Tutorial Skenario 2 Blok 7

25
Skenario II Sesak napas Dodi, seorang anak laki-laki usia 13 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan batuk-batuk selama 2 minggu. Batuk dirasakan selalu timbul pada malam hari. Pasien juga mengalami demam ringan, tetapi tidak pernah diukur berapa suhunya. Menurut ibunya, Dodi tidak ada sesak napas (mengi) ketika batuk malam hari. Sering bersin dan nasal kongesti pagi hari ketika kedinginan dan ingin berangkat ke sekolah. Dahulu, dia mempunyai keluhan yang sama tapi kali ini yang paling buruk. Arnold tidak mempunyai alergi makanan dan obat-obatan. Riwayat penyakit dahulu eczema dan kulit kering sejak lahir. Namun secara umum dia sehat dan sudah diberikan imunisasi lengkap. Riwayat penyakit keluarga kakaknya menderita asma. Dalam lingkungan rumah tidak ada perokok dan hewan peliharaan. Dua hari kemudian pasien datang kembali dengan keluhan sesak napas disertai mengi. Pasien sadar dan kooperatif, posisi duduk, ketika diajak bicara jawabannya hanya 1-2 kata (beberapa kata) tampak sesak dan gelisah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

description

fk

Transcript of Tutorial Skenario 2 Blok 7

Page 1: Tutorial Skenario 2 Blok 7

Skenario II

Sesak napas

Dodi, seorang anak laki-laki usia 13 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan

batuk-batuk selama 2 minggu. Batuk dirasakan selalu timbul pada malam hari. Pasien

juga mengalami demam ringan, tetapi tidak pernah diukur berapa suhunya. Menurut

ibunya, Dodi tidak ada sesak napas (mengi) ketika batuk malam hari. Sering bersin dan

nasal kongesti pagi hari ketika kedinginan dan ingin berangkat ke sekolah. Dahulu, dia

mempunyai keluhan yang sama tapi kali ini yang paling buruk. Arnold tidak

mempunyai alergi makanan dan obat-obatan.

Riwayat penyakit dahulu eczema dan kulit kering sejak lahir. Namun secara umum

dia sehat dan sudah diberikan imunisasi lengkap. Riwayat penyakit keluarga kakaknya

menderita asma. Dalam lingkungan rumah tidak ada perokok dan hewan peliharaan.

Dua hari kemudian pasien datang kembali dengan keluhan sesak napas disertai mengi. Pasien

sadar dan kooperatif, posisi duduk, ketika diajak bicara jawabannya hanya 1-2 kata (beberapa

kata) tampak sesak dan gelisah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan

• Tanda vital: Suhu 37.8 C Nadi:110x/m, RR 25x/menit, TD 100/60, oxygen saturation 95%

in room air.

• Mata jernih, mukosa nasal sembab tidak ada discharge,

• Ada multiple small lymph nodes teraba di leher bagian atas.

• AP diameter meningkat, hipersonor pada perkusi, ronkhi dan wheezing terdengar keras

pada auskultasi, terdapat retraksi suprasternal.

• Jantung regular, tidak ada murmur.

I. Klarifikasi Istilah

a. Kongesti (congestion)

Akumulasi cairan yang abnormal seperti darah di suatu bagian tertentu. (Dorlan,2005)

b. eczema

dermatitis pulovesikuler yang gatal timbul sebagai reaksi terhadap andogen dan

eksogen yang pada fase akut ditandai dengan eritema, edema karna eksudat serosa do

sel epidermis (spongiosis), dan infiltrate radang di dalam dermis, basah, vesikulasi

Page 2: Tutorial Skenario 2 Blok 7

pembentukan krusta dan skuama. Sedangkan pada fase krnis terdapat likenifikasi atau

penebalan atau keduanya, hiper-hipo pigmentasi atau keduanya.

Dermatitis atopic adalah yang paling umum. (Dorlan, 2005)

c. kulit kering

d. asma

serangan berulang disapnea paroksimal, dengan radang jalan napas dan mengi karena

kontraksi spasmodik bronkus. Asma dapat disebabkan oleh latihan fisik berat, partikel

iritan (allergen), psiklogis, dll. (Dorlan, 2005)

e. sadar (Conscious)

memiliki kesadaran dan kewaspadaan terhadap diri sendiri, tindakannya, dan

lingkungan di sekitarnya.

