Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

82
LAPORAN TUTORIAL BLOK 17 SKENARIO A DISUSUN OLEH Kelompok Tutorial A 2 Tutor : dr. Alfian Nur haniyyah 04011381320021 Indah Meita Said 04011381320031 Maya Indah Sari 04011181320055 Nova Pebi Putri 04011281320005 Ratu Rizki Ana 04011381320047 Hana Yuniko 04011281320025 Rostika Fajrastuti 04011181320093 Muhammad Hadi 04011281320035 Nadya Aviodita 04011381320035 Ayu Laisitawati 04011181320009 Mia Esta Poetri 04011281320033 Bella Melinda 04011281320041 Eriza Dwi Indah 04011181320023 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

description

nn.anita

Transcript of Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Page 1: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

LAPORANTUTORIAL BLOK 17

SKENARIO A

DISUSUN OLEHKelompok Tutorial A 2

Tutor : dr. Alfian

Nur haniyyah 04011381320021Indah Meita Said 04011381320031Maya Indah Sari 04011181320055Nova Pebi Putri 04011281320005Ratu Rizki Ana 04011381320047Hana Yuniko 04011281320025Rostika Fajrastuti 04011181320093Muhammad Hadi 04011281320035Nadya Aviodita 04011381320035Ayu Laisitawati 04011181320009Mia Esta Poetri 04011281320033Bella Melinda 04011281320041Eriza Dwi Indah 04011181320023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN PELAJARAN 2013-2014

Page 2: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan hidayahnya jua-lah Penyusun bisa menyelesaikan tugas Laporan Tutorial ini dengan baik tanpa aral yang memberatkan.

Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas Laporan Tutorial Skenario A yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok 17.

Terima kasih tak lupa pula Kami haturkan kepada dr. Alfian, yang telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik yang membangun sangat Kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi Penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang,9 April 2015Penyusun

Kelompok Tutorial A2

Page 3: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

SKENARIO A....................................................................................................................4

I. Klarifikasi Istilah........................................................................................................4

II. Identifikasi Masalah...................................................................................................6

III. Analisis Masalah.........................................................................................................7

IV. Hipotesis......................................................................................................................17

V. Sintesis ........................................................................................................................17

VI. Learning Issue

1. Hepatitis B.......................................................................................................28

2. Anatomi system hepatobilier.........................................................................39

3. Fisiologi system hepatobilier..........................................................................45

4. Ikterik..............................................................................................................50

VII. Kerangka Konsep.......................................................................................................53

KESIMPULAN .................................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................55

Page 4: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

SKENARIO A BLOK 17 TAHUN 2015

Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP dengan

keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK seperti the tua.

Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada. 10 hari yang lalu Nn.Anita mengalami demam tinggi

terus-menerus. Nn.Anita hanya mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam

berkurang. Ibu dan Nn.Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu.

Pemeriksaan fisik

Kesadaran kompos mentis, BB : 50kg, TB 158 cm.

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, pernapasan : 20x/menit, suhu 36,7C.

Pemeriksaan spesifik :

Kepala : sclera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis

Leher : dalam batas normal.

Thoraks : dalam batas normal.

Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, tepi

tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness(-).

Ekstremitas : palmar eritema (-) , akral pucat (-), edema perifer (-)

Pemeriksaan laboratorium :

- Hb : 12,3 g/dl Ht : 36 vol %

- Leukosit : 8.800/mm3 Trombosit : 267.000/mm3

- LED : 104 mm/jam Bil tot : 9,49 mg/dl

- Bil direk : 8,94 mg/dl Bil indirek : 0,55 mg/dl

- SGOT : 295 u/l SGPT :376 u/l

- HBsAg(+) Anti HBs(-)

- Anti HAV IgM(-) HBeAg (-)

- Anti HBc IgM(-)

Page 5: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Klarifikasi istilah :

1. Hepatitis B : penyakit virl akut yang terutama di tularkan secara parenteral melalui

kontak personal yang erat, atau dari ibu ke neonatus. Gejala prodormal yang berupa

demam, malaise, anoreksia, mual, dan muntah, mereda seiring timbulnya gejala klinis

ikterus, angioderma, lesi kulit urtikarial , dan atritis. Setelah 3 sampai 4 bulan

kebanyakan pasien sembuh sempurna, tetapi beberapa diantaranya dapat menjadi karier

atau penyakitnya menjadi kronis.

2. Kompos mentis : kesadaran normal atau kesadaran sepenuhnya

3. Skera ikterik : warna kekuningan pada sclera akibat hiperbilirubinemia dan pigmen

empedu

4. Shifting dullness : pekak yang berpindah akibat adanya cairan bebas dalam rongga

peritonium

5. Palmar eritema : kemerahan pada palmar yang dihasilkan oleh kongesti pembuluh kapiler

6. Akral pucat : ujung jari pucat

7. Edeme perifer : retensi cairan pada kaki atau pergelangan kaki

8. HBsAg : hepatitis B survace merupakan penanda awal hepatitis B

9. SGOT : serum glutamic oxalo acetic transaminase yaitu sebuah enzim yang secara

normal berada di hati dan prgan lain, dikeluarkan kedalam darah ketikaterjadi kerusakan

hati atau perubahan permeabilitas dinding sel hati.

10. HBeAg : antigen E hepatitis yang merupakan protein dari virus dan menunjukan bahwa

virus secara aktif mereplikasi di dalam hati dan menunjukan bahwa darah seseorang serta

cairan tubuhnya sangat menular

11. Anti HAV Igm : antibody tubuh yang dibentuk sebagai tanggapan infeksi virus hepatitis

A.

12. Anti HBc Igm : antibody terhadap antigen cor yang terdapat pada sel hati setelah infeksi

virus hepatitis B yang menunjukan apakah individu tersebut sudah terpapar VHB atau

belum.

13. Anti HBs : antibody golongan IgG tergadap HBsAg yang timbul setalah terpapar virus

VHB atau setelah vaksinasi hepatitis B yang bersifat protektif.

Page 6: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

14. Bil direk : pigmen empedu yang dihasilkan melalui pemecahan heme dan reduksi

biliverdin, normalnya larut dalam air.

15. Bil indirek : yang dihasilkan melalui pemecahan heme dan reduksi biliverdin normalnya

dalam plasma

Identifikasi masalah

1. Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP

dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK

seperti the tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada.

2. 10 hari yang lalu Nn.Anita mengalami demam tinggi terus-menerus. Nn.Anita hanya

mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang.

3. Ibu dan Nn.Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu.

4. Pemeriksaan fisik

Kesadaran kompos mentis, BB : 50kg, TB 158 cm.

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, pernapasan : 20x/menit, suhu 36,7C.

5. Pemeriksaan spesifik :

Kepala : sclera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis

Leher : dalam batas normal.

Thoraks : dalam batas normal.

Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, tepi

tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness(-).

Ekstremitas : palmar eritema (-) , akral pucat (-), edema perifer (-)

6. Pemeriksaan laboratorium :

- Hb : 12,3 g/dl Ht : 36 vol %

- Leukosit : 8.800/mm3 Trombosit : 267.000/mm3

- LED : 104 mm/jam Bil tot : 9,49 mg/dl

- Bil direk : 8,94 mg/dl Bil indirek : 0,55 mg/dl

- SGOT : 295 u/l SGPT :376 u/l

- HBsAg(+) Anti HBs(-)

- Anti HAV IgM(-) HBeAg (-)

- Anti HBc IgM(-)

Page 7: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Analisis masalah

1. Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP

dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK

seperti the tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada.

a. Apa organ yang terganggu pada kasus ?

Organ yang terganggu adalah hepar dan biliaris

b. Apa penyebab dan mekanisme abnormal mata kuning dan BAK seperti teh tua?

Mata kuning diakibatkan karena peningkatan bilirubin dalam sirkulasi darah. Hal ini

dapat terjadi karena gangguan baik pada prehepatik, intrahepatik, dan post-hepatik.

Biasanya mengenai sklera terlebih dahulu karena permukaan nya kaya akan elastin,

selain itu sklera warnanya putih dan sangat terlihat jika terjadi perubahan warna.

BAK seperti teh tua karena terjadi peningkatan kadar bilirubin direk/ konjugasi dalam

urin sehingga warna urin menjadi lebih pekat.

c. Bagaimana hub jk, usia, dan pekerjaan terhadap kasus?

Persentase hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- 49 tahun (11,92%), umur

>60

tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positif

pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%)

d. Apa indikasi tidak ada keluhan BAB dan gatal-gatal pada kasus?

Bilirubin direk biasanya di konversi menjadi sterkobilinogen dan urobilinogen.

Sterkobilinogen digunakan untuk mewarnai feses, sedangkan urobilinogen untuk

mewarnai urin. Sebagian besar sterkobilinogen keluar melalui tinja dan mewarnai

tinja dan mencapai jumlah kecil mencapai air seni, sehingga BAB masih baik-baik

saja pewarnaannya.

Page 8: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

e. Bagaimana hubungan keluhan mata kuning sejak satu minggu yang lalu Nn.anita

dengan riwayat mengidap hepatitis B sejak satu tahun yang lalu?

Hubungannya, karena hepatitis B menyebabkan bilirubin di pembuluh darah

meningkat sehingga menyebabkan mata kuning.

2. 10 hari yang lalu Nn.Anita mengalami demam tinggi terus-menerus. Nn.Anita hanya

mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang.

a. Bagaimana penyebab dan mekanisme demam tinggi terus-menerus pada kasus?

sebagai reaksi proses inflamasi akut pada hepar akibat virus

Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar

tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses

peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh

kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat

toksin tertentu yang  sebagai pirogen eksogen.

Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya

dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit,

makrofag, dan  untuk memakannya (fagositosis). Dengan adanya proses fagosit ini,

tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata-senjata berupa zat kimia yang

dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti

infeksi. Pirogen endogen yang keluar selanjutnya akan merangsang sel-sel epitel

hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asan arakhidonat. Asam

arakhidonat yang di keluarkan oleh hipotalamus akan memacu pengeluaran

prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari

thermostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan

titik patokan suhu tubuh (diatas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini

dikarenakan thermostat tubuh (hipotalamus) merasa  bahwa suhu tubuh sekarang di

bawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses

menggigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh

yang lebih banyak.

3. Ibu dan Nn.Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu.

Page 9: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

a. bagaimana klasifiksasi hepatitis B ?

- hepatitis akut

- hepatitis kronik Hepatitis B kronik diartikan sebagai penderita dengan virus

hepatitis B yang bertahan lebih dari 6 bulan setelah infeksi akut.

1. aktif : Pada penderita ini dapat ditemui tanda-tanda penyakit hati kronik, seperti

pembesaran hati, kemerahan pada telapak tangan, serta pelebaran pembuluh darah

kecil

2. tidak aktif : Pada penderita ini tidak terdapat gejala.

b. Adakah hubungan riwayat hepatitis B dengan keluhan terhadap kasus?

Ibu Nn. Anita terinfeksi HBV => menurunkan secara genetik ke Nn. Anita =>

Hepatitis B kronis => infeksi dan inflamasi => keluhan

Replikasi virus berlebihan => inflamasi akut => demam tinggi 10 hari terakhir.

c. Bagaimana fisiologi bilirubin?

Fisiologi pembentukan bilirubin :

a. Produksi bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk

akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari

penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan

protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. 1 gram

hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin indirek.

Oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim

heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ

lain.Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh

enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen

serta pada pH normal bersifat tidak larut.

b. Transport bilirubin

Page 10: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Bilirubin indirek ditransfer melalui membrane sel ke dalam hepatosit. Di dalam sel

hepar, bilirubin terikat pada ligandi dan sebagian kecil pada glutation S-transferase

lain dan protein Z. Sebagian besar bilirubin indirek yang masuk ke dalam hepatosit

akan dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu.

c. Konjugasi bilirubin

Di dalam hepatosit , bilirubin indirect dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide

dengan bantuan enzim ahila uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG) yang

mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi

bilirubin diglukoronide terjadi di membrane kanlikulus. Bilirubin natural X dapat

diekskresikan langsung ke dalam empedu tanpa mengalami proses konjugasi .

d. Ekskresi bilirubin

Setelah bilirubin indirek mengalami proses konjugasi menjadi bilirubin direk yang

dapat larut ke dalam ar dan diekskresi dengan cepat ke system empedu kemudian ke

usus. Di usus, bilirubin direk tidak mengalami proses absorpsi. Sebagian kecil

bilirubin direct dihidrolisis menjadi bilirubin indirect oleh enzim beta-glukoronidase

yang terdapat dalam usus dan di absorpsi kembali. Siklus ini disebut siklus

enterohepatis.

4. Pemeriksaan fisik

: 20x/menit, suhu 36,7C.

Pemeriksaan spesifik :

Kepala : sclera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis

Leher : dalam batas normal.

Thoraks : dalam batas normal.

Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, tepi

tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness(-).

Ekstremitas : palmar eritema (-) , akral pucat (-), edema perifer (-)

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik & pemeriksaan spesifik?

Page 11: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17
Page 12: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Interpretasi dan Mekanisme Abnormal dari Pemeriksaan Umum dan Spesifik

No

.Hasil Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Interpretasi Hasil

Pemeriksaan Umum

1.Sensorium: Kompos

MentisKompos Mentis Nnormal

2. Tekanan Darah : 110/70

Rata -rata 120/80

mmHg (Nilai

Normal = 110/60-

130/85)

Normal

3. RR : 20 x/menit 16 – 24 x/menit Normal

4. Nadi : 90 x/menit 60 – 100 x/menit Normal

5. Temperatur : 36,7°C 36,5 – 37,5°C Normal

Pemeriksaan Spesifik

Mata

6. Konjuntiva tidak anemis Tidak anemis Normal

7. Sklera ikterik Putih

Ikterus (pigmentasi kuning

pada kulit yang disebabkan

oleh hiperbilirubinemia)

Leher

8. Dalam Batas Normal

Dada

9. Dalam Batas Normal

Abdomen

10. I: Datar Datar Normal

11. Palpasi = Lemas Lemas Normal

12.

P = Hepar teraba 2 JBAC,

tepi tumpul, konsistensi

lunak, nyeri tekan (+)

Hepar tidak teraba

Nyeri tekan (-)Abnormal : Hepatomegali

13. P = shifting dullness (-) shifting dullness (-) Normal

Ekstremitas

14. Palmar eritema (-) Palmar eritema (-) Normal

15. Akral Pucat (-) Akral Pucat (-) Normal

16. Edema perifer (-) Edema perifer (-) Normal

Page 13: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Mekanisme abnormal:

Sklera ikterik

Infeksi virus hepatitis B Akut on Kronik pada hepatosit hepatosit yang terinfeksi dapat

menyintesis dan menyekresikan protein permukaan non infektif (HBsAg) dalam jumlah

besar aktivasi limfosit sel T CD8+ sititoksik dan aktivasi respon inflamasi

pembengkakan dan disorganisasi hepatosit menekan dan menghambat kanalikuli atau

kolangiola kolestasis intrahepatik aliran bilirubin terkonjugasi terhambat Bilirubin

terkonjugasi masuk kembali kedalam sirkulasi sistemik sklera ikterik.

Hepar teraba 2 JBAC, tepi tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+)

Infeksi virus hepatitis B Akut on Kronik pada hepatosit Stimulasi respon inflamasi

akumulasi sel radang akut, peningkatan pemeabilitas vaskular pada hepar hepatomegali.

5. Pemeriksaan laboratorium

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?

Page 14: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

1) Hb : 12,3 g/dl (normal)

2) Ht : 36 vol % (normal)

3) Leukosit : 8.800/mm3 (normal)

4) Trombosit : 267.000/mm3 (normal)

5) LED : 104 mm/jam

Nilai normal : Wes 0-20 mm/jam

Win 0-15 mm/jam

Interpretasi : meningkat

Mekanisme : karena adanya proses inflamasi dan infeksi akut,

6) Bil tot : 9,49 mg/dl

Nilai normal : 0,1-1,2 mg/dL

Interpretasi : meningkat

Mekanisme : kongesti sistem hepatobilier

7) Bil direk : 8,94 mg/dl

Nilai normal : 0,1-0,3 mg/dL

Interpretasi : meningkat

Mekanisme : kongesti sistem hepatobilier

8) Bil indirek : 0,55 mg/dl

Bil indirek : 0,55 mg/dl

Nilai normal : 0,1-1 mg/dL

Interpretasi : normal

9) SGOT : 295 u/l SGPT :376 u/l

SGOT

Perempuan : < 31 U/L

Laki-laki       : < 35 U/L

SGPT

Perempuan : < 31 U/L

Laki-laki       : < 41 U/L

Mekanisme: Nn. Anita => Infeksi Hepatitis B kronik => terjadinya proses infeksi

dan inflamasi di hepar => pemecahan hepatosit

10) HBsAg(+)

Page 15: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) Yaitu suatu protein yang merupakan

selubung luar partikel VHB. HBsAg yang positif menunjukkan bahwa pada saat

itu yang bersangkutan mengidap infeksi VHB.

Mekanisme: Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari

peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi

virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane

utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut

membentuk partikel virus.

11) Anti HBs(-)

Antibodi terhadap HBsAg. Antibodi ini baru muncul setelah HBsAg menghilang.

Anti HBsAg yang positif menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan telah

kebal terhadap infeksi VHB baik yang terjadi setelah suatu infeksi VHB alami

atau setelah dilakukan imunisasi hepatitis B.

Sedangkan pada kasus, Anti HBs (-) yang berarti menunjukkan belum

terbentuknya kekebalan terhadap virus Hepatitis B.

12) Anti HAV IgM(-)

Infeksi bukan termasuk fase akut. Respon kekebalan awal virus adalah IgM anti-

HAV, 2-3 minggu setelah infeksi. Antibody ini akan bertahan selama 3-6 bulan

setelah infeksi , dan akan menurun dan tidak terdeteksi.

13) HBeAg (-)

Interpretasi : pada pasien hepatitis pre core mutant (seperti pada kasus ) walaupun

HBeAg negative, virus masih dalam fase replicant.

Mekanisme abnormal :

Ada 4 fase perjalanan penyakit hepatitis B kronik, yaitu fase imunotolerens,

imunoklirens, inactive carrier state, dan fase reaktivasi. Pada fase imunoklirens,

tubuh mulai memberikan respon terhada hepatitis B dan akan mengubah HBeAg

yang positif menjadi negative dan anti-HBe menjadi positif. Setelah itu, pasien

masuk ke fase inactive carrier state dimana HBeAg yang positif menjadi negative

dan anti-HBe menjadi positif, biasanya tidak ada gejala klinis dan transaminase

normal.

Page 16: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Akan tetapi, pada pasien-pasien hepatitis kronik pre core mutant, HBeAg

negative menandakan masih tetap terjadi replikasi virus. Karena pada pasien

hepatitis kronik pre core mutant, virus telah mengalami mutasi sehingga virus

hepatitis tidak dapat menghasilkan HBeAg tetapi anti-HBe tetap dihaislkan oleh

host karena pada tingkat sel T respon imunologik terhadap HBcAg dan HBeAg

sama.

14) Anti HBc IgM(-)

Interpretasi : pasien terinfeksi virus hepatitis b kronis

b. Fungsi & cara pemeriksaan

a. HBsAg

Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg)

merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. HBsAg merupakan petanda

serologik infeksi virus hepatitis B pertama yang muncul di dalam serum dan

mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya

gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg merupakan satu-

satunya petanda serologik selama 3 – 5 minggu. Pada kasus yang sembuh, HBsAg

akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus kronis,

HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang

persisten lebih dari 6 bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10%

penderita yang memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap

positif selam bertahun-tahun.

HBsAg dan HBeAg keduanya adalah antigen (pasangan antibodi). Fungsi

pemeriksaan HbsAg  adalah untuk mengetahui apakah pasien merupakan

penderita hepatitis B, yang ditandai dengan HBsAg positif.

b. HBeAg

Fungsi pemeriksaan HBeAg adalah untuk mengetahui apakah adanya replika

virus dalam hepatosit (sel hati). HBeAg berkaitan erat dengan HBV DNA, yaitu

DNA virus Hepatitis B. Pada beberapa kasus, ada yang nilai HBeAg-nya negatif

Page 17: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

namun bukan pertanda mutlak bahwa yang bersangkutan tidak memiliki virus,

misalnya pada penderita Hepatitis B yang mengalami mutasi

c. Anti HBs

Untuk mengetahui adanya antibody / zat kekebalan terhadap virus Hepatitis B

1.Pada penderita Hepatitis B, anti HBs positif merupakan tanda kesembuhan

2.Pada pasien yang belum / sudah mmendapatkan vaksinasi Hepatitis B, jika anti

HBs positif berarti pasien sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi virus

Hepatitis B. Disarankan untuk rutin memeriksakan kadar anti HBs, jika kadar

Anti HBs menurun, perlu diberikan vaksinasi ulang

3.Jika HBsAg dan Anti HBs negatif: Pasien belum pernah terinfeksi dan belum

mempunyai kekebalan terhadap infeksi Hepatitis B, disarankan untuk vaksinasi

cara pemeriksaan :

1. Dikelurkan perangkat regen yang akan diperiksa dari lemari pendingin agar

sesuai dengan suhu ruangan.

2. Dibuka alumunium pembungkus, ambil strip.

3. Dimasukkan 100 µl sampel pada tabung reaksi.

4. Diinkubasi strip pada sampel dengan arah panah menunjukkan kebawah,

jangan melebihi garis maksimum test strip saat mencelupkan strip.

5. Dibaca hasil setelah 15 menit, hasil tidak dapat dibaca setelah 20 menit.

Interprestasi hasil :

Positif (+) : Terdapat garis merah pada garis test dan garis control.

Negatif (-) : Hanya terdapat garis merah pada garis kontrol.

Invalid : Hanya terdapat garis merah pada garis test atau tidak terdapat

garis merah pada garis test dan garis kontrol.

d. Anti HAV IgM

fungsi nya untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus Hepatitis A

e. Anti HBc IgM

Page 18: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Anti Hbc Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini pertama kali muncul pada

semua kasus dengan infeksi VHB pada saat ini (current infection) atau infeksi

pada masa yang lalu (past infection). Anti HBc dapat muncul dalam bentuk IgM

anti HBc yang sering muncul pada hepatitis B akut, karena itu positif IgM anti

HBc pada kasus hepatitis akut dapat memperkuat diagnosis hepatitis B akut.

Namun karena IgM anti HBc bisa kembali menjadi positif pada hepatitis kronik

dengan reaktivasi, IgM anti HBc tidak dapat dipakai untuk membedakan hepatitis

akut dengan hepatitis kronik secara mutlak.

Hipotesis

Nn.Anita menderita hepatitis B kronik dengan inflamasi hati akut

Sintesis

1. Bagaimana cara mendiagnosis sesuai kasus?

Anamnesis:

1. Konsumsi alkohol jangka panjang

2. Pemakaian narkotik suntikan

3. Penyakit hati menahun

Gejala klinis:

• Awalnya tidak ada gejala yang jelas dan spesifik

• Pada keadaan yang lebih berat:

- demam - nyeri kepala

- ikterus - mual/muntah

- urin berwarna coklat seperti teh

- anorexia - lemah badan

- hati membesar / mengecil - nyeri perut kanan atas

- spider naevi - splenomegali

Pemeriksaan fisik:

1. Asites dan Edema

2. Ikterik

Page 19: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

3. Konjungtiva anemis (jika anemia parah)

4. Hepatomegali

5. Splenomegali

6. Palmar eritema

7. Akral pucat

Pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Peningkatan bilirubin

b. Kelainan hematologi anemia

c. Penanda virus hepatitis B (HbsAg, HbeAg, Anti HBs, anti HBc IgM, Anti HAV

IgM)

d. Hb turun dan hipoprotrombinemia (jika sudah sangat kronis)

e. Bilirubin indirek dan Bilirubin Direk

f. SGOT/SGPT meningkat

2. Radiologi

a. Pemeriksaan radiologi barium meal, endoskopi, untuk melihat varises esophagus

b. Ultrasonografi

c. USG: melihat hati, limfa, cairan dalam abdomen’

d. CT-Scan dan MRI

e. Hepatomegali, nodul hati, splenomegali, cairan dalam abdomen

f. Pungsi cairan ascites

g. Scanning dengan menggunakan isotop

h. Biopsi hati

i. Pemeriksaan untuk causa dan USG

2. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?

- Pasien sirosis hepatis : palmar eritema +, ascites +, pitting

- Ikterus tanpa nyeri kolik,nyeri tekan pada hepar , hepatomegali : Hepatitis, hepatoma,

abses hepar

Page 20: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

- Nyeri kolik dengan menggigil , ikterus hilang timbul : obstruksi batu empedu dan

/atau hepato kolangitis.

- Murphy sign, urin gelap seperti teh, steatore, pruritus : kolesistitis.

- Kolangitis : trias charcoat (panas, nyeri perut, ikterus )

- Ikterus progresif,sakit pingang dicurigai : keganasan pancreas

- Kelainan intrahepatik : yellownish jaundice ,BAK seperti air the, dengan atau tanpa

nyeri dan nyeri tekan, BAB bisa atau tidak seperti dempul

- kelainan ekstrahepatik : greenish jaundice (kuning kehijauan)+ BAK seperti teh

pekat + BAB seperti dempul + gatal +nyeri

- prehepatik : ikterik + anemia

3. Apa saja pemeriksaan tambahan yang dapat menyingkirkan diagnosis banding?

Pemeriksaan biopsy hati untuk mebedakan kasus hepatitis akut dengan kasus reaktivasi

atau flare hepatitis kronik.

Pemeriksaan USG : hepatomegali dengan tepi tajam dan permukaan hati yang rata serta

adanya gambaran hipoechoic (dark liver) pada pasien hepatitis akut sementara pada

pasien reaktivasi / kasus flare pada hepatitis kronik didaptkan gambaran USG berupa

hepatomegali , ada gambara ekostruktur yang kasar, tidak homogeny, dan permukaan hati

yang tidak rata lagi, serta tepi hati yang tumpul.

4. Apa diagnosis kerja sesuai kasus?

Hepatitis B kronik dengan inflamasi akut fase ikterik

5. Apa definisi diagnosis kerja?

Ada 4 fase pada perjalanan penyakit hepatitis B kronik, yaitu fase imunotolerans, fase

imunklirens, inactive carrier state, dan fase reaktivasi. Pada fase imunotolerans praktis

tidak ada respon imun terhadap partikel virus hepatitis B sehingga tidak ada sitolisis sel-

sel hati yang terinfeksi dan tidak ada gejala.

Pada fase imunoklirens didapatkan kadar transaminase yang meningkat dan pada fase ini

tubuh memulai memberikn respon imun terhadap hepatitis B dan hal ini akan mengubah

Page 21: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

HBeAg yang positif menjadi negatif dan anti HBe menjadi positif. Pada fase ini terjadi

gejala klinik dan kenailan transaminase dengan berbagai tingkat mulai dari yang

asimptomatik sampai dengan gejala klinik yang parah yang dapat terjadi berulang kali.

Pada fase ini dapat terjadi eksaserbasi akut yang disebut dengan flare. Bila flare ini

terjadi berulang kali maka sirosis hati akan cepat terjadi. Setelah fase imunklirens ini

berlangsung, penderita masuk ke dalam fase inactive carrier state di mana praktis tidak

ada gejala klinik, trasaminase biasanya normal, HBeAg negatif dan anti HBe positif .

Tetapi pada sebagian pasien, walaupun HBeAg negatif dan anti HBe positif, tetapi

replikasi virus hepatitis B belum berhenti. Pasien-pasien ini mengidap infeksi hepatitis B

dengan mutant pre core, virus yang telah mengalami mutasi ini tidak mampu membuat

HBeAg tetapi anti HBe tetap dibentuk oleh host karena pada tingkat sel T respon

imunologik terhadap HBcAg dan HBeAg sama. Pada pasien dengan VHB tipe liar,

serokonversi HBeAg menjadi anti HBe merupakan pertanda baik dan kemungkinan untuk

terjadi sirosis dan hepatoma kecil. Pada pasien-pasien dengan infeksi VHB mutant pre

core karena masih adanya aktivitas penyakit dan jumlah partikel virus masih tinggi, maka

lebih sering terjadi sirosis dan hepatoma.

6. Bagaimana epidemiologi diagnosis kerja?

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China dan bagian lain

di Asia te rmasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa terinfeksi

Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-10 persen populasi

orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Penyakit hati yang disebabkan

Hepatitis B merupakan satu dari tiga penyebab kematian dari kanker pada pria, dan

penyebab utama kanker pada perempuanPresiden Perkumpulan Peneliti Hati Indonesia

(PPHI) Prof Dr Laurentius A Lesmana, mengungkapkan tingkat prevalensi penyakit

hepatitis B di Indonesia sebenarnya cukup tinggi. Secara keseluruhan jumlahnya

mencapai 13,3 juta penderita. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi tahun

2003 (lampiran), di Indonesia jumlah kasus Hepatitis B sebesar 6.654 sedangkan di

Sumbar 649, berada pada urutan ke tiga setelah DKI Jakarta dan Jatim.Dari sisi jumlah,

Indonesia ada di urutan ketiga setelah Cina (123,7 juta) dan India (30-50 juta) penderita.

Tingkat prevalensi di Indonesia antara 5-10%.

Page 22: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Pada level dunia, penderita hepatitis B memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Menurut

Prof Lesmana, jumlah penderita hepatitis B di kawasan Asia Pasifik memang lebih

banyak dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Hal itu bisa

terjadi karena di Eropa atau Amerika, hepatitis B diderita oleh orang dewasa. Sedangkan

di Asia Pasifik umumnya diidap oleh kalangan usia muda.

7. Bagaimana etiologi diagnosis kerja?

- infeksi virus

- obat-obatan

- bahan kimia

- racun

8. Bagaimana Faktor resiko diagnosis kerja?

Beberapa kelompok individu yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat

penularan infeksi HBV adalah:

- Penghuni institusi yang bersifat tertutup seperti penjara.

- Pecandu Narkotika (terutama yang menggunakan jarum suntik).

- Staf dan penderita unit dialis, petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan

darah atau produk yang berasal dari darah.

- Penderita yang sering mendapat transfusi darah.

- Individu yang sering berganti pasangan baik heteroseksual maupun homoseksual.

- Suami/istri atau anggota keluarga penderita infeksi HBV kronik.

- Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan HbsAg positif.

- Individu yang tinggal di daerah dengan prevalensi infeksi HBV tinggi.

- Populasi dari golongan sosial ekonomi rendah yang tinggal di daerah

overcrowded dan hygiene kurang walaupun prevalensi HBV rendah.

Disamping terdapat kelompok-kelompok individu yang selain mudah

terkena infeksi HBV dan bila terinfeksi cenderung untuk menetap, yaitu:

- Penderita sindrom down.

- Penderita dengan hemodialisis kronik.

- Bayi dan anak-anak kecil di daerah endemik.

Page 23: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

9. Bagaimana patofisiologi diagnosis kerja?

Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah partikel

Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan

memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan

tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B

smerangsang respon imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik

karena dapat terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan

memanfaatkan sel-sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu

dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8 + terjadi

setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada

permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel

hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan

menyebabkan meningkatnya ALT.

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi antibody

antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel

virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian

anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B dapat

diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi virus hepatitis B

yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon imun yang tidak efisien

dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor pejamu.

Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B,

hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel – sel terinfeksi, terjadinya

mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi HBeAg, integarasi genom virus

hepatitis B dalam genom sel hati

Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibody

terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor

kelamin dan hormonal.

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam

persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B pada

Page 24: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi

virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam

tubuh janin mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa

diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.

10. Bagaimana pathogenesis diagnosis kerja?

Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah

partikel dan maasuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel

hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat

dan tubuler, dan HbsAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang

respons imun tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah respons imun spesifik (innate

immune response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit

sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini tejadi tanpa restriksi HLA, yaitu

dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.

Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu dengan

mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak

reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang ada pada

permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding APC dan dibantu rangsangan sel

T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC

kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel

hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau

HbeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel hati yang

terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan

menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping itu dapat juga

terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas

IFNγ dan TNFα yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi

antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-Hbe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel VHB

bebas dan mencegah masuknya virus kedalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan

mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan

Page 25: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B kronik ternyata dapat

ditemkan adanya anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,

sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.

Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor

virus ataupun faktor pejamu.

- Faktor Virus, antara lain :

Terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang berfungsi

melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak memproduksi HbeAg,

integrasi genom VHB dala genom sel hati.

- Faktor Pejamu, antara lain :

Faktor genetik, kurangnya IFN, adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan

fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin atau hormonal.

Salah satu contoh peran imunoterapi terhadap produk VHB dalam persistensi VHB adalah

mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HbsAg dan

HbeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan adanya imunotoleransi terhadap

HbeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi VHB, sedangkan persistensi

pada usia dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi

partikel virus. Persistensi infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerahprecore

dari DNA yang menyebabkan tidak dapat diproduksinya HbeAg. Tidak adanya HbeAg

pada mutan tersebut akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.

11. Bagaimana gejala klinis diagnosis kerja?

- Mual-mual (Nausea)

- Muntah – muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga

membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga

- Diare

- Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual

Page 26: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

- Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh

- Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata, dan kulit

(Misnadiarly, 2007).

12. Bagaimana tatalaksana diagnosis kerja?

Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan maka akan

dilakukan periksaan darah. Setelah diagnosa ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka ada cara

pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan secara injeksi.

a. Pengobatan oral yang terkenal adalah;

Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang dikenal

dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-anak, Pemakaian obat

ini cenderung meningkatkan enzyme hati (ALT) untuk itu penderita akan mendapat

monitor bersinambungan dari dokter.

Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan lebih

efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk terhadap fungsi

ginjal.

Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita

Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih,

mual dan terjadi peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan pemberian

obat ini belum dikatakan stabil.

b. Pengobatan dengan injeksi/suntikan adalah ;

Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar sinar ß

yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.

Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN, ROFERON)

diberikan secara subcutan dengan skala pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16

minggu atau lebih. Efek samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada

penderita yang memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada

Page 27: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat dihilangkan

dengan pemberian paracetamol. Langkah-langkah pencegahan agar terhindar dari penyakit

Hepatitis B adalah pemberian vaksin terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi

terkena virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti

pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka yang berada

didaerah rentan banyak kasus Hepatitis B.

13. Bagaimana pencegahan diagnosis kerja?

- Memeriksa HBsAg untuk darah dan produk darah yang ditransfusikan

- Memusnahkan semua jarum habis pakai

- Menjalankan universal precautions seperti penggunaan alat yang steril, menggunakan

sarung tangan dan penutup mata serta wajah untuk menghindari terpaparnya VHB pada

waktu melakukan sentrifugasi di dalam laboratorium

- Melakukan vaksinasi hepatitis B

14. Bagaimana komplikasi diagnosis kerja?

- Munculnya jaringan parut pada hati atau mengalami penyakit sirosis hati. Infeksi pada

penyakit hepatitis B yang bisa mengakibatkan terjadinya peradangan yang pada akhirnya

akan menimbulkan jaringan parut yang lebih luas dimulai dari hati. Jaringan parut yang

terletak dihati akan membuat kemampuan hati dalam berfungsi bisa terganggu.

- Penyakit kanker hati. Orang yang mengalami infeksi penyakit hepatitis B kronik biasanya

akan mempunyai suatu peningkatan dalam resiko mengalami penyakit kanker hati.

- Gagal hati. Kegagalan hati yang sifatnya akut adalah suatu kondisi dimana ada beberapa

fungsi-fungsi vital dari mulai hati ditutup. Disaat itu terjadi, biasanya pengobatan yang

perlu dilakukan adalah dengan transplantasi hati untuk bisa mempertahankan kehidupan.

- Infeksi penyakit hepatitis D. Siapa saja yang terinfeksi oleh penyakit hepatitis B kroni

juga akan rentan untuk mengalami infeksi pada strain virus hepatitis lain misalnya adalah

hepatitis D. Anda tidak bisa terinfeksi penyakit hepatitis D terkecuali jika pernah

mengalami penyakit hepatitis B. Dan setelah penyakit hepatitis B dan juga penyakit

Page 28: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

hepatitis D yang akan membuat resiko kemungkinan dari terjadinya penyakit ini dan bisa

mengembangkan penyakit hepatitis.

- Sakit ginjal. Infeksi yang terjadi pada penyakit hepatitis B biasanya akan menimbulkan

suatu masalah sakit ginjal yang pada akhirnya bisa mengakibatkan penyakit gagal ginjal.

Anak-anak yang mempunyai resiko lebih cepat pulih dan sehat dari sakit ginjal

dibandingkan oleh orang dewasa yang bisa mengalami suatu kemungkinan penyakit

ginjal.

15. Bagaimana prognosis diagnosis kerja?

Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh berbagai factor, yang paling utama adalah

gambaran histology hati, respon imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis

B, serta respon tubuh terhadap pengobatan. Pada umumnya, prognosis pada hepatitis B

adalah Quo ad vitan & functionam: bonam.

16. Bagaimana skdi diagnosis kerja?

Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan

terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Learning issue

1. Hepatitis B

A. Definisi Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B.

Perjalanan penyakit terbagi menjadi 2 yaitu akut dan kronik. Pada fase akut, pasien

mengalami gejala infeksi yang bisa sembuh atau menjadi kegagalan hati. Sementara fase

kronik, pasien tidak nampak sakit walaupun virus hepatitis berada dalam tubuhnya.

Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang

mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva,

Page 29: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan,

sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara

12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma.

Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini

mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit penyakit

hepatitis B melalui Health Promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian

vasinasi. Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan

pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah

berkembangnya penyakit menjadi carier

B. Etiologi dan Masa Inkubasi BEP A TmS B

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini ditemukan pertama kali

oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini

termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang

disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus

partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat

Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen

permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya

virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara

epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam

penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90

hari.

C. Sumber Penularan Virus Hepatitis B.

Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:

Darah

Saliva

Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B

Feces dan urine

Page 30: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang

terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau

serangga penghisap darah.

D. Cara Penularan Virus Hepatitis B

Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :

a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk

jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo

b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus

hepatitis B.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:

a. Penularan vertical : penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif

kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada

bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan

kelompok etnik.

b. Penularan horizontal : penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus

hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B

1. Faktor Host (Penjamu)

Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbul

serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:

i.Umur

Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak

(25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana

pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada

orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam

jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.

ii.Jenis kelamin

Page 31: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.

iii.Mekanisme pertahanan tubuh

Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B,

terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum

mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang

sempurna.

iv.Kebiasaan hidup

Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya

hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian

akupuntur.

v.Pekerjaan

Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah,

dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka

dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja,

air kemih).

2. Faktor Agent

Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B

terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat

imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr

yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya. Subtype adw terjadi di

Eropa, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype

adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di

Jepang dan China.

3. Faktor Lingkungan

Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan

hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:

Page 32: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Lingkungan dengan sanitasi jelek

Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi

Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.

Daerah unit laboratorium

Daerah unit bank darah

Daerah tempat pembersihan

Daerah dialisa dan transplantasi.

Daerah unit perawatan penyakit dalam

F. Patologi Hepatitis B

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B

(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian

mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan

mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan

menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari

nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA

tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi

virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke

peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena

respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau

minimal maka terjadi keadaan karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu

adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi

sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan.

Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan

batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan

bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang

berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik

aktif.

Page 33: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

G. Manifestasi Klinis Hepatitis B

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi 2

yaitu :

1. Hepatitis B akut

Adalah manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya

matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis

B akut terdiri atas 3 yaitu :

i.Hepatitis B akut yang khas

ii.Hepatitis Fulminan

iii.Hepatitis Subklinik

2. Hepatitis B kronis

Adalah manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi

kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan

terjadi koeksistensi dengan VHB.

3. Hepatitis B akut yang khas

Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.

Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

i. Fase Praikterik (prodromal)

Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri

didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan

laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT,

Fosfatose alkali, meningkat).

ii. Fase lkterik

Page 34: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali.

timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus,

gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.

iii. Fase Penyembuhan

Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati

masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

4. Hepatitis Fulminan

Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai

prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian.

Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan

SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil,

kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah,

dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.

5. Hepatitis Kronik

Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis

ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.

H. Kelompok Resiko Tinggi Terkena Hepatitis B

Dalam epidemiologi Hapatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih sering

terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain, yang termasuk kelompok ini adalah :

1. lndividu yang karena profesi / pekerjaannya atau lingkungannya relatif lebih

sering ketularan, misal : petugas kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan), petugas

laboratorium, pengguna jarum suntik, wanita tuna susila, pria homoseksual, supir, dukun

bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi hepatitis B.

2. Individu dengan kelainan sistem kekebalan selular, misal penderita hemofilia,

hemodialisa, leukemia limfositik, penderita sindroma Down dan penderita yang

mendapat terapi imunosupresif.

Page 35: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

I. Pencegahan Hepatitis B

Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :

o Health Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan

o Specifik Protection, perlindungan secara khusus

o Early Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit, serta

pemberian pengobatan yang tepat

o Usaha membatasi cacat

o Usaha rehabilitasi .

Dalam upaya pencegahan infeksi Virus Hepatitis B, sesuai pendapat Effendi dilakukan

dengan menggabungkan antara pencegahan penularan dan pencegahan penyakit.

1. Pencegahan Penularan Hepatitis B

Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada hospes

maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan.

1. Health Promotion terhadap hos berupa pendidikan kesehatan, peningkatan

higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan mengurangi

kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menularkan virus VHB.

2. Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya:

meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB melalui

tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota dan di

desa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan

juru masak serta pelayan rumah makan.

3. Perlindungan Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi

benda-benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan

sarung tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratoriumyang langsung bersinggungan

dengan darah, serum, cairan tubuh daripenderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan,

penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan

Page 36: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu

dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (Onkologi dan Dialisa) untuk

menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita.

2. Pencegahan Penyakit

Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif

Immunisasi Aktif

Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir dari ibu

HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada

orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra

muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun.

Program pemberian sebagai berikut:

Dewasa:Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian

diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.

Anak :Diberikan dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1

bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.

Immunisasi Pasif

Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif dimana daya

lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan

menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap Post Expossure

maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HBsAs positif diberikan

HBIG 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian

ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif

diberikan HBIG 0,06 ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang

setelah 1 bulan.

I. Reaktivasi Hepatitis B Kronik

A. Definisir Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Page 37: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Reaktivasi Hepatitis B kronik adalah timbulnya aktivitas penyakit hati dengan tanda-

tanda hepatitis B akut, misalnya kenaikan kadar transaminase yang tinggi dan kadar DNA

VHB yang tinggi pada seorang penderita infeksi hepatitis B kronik yang secara klinis

sudah tenang dan HbeAg negatif, sebaliknya anti HBE positif.

Reaktivasi dapat terjadi pada karier asimptomatik, pada pasien hepatitis B kronik dan

bahkan pada pasien sirosis yang tadinya sudah inaktif, sedang bila kejadian tersebut

terjadi pada fase imunoclearance dinamakan flare.

Flare Reaktivasi

Fase Immunoescape(sesudah

fase inaktif)

Fase

immunoclearance(sebelu

m fase inaktif)

Galur virus Tipe Liar (Wild) Pre Core Mutant

HbeAg + -

Anti Hbe - +

Viral load 107 – 108 kopi/cc >105 kopi/cc

Terapi Antiviral Antiviral

B. Gejala Klinis Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Reaktivasi / flare hepatitis B kronis dapat bersifat asimptomatik, misalnya terjadinya

kenaikan transaminae tanpa disertai gejala. Bisa juga berbentuk hepatitis B akut yang

khas (typical), hepatitis berat atau bahkan hepatitis B fulminan.

i. Gejala hepatitis B akut yang khas :

Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

Fase Praikterik (prodromal)

Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri

didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan

laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT,

Fosfatose alkali, meningkat).

Page 38: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Fase lkterik

Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali.

timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus,

gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.

Fase Penyembuhan

Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati

masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

ii. Gejala hepatitis fulminan

Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan

SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil,

kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah,

dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremiaPada pemeriksaan serologik

didapatkan HbsAg positif, HbeAg negatif, dan ati Hbe positif, tetapi dapat juga negatif,

HBV DNA positif, umumnya dengan titer tinggi , lebih dari 105 kopi/cc. Kasus-kasus

dengan ikterus yang dalam dan adanya hipoalbuminemia serta tanda-tanda koagulopati

merupakan kasus emergensi karena bila penanganannya kurang cepat dapat menjadi

gagal hati fulminan yang fatal.

Baik aktivasi maupun flare, dapat terjadi secara berulang kali, dan makin sering terjadi

ulangan flare atau reaktivasi, makin cepat pula penderita mengalami sirosis hati.

C. Penyebab Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Penyebab reaktivasi ataupun flare hepatitis B kronik sering tidak diketahui dan terjadi

secara spontan. Tetapi reaktivasi dapat terjadi pada carrier inaktif yang mendapat

pengobatan imunosupresif atau sitostatik yang menekan replikasi virus sehingga waktu

obat tersebut dihentikan , terjadi kenaikan replikasi virus yang mendadak yang

mneyebabkan gejala-gejala berat dan fatal. Reaktivasi diketahui dapat terjadi akibat

infeksi virus hepatotropik yang lain, misalnya virus hepatitis A, virus hepatitis C.

Keadaaan lain yang bisa menyebabkan reaktivasi adalah transplantasi hati, reseksi hati,

reseksi hati parsial dalm terapi hepatoma, kehamilan, dan infeksi HIV.

Page 39: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Replikasi virus hepatotropik diduga menekan replikasi virus hepatitis B, sehingga waktu

replikasi virus lain itu berhenti, replikasi virus hepatitis B justru naik dan menimbulkan

reaktivasi.

D. Patofisiologi Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Dalam perjalanan penyakit infeksi Hepatitis B kronis dikenal 4 fase, yaitu sebagai

berikut:

a. Fase imunotoleransi

b. Fase immune clearance

c. Fase inaktif

d. Fase reaktivasi

Fase reaktivasi terjadi setelah fase inaktif. Reaktivasi adalah fase timbulnya tanda-tanda

aktivitas penyakit hati dengan manifestasi seperti hepatitis B akut.

Terjadinya reaktivasi dan flare sangat berhubungan dengan keseimbangan yang dinamik

antara replikasi virus dengan respon imun host. Salah satu factor yang menonjol adalah

adanya kadar virus yang tinggi yang disertai dengan respon imun host yang baik. Pada

fase imunotoleran, kadar virus sangat tingggi tetapi sama sekali tidak ada perlawanan

respon imun tubuh sehingga kllinis tidak terjadi penyakit hati.

Pada flare yang terjadi pada fase imunoclearance terjadi peningkatan replikasi virus

secara periodic, karena respon imun host mulai meningkat, maka dapat terjadi kenaikan

transaminase dan bahkan disertai gejala klinis yang jelas. Pada reaktivasi hepatitis B,

terjadi gejala klinis karena pada fase itu respon imun tubuh normal dan terjadi reaksi

reaktivasi bergantung dari besarnya respon imun tubuh tersebut. Bila respon tubuh sangat

kuat makan timbul gejala hepatitis fulminan. Pada pasien hepatitis kronik pre core

mutant, sitolisis sel-sel yang terinfeksi berlangsung hebat.

E. Pengobatan Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Untuk kasus reaktivasi ataupun flare hepatitis B kronik, obat-obatan anti viral merupakan

salah satu pilihan yang harus dipertimbangkan kasus per kasus. Pemberian interferon

Page 40: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

dan analog nukleosid. Analog nukleosid harus segera diberikan pada kasus-kasus

dengan kadar ALT > 10 kali harga normal dan pada keadaan-keadaan di mana terdapat

kecenderungan untuk terjadi gagal hati fulminan. Untuk mencegah terjadinya reaktivasi

pada kasus-kasus hepatitis B kronik yang perlu mendapatkan terapi sitostatik atau

imunosuppretiva perlu diberikan obat-obatan analog nukleosid pada saat pemberiaan

sitostatika atau suppretiva dan 1 tahun setelah obat dihentikan.

2. Anatomi system hepatobilier

Hepar adalah organ terbesar yang bertekstur lunak dan terletak di sebelah kanan

atas rongga abdomen. Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan

dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Beratnya 1200 – 1600 gram. Hepar

dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister yang kecil

oleh perlekatan ligamentum peritoneale, ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter

terbagi lagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh vesica biliaris, fissura

ligamenti teretis, vena cava inferior, dan fissura ligamenti venosi. Penelitian

menunjukkan bahwa pada kenyataannya lobus quadratus dan lobus caudatus merupakan

bagian fungsional lobus hepatis sinister.

Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah

menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk

cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum

minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta dan

duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik kandung

empedu. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan

panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi

50.000 sampai 100.000 lobulus. Setiap lobuli hepar disusun oleh vena sentralis, sel

parenkim hepar, hepatosit, kapiler empedu, dan sinusoid.

Setiap lobuli hepar disusun oleh vena sentralis, sel parenkim hepar, hepatosit,

kapiler empedu, dan sinusoid. Pada bagian perifer tertentu, lobuli dipisahkan oleh

jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh

darah. Daerah ini dinamakan kanalis porta (celah porta). Kanalis porta mengandung

jaringan pengikat yang di dalamnya terdapat trigonum kiernann yang terdiri dari: cabang-

Page 41: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

cabang vena porta, cabang-cabang arteri hepatica, duktus biliferus, pembuluh limfe, dan

saraf.

Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu: vena porta hepatika yang berasal

dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,

vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka

yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis yang

kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi dua

yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan

vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang

disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena

sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika.

Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan

organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di

antara umbilicus dan diafragma.

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;

merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari

omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke

hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus

communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen

Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan

refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan

posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Pendarahan

Vasa darah yang memberi darah ke hepar adalah a.hepatica dan v.portae hepatis.

a.hepatica membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, sedangkan v.portae hepatis

membawa darah vena yang kaya hasil pencernaan yang telah diserap dari tractus

Page 42: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

gastrointestinal. Darah arteri dan vena masuk ke v.centralis dari setiap lobules hepatis

melalui sinusoid hepar.Vena centralis bermuara ke vena hepatica dextra et sinistra, dan

meninggalkan permukaan posterior hepar menuju vena cava inferior.

Limfe

Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3-1/2 seluruh limfe tubuh. Vasa limfe

meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di porta hepatis. Vassa

efferent menuju LN.coeliacus. Sejumlah kecil vasa limfe menembus diafragma menuju

LN.mediastinalis posterior.

Persyarafan

N.symphaticus dan N.parasymphaticus yang berasal dari plexus coeliacus.

Anatomi Hati Pada Sirosis Hepatis

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.

Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus

hati dan ini memacu timbulnya jarigan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan

nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau

hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah

jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang

lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran

dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah

porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis

Page 43: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dari sirosis

pada sel duktules, sinusoid retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif Jaringan

kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk septa permanen

yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung

etiologi sirosis.Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis

daerah portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan

makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya

fibrinogen.Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.Septa aktif ini

berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi

sebagai berikut :

Tipe I : lokasi daerah sentral.

Tipe II : sinusoid.

Tipe III : jaringan retikulin.

Tipe IV : membran basal.

Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada

sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga

asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Anatomi Apparatus Biliaris

Apparatus billiaris merupakan suatu system yg terdiri atas vesica fellea, ductus hepaticus,

ductus cysticus, dan ductus choledocus.

Vesica fellea

Merupakan suatu kantung berbentuk spt pear yg terletak di fossa visceralis di facies

visceralis hepatis. Vesica fellea memiliki ukuran panjang sekitar 8cm dan memiliki

volum 40-50cm. Vesica fellea terletak di cavum abdomen pada regio hipokondrium/

hipokondriaka dextra. Vesica fellea memiliki syntopi pd impressio biliaris pd facies

visceralis lobus hepatis dexter.

Morfologi Vesica Fellea

Page 44: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Vesica fellea memiliki bagian fundus, corpus, dan collum. Fundus vesica fellea menonjol

di margo inferior hepar. Proyeksi nya terletak pd perpotongan tepi lateral dr m. rectus

abdominis (MRA) dan pertengahan dr arcus costa dextra. Corpus dr vesica fellea

bersentuhan dg facies visceralis hepar kearah superoposterior sinistra.

Sedangkan collum dr vesica fellea melanjut sbg ductus cysticus yg berjalan dalam

omentum minus dan akan bersatu dg ductus hepaticus communis dan membentuk ductus

choledocus/ ductis billiaris.

Vesica fellea berfungsi utk menyimpan cairan billiaris yg diproduksi oleh sel hepatosit,

utk kemudian nantinya akan diregulasi ke dalam lumen duodenum utk mengemulsikan

lemak.

Ductus hepaticus

Ductus hepaticus dextra et sinistra keluar dr hepar mll porta hepatis, lalu akan bersatu

membentuk ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus communis berukuran sekitar 4

cm, dan berjalan di tepi bebas omentum minus. Ductus hepaticus communis akan bersatu

dg ductus cysticus utk membentuk ductus choledocus(billiaris).

Ductus cysticus

Ductus cysticus berukuran sekitar 4cm, berbentuk spt huruf S dan berjalan pd tepi bebas

di kanan dr omentum minus. Ductus cysticus ini menghubungkan antara collum vesica

fellea dg ductus hepaticus communis utk nantinya bersatu membentuk ductus choledocus

(biliaris). Mukosa dr ductus cysticus menonjol berbentuk lipatan spiral yg disebut dg

plica spiralis/ valvulla heister/ valvulla spiralis. Fungsi dr valvulla ini yaitu utk

Page 45: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

memperkuat dinding dr ductus cysticus dan jg utk membantu agar lumen dr ductus

cysticus ttp terbuka.

Ductus Choledocus (Billiaris)

Ductus choledocus berukuran sekitar 8cm dan merupakan penyatuan dr ductus cysticus

dan ductus hepaticus communis.

Mekanisme pengaliran cairan empedu

Hepatosit canaliculi billiaris ductus hepaticus dextra et sinistra ductus hepaticus

communis ductus cysticus vesica fellea (empedu dipekatkan dan disimpan) jika

ada makanan (lemak) dlm duodenum hormon CCK (CholeCitoKinin) kontraksi

vesica fellea dan relaksasi sphincter oddi ductus cysticus ductus choledocus

ampulla vater papilla duodeni major duodenum pars descendens

3. Fisiologi system hepatobilier

Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah mengeluarkan empedu, normalnya anatara 600

– 1000 ml/hari.

Dua fungsi penting dari empedu :

1. Pencernaan dan absorpsi lemak.

Hal ini dikarenakan asam empedu dalam empedu melakukan dua hal :

- Membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar dari makanan

menjadi partikel-partikel kecil.

- Membantu absorpsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membrane

mukosa intestinal.

2. Mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah.

Hal ini terutama meliputi bilirubin dan kelebihan kolesterol.

SEKRESI EMPEDU

Empedu disekresikan oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit. Sekresi ini

mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat-zat organic lainnya.

Kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak di antara

sel-sel hati. Selanjutnya mengalir menuju septa interlobularis, tempat kanalikuli

Page 46: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

mengeluarkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian secara progresif

masuk ke duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus

biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan ke dalam duodenum atau

dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam melalui duktus sistikus ke dalam

kandung empedu.

Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris, bagian kedua dari sekresi hati

ditambahkan ke dalam sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan

ion-ion Natrium dan Bikarbonat encer yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris

yang mengelilingi duktus dan duktulus. Fungsinya adalah untuk menetralkan asam yang

dikeluarkan dari lambung ke duodenum.

PENYIMPANAN DAN PEMEKATAN EMPEDU DALAM KANDUNG EMPEDU

Empedu disekresikan terus-menerus oleh sel-sel hati, namun sebagian besar normalnya

disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di dalam duodenum. Volume

maksimal yang dapat ditampung kandung empedu hanya 30 – 60 ml. Dalam 12 jam,

sekresi empedu mencapai 450 ml, namun dapat disimpan dalam kandung empedu karena

air, natrium, klorida, dan elektrolit kecil lainnya secara terus-menerus diabsorbsi melalui

mukosa kandung empedu, memekatkan sisa zat-zat empedu yang mengandung garam

empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5

kali lipat, tetapi dapat dipekatkan maksimal 20 kali lipat.

KOMPOSISI EMPEDU

- Air - Garam empedu

- Bilirubin - Kolesterol

- Asam lemak - Lesitin

- Na+ - K+

- Ca ++ - Cl-

- HCO3-

PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU

Page 47: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Ketika makanan mulai dicerna di dalam upper GIT, kandung empedu mulai dikosongkan,

terutama waktu makan berlemak mencapai duodenum sekitar 30 menit setelah makan.

Mekanisme pengosongan kandung empedu adalah kontraksi ritmis dinding kandung

empedu , dan relaksasi dari sfingter Oddi yang dirangsang oleh hormone kolesistokinin.

Rangsangan untuk memasukkan kolesistokinin ke dalam darah dari mukosa duodenum

adalah kehadiran makanan berlemak dalam duodenum.

Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang secara lemah oleh serabut-

serabut saraf yang menyekresi asetilkolin dari system saraf vagus dan enteric usus.

Keduanya merupakan saraf yang dapat meningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian

lain upper GIT.

FUNGSI GARAM-GARAM EMPEDU PADA PENCERNAAN & ABSORPSI

LEMAK

Sel-sel hati menyintesis sekitar 6 gram garam empedu setiap harinya. Precursor dari

gaaram empedu adalah kolesterol.

Garam empedu mempunyai dua kerja penting pada traktus intestinal :

- Emulsifikasi partikel lemak dalam makanan

- Membantu absorpsi dari asam lemak, monogliserida, kolesterol, dan lemak lain

dalam traktus intestinal.

Dalam membantu absorpsi, garam empedu akan membentuk kompleks-kompleks fisik

yang sangat kecil dengan lemak ini, kompleks ini disebut micel, dan bersifat semi larut di

dalam kimus akibat muatan listrik dari garam-garam empedu.

Selanjutnya micel akan diangkut ke mukosa usus, lalu diabsorpsi ke dalam darah.

SIRKULASI ENTEROHEPATIK

Sekitar 94 % garam empedu direabsorpsi ke dalam darah dari usus halus. Garam empedu

kemudian memasuki darah portal dan diteruskan kembali ke hati. Pada saat melewati

sinusoid vena, garam empedu diabsorpsi kembali ke dalam sel-sel hati dan kemudian

disekresikan kembali ke dalam kandung empedu.

Page 48: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Dengan caara ini, sekitar 94 % dari semua garam empedu disekresikan kemabi ke

kandung empedu. Rata-rata garam ini akan mengalami sirkulasi sebanyak 17 kali

sebelum dikeluarkan bersama feses.

Sejumlah kecil garam empedu yang dikeluarekan ke dalam feses akan diganti dengan

jumlah garam yang baru yang dibentuk terus-menerus oleh sel-sel hati. Sirkulasi ulang

garam empedu ini disebut sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu.

SINTESIS EMPEDU

Asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalm hati. Asam-asam ini adalah asam kolat

dan asam kenodioksikolat. 7α- hidroksilasi pada kolesterol merupakan tahap regulatorik

pertama dan terpenting dalam biosintesis empedu yang dikatalisa oleh kolesterol 7α-

hidroksilase enzim ini ,suatu monooksigenasetipikal yang memerlukan O2, NADPH, dan

sitokrom P450. Tahap- tahap hiroksilasi jiga dikatalisa oleh oleh enzim monooksigenase.

Jalur biosintesis asam empedu awalnya terbagi dalam satu sub jalur yang menghasilakan

kolil-KoA ditandai oleh tambahan gugus α-OH pada posisi 12 dan jalur lain yang

menghasilkan kenodeoksilat- KoA. Jalur kedua di mitokondria yang melibatkan 27-

hidroksilasi kolesterol oleh sterol 27 hidroksilase sebagai langkah pertama menghasilkan

banyak asam empedu primer.

Asam empedu primer memasuki empedu sebagai konjugat glisin dan konjugat taurin

konjugasi berlangsung di peroksisom (g:t =3:1). Pada empedu yang alkalis asam-asam

empedu dan konjugatnya berada dalam bentuk garam maka munculah istilah garam

empedu.

Sebagian asam empedu primer diusus menglami perubahan lebih lanjut oleh aktivitas

bakteri usus. Perubahan – perubahan mencakup dekonjugasi dan 7α- dehidroksilasi yang

menghasilkan asam empedu sekunder, asam deoksikolat, asam litokolat.

Sintesis asam empedu diatur ditahap 7α-hidroksilase. Tahap penentu laju utama adalah

pada reaksi kolesterol 7α hidroksilase. Aktivitas enzim diatur secara umpan balik melalui

reseptor pengikat asam empedu yaitu Reseptor Farnesoid X (FXR). Asam

kenodeoksikolat sangat penting untuk pengaktifan FXR. Aktivitas kolesterol ditingkatkan

oleh kolesterol dari makanan dan endogen dan di atur oleh insulin, glukagon,

glukokortikoid dan tiroid

Page 49: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

PEMBENTUKAN HEME

Substrat utama pembentukan heme adalah suksinil – KoA dari siklus asam sitrat

dalam mitokondria, dan asam amino glisin. Piridoksal fosfat (vit. B6) juga diperlukan

dalam reaksi ini umtuk mengaktifkan glisin dan sebagai bagian dari enzim ALA sintase.

Biosintesis heme terjdi dalam 7 tahapan yang masing-masing tahap dikatalisa oleh

enzim yang berbeda-beda.

PIGMEN EMPEDU

Haemoglobin akan diuraikan menjadi heme dan globin. Globin diuraikan menjadi

asam amino pembentuknya, kemudian digunakan kembali. Zat besi dari heme akan

memasuki depot zat besi yang juga akan digunakan kembali.

Tempat penguraian heme : sel-sel retikuloendotelial hepar, limpa, dan sum-sum

tulang. Heme bersifat hidrofobik harus diubah dulu agar larut dalam air sehingga dapat

diekskresikan. Katabolisme heme berjalan oleh system enzim kompleks yang dinamakan

heme oksigenase.

Reaksi yang terjadi adalah :

1. Enzim heme oksigenase mengoksidasi heme sehingga cincin heme terbuka,

membentuk tetrapirol linear biliverdin (berwarna hijau kebiruan), Fe 3+, dan CO.

2. Jembatan metal antara cincin III dan IV direduksi oleh enzim biliverdin reduktase

membentuk bilirubin (berwarna kuning)

Bilirubin uncojugated yang sudah terbentuk di jaringan perifer diangkut ke hati

oleh albumin plasma. Metabolisme pigmen empedu selanjutnya terjadi di hepar dan usus.

Metabolisme pigmen empedu di hepar dapat dibagi menjadi 3 proses :

1. Pengambilan bilirubin unconjugated oleh sel parenkim hepar

Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air. Dalam plasma, bilirubin terikat pada

albumin yang berafinitas tinggi. Dalam hepar, bilirubin dilepas dari albumin dan secara

pasif masuk ke endotel sinusoid hepatosit.

Bilirubin ini disebut juga bilirubin indirek.

2. Konjugasi bilirubin dan reticulum endoplasma halus

Page 50: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Dalam hepatosit, enzim Uridin difosfat glukuronat transferase (UDPG transferase)

menambahkan 2 molekul glukoronat ke dalam molekul bilirubin, sehingga membentuk

bilirubin diglukoronat yang lebih larut dalam air.

Bilirubin ini disebut bilirubin direk/conjugated.

3. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu

Sekresi ini terjadi melalui mekanisme transport aktif.

Perbedaan bilirubin indirek dengan bilirubin direk :

Bilirubin indirek Bilirubin direk

Larut dalam lemak, sedikit larut

dalam air

Larut dalam air dan

plasma

Sangat toksis Tidak toksis

Dapat melewati blood brain

barrier

Tidak dapt melewati

blood brain barrier

(-) di urine (+) di urine

Reaksi indirek dengan Wan den

Berg (perlu etanol)

Reaksi direk dengan

Van den Berg

METABOLISME PIGMEN EMPEDU DI USUS

Dari empedu, bilirubin conjugated disekresikan ke dalam usus. Dalam ileum

terminalis dan colon, glukoronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik (enzim ß-

glukoronidase), kemudian direduksi oleh flora usus menjadi sekelompok senyawa

tetrapirol yang berwarna, Urobilinogen dan Stercobilinogen. Senyawa ini mudah

dioksidasi menjadi urobilin dan stercobilin yang berwarna.

Sebagian kecil urobilinogen diserap kembali oleh usus dan diekskresi kembali

melalui hati untuk melewati siklus urobilinogen enterohepatik. Urobilinogen

diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk urobilin (± 0-4 mg/hr). Ekskresi stercobilin

dalam feces ± 40-280 mg/hr.

4. Ikterik

Definisi

Page 51: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena

adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus

pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL (Cloherty, 2004).

Pada orang dewasa,ikterus akantampak apabila serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih

mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan

hiperbilirubinemia lebihmengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

Klasifikasi

Terdapat2 jenis ikterus: ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer, 2002).

1. Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Timbul pada hari kedua-ketiga.

b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada neonatus

cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.

d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.

e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.

f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

2. Ikterus patologis

Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:

a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.

b. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup bulan dan

10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.

c. Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.

d. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.

e. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan

patologis lain yang telah diketahui.

f. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.

Etiologi

Page 52: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:

1. Ikterus Prahepatik

Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.

Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:

- Kelainan sel darah merah

- Infeksi seperti malaria, sepsis.

- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang berasal dari

dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.

2. Ikterus Pascahepatik

Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang

larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali

kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan

oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan

pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan

berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.

3. Ikterus Hepatoseluler

Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk

akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah

akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian

kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan:

hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.

Page 53: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Kerangka Konsep

Page 54: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Kesimpulan

Nn.Anita, usia 21 tahun menderita hepatitis akut on kronik, dengan tanda inflamasi hati akut

karena system imun yang tidak adekuat.

Page 55: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17

Daftar Pustaka

Patrick Davey. 2002. At a Glance Medicine .Jakarta: Penerbit Erlangga

Soeparman, 1987, Ilmu Penyakit Dalam .Edisi 2, Balai Penerbit UI.

Sulaiman Ali, Yulitasari, 1995. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia, Yayasan Penerbitan IDI, Jakarta

Siregar, Haris dkk. Fisiologi Sistem Gastrointestinal. Edisi pertama. Bagian Ilmu Faal Fkultas Kedokteran Unhas. Makassar; 1995. Hal 58-59

Waugh, Anne dan Grant, Allison. Ross and Wilson Anatomy and Physiology in Health and Illness. Churchill Livingstone. British; 2004. hal 317

Robbins, Stanley dan Kumar, Vinay. Buku Ajar Patologi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2005. Hal 307-318

Cooke, Robin dan Stewart Brian. Color Atlas of Anatomical Pathology. Edisi 3. Churchill Livingstone. British; 2004. hal 119

Harrison, T.R. Principals of Internal Medicine : Disorder of Gastrointestinal System. Edisi 17. McGraw Hill. 2008

Liaw YF, Tai DI, Chu CM, Pao CC, and Chen TJ. Accute Extracerbation in Chronic Type B

Hepatitis : Comparison Between HbeAg and Antibody-positive Patients. Hepaology 1987:7:20-23

Maria H, 1997, Hepatitis B Makin Meningkat, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia; tahun XXV, nomor 7

Markum, 1997, Imunisasi. FKUI, Jakarta

Schalm SW. Natural History of Chronic Hepatitis B in European Countries, available from :

www . niddk . gov/fund/other/hbv2006/05%20Schalm%20Abstract.pdf

Soemohardjo, soewignjo, dkk. 2009. Reaktivasi dan Flare Hepatitis B Kronik.

Page 56: Laporan Tutorial Skenario a Blok 17