laporan tutorial skenario 2 blok mata

47
LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL BLOK MATA SKENARIO 2 Konjungtivitis OLEH : Kelompok 18 Aryo Seno G0010 Annisa Pertiwi G0010 Chumaidah N G0010 Endang Susilowati N G0010072 Firza F G0010 M. Maulana S G0010 Maulidina K G0010122 Nurul Dwi U G0010 Rukmana W G0010 Wahyu Aprillia G0010 Nama Tutor : dr. Muthmainah PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

description

laporan tutorial skenario 2 blok mata

Transcript of laporan tutorial skenario 2 blok mata

Page 1: laporan tutorial skenario 2 blok mata

LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL

BLOK MATA SKENARIO 2

Konjungtivitis

OLEH :

Kelompok 18

Aryo Seno G0010Annisa Pertiwi G0010Chumaidah N G0010Endang Susilowati N G0010072Firza F G0010M. Maulana S G0010Maulidina K G0010122Nurul Dwi U G0010Rukmana W G0010Wahyu Aprillia G0010

Nama Tutor : dr. Muthmainah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2012

BAB I

Page 2: laporan tutorial skenario 2 blok mata

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Gangguan pada mata dengan gejala mata merah sering ditemukan pada

keadaan sehari-hari. Penyakit dengan gejala mata merah dapat dibagi menjadi

penyakit yang tidak disertai dengan gangguan penglihatan dan penyakit yang

disertai dengan gangguan penglihatan. Meskipun penyakit mata merah tidak

disertai gangguan penglihatan, penderita tetap akan berkonsultasi kepada

tenaga kesehatan. Penyebabnya di antara lain karena gejala lain yang timbul

selain mata merah juga dapat mengganggu penderita. Selain itu penderita

yang memiliki penyakit dengan gejala mata merah pun cenderung akan

dihindari oleh lingkungan sekitarnya karena kekhawatiran akan menularkan

penyakitnya. Ditinjau dari ilmu penyakit mata pun penyakit dengan gejala

mata merah tanpa disertai gangguan penglihatan pun bila berlangsung kronis

pada akhirnya akan mengganggu penglihatan penderita hingga dapat

menurunkan kualitas hidupnya. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa

kedokteran untuk memahami penyakit pada mata dengan gejala mata merah

tanpa disertai gangguan penglihatan.

Untuk membantu proses pemahaman, dibahas suatu kasus mengenai

seorang pasien perempuan usia 40 tahun dengan keluhan mata kanan merah

sejak 3 hari yang lalu. Selain itu juga merasa gatal, berair, serta kelopak mata

bengkak dan lengket ketika bangun tidur di pagi hari. Akan tetapi pasien tidak

mengeluh pandangan mata kanannya kabur ataupun silau. Setelah dilakukan

pemeriksaan, didapat VOD 6/6, pada konjungtiva bulbi didapatkan injeksi

konjungtiva, konjungtiva palpebra hiperemi, terdapat sekret, dan kornea

jernih.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah anatomi, fisiologi, dan histologi dari konjungtiva,

apparatus lacrimalis, dan palpebra?

2. Bagaimanakah patofisiologi dan interpretasi dari keluhan-keluhan yang

dirasakan pasien?

Page 3: laporan tutorial skenario 2 blok mata

3. Bagaimanakah patofisiologi dan interpretasi dari gejala-gejala yang

didapat dari hasil pemeriksaan?

4. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?

5. Apa sajakah diagnosis banding dari kasus yang dibahas?

6. Apakah tata laksana dari kasus yang dibahas?

III. TUJUAN

1. Memahami anatomi, fisiologi, dan histologi dari konjungtiva, apparatus

lacrimalis, dan palpebra.

2. Memahami patofisiologi dan interpretasi dari keluhan-keluhan yang

dirasakan pasien pada kasus.

3. Memahami patofisiologi dan interpretasi dari gejala-gejala yang didapat

dari hasil pemeriksaan.

4. Memahami pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan.

5. Memahami diagnosis banding dari kasus yang dibahas.

6. Memahami tata laksana dari kasus yang dibahas.

IV. MANFAAT

1. Memahami kelainan-kelainan pada mata bagian luar yang tidak disertai

dengan penurunan visus.

2. Dapat memahami dasar-dasar ilmu ophtalmologi dan bentuk kelainan-

kelainannya.