(Dorlan, 2005)

f. oxygen saturation 95% in room air

saturation: tindakan menjenuhkan atau keadaan jenuh,

oxygen saturation: Ukuran derajat pengikatan Hb yang diukur dengan menggunakan

oksimeter yang dinyatakan dengan presentase pembagian oksigen sebenarnya dengan

kapasitas oksigen maksimum diklaikan dengan 100. (Dorlan,2005)

g. discharge

memberikan kebebasan atau bebas, eksresi atau bahan yang dikeluarkan.

h. multiple small lymph nodes

kelenjar limfe kecil.

i. AP diameter meningkat

j. Hipersonor

Suara perkusi pada daerah yang berongga kosong yang biasanya menjadi indikasi

asma kronik dengan bentuk dada barrel chest.

(Mark.H. Swart. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC)

k. Ronkhi

Suara napas abnormal yang mempunya ciri terdengar gaduh-dalam, terdengar saat ekspirasi.(Mark.H. Swart. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC)

Page 3: Tutorial Skenario 2 Blok 7

l. Wheezing/ mengi

Suara napas abnormal yang mempunya ciri terdengar seperti bersiul, kontinyu yang

terdenga saat inspirasi-ekspirasi tetapi lebih terdengar pada ekspirasi, nyaring. Yang

dapat diesebabkan oleh perubahan suhu, allergen atau irritant terhadap bronkus

latihan jasmani.

(Mark.H. Swart. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC)

m. retraksi suprasternal

n. murmur

II. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana Dodi bisa mengalami batuk?

2. Mengapa Dodi sering bersin dan nasal kongesti pagi hari ketika kedinginan dan

ingin berangkat ke sekolah

3. Mengapa Dodi pernah menderita eczema dan apa korelasi antara eczema, kulit

kering dan keluhan Dodi?

4. Bagaimana imunisasi yang lengkap yang telah diberikan kepada Dodi?

5. Mengapa dua hari kemudian Dodi datang kembali dengan keluhan sesak napas

disertai mengi?

6. Mengapa Dodi diklasifikasikan dalam keadaan sadar?

7. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik Dodi?

III. Analisis Masalah

1. Batuk adalah cara tubuh untuk membersihkan tractus respiratorius dari

mikroorgnisme atau allergen.

Penyebab batuk

a. Iritan atau allergen, seperti asap (rokok, kendaraan bermotor, pembakaran

pabrik, pembakaran hutan, dll), SO2

Page 4: Tutorial Skenario 2 Blok 7

b. Mekanik seperti retensi seret bronkopulmoner, benda asing dalam tractus

respiratorius, postnasal drip, aspirasi.

c. Penyakit paru obstruktif seperti bronchitis kronis, asma, emfisema, fibrosis

kistik, bronkietaksis.

d. Penyakit paru restriktif seperti pnemokoniosis, penyakit kolagen, penyakit

granulomatosa.

e. Infeksi seperti laryngitis akut, bronchitis akut, pneumonia, pleuritis,

pericarditis.

f. Tumor seperti tumor larynx, tumor paru.

Page 5: Tutorial Skenario 2 Blok 7
Page 6: Tutorial Skenario 2 Blok 7

Refleks batuk adalah reseptor batuk (larynx, bronchus, telinga, pleura, gaster,

nasal, sinus paranasalis, pharynx, pericardium, dan diafragma) serabut efferent

dari masing masing reseptor batuk pusat batuk di m. oblongata serabut

efferent efektor.

Page 7: Tutorial Skenario 2 Blok 7
Page 8: Tutorial Skenario 2 Blok 7

Mekanisme batuk adalah sebagai berikut:

a. Fase iritasi atau irritation

b. Fase inspirasi atau inspiration

c. Fase kompresi atau compression

d. Fase ekspulsi atau expulsion

Referensi: Fisiologi Sherwood dan Aditama, Yoga. 1993. Patofisiologi Batuk.

Jakarta: Pulmonolog FK UI.

2. Karena……..

3. Eczema atau dermatitis atopic adalah inflamasi kulit kronis dan residif yang

biasanya terjadi pada bayi dan anak-anakyang berhubungan dengan IgE dalam

serum serta riwayat atopic dalam keluarga seperto rhinitis alergika,asma bronkial

dan konjungtivis alergika.

Factor pemicu

a. Genetika

Kecenderungan diturunkan secara autosomal dominan dimana 75% anak

mengalami alergi bila kedua orangtua memiliki riwayt alergi, sedangkan

Page 9: Tutorial Skenario 2 Blok 7

kemungkinananya adalah 50% bila salah satu orangtua memiliki riwayat

alergi.

b. Social

Status social dapat mempengaruhi gaya hidup dan lingkungan tempat tinggal,

karena kebersihan pada kalangan dengan status social yang buruk lebih sering

ditemukan dermatitis atopic.

c. Jumlah anggota keluarga berbanding terbalik dengan kejadian dermatitis

atopic, karena ditularkan oleh anggota keluarga tua daripada yang muda.

d. Laktasi ibu, karena kemungkinan menderita dermatitis atopic berbanding

terbalik dengan lamanya anak tersebut diberi ASI.

e. Pengenalan makanan padat terlalu dini yaitu kurang dari 4 bulan dapat

memicu hipersensitivitas terhadap allergen makanan seperti susu sapi, telur,

kacang-kacangan, gandum, dll.

f. Polusi lingkungan dan bahan kimia.

Mekanisme eksim dengan IgE (?)

4. Imunisasi lengkap yang telah diberikan kepada Dodi adalah:

Umur Jenis Imunisasi

<7 hari Hepatitis B (HB) 0

1 bulan BCG, Polio I

2 bulan DPT/HB 1, Polio 2

3 bulan DPT/HB 2, Polio 3

4 bulan DPT/HB 3, Polio 4

9 bulan Campak

a. Hepatitis B (HB)

Mencegah penyakit hepatitis B.

b. BCG

Mencegah penyakit TBC.

Page 10: Tutorial Skenario 2 Blok 7

c. Polio

Mencegah penyakit polio yang menyebabkan kelumpuhan atau kecacatan.

d. DPT-HB

Mencegah penyakit difteri, pertussis dan tetanus.

e. Campak

Mencegah penyakit campak.

(Ranuh, I.G.N. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi 3. Jakarta: Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.)

5. Karena

6. Dodi diklasifikasikan dalam keadaan sadar dengan beberapa klasifikasi status

kesadaran:

a. Compos mentis (conscious): Kesadaran normal, sadar sepeenuhnya, dapat

menjawab pertanyaan.

b. Apatis: Acuh tak acuh dengan sekitarnya.

c. Derilium: Gelisah, disorientasi, memberontak, berteriak teriak, berhalusinasi,

berkhayal.

d. Somnolen (obtundasi atau letargi): kesadaran menurun, respon psikomotot

lambat, mudah tertidur, kesadaran pulih apabila diberi stimulant dengan

dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal.

e. Stupor (spoor koma): Tertidur lelap, respon terhadap nyeri.

f. Coma (Comatose): tidak bisa dibangunkan, taka da respon terhadap apapun.

GCS

Page 11: Tutorial Skenario 2 Blok 7

GCS biasa digunakan untuk menilai bagaimana status cedera seseorang.

Cedera kepala ringan (CKR): 14-15

Cedera kepala sedang (CKS): 9-13

Cedera kepala berat (CKB): 3-8.

(Weinstock, Doris. 2010. Rujukan Cepat di ruang ICU/CCU. Jakarta: EGC)

7. Interpretasi dari pemeriksaan fisik Dodi

8. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

• Tanda vital: Suhu 37.8 C Nadi:110x/m, RR 25x/menit, TD 100/60, oxygen

saturation 95% in room air.

• Mata jernih, mukosa nasal sembab tidak ada discharge,

• Ada multiple small lymph nodes teraba di leher bagian atas.

• AP diameter meningkat, hipersonor pada perkusi, ronkhi dan wheezing

terdengar keras pada auskultasi, terdapat retraksi suprasternal.

• Jantung regular, tidak ada murmur.

IV. Kerangka Konsep

Page 12: Tutorial Skenario 2 Blok 7

V. Learning Object (LO)

1. Asma (padang,nabila)

Asma bronkial (yulis,gita)

Emfusi paru(sony,desi)

2. Bronkitis kronis(nadia,agung)

3. PPOK (daru,ismi)

Jawaban

1. Asma adalah inflamasi tractus respiratorius kronik dengan serangan berulang

karena kontraksi spasmodic bronkus.

Yang dapat menyebabkan asma adalah:

a. Pemicu Asma (Trigger)

Pemicu asma dapat mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.

Umumnya pemicu mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus seharihari, seperti perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.

b. Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi.

Umumnya penyebab asma adalah allergen, yang tampil dalam bentuk ingestan yaitu alergen yang masuk tubuh melalui mulut, inhalan yaitu alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut, dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit.

Faktor Risiko Asma1,2,7-10

Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan. 1. Faktor Genetik

a. Atopi/alergiHal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

Page 13: Tutorial Skenario 2 Blok 7

b. Hipereaktivitas bronkusSaluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis kelaminPria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

d. Ras/etnike. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

2. Faktor lingkungana. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang

seperti anjing, kucing, dan lain-lain).b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).

