mata terlalu pendek, atau

kadang-kadang system lensa terlalu lemah pada keadaan  ini bagian tengah, terlihat bahwa

cahaya sejajar kurang dibelokkan oleh system lensa tidak terfokus di retina. Untuk mengatasi

kelainan ini, otot silisris berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa. Dengan

menggunakan mekanisme akomodasi, pasien hiperopia dapat memfokuskan bayangan dari

objek jauh di retina. Bila pasien menggunakan sebagian otot siliarisnya untuk melakukan

akomodasi jarak jauh, ia tetap masih mempunyai sisa daya akomodasi untuk melihat dengan

tegas objek yang mendekati mata sampai otot siliaris telah berkontraksi maksimum. Pada

orang tua, sewaktu lensa menjadi “presbiop”, paisen hiperopia sering tidak dapat

berakomodasi cukup kuat untuk memfokuskan objek jauh sekalipun, apalagi untuk

memfokuskan objek dekat (Guyton et al., 2008).

Myopia

Pada myopia atau “ penglihatan dekat”, sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari objek

jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang,

atau kadang-kadang karena daya bias system lensa terlalu kuat (Guyton et al., 2008).

Tidak ada mekanisme bagi myopia untuk mengurangi kekuatan lensanya karena memang

otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Pasien  myopia tidak mempunyai mekanisme

untuk memfokuskan bayangan dari objek jauh dengan tegas di retina. Namun, bila objek di

dekatkan ke mata, bayangan akhirnya akan menjadi cukup dekat sehingga dapat di fokuskan

di retina. Kemudian bila objek terus didekatkan ke mata, pasien myopia dapat menggunakan

mekanisme akomodasi agar bayangan yang terbentuk tetap terfokus secara jelas. Seorang

28

Page 29: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

pasien myopia mempunyai “titik jauh” yang terbatas untuk penglihatan jelas (Guyton et al.,

2008).

Pasien 2

Glaukoma

PEMBAGIAN GLAUKOMA

Berdasarkan penyebab, glaukoma dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Glaukoma primer, jenis ini dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan mekanisme terjadinya

glaukoma yaitu 

o a) Glaukoma primer sudut terbuka dan

o b) Glaukoma primer sudut tertutup

2. Glaukoma sekunder 

3. Glaukoma kongenital.

GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA

Gejala:

Awal :

mungkin tanpa gejala 

rasa capai pada mata 

rasa pegal pada mata 

fluktuasi tajam penglihatan 

kadang-kadang melihat seperti pelangi sekitar lampu

Lanjut :

penyempitan lapang pandang - buta

Pemeriksaan :

29

Page 30: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

visus mungkin masih baik, kecuali pada stadium lanjut

mata tenang

bilik mata depan dalam

0,5)oftalmoskopik: tampak penggaungan yang melebar (CD ratio

gonioskopik: sudut terbuka dan normal

21 mmHgtonometrik: tekanan

pemeriksaan lapang pandang: kelainan lapang pandang ( skotoma Bjerrum, skotoma Seidel,

skotoma arcuata atau nasal step)

OCT: terdapat penipisan serabut saraf . 

LOW TENSION GLAUKOMA/ NORMOTENSION GLAUKOMA

Terdapat glaukoma dengan tekanan tidak tinggi, mungkin hanya sekitar 20 mmHg atau di

bawahnya, tetapi terdapat kerusakan papil saraf optik dan kelainan lapang pandang yang berciri

kerusakan karena tekanan tinggi, dan pada pemeriksaan OCT terdapat penipisan serabut saraf.

Keadaan ini mempunyai gejala dan tanda seperti glaukoma primer sudut terbuka, terapi sama

dengan glaukoma primer sudut terbuka.

GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP

Gejala:

Akut :

rasa sakit berat (cekot-cekot) di mata, dapat sampai sakit kepala dan muntah-muntah. 

mata merah, berair 

penglihatan kabur

Kronik :

gejala hampir sama dengan yang akut tetapi rasa sakit, merah dan kabur dapat hilang dengan

sendirinya, dan terjadi serangan berulang beberapa kali. Biasanya rasa sakit kurang berat

dibandingkan dengan yang akut.

30

Page 31: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Pemeriksaan:

Akut :

visus turun 

konjungtiva hiperemi 

kornea keruh/udem 

bilik mata depan dangkal 

pupil lebar/lonjong dengan diameter ? 6-7 mm 

oftalmoskopik: papil mungkin masih normal 

tonometrik : tekanan intraokuler tinggi, bisa sampai 60 mmHg 

gonioskopik: sudut tertutup 

lapang pandang: terdapat kelainan yang tidak khas, atau mungkin masih normal. 

Kronik:

seperti tanda akut tetapi biasanya lebih ringan 

dijumpai tanda-tanda bahwa proses telah berlangsung berulang dan lama yaitu: degenerasi

koenea, atrofi iris, neovaskularisasi iris,glaukoma flecken dan sinekia anterior perifer.

GLAUKOMA SEKUNDER

Pada glaukoma jenis ini terjadi akibat penyakit/kelainan mata yang lain misalnya:

12. Inflamasi mata/ uveitis 

13. Trauma yang merusak sudut iridokornea atau menyebabkan iris menutup sudut atau

menyebabkan blok pupil atau blok silier. 

14. Kelainan lensa. Misal lensa maju akibat katarak insipien. 

15. Obat-obatan, misal pemakaian steroid yang lama. 

16. Neovaskularisasi sudut, misal pada penderita Diabetes Melitus. 

17. Sindroma pigmentari, disini terdapat sumbatan trabekulum oleh pigmen iris. 

18. Sindroma eksfoliatif, terdapat sumbatan pada trabekulum oleh bahan yang lepas pada

sindroma ini. 

31

Page 32: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

19. Kenaikan tahanan vena episklera, misal adanya fistula karotiko-kavernosa. 

GLAUKOMA KONGENITAL

Glaukoma ini disebut juga glaukoma infantil, terjadi pada bayi dan anak yang disebabkan

oleh kelainan pembentukan sudut iridokornea. Gejala dan tanda dapat terlihat pada saat lahir

atau pada tahun awal kehidupan.

12. Apa saja uji persepsi warna yang sederhana?

32

Page 33: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

Ishihara test adalah sebuah metode pengetesan buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu

Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang.Sejak saat itu, tes ini terus

digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang

didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran.Titik berwarna tersebut

disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang

buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal.

Tes berikutnya adalah tes Farnsworth munsell. Tes ini berfungsi sebagai tes lanjutan dari tes

Ishihara yang hanya dapat menentukan kelainan partial atau tidaknya. Sedangkan tes farnsworth

munsell, bisa melakukan screening kelemahan warna tertentu, seperti kelemahan terhadap warna

merah (protan), kelemahan terhadap warna hijau (deutan), dan kelemahan terhadap warna biru

(tritan).

Ishihara Test

Peralatan untuk tes buta wana ini berupa buku yang berisi plate-plate warna yang disusun dari

bulatan-bulatan kecil berwarna-warni sehingga membentuk sebuah image berupa angka. Untuk

pengujiannya pun tidaklah sulit, karena hanya dengan menunjukkan gambar-gambar yang ada

kepada pasien lalu pasien di minta untuk menyebutkan angka yang ada.Untuk lebih jelas

mengenai plate-plate warna tersebut, bisa kita lihat pada gambar 6.

Gambar 6. Plate-plate Ishihara test

Farnsworth Munsell test

Peralatan berikutnya adalah tes farnsworth munsell. Tes ini merupakan tes kelanjutan dari tes

ishihara.Pada tes ishihara, hasil yang didapat hanyalah mendiagnosa apakah pasien mengalami

buta warna parsial atau tidak. Sedangkan pada tes farnsworth munsell, tes ini bisa mendiagnosa

dengan melakukan screening kelemahan warna tertentu, seperti kelemahan terhadap warna

33

Page 34: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

merah (protan), kelemahan terhadap warna hijau (deutan), dan kelemahan terhadap warna biru

(tritan) (Birch, 2001).

Untuk pengujian tes farnsworth munsell D-15 ini pun tidaklah sulit. Pasien diminta untuk

menghafal urutan-urutan warna pada koin-koin yang sudah disiapkan.Lalu kita melakukan acak

warna pada koin-koin warna tersebut.Setelah koin-koin warna tersebut di acak, maka pasien di

minta untuk mengurutkan kembali warna-warna yang ada.Setelah selesai, maka kita bisa

menyocokkan urutan warna yang telah di susun kembali oleh pasien.Untuk lebih jelas mengenai

koin-koin warna pada tes farnsworh munsell, bisa di lihat pada gambar 7.

13. Gambar 7. Koin-koin warna farnsworth munsell

Holmgren Test

Kemampuan membedakan warna

Sekumpulan benang wol yg dicampur, kemudian dapat menyamakan benang satuan dan

memisahkan dari campuran benang wol serta dapat mengurutkan dari warna muda ke warna tua

dan sebaliknya.

34

Page 35: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

a. Pasien pertama dalam skenario menderita presbiopi sedangkan pasien kedua belum bisa

dipastikan diagnosisnya karena harus dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu.

b. Usia pasien pertama (45 tahun) merupakan faktor risiko terjadinya presbiopi karena

usianya yang semakin lanjut menyebabkan menurunnya kemampuan media refrakter untuk

membiaskan cahaya tepat pada retina dan juga berkurangnya elastisitas pada lensa mata

yang menyebabkan berkurangnya kemampuan lensa mata untuk berakomodasi.

c. Pasien kedua harus dilakukan pemeriksaan persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri,

konfrontasi dan refleks fundus terlebih dahulu untuk mengetahui diagnosis yang lebih

pasti.

B. Saran

a. Pada pasien pertama, untuk membantu penderita agar bisa membaca dekat kembali, bisa

dikombinasikan dengan kacamata lensa cembung (+) untuk membantu lensa mata

berakomodasi.

b. Pada pasien kedua, pemeriksaan lanjutan harus segera dilaksanakan agar dokter lebih cepat

menegakkan diagnosis, untuk penatalaksanaan sementara bisa diberikan analgesik untuk

mengurangi rasa nyeri pada mata.

35

Page 36: Laporan Tutorial Skenario1 Blok Matta

DAFTAR PUSTAKA

Birch, J. (2001). Diagnosis of detective color vision. London: oxford university press

Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ilyas, S. and Yulianti, S. R. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI.

Ilyas, S. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung Seto.

Istiqomah, I. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC

Rumah Sakit Mata dr. Yap. 2008. http://www.rsmyap.com/content/view/70/38/ (diakses pada

Jumat, 19 September 2013).

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.

Yanoff M, Cameron d.2011. Diseases of the visual system. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Cecil

Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier

36