3. Dapat menentukan differential diagnosis penyakit ophtalmologi

(terutama pada mata bagian luar) berdasarkan gejala klinis dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ada.

4. Dapat menentukan diagnosis kerja dari differential diagnosis penyakit

mata bagian luar yang telah ditentukan.

5. Dapat menentukan tatalaksana yang menyeluruh dan tepat bagi penderita.

Page 4: laporan tutorial skenario 2 blok mata

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi, Fisiologi Dan Histologi Palpebra, Konjungtiva Dan Apparatus

Lakrimalis

A. PALPEBRA

Palpebra atau kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea.

Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata

terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.Dapat membuka diri

untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk

penglihatan.

Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena

pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka

tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang

masuk.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian

belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata

sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.

Pada kelopak terdapat bagian-bagian :           

Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,

kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.

Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam

kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat

tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai

M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi

N. facial M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita

dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis

okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.

levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini

Page 5: laporan tutorial skenario 2 blok mata

dipersarafi oleh N. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata

atau membuka mata.

Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan

kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo

palpebra.

Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita

merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.

Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada

seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan

ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar

Meibom (40 bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).

Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.

Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V,

sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan

melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus

okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet

yang menghasilkan musin.

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel

goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea

B. KONJUNGTIVA

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu:

1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus

2. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera

3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva selain konjungtiva tarsal, berhubungan longgar dengan jaringan

dibawahnya, oleh karenanya bola mata mudah digerakkan.

Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder

bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet bulat

Page 6: laporan tutorial skenario 2 blok mata

atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke tepi

dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea.

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu

lapisan fibrosa (profundal). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid  dan

dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum

germativum.

Hipertropi papilar adalah reaksi konjungtiva non-spesifik berupa eksudat radang

yang berkumpul di antara serabut-serabut konjungtiva yang membentuk tonjolan

pada konjungtiva. Kemosis yang hebat sangat mengarah pada konjungtivitis

alergika. Folikel tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis viral. Folikel

sendiri merupakan hiperplasi limfoid lokal di dalam lapisan limfoid konjungtiva

dan biasanya mempunyai pusat germinal. Pseudomembran dan membran

merupakan hasil dari proses eksudatif hanya berbeda derajat. Pada psedomembran

epitel tetap utuh sedangkan pada membran melibatkan koagulasi epitel juga.

C. APPARATUS LAKRIMALIS

Aparatus lakrimalis dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem sekresi

dansistem ekskresi air mata. Berikut adalah gambar anatomi dari sistem lakrimalis

Sistem Sekresi Air Mata

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air

mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun

seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh

kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di

atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak didalam

palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator

menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap

lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai

dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari

kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata

mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persarafan pada kelenjar

utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh

jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus.

Page 7: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama,

mempunya peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan

kelenjar utama yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem

saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks

superior. Sel goblet uniseluler yang tersebar di konjungtiva menghasilkan

glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis

di tepian palpebra memberi substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah

modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film prekorneal

Sistem Ekskresi Air Mata

Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus

nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting – mulai

di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan

menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali

mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga

memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan

sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang

sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan

masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler.

Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi

ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra

ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus

lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif

pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus, yang

kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis – karena pengaruh gaya berat dan

elastisitas jaringan – ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip-katup

dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara.

Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung

distal duktus nasolakrimalis.

HISTOLOGI PALPEBRA

Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas epitel

berlapis gepeng dengan papilla. Di dalam dermis di bawahnya terdapat folikel-

Page 8: laporan tutorial skenario 2 blok mata

folikel rambut dengan kelenjar sebasea terkait. Di dalam dermis juga terdapat

kelenjar keringat.

Lapisan terdalam palpebra adalah membrane mukosa, disebut konjungtiva

palpebra; lapisan ini terletak bersebelahan dengan bola mata. Epitel pelapis

konjungtiva palpebra adalah epitel berlapis silindris rendah dengan sedikit sel

goblet. Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut ke atas tepi palpebra, kemudian

ditransformasi menjadi jenis berlapis silindris konjungtiva palpebra, lamina

propria tipis konjungtiva palpebra mengandung serat-serat kolagen dan elastin. Di

bawah lamina propria terdapat lempeng jaringan ikat kolagen, yaitu tarsus. Daerah

ini mengandung kelenjar sebacea khusus (besar), yaitu kelenjar tarsalis meibom.

Asini sekretoris kelenjar ini ke dalam sebuah duktus sentral panjang yang berjalan

paralel dengan konjungtiva palpebra dan bermuara di tepi palpebra.

Ujung bebas palpebra mengandung bulu mata yang muncul dari folikel

rambut besar dan panjang. Terdapat kelenjar sebasea kecil yang berkaitan dengan

bulu mata. Di antara folikel rambut bulu mata terdapat kelenjar keringat moll.

Palpebra mengandung tiga set otot: bagian terbesar palpebra adalah otot

rangka, orbikularis okuli; muskulus siliaris (Roilan) di daerah folikel rambut bulu

mata dan kelenjar tarsal; dan di bagian atas palpebra terdapat berkas-berkas otot

polos, yaitu muskulus tarsalis superior (Muller).

Jaringan ikat palpebra juga mengandung jaringan lemak, pembuluh darah,

dan jaringan limfatik (Eroschenko, 2003).

Page 9: laporan tutorial skenario 2 blok mata

SISTEM LAKRIMASI

Sistem lakrimasi di bagi menjadi dua:

Struktur yang mensekresikan air mata

Air mata disekresikan oleh glandula lakrimal yang berada di superior temporal

tulang orbital pada fossa lacrimal os frontale. Glandula ini tidak terlihat dan tidak

dapat dipalpasi. Glandula lacrimal yang terpalpasi menandakan keadaan patologis

seperti dacryoadenitis. Glandula lacrimal accesoria berada pada fornix superior

yang berfungsi untuk menghasilkan sekret air mata tambahan yang sifatnya

serous. Glandula lacrimal menerima persarafan dari nervus lacrimalis. Nervus

lacrimalis merupakan saraf secretomotorik parasimpatik yang berasal dari

n.intermedius. Serat saraf simpatik pada glandula lacrimal berasal dari ganglion

cervicalis superior

Struktur yang mendrainase air mata

Musculus orbicularis occuli yang diinervasi oleh nervus facialis menyebabkan

mata tertutup. Proses menutup mata ini berfungsi sebagai sistem penyapu air mata

yang menggerakan air mata ke arah medial menuju canthus medialis. Puncta

lacrimal superior et inferior mengumpulkan air mata, yang kemudian di

drainasekan melalui canaliculi lacrimalis superior et inferior ke arah saccus

Page 10: laporan tutorial skenario 2 blok mata

lacrimalis. Kemudian air mata akan mengalir ke ductus nasolacrimalis yang

bermuara ke concha nasalis inferior

Lapisan Air Mata ( Tear Film )

Tear film yang berfungsi untuk membasasi conjunctiva dan cornea terdiri dari tiga

lapisan:

1.      Lapisan terluar, minyak (ketebalan mendekati 0.1 μm) merupakan produk

glandula meiboiman dan glandula sebaceous dan sweat glands pada tepi kelopak

mata. Fungsi utama lapisan ini adalah menstabilkan tear film. Melalui komponen

hidropobiknya membantu mencegah evaporasi.

2.      Lapisan tengah, air (ketebalan mendekati 8 μm) disekresikan oleh glandula

lacrimal dan glandula lacrimalis accesoria (glandula krause dan wolfring).

Fungsinya untuk membersihkan cornea dan mendukung pergerakan palpebra

conjungtiva terhadap permukaan cornea, menjaga permukaan cornea agar tetap

rata.

3. Lapisan dalam, musin (ketebalan mendekati 0.8 μm) disekresikan sel goblet pada

conjungtiva dan glandula lacrimalis. Berfungsi membantu stabilisasi tear film.

Lapisan ini menjaga kelembapan pada seluruh lapisan kornea dan konjungtiva

PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI GEJALA

Injeksi Konjungtival

Merupakan melebarnya pembuluh darah a.konjungtiva posterior dan dapat

terjadi akibat penaruh mekanis, alergi atau infeksi pada jaringan konjungtiva.

Injeksi konjungtival mempunyai sifat :

Mudah digerakkan dari dasarnya.

Terutama didapatkan pada daerah forniks.

Ukuran pembuluh darah makin besar ke arah perifer karena asalnya dari

a.silliar anterior.

Berwarna merah segar.

Dengan tetes adrienalin 1:1000 akan lenyap sementara.

Gatal

Fotofobia tidak ada.

Page 11: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

Injeksi Siliar

Merupakan melebarnya pembuluh darah perikornea (a.siliar anterior) yang

terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea, radang

jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis. Injeksi siliar

mempunyai sifat :

Berwarna lebih ungu

Pembuluh darah tidak tampak

Tidak ikut serta apabila konjungtiva digerakkan, karena menempel erat

dengan jaringan perikonea.

Ukuran sangat halus, paling oadat disekitar kornea berkurang kearah

forniks.

Tifak menciut apabila diberi epinefrin atau adrenalin 1:1000

Fotofobia

Sakit tekan disekitar kornea

Pupil ireguler kecil dan lebar.

DIAGNOSIS BANDING

1. KONJUNGTIVITIS

Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini

adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,

konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor

lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi

mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat

dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).

Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada

mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan obat-obatan

topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien

dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan

menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).

Page 12: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Pembagian Konjungtivitis

a. Konjungtivitis Bakteri

1) Definisi

Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang

disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang

dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James,

2005).

2) Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu

hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut

biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N

meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus

pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering

pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan

Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada

konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus

nasolakrimalis (Jatla, 2009).

Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian

mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke

orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering

kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin,

2009).

3) Patofisiologi

Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal

seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan

pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora

normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora

normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran

dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).

Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah

satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi

terhadap antibiotik (Visscher, 2009).

Page 13: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan

epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan

sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan

konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air

mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya

gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat

menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).

4) Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya

dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain

itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada

konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai

edema pada kelopak mata (AOA, 2010).

Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada

konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret

dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal.

Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada

pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).

5) Diagnosis

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena

mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh

pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu

dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada

pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat

penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan,

penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada

hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-

obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).

6) Komplikasi

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri,

kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis.

Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar

Page 14: laporan tutorial skenario 2 blok mata

lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal

ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea

secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel

goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan

menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat

menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada

kornea (Vaughan, 2010).

7) Penatalaksanaan

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen

mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal

spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai

disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi

topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen,

sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk

menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).

b. Konjungtivitis Virus

1) Definisi

Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan

oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat

menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan

dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan,

2010).

2) Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi

adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,

dan dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus

(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency

virus (Scott, 2010).

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan

penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan

benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam

renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).

Page 15: laporan tutorial skenario 2 blok mata

3) Patologi

Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada

setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya

(Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini

dijelaskan pada etiologi.

4) Gejala Klinis

Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan

etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh

adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata

berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai

infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan

bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010).

Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala

pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti

sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert, 2005).

Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes

simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi

unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering

disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya

disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis

nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan,

edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat

terjadi kimosis (Scott, 2010)

5) Diagnosis

Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung

etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang

membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi

mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan

dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar

untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada

anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya

sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).

Page 16: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis

bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan

pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan

karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).

6) Komplikasi

Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti

blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya

pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan

keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).

7) Penatalaksanaan

Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau

pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak

diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan

untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis

juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi

(James, 2005).

c. Konjungtivitis Alergi

1) Definisi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing

sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang

diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi

hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva

adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu

konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan

yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis

vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa

(Vaughan, 2010).

2) Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda

sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman

dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,

Page 17: laporan tutorial skenario 2 blok mata

rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada

waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan

riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik

terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan

konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan

dari plastik (Asokan, 2007).

3) Gejala Klinis

Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-

kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-

tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi

ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan

keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan

kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak

papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.

Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia

merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.

Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva

tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan

menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda

dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).

4) Diagnosis

Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga

pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis

konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis

penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata

berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).

5) Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada

kornea dan infeksi sekunder (Jatla, 2009).

6) Penatalaksanaan

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-

antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan

Page 18: laporan tutorial skenario 2 blok mata

steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan,

2010).

d. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans

dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan

adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien

dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit

ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium

serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

e. Konjungtivitis Parasit

Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia

californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,

Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun

jarang (Vaughan, 2010).

f. Konjungtivitis kimia atau iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh

pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-

substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan

konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan

gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan

blefarospasme.

Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat

topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat

lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.

Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan

pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).

g. Konjungtivitis lain

Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit,

konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit

autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada

konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan

pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010).

Page 19: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan

dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah.

(AOA, 2008)

2. Hematoma subkonjungtiva

Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh

darah rapuh (umur, hipertensi, arterosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,

pemakaian antikoagulan dan batuk rejan). ( Ilyas, 2010)

Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau

tidak langsung, yang kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang

terjadi. Pada fraktura basis kranii akan terlihat hematoma kaca mata karena

berbentuk kaca mata yang berwarna biru pada kedua mata. ( Ilyas, 2010)

Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh

subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien memberikan rasa was –

was sehingga pasien akan segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah

akan berubah menjadi hitam setelah beberapa lama, seperti pada hematoma

umumnya. ( Ilyas, 2010)

Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan

dalam waktu 1 – 3 minggu. ( Ilyas, 2010)

3. BLEPHARITIS

Bleharitis adalah peradangan pada folikel bulu mata sepanjang margin kelopak

mata.

Penyebab dan Faktor Risiko

Blepharitis disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari bakteri biasanya

ditemukan di kulit. Biasanya karena dermatitis seboroik atau infeksi bakteri, yang

dapat terjadi pada waktu yang sama.Penyebabnya adalah pertumbuhan berlebih

dari bakteri biasanya ditemukan di kulit.Alergi dan kutu bulu mata yang

mempengaruhi juga dapat menyebabkan blepharitis, meskipun penyebab kurang

umum.

Orang dengan blepharitis memiliki terlalu banyak minyak yang diproduksi

oleh kelenjar di dekat kelopak mata. Hal ini memungkinkan bakteri biasanya

ditemukan di kulit untuk berkembang biak terlalu banyak.Blepharitis dapat

Page 20: laporan tutorial skenario 2 blok mata

dikaitkan dengan styes berulang dan chalazion. Anda lebih rentan terhadap

kondisi ini jika Anda memiliki dermatitis seboroik pada wajah atau kulit kepala,

rosacea, kutu, dan alergi.

Gejala

Kelopak mata tampak merah dan teriritasi, dengan skala yang menempel pada

dasar bulu mata. Kelopak mata mungkin:

CrustyKemerahan

Meradang

Gatal

Dengan membakar

Pasien mungkin merasa seolah-olah pasir atau debu di mata saat berkedip.

Kadang-kadang, bulu mata bisa jatuh.

Pengobatan

Pembersihan harian cermat margin kelopak mata membantu menghilangkan

minyak kulit yang menyebabkan pertumbuhan berlebih dari bakteri. Dokter dapat

merekomendasikan menggunakan sampo bayi atau pembersih khusus. Salep

antibiotik juga dapat membantu.

4. XEROFTALMIA (DEFISIENSI VIT A)

Definisi :

Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan vitamin A, terutama pada

anak Balita dan sering ditemukan pada penderita gizi buruk dan gizi kurang.

Penyebab:

Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia adalah:

Konsumsi makanan yang kurang / tidak mengandung cukup Vitamin A atau

pro vitamin A untuk jangka waktu lama

 Bayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif

Gangguan penyerapan vitamin A

 Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis / diare)

Page 21: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Gambaran Klinis

1.      Gejala Reversible :

buta senja (Hemeralopia)

xerosis konjungtiva : yaitu konjungtiva yang kering, menebal, berkeriput, dan

keruh karena banyak bercak pigmen

xerosis kornea : konjungtiva kornea yang kering, menebal, berkeriput dan

keruh karena banyak bercak pigmen

bercak Bitot : benjolan berupa endapan kering dan berbusa yang berwarna abu-

keperakan berisi sisa-sisa epitel konjungtiva yang rusak.

2.      Gejala irreversible : ulserasi kornea dan sikatriks (scar)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.

Penatalaksanaan

-         Berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi

-         Hari berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral

-         1 – 2 minggu berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral

-         Obati penyakit infeksi yang menyertai

-         Obati kelainan mata, bila terjadi

-         Perbaiki status gizi

Pemeriksaan Mata

I. ANAMNESIS

1. Menanyakan IDENTITAS PASIEN : nama, umur, pekerjaan, alamat

2. Menanyakan KELUHAN UTAMA :

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG, termasuk :

4. Menanyakan riwayat sakit mata sebelumnya :

5. Riwayat penyakit sistemik seperti DM, hipertensi, tiroid, TB, luka pada mukosa

6. Riwayat penggunaan obat sistemik misalnya steroid, kina, etambutol

7. Riwayat minum-minuman keras

Page 22: laporan tutorial skenario 2 blok mata

8. Riwayat alergi : onset, pencetus

9. Riwayat penyakit mata dalam keluarga

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dasar pada mata, berupa :

a.       Pemeriksaan Penglihatan sentral

Pemeriksaan penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan sasaran dengan

berbagai ukuran yang terpisah pada jarak standar dari mata, misalnya “Snellen

chart.” Ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak 6 meter atau 20 kaki. Hasil

yang didapatkan misalnya 4/6 artinya penderita bisa melihat huruf snellen pada

jarak 4 meter sedangkan orang normal masih bisa melihat pada jarak 6 meter.

b.      Uji pinhole

Dengan mata yang sudah dikoreksi, penderita diperintahkan untuk melihat lagi

huruf snellen melalui sebuah lempengan dengan lubang kecil untuk mencegah

sebagian besar berkas yang tidak terfokus memasuki mata. Bila ketajaman

penglihatan bertambah berarti pada penderita terdapat kelainan refraksi yang

belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berubah berarti pada

penderita tersebut terdapat kelainan pada occulusnya.

c.       Tes penglihatan perifer

1.      Tes konfrontasi

Tes konfrontasi digunakan untuk menilai lapang pandang penderita. Penderita

disuruh untuk melihat gerak dan jumlah tangan pemeriksa di arah:

a.       Lateral : 900

b.      Caudal : 700

c.       Cranial :550

d.      Medial 600

2.      Uji konfrontasi simultan

d.      Mengukur kekuatan lensa sferis

Memasang kacamata pecobaan pada posisi yang tepat (=PD jauh)

Pasang penutup (occluder) di depan salah satu mata yang tidak diperiksa

Penderita diperintahkan melihat snellen chart

Meletakkan lensa S+ atau S- tergantung bertambah terang atau tidak pada

mata yang diperiksa. Tambah kekuatan lensa sampai penderita puas dengan

penglihatannya (Trial and Error)

Page 23: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Bila miopi : dipilih untuk kacamata lensa S- terkecil yang memberi

penglihatan terbaik

Bila hipermetropi: dipilih lensa S+ terbesar

e.       Pemeriksaan astigmatisma Cara pengaburan (fogging technique)

Setelah penderita dikoreksi untuk hipermetropia atau myopia yang ada,

maka tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam

penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan

menambah lensa sferis positif 3. penderita diminta melihat kisi-kisi juring

astigmatisme

Penderita ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring

pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditaruh sumbu lensa silinder

atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.

Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder ini dinaikkan sampai garis juring

kisi-kisi astigmatisme vertical sama tegasnya atau kaburnya dengan juring

horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder

yang ditambahkan.

Kemudian penderita diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan

ditaruh lensa negatif sampai penderita melihat jelas pada kartu Snellen.

(Vaughan, 1995)

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis

penyakit pada Ilmu Penyakit Mata antara lain:

1.    Pemeriksaan Tonometri

Pemeriksaan tonometri adalah pemeriksaan tekanan intraokular drngan alat

yang disebut tonometer. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum atau

dokter spesialis lainnya. Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada

setiap orang berusia di atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara

rutin maupun umum.

2.    Oftalmoskopi

Oftalmoskop merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus

okuli. Pemeriksaan dengan oftalmoskop dinamakan oftalmoskopi. Pemeriksaan

ini dilakukan di kamar gelap. Oftalmoskopi dibedakan menjadi oflamoskopi

langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan dengan kedua jenis oftalmoskop ini

Page 24: laporan tutorial skenario 2 blok mata

adalah bertujuan menyinari bagian fundus okuli kemudian bagian yang terang di

dalam fundus okuli dilihat dengan satu mata melalui celah alat pada oftalmoskopi

langsung dan dengan kedua mata pada oftalmoskopi tidak langsung. Pada

oftalmoskopi langsung, daerah yang dilihat adalah dari daerah paling perifer

sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan

pembesaran 15 kali. Dengan oftalmoskopi tidak langsung, akan terlihat daerah

fundus okuli 8 kali diameter papil, dapat dilihat sampai daerah ora serata, karena

dilihat dengan 2 mata maka terdapat efek streoskopik, dan dengan pembesaran 2-4

kali.

3.    Tes Fluoresein

Fluoresein adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari

gelombang biru akan memberikan gelombang hijau. Bahan larutan ini dipakai

untuk melihat adanya defek epitel kornea, fistel kornea, atau untuk foto pembuluh

darah retina bila disuntikkan intravena.