3. Faktor laina. Alergen makanan Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap

pengawet, dan pewarna makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentuContoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.

c. Bahan yang mengiritasiContoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

d. Ekspresi emosi berlebihStres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangang. Exercise-induced asthma

Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

Page 14: Tutorial Skenario 2 Blok 7

h. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).

i. Status ekonomi

gejala penyakit asma adalah: • Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan • Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak • Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari • Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu • Respons terhadap pemberian bronkodilator

Klasifikasi asmaKlasifikasi Menurut Etiologi

Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi, terutama dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.

Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma

Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat.

KLASIFIKASI TINGKAT KEPARAHAN ASMA

KATEGORI GEJALA/HARI GEJALA/MALAM

FUNGSI PARU

PEF atau PEV1

Variabel PEF

Page 15: Tutorial Skenario 2 Blok 7

Step 1 Intermitten

≤ 2X dalam seminggu Nilai PEF normal dalam kondisi serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas.

≤ 2X dalam

sebulan

≥ 80%

< 20%

Step 2 Mild

intermitten

≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk, bisa mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadangkadang menggunakan retraksi iga ketika bernapas

≥ 2X dalam

sebulan

≥ 80%

20% – 30%

Step 3 Moderate persistent

Setiap hari Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan retraksi iga ketika bernapas,.

≥ 1X dalam seming

gu

60% - 80%

> 30%

Step 4 Severe

persistent

Sering Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi: Abnormal pergerakan thoracoabdominal.

Sering ≤ 60%

> 30% Diambil dari GINA (2005). Global Strategy for Asthma Management and

Prevention, www.ginasthma.com; Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). MedicalSurgical Nursing. St. Louis, Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing Care of Infants and Children. St. Louis, Missauri: Mosby.

Klasifikasi Menurut Kontrol Asma

Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit.

Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.

Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala

Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit, pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat

Page 16: Tutorial Skenario 2 Blok 7

inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1).

Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.

Diagnosis Asma1,2

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko. Pada penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran respons dapat membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah dengan waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut ambang kontrol.

Penegakan diagnose asma adalah:Anamnesis• Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan • Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak • Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari • Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu • Respons terhadap pemberian bronkodilator • Riwayat alergi / atopi • Penyakit lain yang memberatkan • Perkembangan penyakit dan pengobatan Riwayat social

·

Perawatan/

tempat kerja, sekolah

·

Riwayat keluarga Riwayat asma, alergi, sinusitis, rinitis, eksim atau polip nasal pada anggota

keluarga dekat

Page 17: Tutorial Skenario 2 Blok 7

berpengaruh

·

pendidikan

·

Riwayat eksaserbasi ·

dan gejala

·

lama, frekuensi, derajat

berat·

eksaserbasi dan

beratnya/tahun

·

biasanya

Pemeriksaan fiisk asmaInspeksi Durasi ekspirasi memanjangnapas cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada.AuskultasiBunyi wheezing atau mengi +

Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan spirometri

Alat pengukur fungsi paru dengan mengukur volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Manfaat

b. Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

c. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma d. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE

spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus.

Page 18: Tutorial Skenario 2 Blok 7

Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).

e. pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

Page 19: Tutorial Skenario 2 Blok 7

f. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di samping itu, ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.

Tata laksana asma:1. Berikan oksigen 2-4L/menit tetapi tergantung derajat asma2. Infus d 5% 8 tetes/menit jika bukan gagal jantung tetesan boleh dipercepat.3. Posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal tinggi. Bla shock posisi kepala jangan

tinggi.4. Cari penyebab penyakit sesuai dengan kausal dan obati kausalnya.

Perhimpunan Dokter Paru Inodnesia (PDPI). 2006. Asma: Pedodman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Sundaru H, Sukanto. 2006. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Page 20: Tutorial Skenario 2 Blok 7

Daftar pustaka:

Dorlan. 1998. Kamus saku kedokteran Dorlan Edisi 2. Alih bahasa dr. Poppy Kumala,

dr. Sugiarto Komala, dr. alexander H. Santoso, dr. Johannes Rubijanto Sulaiman, dr.

Yuliasari Rienita. Jakarta: EGC

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC

Mark.H. Swart. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC

Ranuh, I.G.N. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi 3. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Weinstock, Doris. 2010. Rujukan Cepat di ruang ICU/CCU. Jakarta: EGC

Price, S & Wilson, L.M. 1995. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Paru Inodnesia (PDPI). 2006. Asma: Pedodman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Sundaru H, Sukanto. 2006. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia