Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

38
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada skenario ini terdapat seorang wanita berusia 35 tahun yang datang ke puskesmas dengan keluhan muntah-muntah, keringat dingin, kulit kemerahan dan gatal-gatal. Dua hari sebelumnya pasien tersebut melakukan cabut gigi dan oleh dokter gigi diberi obat analgesik dan antibiotika. Obat diminum sebelum makan. Pasien juga masih menyusui dan anak yang disusuinya juga mengalami hal yang sama, yaitu muntah-muntah dan kulitnya kemerahan. Pemeriksaan klinis pada pasien didapatkan: tensi 120/80 mmHg, nyeri epigastrium (nyeri pada daerah sekitar ulu hati) (+), hiperperistaltik (gerakan peristaltik berlebih pada saluran pencernaan), skin rash seluruh tubuh morbili form (kemerah-kerahan seperti campak). Pemeriksaan penunjangn : SGOT (serum glutamik oksaloasetik transaminase) 100 UI (Normal 40 UI), SGPT (serum glutamik piruvik transaminase) 200 UI (Normal 40 UI). Suami pasien minum obat yang sama tapi tidak ada keluhan berarti. 1

description

mmm

Transcript of Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Page 1: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada skenario ini terdapat seorang wanita berusia 35 tahun yang

datang ke puskesmas dengan keluhan muntah-muntah, keringat dingin,

kulit kemerahan dan gatal-gatal. Dua hari sebelumnya pasien tersebut

melakukan cabut gigi dan oleh dokter gigi diberi obat analgesik dan

antibiotika. Obat diminum sebelum makan. Pasien juga masih menyusui

dan anak yang disusuinya juga mengalami hal yang sama, yaitu muntah-

muntah dan kulitnya kemerahan. Pemeriksaan klinis pada pasien

didapatkan: tensi 120/80 mmHg, nyeri epigastrium (nyeri pada daerah

sekitar ulu hati) (+), hiperperistaltik (gerakan peristaltik berlebih pada

saluran pencernaan), skin rash seluruh tubuh morbili form (kemerah-

kerahan seperti campak). Pemeriksaan penunjangn : SGOT (serum

glutamik oksaloasetik transaminase) 100 UI (Normal 40 UI), SGPT (serum

glutamik piruvik transaminase) 200 UI (Normal 40 UI). Suami pasien

minum obat yang sama tapi tidak ada keluhan berarti.

Dari skenario tersebut, diduga gejala-gejala yang terjadi

disebabakan oleh efek samping dari obat yang diberikan oleh dokter,

dan hubungan antara sang anak yang disusui dan gejala yang diderita

oleh anak tersebut adalah efek dari ASI sang ibu yang terkontaminasi

oleh obat yang yang diekskresikan lewat ASI. Sedangkan untuk sang

suami yang tidak mengelami gejala serupa saat mengkonsumsi obat yang

sama akan di jelaskan melalui proses farmakogenetik.

1

Page 2: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

B. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa pasien tersebut setelah diberi obat mengalami

gejala-gejala tersebut?

2. Apa hubungan nyeri episgatrium, hiperperistaltik, skin rash

terhadap penyakit tersebut?

3. Gejala yang muncul karena obat atau kelainan pada organ?

4. Mengapa sang anak mengalami gejala yang sama dengan

ibunya?

5. Mengapa suami pasien tidak terkena penyakit ini?

6. Prinsip kerja SGPT dan SGOT terhadap kasus?

C. TUJUAN

Penulis dapat menjelaskan konsep dari farmakodinamik yang

mencakup interaksi obat, hubungan antara dosis dan respon, dan reaksi

obat yang tidak diinginkan, selain itu juga dapat menjelaskan

farmakokinetik yang merukapan proses jalannya obat dalam tubuh, yang

mencakup absopsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi dan juga dapat

menjelaskan konsep farmakogenetik dan farmakogenomik.

D. MANFAAT

Anggota kelompok tutorial dapat menjelaskan kaitan aspek

farmakologi dengan efek samping yang diderita pasien dalam skenario

ini sebagai jembatan untuk dapat mengerti mengenai konsep-konsep

dalam farmakologi seperti farmakokinetik, farmakodinamik dan

farmakogenetik.

2

Page 3: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Farmakologi ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,

lewat proses kimia khususnya reseptor.

Farmakokinetik apa yang dialami obat yang diberikan pada suatu

makhluk, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme /

biotransformasi, dan ekskresi.

Farmakodinamik pengaruh obat terhadap sel hidup, organ, mahkluk

secara keseluruhan berhubungan dengan fisiologi,

biokimia, dan patologi.

Obat analgesik merupakan obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri.

Obat antibiotik merupakan obat untuk membunuh bakteri dan agen patologis

lainnya dengan cara merusak sistem sel nya.

A. FARMAKODINAMIK

Farmakodinamik adalah fase dimana obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor

tujuan dan siap memberikan efek.

Terdapat empat mekanisme kerja obat :

1. Interaksi obat – reseptor adrenergik, kolinergik

2. Substrat enzim allopurinol, aspirin, captopril

3. Membuka menutup ion channel antagonis kalsium

4. Merusak sistem sel sitotoksik : antibiotik, antikanker

3

Page 4: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

B. FARMAKOKINETIK

Farmakokinetik terbagi menjadi empat :

1. ABSORPSI

proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah

Cara pemberiannya :

Per oral lewat mulut (paling mudah, murah, aman, tidak

menggunakan alat namun tidak bisa untuk pasien dalam kondisi

pingsan dan pasien pelupa)

Injeksi / Suntikan

Intra Vena (paling cepat, namun cepat toksik)

infus

Intra Muskular (paling banyak, kecepatan

dipengaruhi kelarutan

obat dalam air) imunisasi TT,

vitamin C

Intra Tekal (obat yang berefek pada cairan

serebrospinal)

anestesi spinal

Sub Kutan (bawah kulit, absorpsi lambat

konstan) KB susuk,

vaksin, insulin

Sublingualis di bawah lidah obat larut lemak

(nitrogliserin) langsung

ke vena cava superior

Inhalasi melalui paru – paru (anestesi, asma)

Topikal permukaan kulit (salep, tetes)

Rektal melalui anus pada pasien tidak sadar atau

muntah

4

Page 5: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Absorpsi Obat dipengaruhi oleh :

1. Fisik dan Kimia Bahan Obat

2. Bentuk Sediaan Obat (BSO)

3. Formulasi Obat

4. Cara Pemberian Obat

5. Luas Permukaan Kontak Obat

2. DISTRIBUSI

Pengikatan obat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah

Protein plasma :

1. Albumin mengikat obat asam dan obat netral

(sterois, bilirubin,

asam – asam lemak)

2. α-glikoprotein mengikat obat basa

3. CBG mengikat kortikosteroid

4. SSBG mengikat hormon kelamin

Terbagi atas dua :

1. Distribusi Fase I

Terjadi setelah penyerapan organ dengan perfusi baik (ginjal,

jantung, hati, otak)

2. Distribusi Fase II organ dengan perfusi kurang baik

(kulit, otot, viscera)

Dipengaruhi oleh :

1. Aliran Darah

2. Afinitas

3. Efek Pengikatan terhadap Protein

5

Page 6: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

3. METABOLISME

Bertujuan untuk mengubah senyawa obat yang non polar (larut

lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal

atau empedu

Terbagi atas dua fase :

1. Fase I oksidasi, reduksi, dan hidrolisis membuat obat

menjadi inaktif,

lebih akif, kurang aktif, atau lebih toksik.

2. Fase II konjugasi dengan substrat endogen agar obat

menjadi inaktif.

Metabolisme obat dapat terganggu pada pasien dengan penyakit hati,

gagal jantung, dan syok.

4. EKSKRESI

Ekskresi dapat melalui berbagai media seperti ginjal, keringat, saliva, ASI,

rambut, dan paru.

Ekskresi pada ginjal :

1. Filtrasi Glomerolus

Filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerolus ke

dalam kapsula bowman.

2. Reabsorbsi Tubulus

Perpindahan selektif zat – zat yang difiltrasi dari lumen tubulus ke

kapiler peritubulus. Sekitar 99% plasma yang disaring kembali ke

darah. Filtrat 1%.

3. Sekresi Tubulus

Perpindahan selektif zat – zat yang tidak difiltrasi dari kapiler

peritubulus ke lumen tubulus.

6

Page 7: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

7

AbsorpsiProses penyerapan obat di tempat pemberian obat hingga akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah.Faktor2: Fisik dan kimia bahan obatBSOFormulasi obatcara pemberianluas permukaan kontak

DistribusiDarah→obat +protein plasma→seluruh tubuhfase 1: terjadi setelah penyerapan yakni pada organ dgn perfusi yang sangat baik (cont : jantung, otak ) fase 2 : cakupannya lebih luas (otot, kulit, viscera, dan jaringan perifer).

Metabolismebertujuan mengubah obat dari non polar →polar agar bisa menyatu dengan air dan dapat diekskresi.TempatIntrahepatik → hepatosit → RE & SitosolEkstrahepatik

EkskresiFiltrasi Glomerulus → menyerap zat seperti Ca2+, as. amino, H2O, glukosa, Na+

Reabsorpsi TubulusSekresi Tubulus

Setelah proses ini, yang kadarnya berlebih akan dibuang melalui urin, saliiva, keringat, dan ASI.

Page 8: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

DASAR TEORI

Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia

dalam jaringan biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah

obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi.

Hati merupakan organ utama tempat metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif

mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorpsi

di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena itu, obat yang lipofil

harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar supaya

reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.

Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah

senyawa lipofil menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti OH,

NH2, dan COOH. Ini bertujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses

perubahan selanjutnya. Hasil metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek

farmakologinya.Metabolisme fase I kebanyakan menggunakan enzim sitokrom

P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI.Enzim ini juga berperan penting

dalam memetabolisme zat endogen seperti steroid, lemak dan detoksifikasi zat

eksogen.Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak menggunakan

enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol.

Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar

setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat

lipofil.Konjugasi ialah reaksi penggabungan antara obat dengan zat endogen

seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat dan asam amino.Hasil reaksi

konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif secara

farmakologi.Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum dan paling

penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat.

Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH2, SH dan COOH

mungkin tidak perlu mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II.Dengan

demikian tidak semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi

8

Page 9: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

fase II.Bahkan zat dapat mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum

mengalami metabolisme fase I.

(Mycek,2001)

Metabolisme obat terutama terjadi di hati,yakni di membran

endoplasmic reticulum(mikrosom)dan di cytosol.Tempat metabolisme yang lain

(ekstra hepatik) adalah:dinding usus,Ginjal,Paru,Darah,Otak dan Kulit,juga di

lumen kolon(oleh flora usus).

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak)

menjadi polar (larut air)agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau

empedu.dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi

sebagian berubah menjadi lebih aktif(jika asalnya prodrug),kurang aktif,atau

menjadi toksik.

Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim

cytocrome P450 (cyp)yang disebut juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed

Fungtion Oxidase) dalam endoplasmic reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam

metabolisme obat berupa induksi atau inhibisi enzim metabolisme,terutama

enzim cyp.

Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat

transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang

menjadi substrat enzim yang bersangkutan.

Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang terjadi secara langsung

dengan akibat peningkatan kadar substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi

secara langsung. (Mardjono,2007,hal 8)

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis,masa

kerja,dan toksisitas obat.Oleh karena itu pengetahuan tentang metabolisme obat

penting dalam studi.suatu obat dapat menimbulkan suatu respon biologis

dengan melalui dua jalur,yaitu:

9

Page 10: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

a. Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns berinteraksi

dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis.

b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses

metabolisme menjadi obat aktif,berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan

respon biologis(bioaktivasi)

Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi

metabolit tidak aktif dan tidak toksik(bioinaktivasi atau detoksifikasi),mudah

larut dalam air dan kemudian diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat

bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa induk(biootoksifikasi)dan ada

pula hasilmetabolit obat yang mempunyai efek farmakologis berbeda dengan

senyawa induk.contoh:Iproniazid,suatu obat perangsang system syaraf

pusat,dalam tubuh di metabolis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai

antituberkolosis.

Faktor-faktor yang mempengarui metabolisme obat

Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan

enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit.Jumlah metabolit

ditentukan oleh kadar dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses

metabolisme.Kecepatan metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa

kerja obat.Kecepatan metabolisme ini kemungkinan berbeda-beda pada masing-

masing individu.Penurunan kecepatan metabolisme akan meningkatkan

intensitas dan memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan meningkatkan

toksisitas obat.Kenaikan kecepatan metabolisme akan menurunkan intensitas

dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada

dosis normal.

10

Page 11: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain:

1. Faktor Genetik atau keturunan

Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang

terjadi dalam system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau

keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme

obat.

2. Perbedaan spesies dan galur

Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan

galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi kadang-kadang ada

perbedan uang cukup besar pada reaksi metabolismenya.

3. Perbedaan jenis kelamin

Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap

kecepatan metabolisme obat

4. Perbedaan umur

Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom

hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit sehingga

sangat peka terhadap obat.

5. Penghambatan enzim metabolisme

Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu

senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat

meningkatkan intensitas efek obat,memperpanjang masa kerja obat dan

kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan toksisitas.

6. Induksi enzim metabolisme

Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan

metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat.Hal ini disebabkan

senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme

dan bukan Karena permeablelitas mikrosom atau adanya reaksi

penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentuatau

proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar

11

Page 12: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa

kerjanya menjadi lebih singkat.

Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat

meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif.

Tempat metabolisme obat

Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan dan

organ-organ seperti hati,ginjal,paru dan saluran cerna.Hati merupakan organ

tubuh tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim

metabolisme dibanding organ lain.Metabolisme obat di hati terjadi pada

membrane reticulum endoplasma sel.Retikulum endoplasma terdiri dari dua tipe

yang berbeda,baik bentuk maupun fungsinya.Tipe 1 mempunyai permukaan

membran yang kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun secara khas dan

berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan untuk sintesis

protein.Tipe 2 mempunyai permukaan membran yang halus tidak mengandung

ribosom.Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk

metabolisme obat. Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing

Reaksi metabolisme obat dan dan senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:

1. Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi

2. Reaksi fase II atau reaksi konjugasi.

Yang termasuk reaksi fase I adalah reaksi-reaksi oksidasi,reduksi,dan hi

drolisis.tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus fungsional tertentu yang

besifat polar.

Yang termasuk reaksi fase II adalah reaksi konjugasi,metilasi dan asetilasi.Tujuan

reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan

senyawa endogen yamg mudah terionisasi dan bersifat polar,seperti asam

glukoronat,sulfat,glisin dan glutamine,menghasilkan konjugat yang mudah larut

dalam air.Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat) kehilangan aktivias dan

toksisitasnya,dan kemudian di ekskresikan melalui urin.

12

Page 13: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Pada metabolisme obat,gambaran secara tepat system enzin yang

bertanggungjawab terhadap proses oksidasi,reduksi,masih belum diketahui

secara jelas.Secara umum diketahui bahwa sebagian besar reaksi metabolik akan

melibatkan prpses oksidasi.Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor,yaitu

bentuk tereduksi dari nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat (NADPH) dan

nikotinamid-adenin-dinukleotida

(Siswandono,1995;hal 57-66)

SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic

Pyruvic Transaminase) adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung,

hati, dan jaringan skeleton. (Dorland, 2002).

C. FARMAKOTERAPI

1. Isoniazid (INH)

INH menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting

dinding sel mikobakterium. Di hati, INH terutama mengalami asetilasi, dan pada

manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik. INH dapat

menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis

multilobular. Penderita yang mendapat INH hendaknya selalu diamati dan dinilai

kemungkinan adanya gejala hepatitis, kalau perlu dilakukan pemeriksaan SGOT.

Efek nonterapi INH dapat dicegah dengan pemberian piridoksin dan pengawasan

yang cermat. Untuk tujuan terapi, INH harus diberikan dengan obat lain. Untuk

pencegahan, dapat diberikan tunggal.

13

Page 14: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

2. Rifampicin

Rifampicin aktif terhadap sel yang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-

dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain.

Rifampicin jarang menimbulkan efek nonterapi, namun pada penderita penyakit

hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut insidensi ikterus bertambah. Rifampicin

tampaknya meningkatkan hepatotoksisitas INH terutama pada asetilator lambat.

(Ganiswara, et.al, 2001).

Efek sampingnya yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit

kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak toksis

bagi hati. Pada penggunaan lama, dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara

periodik. Obat ini agak sering juga menyebabkan gangguan saluran cerna seperti

mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan

SSP dan reaksi hipersensitasi (Tjay, 2003)

3. Etambutol

Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Jika ada efek nonterapi, biasanya

berupa gangguan penglihatan, dan peningkatan kadar asam urat darah. Efek

nonterapi ini mungkin diperkuat oleh INH dan piridoksin.

4. Pirazinamid

Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Gejala pertama

adalah peningkatan SGOT dan SGPT. Jika jelas timbul kerusakan hati, terapi

dengan pirazinamid harus dihentikan. (Ganiswara et.al., 2001).

14

Page 15: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Efek samping antibiotik :

1. Menyebabkan reaksi alergi seperti gatal

2. Peradangan atau ruam serta adanya pembengkakan

3. Gangguan pencernaan seperti diare muntah dan sakit perut

4. Gangguan organ hati dan ginjal

5. Berbahaya pada pasien yang menderita pielonefritis dan

glomerulonefritis, hepatitis

Golongan obat

- Golongan obat yang berefek samping untuk ginjal :

1. Aminoglocoside

2. Ciproploksasin (air kencing gelap dan batu ginjal)

3. mecropeneng

- Golongan obat yang berefek samping untuk hati :

1. gol eritromicin

2. flucloxacilin

3. nitrofurantoin

4. trimetropin

5. sultonamid

15

Page 16: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Perjalanan Obat

Disebutkan pada scenario, anak yang meminum ASI ibu yang

mengalami gejala-gejala seperti di atas juga ikut terkena gejala yang

sama. Hal ini dikarenakan terjadinya kontaminasi darah antara ibu

dan anak. ASI yang diminum oleh anak merupakan bentukan dari

darah ibu, sedangkan setelah obat diabsorpsi di usus obat akan

masuk kedarah sehingga pada saat sang anak mendapatkan ASI anak

akan mendapat racun yang sama pada ibu, sehingga anak akan

tertular atau terkontaminasi dan menderita gejala yang sama pada

ibu.

Nyeri Epigastriumdisebabkan karena ulcus gaster, karena adanya

gerakan hiperperistaltik pada ulcusgaster

Morbiliform dan Skin Rash morbiliform terjadi karena respon

imunitas terhadap obat, disfungsi hati menyebabkan metabolisme

obat tidak terjadi dan kemudian muncul skinrash.

Manifestasi klinis obat

a. Hipersensitifitas terjadi cepat, menyebabkan kontraksi otot polos,

meningkatnya permebialitas kapiler, dan hipersekresi kelenjar

muscus.

b. Terjadi karena terbentuknya IgM / IgG, ini menyebabkan kelainan

darah seperti anemia hemolitik, eusinophilia dan

granulositophenia.

Eusinophili (alergi meningkat) -> histamin -> skinrash

c. Tipe 3

d. Tipe 4

16

Page 17: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

BAB III

PEMBAHASAN

A. SGOT DAN SGPT

SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama

oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis,

biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes

laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada

hati.

Gangguan hati sendiri bentuknya berjenis-jenis, dengan jumlah penderita tak

sedikit. Jumlah pengidap hepatitis C saja sekitar 3% dari populasi. Belum lagi

hepatitis A dan B yang jumlahnya jauh lebih banyak. Apalagi jika ditambah

dengan perlemakan hati, sirosis, intoksikasi obat, fibrosis hati, dan penyakit lain

yang nama-nya jarang kita dengar.

Penyakit-penyakit tadi umumnya ditandai dengan peningkatan angka

SGOT-SGPT. Namun, kedua enzim itu tidak 100% dihasilkan oleh liver. Sebagian

kecil juga diproduksi oleh sel otot, jantung, pankreas, dan ginjal. Itu sebabnya,

jika sel-sel otot mengalami kerusakan, kadar kedua enzim ini pun meningkat.

Rusaknya sel-sel otot bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya aktivitas

fisik yang berat, luka, trauma, atau bahkan kerokan. Ketika kita mendapat injeksi

intra muskular (suntik lewat jaringan otot), sel-sel otot pun bisa mengalami

sedikit kerusakan dan meningkatkan kadar enzim transaminase ini. Pendek kata,

ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kenaikan SGOT-SGPT.

Dibandingkan dengan SGOT, SGPT lebih spesifik menunjukkan

ketidakberesan sel hati, karena SGPT hanya sedikit saja diproduksi oleh sel

nonliver. Biasanya, faktor nonliver tidak menaikkan SGOT-SGPT secara drastis.

Umumnya, tidak sampai 100% di atas BAN. Misalnya, jika BAN kadar SGPT adalah

65 unit/liter (u/l), kenaikan akibat bermain sepakbola lazimnya tak sampai dua

kali lipat.

17

Page 18: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Jika kadarnya melampaui dua kali lipat, ini pertanda mulai menyalanya

lampu merah yang harus diwaspadai. Jangan “sakit hati” jika dokter curiga kita

mengidap sakit hati. BAN sendiri bisa berbeda antarlaboratorium. Jika pernah tes

darah di dua laboratorium yang berbeda, dan mendapatkan BAN yang berbeda,

Anda tak perlu heran. “Batas atas normal tergantung pada reagen dan alat yang

digunakan,” jelas Rino. Di rumah sakit tertentu, BAN kadar SGPT bisa 40 u/l, tapi

di klinik lain bisa 65 u/l. Ini hanya masalah teknis pemeriksaan. itu sebabnya, kita

tak bisa menyatakan tinggi rendahnya SGOT-SGPT dari angka absolut, tetapi dari

nilai relatif (dibandingkan dengan BAN).

SGPT

SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan

enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis

destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot

jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi

daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses

kronis didapat sebaliknya.

SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau

spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk

SGPT/ALT adalah :

Laki-laki : 0 - 50 U/L

Perempuan : 0 - 35 U/L

18

Page 19: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Masalah Klinis

Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :

Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis

hati (toksisitas obat atau kimia)

Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif,

sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard

(SGOT>SGPT)

Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis

Laennec, sirosis biliaris.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat

menurunkan kadar

Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena

dapat meningkatkan kadar

Hemolisis sampel

Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin,

karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin,

spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin,

kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis,

indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane),

propanolol (Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.

Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.

SGOT

SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan

enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi

sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah

19

Page 20: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah

banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan

meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya

infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark

tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung

lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit

hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam

waktu yang lama.

SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau

spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau

spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai

rujukan untuk SGOT/AST adalah :

Laki-laki : 0 - 50 U/L

Perempuan : 0 - 35 U/L

Masalah Klinis

Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :

Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut,

infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis

infeksiosa

Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu,

aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau

primer), distrophia muscularis

Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark

paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)

20

Page 21: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST

Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat

menurunkan kadar SGOT/AST

Hemolisis sampel darah

Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin,

karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,

nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin,

vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi

(metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison,

flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin,

kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif

atau negatif yang keliru.

B. PEMERIKSAAN SGOT DAN SGPT :

Prinsip kerja SGOT dan SGPT

- SGOT dan SGPT digunakan sebagai acuan dalam menentukan kerusakan hati atau kerusakan jantung

- Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebutdalam plasma lebih besar dari kadar normalnya. Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :

o Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitasobat atau kimia)

o Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatanempedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)

o Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosisbiliaris

21

Page 22: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Cara kerja

1. Ambil darah 3 ml (hindari hemolisis) → masukkan ke dalam tabung

vacutest → sentrifugasi untuk mendapatkan plasma.

2. Hangatkan reagen dan cuvet pada temperature yang diinginkan dan

temperature haruskonstan (±0,5ÛC)

3. Sampel 200µL + reagen 1 1000µL → inkubasi pada temperature 25/30ÛC

Sampel 100µL + reagen 1 1000µL → inkubasi pada temperature 37ÛC

4. + reagen 2 masing-masing sebanyak 250

5. Campur reagen + sampel , baca absorbansi pada panjang gelombang

365nm,setelah 1 menit dan pada saat yang sama, hitung waktu dengan

stopwatch

6. Baca lagi absorbansi dengan pasti setelah 1 menit, 2 menit dan 3 menitFaktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat

menurunkan kadar

Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena

dapatmeningkatkan kadar

Hemolisis sampel

Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin,

karbenisilin,eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin,

tetrasiklin), narkotika(meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi

(metildopa, guanetidin), preparatdigitalis, indometasin (Indosin), salisilat,

rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol(Inderal), kontrasepsi oral

(progestin-estrogen), lead, heparin.

22

Page 23: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

C. AMINOGLIKOSIDA

Merupakan salah satu jenis antibiotikyang dapat menghambat

pembentukan protein bakteri. Karena keefektifan antibiotik ini dalam

menghambat produksi protein bakteri, aminoglikosida diberikan antara

lain untuk mengobati tifus dan pneumonia. Meskipun efektif dalam

mengobati bakteri penyebab infeksi, terdapat risiko bakteri semakin

tahan terhadap antibiotik ini. Aminoglikosida juga diberikan dalam

kombinasi dengan penisilin atau sefalosporin. Aminoglikosida efektif

mengendalikan dan mengobati infeksi bakteri, namun berpotensi

melemahkan ginjal dan fungsi hati.

D. CARA PEMBERIAN OBAT :

1. Peroral - Tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan

absorpsi yang sangat luas yaitu 200 m2.

- Keuntungan: paling mudah, paling murah, relatif lebih aman, tidak menggunakan alat, tidak aseptik

- Kerugian: tidak bisa dipakai untuk pelupa, tidak bisa dipakai untuk emergency, tergantung kondisi perut

2. Sublingual - Pemberian obat di bawah lidah. Hanya untuk obat yang sangat larut

dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya: nitrogliserin.

- Obat tidak mengalami metabolisme lintas pertama hati karena darah dari mulut langsung ke vena cava superior dan tidak melalui vena porta.

3. Injeksi a. Intra vena

Paling bagus, injeksi melalui pembuluh darah, bisa untuk obat yang dapat menyebabkan iritasi, tidak melalui absorpsi, sudut penyuntikan 15-30o, pemberian sebaiknya pelan-pelan. Kerugiannya yaitu cepat bereaksi toksik. Contoh: pemberian infus.

23

Page 24: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

b. Intramuskular Obat langsung masuk interstisium jaringan otot atau kulit → pembuluh darah kapiler → darah sistemik. Absorpsinya tidak secepat intravena, kecepatannya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air, sudut penyuntikan 90o, paling aman dan paling mudah. Contoh: imunisasi TT, vitamin C.

c. SubkutanMelalui bawah kulit, hanya obat yang yang tidak menyebabkan iritasi jaringan, absorpsinya lambat dan konstan, efeknya lama. Contoh: KB susuk, vaksin, insulin.

d. IntratekalDigunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anastesi spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan obat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

4. Paru-paru (inhalasi)- Keuntungan : cepat bereaksi- Kerugian : perlu metode khusus, sukar mengatur dosisnya

5. Topikal - Pemberian secara dioles ke kulit- Keuntungan : efek lokal, lebih praktis- Kerugian : permukaan nya luas sehingga cenderung sulit

Faktor absorpsi obat :

1. fisik & kimia bahan obat

2. bentuk sediaan obat

3. formulasi obat

4. cara pemberian obat

5. luas konta permukaan obat

6. pH organ, makanan, curah jantung, dinding kapiler.

Faktor distribusi : aliran darah, efek pengikatan terhadap protein, afinitas

24

Page 25: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

E. VARIASI GENETIK GEN YANG MENDEGRADASI OBAT- Polimorfisme genetik ditemukan pada : enzim CYP2D6, CYP2C9, & NAT2.

Populasi terbagi dalam 2 atau lebih subpopulasi dengan aktivitas enzim yang berbeda. Dalam hal enzim CYP, genotip populasi terbagi menjadi extensive metabolizers (EM) dan poor metabolizers (PM), sedangkan NAT 2, rapid acetylators (RA) dan slow acetylator (SA). Frekuensi PM pada keturunan asia tenggara untuk enzim CYP2D6 hanya sekitar 1-2%, untuk enzim CYP2C19 sekitar 15-25%, sedangkan untuk enzim NAT2 antara 5-10%. Frekuensi PM pada populasi dunia untuk enzim CYP2C9 antara 2-10%. Bagi mereka dibutuhkan dosis yang jauh lebih rendah untuk obat-obat yang merupakan substrat dari enzim yang bersangkutan. Penghambat enzim yang poten dapat mengubah seseorang dengan genotip EM menjadi PM.

- Enzim katalase jika terkena hidrogen peroksida akan hemolisis.

25

Page 26: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Dari hasil diskusi yang kami lakukan didapatkan bahwa pasien alergi

terhadap obat analgesik dan antibiotik. Alergi tersebut dapat terjadi karena

ketidakmampuan si ibu memetabolisme obat dengan baik di dalam tubuhnya.

Selanjutnya obat mengkontaminasi darah pada ibu, sehingga saat anak

mengkonsumsi ASI yang terbentuk dari darah ibu, anak kemudian mendapat

gejala yang sama karena ibu, karena anak meminum ASI, dimana obat juga bisa

diekskresikan melalui ASI. Efek obat dapat berbeda antara makhluk hidup yang

satu dengan yang lainnya. Karena di dalam tubuh makhluk hidup terdapat variasi

genetic. Efek obat di dalam tubuh juga dipengaruhi oleh pola hidup, makanan,

dan juga lingkungan.

Pemberian obat harus mempertimbangkan banyak hal, selain adanya

hipersensitivitas pada pasien tertentu, keadaan pasien juga harus menjadi

pertimbangan penting. Bagi ibu hamil dan menyusui, pemilihan dan pemakaian

obat harus sangat hati-hati karena farmakokinetika obat, terutama pada proses

ekskresi, dapat mempengaruhi bahkan membahayakan anak dari ibu tersebut

B. SARAN

1. Saat terjadi gejala-gejala yang abnormal segera hentikan

pengkonsumsian obat agar gejala yang timbul tidak semakin parah.

2. Saat muncul gejala yang tidak wajar, hentiikan pemberian ASI kepada

bayi, karena efek obat tersebut juga diekskresikan melalui ASI

3. Hubungi segera dokter yang memberi obat sebelumnya agar bia

menangani lebih lanjut.

26

Page 27: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Hfiz, Al, Effy Huriyati (2008). Diagnosis dan penatalaksanaan rinitis alergi yang

disertai asma bronkial. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

http://repository.unand.ac.id/17670/1/Case%203%20-%20Rhinitis

%20Alergi%20dengan%20Asma.pdf

Diakses : November 2012

Mahar, Mardjono (1995). Farmakologi dan terapi. Edisi ke 4. Jakarta : EGC. pp:1-23

Mardjono, Mahar (2007), Farmakologi dan terapi. Jakarta; Universitas Indonesia

Press.

Mycek, Mary J (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta :

WidyaMedika

Rifa’i Muhaimin (2011). Alergi dan hipersensitif. Kementrian Pendidikan Nasional

Universitas Brawijaya.

http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/Alergi-hipersensitif-

diktat1.pdf

Diakses : November 2012

Siswandono, Soekardjo (1995). Kimia medisinal. Surabaya : Airlangga University

Press.

27

Page 28: Laporan Tutorial Blok Metabolisme, Skenario 2

Mardjono, Mahar, 2007, Farmakologi dan Terapi, Jakarta; Universitas Indonesia

Press.

Mycek, Mary J, 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2, Widya Medika,

Jakarta.

Siswandono, Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal, Surabaya; Airlangga

University Press

28