4.    Pemeriksaan Kampimeter dan Perimeter

Kampimeter dan perimeter merupakan alat pengukur atau pemetaan lapang

pandangan terutama daerah sentral atau parasentral. Lapang pandangan adalah

bagian ruangan yang terlihat oleh satu mata dalm sikap diam memandang lurus ke

depan. Pemeriksaan lapang pandangan diperlukan untuk mengetahui adanya

penyakit tertentu ataupun untuk menilai progresivitas penyakit. Lapang

pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal,

dan 65 derajat ke bawah.

5.    Uji Placido

Papan placido merupakan papan yang mempunyai gambaran garis hitam

melingkar konsentris dengan lobang kecil pada bagian sentralnya. Bila pada

kornea pasien yang membelakangi sumber sinar atau jendela, diproyeksikan sinar

gambaran lingkaran placido yang berasal dari papan lempeng placido, maka akan

terlihat keadaan permukaan kornea.

6.    Uji Anel

Pemeriksaan ini dilakukan untuk megetahui fungsi ekskresi lakrimal.

7.    Gonioskopi

Page 25: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat

menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan pada

setiap kasus yang dicurigai adanya glaukoma. 

Page 26: laporan tutorial skenario 2 blok mata

BAB III

PEMBAHASAN

Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di

dunia. Pada pasien dalam skenario mengeluhkan tanda-tanda

konjungtivitis seperti mata merah, mata gatal, berair, kelopak

mata bengkak, dan lengket ketika bangun tidur di pagi hari.

Tanda konjungtivitis pada pasien seperti mata merah atau

hiperemi disebabkan oleh pelebaran pembuluh – pembuluh

konjungtiva posterior. Pelebaran ini disebabkan oleh proses

inflamasi sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Keadaan

ini paling terlihat pada konjungtivitis akut.

Mata berair atau disebut juga epiphora diakibatkan oleh

adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar, atau gatal. Pada

keadaan normal terjadi sekresi air mata untuk melembabkan

mata dan memproteksi mata dari agen infeksi dan debu karena

air mata memiliki kandungan lysozim, NaCl dan air. Jika terjadi

konjungtivitis, akan terjadi hipersekresi air mata yang

sebenarnya berfungsi untuk melarutkan agen infeksi tersebut

keadaan ini ditambah dengan transudasi ringan yang timbul dari

pembuluh darah yang hiperemik sehingga menambah jumlah air

mata.

Pada konjungtivitis terjadi edema pada stroma konjungtiva

(kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan

folikel). Sel-sel radang, termasuk neutrofil, eosinofil, basofil,

limfosit, dan sel plasma, dan sering menunjukkan sifat agen

perusak. Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva ke

permukaan melalui epitel. Sel-sel ini kemudian bergabung

dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat

konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra

(terutama pada pagi hari).

Pada pasien dalam skenario tidak mengeluhkan adanya

pandangan kabur ataupun silau. Tidak adanya pandangan kabur

Page 27: laporan tutorial skenario 2 blok mata

menunjukkan tidak adanya kelainan pada media refraksi maupun

pada saraf opticus dan juga tekanan intra okuler yang

meningkat. Sedangkan silau (photophobia) merupakan tanda

bahwa pasien terlalu sensitif terhadap cahaya ataupun cahaya

terlalu banyak masuk ditambah dengan keadaan kontraksi iris

yang meradang. Tidak adanya keluhan silau pada pasien

menandakan tidak adanya lesi superficial ataupun dalam pada

kornea dan juga tidak didapatkan adanya inflamasi pada iris.

Pada pemeriksaan visus penderita, didapatkan visus occuli dexter adalah

normal 6/6 yang berarti penderita dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang

oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter. Maka tidak

terjadi penurunan visus pada penderita sehingga kita dapat menyingkirkan

kemungkinan diagnosis pada penyakit mata merah dengan visus menurun seperti

keratitis, keratokonjungtivitis, ulkus, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, oftalmika

simpatika, dan panofalmitis.

Pada pemeriksaan konjungtiva bulbi didapatkan injeksi konjungtiva yang

berarti melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior serta ukuran

pembuluh darah makin besar ke bagian posterior. Injeksi Konjungtiva bisa

disebabkan karena mekanis alergi, ataupun infeksi pada konjungtiva. Sehingga

kita dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis mata merah dengan injeksi

bulbi seperti keratitis, iritis akut, glaukoma akut, diagnosis kita lebih mengarah

pada mata merah dengan injeksi konjungtiva.

Konjungtiva palpebra hiperemi dapat disebabkan oleh peningkatan

aliran darah oleh karena terjadinya suatu infeksi, alergi ataupun peradangan.

Selain itu, pengurangan darah seperti pada pembendungan darah dapat

menyebbabkan konjungtiva palpebra hiperemi.

Sekret pada penderita merupakan produk kelenjar, yang pada konjungtiva

bulbi dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret pada konjungtiva dapat bersifat :

Air, kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus atau alergi

Purulen, oleh bakteri atau klamidia

Hiperpurulen, oleh gonokok atau meningokok

Lengket, oleh alergi atau vernal

Page 28: laporan tutorial skenario 2 blok mata

Seros, oleh adenovirus

Sedangkan pada skenario tidak dijelaskan bagaimana sifat sekret tersebut

sehingga masih diperlukan informasi lebih lanjut.

Kornea penderita jernih maka tidak ditemukan adanya gangguan ataupun

infeksi pada kornea sehingga pengelihatan pasien masih baik dan tidak kabur.

Sehingga kita dapat menyingkirkan diagnosis yang mengarah pada mata merah

namun disertai kekeruhan kornea.

Dalam skenario sudah dilakukan pemeriksaan umum untuk mata, akan

tetapi masih diperlukan pemeriksaan penunjang lain untuk bisa memastikan

diagnosis penyakit. Beberapa pemeriksaan yang dibutuhkan antara lain adalah :

- Pemeriksaan tajam penglihatan

- Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai alat

pemeriksaan pandangan).

- Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek

epitel kornea).

- Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya

kebocoran kornea).

- Pemeriksaan oftalmoskop

- Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat

benda menjadi lebih besar dibanding ukuran normalnya).

Untuk terapi awal dapat diberikan antibiotic topical atau obat tetes steroid

untuk alergi (kontra indikasi pada herpes simplek virus). Sementara untuk

mengetahui kausa diperlukan adanya pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan

secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat

sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel

radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada

pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. 

Selanjutnya untuk terapinya, secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan

menggunakan sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin

0,3%), chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan

antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau dengan kortikosteroid

(dexamentosone 0,1%). Umumnya konjungtivitis dapat sembuh tanpa pengobatan

Page 29: laporan tutorial skenario 2 blok mata

dalam waktu 10-14 hari, dan dengan pengobatan, sembuh dalam waktu 1-3 hari.

Hal itulah mengapa dalam skenario juga pasien diperbolehkan untuk rawat jalan

dan tidak perlu rawat inap. Pengobatan untuk konjungtivitis itu sendiri

disesuaikan dengan klasifikasinya.

Page 30: laporan tutorial skenario 2 blok mata

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada skenario, kami

menarik kesimpulan pasien dalam skenario ke 2 ini mengalami tanda-tanda

konjungtivitis seperti mata merah, mata gatal, berair, kelopak mata bengkak,

dan lengket ketika bangun tidur di pagi hari.

2. Pasien dalam skenario juga tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur hal

ini menunjukkan tidak adanya kelainan pada media refraksi maupun pada

saraf opticus dan juga tekanan intra okuler yang meningkat.

3. Untuk menunjang diagnosis masih diperlukan pemeriksaan penunjang lain

seperti pemerkisaan laboratiorum.

4. Penatalaksanaan secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan

sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%),

chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan

antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau dengan

kortikosteroid (dexamentosone 0,1%).

B. Saran

1. Semua anggota kelompok sudah berpartisipasi aktif dalam diskusi tutorial

kali ini, diharapkan keaktifan ini tetap dipertahankan dan ditingkatkan pada

diskusi-diskusi tutorial selanjutnya.

2. Dalam skenario sudah dilakukan pemeriksaan umum untuk mata, akan

tetapi masih diperlukan pemeriksaan penunjang lain untuk bisa memastikan

diagnosis penyakit.

Page 31: laporan tutorial skenario 2 blok mata

DAFTAR PUSTAKA

Eroschenko, Victor P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.

Edisi 9. Jakarta: EGC.

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius

Fakultas  Universitas Indonesia.

Riordan-Eva, Paul dan John P. Whitcher. 2012. Vaughan & Asbury Oftalmologi

Umum. Jakarta: EGC.

Vaughan, daniel G et al. 1995.  Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika.