Laporan Tutorial Skenario 2

59
SKENARIO ANASTESI LOKAL DAN EKSODONSIA Pasien Pak Suraji umur 45 tahun datang ke RSGM FKG Unej atas rujukan bagian lain dengan permintaan pencabutan gigi. Data pemeriksaan klinis intra oral terdapat gigi 11 dan 18 dengan kondisi gigi karies profunda perforasi serta gigi 36 dan 42 sisa akar, masing-masing gigi tersebut diindikasikan untuk dilakukan eksodonsi. Pemeriksaan vital sign dan kondisi fisik pasien baik. 1 | Laporan Tutorial Blok KURHAB 1

description

jjjnhk

Transcript of Laporan Tutorial Skenario 2

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 2

SKENARIO

ANASTESI LOKAL DAN EKSODONSIA

Pasien Pak Suraji umur 45 tahun datang ke RSGM FKG Unej atas rujukan

bagian lain dengan permintaan pencabutan gigi. Data pemeriksaan klinis intra oral

terdapat gigi 11 dan 18 dengan kondisi gigi karies profunda perforasi serta gigi 36

dan 42 sisa akar, masing-masing gigi tersebut diindikasikan untuk dilakukan

eksodonsi. Pemeriksaan vital sign dan kondisi fisik pasien baik.

1 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP I

- Anastesi local :

Merupakan injeksi obat anastesi pada bagian tubuh tertentu yang bersifat

reversible, kerjanya dengan menghantarkan impuls saraf pada system saraf

pusat yang menimbulkan hilangnya sensasi yaitu sensasi rasa sakit, tekan,

suhu termasuk fungsi motorik pada suatu daerah tertentu tanpa disertai

hilangnya kesadaran.

- Eksodonsi :

Merupakan ilmu bedah mulut untuk mengeluarkan seluruh bagian gigi

beserta jaringan patologisnya dari sakit gigi.

- Rujukan :

Suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus

penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter.

2 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP II

1. Apa saja indikasi dan kontraindikasi gigi yang akan dilakukan eksodonsi?

2. Apa saja persiapan yang perlu dilakukan sebelum prosedur melakukan

eksodonsi dan anastesi?

3. Apakah boleh dilakukan pencabutan 4 gigi dalam skenario secara one

visit?

4. Dimana letak dan teknik anastesi apa yang digunakan untuk melakukan

pencabutan gigi yang ada pada skenario?

5. Apakah teknik pencabutan yang digunakan pada gigi yang ada di

skenario?

3 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP III

1. Indikasi eksodonsi :

- Untuk gigi yang fraktur pada bagian akar

- Untuk perawatan orthodonsi

- Gigi dengan sisa akar

- Nekrosis pulpa pada gigi dengan saluran akar yang berliku

- Gigi yang impaksi atau gigi supernumerary

- Gigi dengan penyakit pulpa akut atau kronik

- Gigi dengan penyakit periodontal akut atau kronik

- Gigi yang akan dipertimbangkan untuk pembuatan gigi tiruan

- Ada kelainan patologis dari tulang

- Gigi-gigi yang mengalami atrisi, abrasi, dan erosi yang parah

Untuk gigi 11 dan 18 dengan kondisi karies profunda perforasi perlu

dilakukan eksodonsi karena pada karies profunda perforasi mahkota untuk

restorasi nantinya tidak adekuat, adanya penurunan tulang atau resorbsi tulang

alveolar, adanya sumbatan pada saluran akar, serta fraktur ½ horizontal.

Kontraindikasi eksodonsi :

- Pasien tidak menghendaki giginya dilakukan pencabutan

- Alergi terhadap obat anastesi

- Kontraindikasi penyakit sistemik, seperti : hipertensi, diabetes mellitus,

kelainan darah dll

- Adanya infeksi pada daerah sekitar gigi

- Pada wanita hamil trimester pertama dan ketiga.

2. Persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan anastesi adalah :

a. Persiapan pasien

Evaluasi dan seleksi pasien yang akan dilakukan tindakan.

Persiapan fisik dan mental pasien. Dokter gigi akan

mengomunikasikan dengan pasien perawatan yang akan dilakukan

4 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 2

dan segala komplikasinya. Hal tersebut tertuang dalam perjanjian

perawatan yang disebut Informed Conseent.

Riwayat medis pasien (anamnesa)

Pre-operative Laboratory sebagai penunjang keberhasilan

perawatan. Bisa meliputi pemeriksaan darah, RO dan tes

sensitivitas obat.

Physical Examination yang meliputi vitak sign, TD, pulse nadi,

respirasi, suhu badan. Serta pemeriksaan extra oral yang meliputi

wajah-leher, kelenjar getah bening dan TMJ. Untuk intra oral juga

perlu diperiksa.

Kontrol infeksi dan rasa sakit. Dokter gigi harus memutusakan

apakah harus dilakukan kontrol infelsi, prophilaksis dengan

antibiotika ataupun rasa sakit dengan pemberian obat penghilang

rasa sakit.

b. Persiapan alat dan ruangan

Persiapan alat-alat dan ruangan operasi dilakukan sebelum pasien masuk

ke ruangan operasi. Alat-alat yang diperlukan untuk tindakan operasi

harus sudah ditentukan dengan benar, steril dan tertutup. Begitu juga

kamar operasi, kebersihan, penerangan dan pengatur suhu ruangan serta

ketenangan dan kenyamanan sudah ditata dengan baik sehingga pasien

dapat rileks dan nyaman masuk ruang operasi.

c. Persiapan operator

Operator dan asisten operator harus memahami sepsis dan asepsis. Sepsis

adalah segala mikroba dan produknya yang dapat masuk kedalam tubuh

penderita pada saat operasi yang dapat menimbulkan komplikasi pada

penderita ataupun kematian. Untuk itu operator dan asisten operator harus

melakukan asepsis, yaitu menghilangkan seluruh faktor-faktor yang dapat

menyebabkan sepsis seperti sterilisasi alat dan menggunakan bahan

disinfektan. Selain itu harus menggunakan masker, baju operasi yang

5 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 2

steril dan hanscond. Ruangan juga harus disterilkan dengan bahan

disinfektan.

3. Apa bisa dilakukan pencabutan semua gigi?

Sebenarnya bisa, hanya saja kembali kepada keadaan dan kesiapan dari

pasien. Jika dilakukan pencabutan semua gigi pasti pasien merasa sangat

kesakitan. Maka, bisa dilakukan pada salah satu regio nya. Baik itu regio

sinister ataupun dexter. Yang paling penting operator harus memberi tahu

pasien terlebih dahulu jika akan dilakukan pencabutan pada salah satu

regionya, sehingga pasien bisa tahu gigi mana saja dan daerah mana saja yang

akan terasa kebas saat dilakukan anestesi.

Setelah itu dilakukan kontrol satu minggu setelah pencabutan. Biarkan tubuh

pasien adakan repair jaringan yang telah dilakukan pencabutan, baru

dilakukan pencabutan pada regio yang lain. Proses repair tergantung pada

keadaan dan kondisi pasien itu sendiri. Jika proses repair baik maka akan

semakin bagus untuk dilakukan tindakan pencabutan pada regio selanjutnya.

4. Letak dan teknik anastesi

Gigi 11 : Percabangan nervus maksilaris, diinervasi oleh Nervus

Alveolaris Superior Anterior. Kurang lebih 5 mm di belakang foramen

Infraorbitalis tepat sebelum cabang-cabang terminal dari nervus Infra

orbitalis. Kemudian turun pada dinding anterior Maksila untuk

menginervasi gigi-gigi Insisivus sentral, lateral, dan Kaninus,

membrana mukosa Labial, Periosteum dan Alveolus pada salah satu

sisi.

Gigi 18 : diinervasi oleh Nervus Alveolaris Superior Posterior tepat

sebelum Nervus Maksilaris masuk dalam Fissura Orbitalis inferior

kemudian Nervus ini berjalan ke bawah sepanjang permukaan

posterior Maksilla kurang lebih 20 mm, kemudian masuk ke dalam

satu atau beberapa foramen alveolaria. Saraf ini menginervasi semua

akar gigi molar rahang atas.

6 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 2

Gigi 36 dan 42 : diinervasi oleh alveolaris inferior yang merupakan

nervus mandibularis yang keluar dari foramen ovale turun dibalik

m.pterigoideus externus, di sebalah posterior dan di luar nervus

lingualis, hingga masuk kanalis mandibularis. Saraf ini menginervasi

semua gigi gigi rahang bawah. Selama dalam kanalis mandibula saraf

saraf ini bercabang untuk menginervasi kulit, mukosa labium oris

inferior.

5. Teknik pencabutan

Dikenal terdapat dua teknik pencabutan, yakni pencabutan intra alveolar dan

pencabutan trans alveolar.

a. Pencabutan Intra Alveolar (Pencabutan Sederhana)

Teknik pencabutan ini dikenal juga dengan teknik pencabutan sederhana,

dimana pada teknik ini digunakan tang atau elevator atau kombinasi

keduanya untuk melakukan pencabutan.

b. Pencabutan Trans Alveolar (Pencabutan dengan Pembedahan)

Pencabutan trans alveolar atau dikenal juga dengan teknik pencabutan gigi

dengan pembedahan dilakukan untuk gigi-gigi dengan indikasi tertentu

yang merupakan kontraindikasi dari teknik pencabutan sederhana. Teknik

ini menggunakan flap sebagai jalan masuk.

7 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP IV

MAPPING

8 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

PENCABUTAN GIGIINDIKASI

KOMPLIKASI

PERSIAPAN PASIEN DAN OPERATOR

ANASTESI

LOKAL

KOMPLIKASI TEKNIK ALAT

EKSODONSIA

ALAT DAN

BAHAN

TEKNIK

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP V

LO :

1. Memahami dan menjelaskan indikasi dan kontraindikasi eksodonsi

2. Memahami dan menjelaskan anastesi local :

a. Neuroanatomi

b. Obat

c. Teknik

d. Komplikasi dan penanganannya

3. Memahami dan mejelaskan eksodonsi

a. Alat

b. Teknik

c. Komplikasi dan penangannya

9 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP VII

1. NEUROANATOMI OROFACIAL

Nervus Trigeminus adalah Nervus Cranialis V yang menginervasi

sebagian besar jaringan orofacial. Pada Pons Varoll Nuceleus dari Nervus

Trigeminus akan keluar ke permukaan dan membentk dua radiks yaitu radiks

motorik dan sensorik. Radiks sensorik kemudian akan memberntuk tiga divisi

yang menginervasi Orofacial yang bermula dari ganglion semilunare di

Impressio Trigemini. Divisi Pertama yaitu Nervus Opthalmicus yang menuju

Cavum Orbita. Divisi Kedua yaitu Nervus Maksilaris yang berjalan menuju

fossa pterygopalatina dan Divisi ketiga yaitu Nervus Mandibularis berjalan

mensyarafi mandibula.

A. Nervus Ophtalmicus.

Nervus ophtalmicus keluar melalui fisura orbitalis menginervasi struktur

dalam orbita, dahi,kulit kepala, sinus frontalis dan paplpebra superior.

B. Nervus Maksilaris

Nervus Maksilaris sesuai namanya Maksila maka nervus ini menginervasi

dari rahang atas dan beberapa bagian di sekitar rahang atas. Setelah dari

percabangan di Ganglion Semilunare nervus ini akan berjalan menuju

foramen Rotundum. Kemudian akan mencapai fossa Pterygopalatina. Dari

fossa Pterygopalatina Nervus Maksilaris akan melalui Foramen

Infraoritalis dan akan membentuk percabangan- percabangan.

Cabang dari Nervus Maksilaris yang melalui Foramen Infraorbitalis :

Rami Palpebra Anterior

Rami Nasalis Lateralis

Rami Labialis Sueperior

Cabang dari Nervus Maksilaris sebelum melalui Foramen Infraorbitalis :

Nervus Alveolaris Superior Anterior

10 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 2

Kurang lebih 5 mm di belakang foramen Infraorbitalis tepat sebelum

cabang-cabang terminal dari nervus Infra orbitalis. Kemudian turun

pada dinding anterior Maksila untuk menginervasi gigi-gigi Insisivus

sentral, lateral, dan Kaninus, membrana mukosa Labial, Periosteum

dan Alveolus pada salah satu sisi

Nervus Alveolaris Superior Medius

Kurang lebih setengah perjalanan dari canalis Infraorbitalis, kemudian

berjalan ke bawah pada dinding lateral sinus Maksilaris. Saraf ini

menginervasi gigi Premolar pertama dan kedua dan akar mesiobukal

gigi Molar rahang atas.

Nervus Alveolaris Superior Posterior

Tepat sebelum Nervus Maksilaris masuk dalam Fissura Orbitalis

inferior kemudian Nervus ini berjalan ke bawah sepanjang permukaan

posterior Maksilla kurang lebih 20 mm, kemudian masuk ke dalam

satu atau beberapa foramen alveolaria. Saraf ini menginervasi semua

akar gigi molar rahang atas. Beberapa kasus akar dari Mesiobukal

Molar pertama rahang di inervasi oleh Nervus Alveolaris Superior

Medius.

Cabang Nervus Maksilaris yang berada di dalam Fossa Pterygopalatina

Nevus Nasopalatinus

Nervus Nasalis lateralis superior posterior

Nervus Palatina anterior

Nervus Palatina Mediana dan posterior

Rami Pharingeus

11 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 2

C. Nervus Mandibularis

Nervus mandibularis keluar dari cranium melewati foramen ovale dan

bercabang menjadi tiga bagin, yaitu :

Nervus Bucalis Longus

Merupakan nervus mandibularis yang keluar dari foramen ovale

bercabang menuju membran mukosa bukal dan periosteum lteral gigi

molar atas dan bawah.

Nervus Lingualis

Nervus yang keluar dari foramen ovale berjalan ke arah inferior

berlanjut ke lingal apeks gigi molar ketiga rahang bawah. Nervus ini

menginervasi mukoperiosteum dan memnran mukosa lingual.

Nervus Alveolaris Inferior

Nervus mandibularis yang keluar dari foramen ovale turun dibalik

m.pterigoideus externus, di sebalah posterior dan di luar nervus

lingualis, hingga masuk kanalis mandibularis. Saraf ini menginervasi

semua gigi gigi rahang bawah. Selama dalam kanalis mandibula saraf

12 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 2

saraf ini bercabang untuk menginervasi kulit,mukosa labium oris

inferior. Adapun percabangan dari nervus alveolaris inferior adalah :

N. mylohioideus

Rami Dentalis Brevis

Menginervasi gigi molar,premolar,procecus alveolaris. Membran

mukosa bukal samppai dengan gigi molar diinervasi oleh buccalis

longus

N. Mentalis

keluar melalui foramen mentale , menginervasi kulit dagu , kulit,

dan membran mukosa labium oris inferior.

N.Incicivus

mengeluarkan cabang cabang kecil menuju gigi insisiv sentral,

insisiv lateral dan kaninus.

2. ANASTESI LOKAL

Anastesi lokal merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa

nyeri dengan cara memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara

reversible. Semua serabut saraf pada tubuh manusia, sensitive pada anastesi

local. Namun pada umumnya, serabut yang berdiameter kecil lebih sensitive

dibandingkan dengan yang berdiameter besar. Oleh karena itu anastesi local

hanya melakukan dlok diferensial (memblok sensasi rasa tertentu) untuk nyeri

ringan dan otonom, sedangkan untuk sensasi sentuhan kasar dan gerak tidak

diblok (hal ini berbeda dengan anastesi umum). Anastesi local mempunyai

variasi yang luas dalam hal potensi dan durasi kerja.

2.1 Teknik Anastesi Lokal

Teknik Injeksi Anestesi Lokal :

a. Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganestesi Gigi 11

13 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 2

Untuk menganestesi gigi 11 dilakukan teknik injeksi supraperiosteal pada

nervus alveolaris superior anterior. Teknik injeksi ini dengan cara

menginsersikan jarum sampai mendekati atau menyentuh periosteum, dan

setelah diinjeksikan larutan anestesi mengadakan difusi menembus

periosteum dan porositas tulang alveolar.

Titik suntikan terletak pada lipatan mukolabial sedikit ke mesial dari gigi

kaninus. Arahkan jarum ke apeks kaninus, anestetikum dideponir sedikit

diatas apeks akar gigi. Injeksi perlahan sedikit demi sedikit. Obat

anestetikum kira-kira sebanyak 1-2cc. Injeksi nervus alveolaris superior

anterior biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Namun untuk

tindakan ekstraksi atau bedah, maka diperlukan tambahan injeksi palatinal

pada regio kaninus atau formanen insisivum.

b. Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganestesi Gigi 18

Untuk menganestesi gigi 18 dilakukan teknik injeksi supraperiosteal pada

nervus alveolaris superior posterior, di mana anestetikum terdifusi melalui

14 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 2

tulang rahang. Molar ketiga, kedua dan akar distal dan palatal molar

pertama akan teranestesi pada injeksi ini.

Sebelum melakukan injeksi, membran mukosa harus dipersiapkan terlebih

dahulu dengan cara dikeringkan, kemudian diolesi dengan antiseptik. Titik

suntikan terletak pada lipatan mukobukal diatas gigi molar kedua atas,

jarum digerakkan ke arah distal dan superior, kemudian anestetikum

dideponir kira-kira diatas apeks akar gigi molar ketiga. Obat anestetikum

kira-kira sebanyak 1-2cc.

Injeksi nervus alveolaris superior posterior biasanya sudah cukup untuk

prosedur operatif. Namun untuk tindakan ekstraksi atau bedah periodontal,

maka diperlukan tambahan injeksi pada nervi palatini minor.

c. Injeksi Blok Untuk Menganestesi Gigi 36

Untuk menganestesi gigi 36 dilakukan teknik injeksi blok pada nervus

alveolaris superior inferior. Metode ini dianjurkan karena injeksi

supraperiosteal biasanya tidak efektif terutama untuk regio gigi-gigi molar

dan juga pada rahang bawah. Karena rahang bawah lebih kompak daripada

rahang atas.

Palpasi fossa retromolaris dengan telunjuk sehingga kuku jari menempel

pada linea obliqua. Dengan barrel syringe terletak di antara kedua

premolar pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran

oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari. Tusukkan jarum pada

apeks trigonum pretygomandibula dan teruskan gerakkan jarum di antara

ramus dan ligamentum sampai ujungnya berkontak pada dinding posterior

15 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 2

sulcus mandibularis. Deponirkan kurang lebih 1,5cc anestetikum. Untuk

tindakan ekstraksi, injeksi ini perlu ditambah dengan injeksi nervus

buccalis longus.

d. Injeksi Blok Untuk Menganestesi Gigi 42

Injeksi blok dianjurkan untuk mandibula karena kepadatan struktur

tulangnya menyulitkan anestesi gigi-gigi mandibula dengan metode injeksi

supraperiosteal. Keempat gigi anterior bawah dapat dianestesi dengan

melakukan injeksi pada kedua sisi lateral garis tengah. Injeksi ini juga

memblok serabut-serabut yang bersitumpang menuju gigi insisivus bawah,

sesudah dilakukan injeksi nervus mentalis dan nervus mandibularis.

2.2 Sifat Ideal Anastesi Lokal

a. Potensi dan reabilitasnya

Persyaratan pertama untuk substansi ideal adalah bila substansi

dipergunakan secara tepat dan dalam dosis yang tepat, substansi ini akan

memberikan efek anestesi lokal yang efektif dan konsisten.

b. Aksi reversible

Aksi setiap obat yang digunakan untuk mendapat anestesi lokal harus

sudah hilang seluruhnya dalam rentang waktu tertentu.

c. Keamanan

Semua agen anestesi lokal harus mempunyai rentang batas keamanan yang

luas dari efek samping yang berbahaya yang umumnya disebut sebagai

‘toksisitas’.

16 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 2

d. Kurang mengiritasi

Tidak menimbulkan luka atau iritasi pada jaringan karena suntikan agen

anestesi lokal. Karena alas an ini, larutan anestesi lokal harus isotonic dan

mempunyai pH yang sesuai dengan pH jaringan.

e. Kecepatan timbulnya efek

Idealnya, suntikan agen tersebut harus diikuti segera dengan timbulnya

efek anastesi lokal.

f. Durasi efek

Lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama dengan lamanya waktu

yang diperlukan untuk prosedur perawatan gigi.

g. Sterilitas

Karena agen anestesi lokal akan dimasukkan kedalam jaringan, agen harus

dapat disterilkan tanpa menimbulkan perubahan struktur atau sifat.

h. Berdaya tahan lama

Mula kerja harus sesingkat mungkin sedangkan masa kerja harus cukup

lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi atau

perawatan gigi.

i. Penetrasi membran mukosa

Obat harus mempunyai sifat dapat menembus membran mukosa sehingga

anestesi topikal dapat diperoleh dengan mudah.

2.3 Macam-macam Obat Anastesi Lokal

Obat anastesi digolongkan berdasarkan struktur kimianya yaitu di bagi

menjadi golongan amida dan golongan ester. Struktur molekul anastesi local

itu sendiri ada tiga komponen (a) lipophilic aromatic ring, (b) intermediate

ester or amide linkage, and (c) tertiary amine. Sedangkan komponen dalam

sediaan larutan anastesi terdiri dari :

1. Agen Anastesi Lokal, berdasarkan struktur kimianya di kelompokan

menjadi :

17 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 2

Golongan Ester :

a. Benzoid Acid Ester :

Piperocaine

Meprylcaine

b. Para Amino Acid Ester :

Tetracaine

Propaxycaine

c. Meta Amino Acid Ester :

Primacaine

Uncaine

Golongan Amida :

a. Lidocaine

b. Mepivacaine

c. Prylocaine

2. Vasokonstriktor

Merupakan obat yang mengkonstriksikan pembuluh darah dan mengontrol

perfusi jaringan. Obat yang biasa digunakan adalah adrenalin (epinefrin)

dan felypressin (octapressin) yang diperkuat oleh prilocaine karena sifat

vasokonstriksinya yang lemah. Adrenalin merupakan suatu alkaloid

sintetik yang hampir mirip dengan sekresi medulla adrenalin alami.

Sedangkan felypressin adalah suatu polipeptid sintetik yang mirip dengan

sekresi glandula pituitary posterior manusi.

Penambahan sejumlah kecil agen vasokontriktor pada larutan anastesi

local dapat memberi beberapa keuntungan, antara lain :

Mengurangi efek toksik melalui efek penghambat absorbs

konstituen.

Membatasi agen anastesi hanya pada daerah yang terlokalisir

sehingga dapat meningkatkan kedalaman dan durasi anastesi.

18 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 2

Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk

prosedur operasi.

3. Sodium Metabilsulfate (antioksidan untuk vasopressor

4. Methilparabean (pengawet)

5. Sodium Chlorida

BEBERAPA JENIS OBAT ANASTETIKA GOLONGAN AMIDA

a. Lignokain (Lidokain)

Lidokain merupakan derivate amida dari xylidide yang paling sering

digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Lidokain dapat tesebar dengan

cepat di seluruh jaringan dan menghasilkan anastesi yang lebih dalam

dengan durasi yang cukup lama. Lidokain membutuhkan sedikit tambahan

vasokontriktor karena sedikit atau bahkan tidak menimbulkan efek

vasodilatasi. Bila dalam darah lidokain sudah mencapa tingkatan tertentu,

maka akan menimbukan tanda-tanda depresi sistem saraf sentral termasuk

haus dan sedasi. Namun terkadang juga dapat terjadi tremor dan atau

konvulsi.

Bila digunakan sebagai agen tunggal maka dosis total tidak boleh lebih

dari 200 mg. Namun dengan penambahan vasokontriktor maka akan

menaikkan dosis total menjadi 350 mg serta memperlambat absorpsi.

b. Mepivacain (Carbocaine)

Mepivacain merupakan derivate amida dari xylididade. Kecepatan

timbulnya efek, durasi aksi, potensi dan toksisitas mirip dengan lidokain.

Mepivacain tidak mempunyai sifat alergi terhadap agen anastesi local tipe

ester.

Toksisitas mepivacain setara dengan lidokain namun bila mepivacain

dalam darah sudah mencapai tingkat tertentu maka akan terjaadi eksitasi

sistem saraf sentral dan pada akhirnya dapat terjadi konvulsi dan depresi

respirasi.

Mepivacain dapat menimbulkan vasokontriksi yang lebih ringan

dibandingkan lidokain tetapi biasanya mepivacaindigunakan dalam bentuk

19 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 2

larutan dengan penambahan adrenalin 1:80.000. Dalam bentuk seperti itu,

dosis yang dipergunakan tidak boleh melebihi dosis maksimal 5 mg/kg

berat badan.

c. Prilokain

Prilokain merupakan derivate toluidine namun pada dasarnya mempunyai

formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lidokain dan

mepivacain. Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat

daeripada lidokain namun anastesi yang ditimbulkan tidak terlalu dalam.

Prilokain juga kurang menimbulkan efek vasodilatasi bila dibandingkan

dengan lidokain, selain itu prilokain dapat dimetabolisme lebih cepat. Obat

ini kurang toksis dibandingkan dengan lidokain, namun dosis total yang

dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.

Penambahan felypressin (Octapresin) dengan konsentrasi 0,03 i.u/ml

(1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatkan baik

kedalaman maupun durasi anastesi. Larutan anastesi yang mengandung

felypressin bermanfaat bagi pasien yang menderita kardiovaskuler.

Alergi Obat Anastesi

Dalam beberapa kasus disebutkan ada beberapa pasien yang alergi

terhadap obat anastesi. Reaksi alergi dari anastesi local lebih mungkin

disebabkan oleh kandungan pengawet (Methilparabean) atau antioksidan

(Sulfit) yang terdapat dalam larutan. Methylparaben dimasukkan dalam

botol multidose untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Tapi, tidak lagi

ditemukan dalam botol dosis tunggal atau dental cartridge. Sedangkan,

Sulfit mencegah oksidasi vasopressor.

Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan

derifat para amnino benzoic acids (PABA) yang dikenal sebaga allergen.

PABA ini dapat menediakan efek anti bakteri dari sulfonamide yang

berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi

dengan sulfa tidak boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester

tersebut. Toksisitas sangat bergantung pada :

20 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 2

Jumlah larutan yang disuntikkan

Konsentrasi obat

Ada tidaknya adrenalin obat

Vaskularisasi tempat suntikan

Absorbsi obat

Laju destruksi obat

Hipersensitivitas

Usia

Keadaan umum

Berat badan

Oleh karenanya, sebagai dokter gigi untuk menghindari terjadinya reaksi

alergi pada pasien pada saat di anastesi local, lebih baik dilakukan test

alergi terlebih dahulu. Jika pasien alergi terhadap salah satu jenis anastesi,

misalnya salah satu golongan amida, maka pasien di test lagi terhadap

jenis golongan amida yang lain untuk mengetahui ada tidaknya reaktivitas

silang. Jika ditemukan reaktivitas silang (cross-reactivity), maka dilakukan

pengujian lagi untuk golongan jenis ester. Umumnya, reaktivitas silang

dan reaksi alergi antara 2 kelompok anestesi tidak mungkin karena jalur

metabolik yang berbeda. Untuk pasien langka yang alergi terhadap

golongan ester dan amida, atau dalam situasi yang muncul dengan pasien

yang memiliki riwayat dipertanyakan alergi anestesi lokal, terapi alternatif

seperti diphenhydramine, opioid, atau anestesi umum dapat digunakan.

2.4 Komplikasi Anastesi Local dan Manajemennya

1. SINKOP (hilangnya kesadran karena anemia cerebral)

Tanda-tanda klinisnya sangat mirip dengan syok, yaitu pasien menjadi

sangat pucat, kulitnya dingin dan lembab, denyut nadi menjadi cepat, dan

bisa terjadi penurunan tekanan darah tapi tidak berlangsung terlalu lama.

Sinkop biasanya terjadi karena pengaruh psikologis dari seorang pasien,

kebanyakan pasien sudah merasa takut sebelum dilakukan anestesi oleh

dokter. Selain itu takikardi yang disebabkan oleh vasokonstriktor bisa

meningkatkan trauma psikis dari operasi dan merupakan factor yang

menimbulkan sinkop.

Penanganan :

21 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 2

Tempatkan kepala lebih rendah dari tubuh, untuk merangsang

aliran darah ke otak.

Inhalasi agen aromatic misalnya alcohol, minyak angin

Gunakan handuk basah usapkan pada wajah pasien.

Sinkop bisa dihindari dengan, injeksi anestetikum secara perlahan,

memperhatikan rona wajah pasien selama injeksi, jarum tajam, anestesi

topical, menggunakan konsentrasi epinefrin yang rendah , atau

vasokonstriktor yang tidak terlalu toksik, pramedikasi dan sikap operator

yang simpatik namun penuh percaya diri dalam merawat pasien.

2. SYOK

Reaksinya mirip dengan sinkop tetapi lebih parah, bahkan bisa

mengakibatkan penurunan volume darah sirkulasi. Tanda-tanda klinisnya

pasien kehilangan kesadaran, tekanan darah turun, denyut nadi cepat, dan

berbahaya.

Penanganan :

Menempatkan pasien dalam posisi terbaring dengan kepala lebih

rendah dari tubuh

Melakukan stimulasi jantung dan pernafasan.

3. KONVULSI

Konvulsi ini biasanya timbul pada saat dilakukan anastatikum atau setelah

dilakukan anastetikum. Gejalanya adalah tubuh pasien mengejang, bola

mata berputar ke atas dan kemudian hilang kesadaran yang berlangsung

dalam waktu singkat.

Penanganan : Penanganan untuk pasien konvulsi ini adalah dengan

memberikan obat benzodiazepine untuk menghentikan bangkitan awal dan

menunda proses eksodonsinya.

4. PARASTESI

Parastesi adalah mati rasa selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari

setelah anastesi local. Penyebabnya adalah karena adanya trauma pada

beberapa saraf.

22 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 2

Penanganan : Keadaan parastesi ini dapat ditangani dengan menjelaskan

kepada pasien bahwa parasites akan sembuh dalam beberapa hari dan

lakukan control pasien setiap seminggu sekali untuk mengetahui

pengurangan reaksi sensori. Jika dalam waktu 2 bulan belum terjadi

perubahan segera konsultasikan ke bidang bedah mulut.

5. INFEKSI

Dapat disebabkan karena kurang sterilnya alat-alat yang digunakan selama

proses anestesi berlangsung. Sehingga bakteri dan benda asing masuk ke

dalam tubuh saat jarum diinsersikan menembus membran mukosa.

Penanganan : Dilakukan pemberian antibiotik agar bakteri yang masuk ke

dalam tubuh mati.

6. JARUM YANG PATAH

Hal ini terjadi karena penekanan yang diberikan pada saat jarum

diinsersikan terlalu besar, jarum yang juga digunakan terlalu halus atau

tipis serta penetrasi jarum terlalu dalam. Selain itu, seharusnya jarum yang

digunakan adalah jarum yang telah teruji agar tidak menimbulkan

komplikasi dari tindakan ini.

Penanganan : jarum yang patah di dalam mukosa harus segera diangkat

dan biasanya dilakukan foto rontgen. Apabila jarum sudah terlanjur berada

di tempat yang sulit dijangkau harus segera dilakukan operasi.

7. PARALISA WAJAH

Paralisa otot-otot wajah pada salah satu sisi adalah komplikasi yang terjadi

dari suntikan blok gigi inferior dan dapat bersifat sebagian atau

menyeluruh tergantung pada cabang syaraf yang terkena. Komplikasi ini

timbul bila ujung njarum diinsersikan terlalu jauh ke belakang di belakang

ramus asendens. Di situlah larutan anastesi didepositkan pada substansi

glandula parotid serta menganastesi cabang-cabang syaraf wajah sehingga

menimbulkan paralisa otot yang disuplainya. Karena landula parotid

diselubungi oleh selubung fasial maka akan terjadi juga kegagalan untuk

mendapatkan efek anastesi dari saraf gigi inferior.

23 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 2

Penanganan : Pasien yang mengalami komplikasi ini sebaiknya

ditenangkan dan diberi tahu bahwa fungsi normal dan penampilan wajah

akan kembali segera setelah efek agen anastesi hilang.

2. EKSODONSIA

2.1 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi eksodonsi :

Gigi dengan penyakit pulpa yang tidak dapat dilakukan perawatan

endodontic atau restorasi.

Gigi dengan penyakit periodontal yang tidak dapat dilakukan

perawatan periodontal.

Gigi dengan trauma atau trauma pada alveolusnya.

Gigi pada perawatan ortodonsi.

- Gigi malposisi yang tidak dapat atau bukan indikasi untuk dilakukan

perawatan secara ortodonsi

- Eksodonsia dilakukan untuk keperluan mendapatkan ruang yang

diperlukan untuk / pada perawatan ortodonsia, biasanya yang dicabut

adalah gigi-gigi premolar pertama atau kedua.

Gigi supernumerary. Ini merupakan anomali dalam jumlah gigi yaitu

jumlah gigi yang berlebih, dapat berupa mesiodens; paramolar;

distomolar. Kelebihan gigi yang mengganggu fungsi maupun estetis

memerlukan tindakan eksodonsia.

24 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 2

Gigi non-vital yang dianggap sebagai fokus infeksi. Gigi tersebut

dianggap sebagai sarang mikroorganisme yang dapat menyebar dan

mempengaruhi organ lain yang letaknya jauh dari tempat

mikroorganisme tersebut.

Gigi dengan pertimbangan pembuatan gigi tiruan.

Gigi yang terlibat kelainan patologis pada tulang.

Persistensi gigi sulung, jika gigi permanen pengganti telah erupsi atau

akan segera erupsi pada kedudukan normal.

Gigi yang tidak dapat dirawat melalui apikoektomi atau apeks reseksi.

Apikoektomi adalah tindakan bedah yang bertujuan untuk

menghindari ekstraksi gigi pada gigi yang mendenta infeksi atau

trauma dengan memotong dan membuang sepertiga ujung akar gigi

beserta jaringan periapikalnya.

Kontraindikasi eksodonsi :

1. Kontra Indikasi Lokal

a. Infeksi gingival akut oleh infeksi spirochaeta/ streptokokus.

b. Infeksi perikoronal akut, yang banyak terjadi pada erupsi parsial

M3 rahang bawah.

c. Sinusitis maxillaries akut.

Keadaan diatas merupakan kontra indikasi dilakukan eksodonsi

dikarenakan infeksi akut disekitar gigi akan menyebar melalui

pembuluh darah ke seluruh tubuh dan menyebabkan septicemia. Hal

ini dapat membahayakan nyawa pasien dan dapat menyebabkan

kematian.

2. Kontra Indikasi Sistemik

a. Penyakit Jantung.

Tanda-tandanya yaitu sesak nafas, kelelahan kronis, sukar tidur,

vertigo, pembesaran vena sevikal; edema kaki, nervous ditandai

dengan berkeringat terus,takikardi, dll.

25 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 2

Penyakit Jantung Rema

Katub jantung yang rusak menjadi tempat transit kuman S.

viridans yang umum ada di aliran darah pasca eksodonsia.

Kuman dapat masuk melalui katub dan dapat menyebabkan

terjadinya Subacute Bacterial Endocaditis.

Hipertensi

Vasokonstriktor pada anastesi local yang diberikan dalam

prosedur eksodonsi dapat menyebabkan pembuluh darah

menyempit, akibatnya tekanan darah naik dan menyebakan

pecahnya pembuluh darah kecil sehingga dapat terjadi

perdarahan.

b. Penyakit Diabetes Millitus tidak terkontrol.

Apabila dilakukan pencabutan akan menyebabkan infeksi pada

luka atau tidak terjadi penyembuhan normal.

c. Pada penderita Jaundice ( penyakit kuning)

Tanda klinis dari pasien ini yaitu kulit kekuningan, konjungtiva

kuning, lidah kuning. Apabila dilakukan pencabutan gigi maka

akan terjadi pendarahan yang hebat. Sehingga premidkasinya bisa

dengan pemberian vitamin K yaitu dianjurkan untuk mengonsumsi

makanan dengan kandungan vitamin K.

d. Kelainan Darah

Hemofilia, adalah kelainan yang terjadi akibat proses

pembekuan darah yang tidak sempurna. Setelah ekstraksi gigi,

maka terjadi trauma pada pembuluh darah yang menyebabkan

darah keluar atau perlukaan pada jaringan. Pada pasien yang

mempunyai kelainan hemofilia ini saat terjadi perdarahan

prosesnya akan sulit berhenti, karena proses pembekuan darah

26 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 2

terhambat. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kegagalan

pembentukan platelet.

Trombositopenia, merupakan suatu kondisi dimana penderita

memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari normal. Trombosit

merupakan komponen pentin dalam proses pembekuan darah,

jika jumlah trombosit kurang dari normal maka darah akan

sukar membeku. Dan kondisi ini sangat berbahaya jika

dilakukan tindakan ekstrasi.

e. Penyakit yang melemahkan sistem imun tubuh, seperti AIDS dan

Sifilis. Sistem imun tubuh yang lemah pada penderita

mengakibatkan mudah terjadi infeksi pasca bedah dan

penyembuhan luka terhambat.

f. Nefritis, pada keadaan radang ginjal ini terjadi dysuria; hematuria;

albuminuria; penderita merasa kedinginan dan menggigil; uremia;

xerostomia dan halitosis. Pencabutan gigi akan memperparah

keadaan nefritis. Rawat darurat eksodonsia penderita nefritis

sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli.

g. Malignansi oral, yang mendapatkan terapi radiasi atau kemoterapi

aktivitas sel-sel jaringan rendah sehingga daya resistensinya

kurang terhadap infeksi. Eksodonsia yamg dilakukan akan

menyebabkan penyembuhan jaringan yang tidak baik bahkan dapat

terjadi osteoradionekrosis. Apabila perawatan radiasi memang

terpaksa dilakukan, maka lakukan sebelum terapi radiasi/

kemoterapi.

h. Toksik goiter

Pada penderita ini tidak boleh dilakukan tondakan bedah mulut

termasuk eksodonsia, karena dapat menyebabkan keadaan krisis

tiroid yang disertai dengan cardiac embrasment dan kegagalan

27 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 2

jantung. Penderita sebaiknya dirujuk ke dokter ahli untuk

mendapatkan perawatan sebelum menerima tindakan bedah.

2.2 Alat Eksodonsi

Alat-alat yang pencabutan gigi, yang terdiri dari :

1. Forcep (tang pencabutan)

Tang merupakan alat yang dipergunakan untuk melepaskan gigi dari

jaringan tulang dan jaringan lunak disekitar gigi. Bentuk tang pencbut

gigi bermacam-macam, ada yang lurus untuk mencabut gigi rahang

atas dan tang bengkok dengan sudut 90° untuk mencabut gigi rahang

bawah. Tang pencabut gigi ini dibagi menjadi 3 bagian:

- beak, merupakan ujung yang mencekeram gigi geligi

- Joint/sendi/poros, merupakan pertemuan antara beak dan

handle

- Handle/pegangan, merupakan bagian untuk pegangan

operator

a. Tang rahang atas

Tang rahang atas berbebtuk lurus, tang ini digunakan untuk mencabut

gigi anterior dan posterior.

Untuk pencabutan gigi-gigi rahang atas bermahkota atau sisa akar.

b. Tang rahang bawah

Tang yang digunakan untuk gigi-gigi RB mempunyai ciri antara paruh

dan pegangan membentuk sudut 90 derajat atau dimodifikasi lebih

28 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 2

dari 90 derajat (untuk gigi yang letaknya di sudut mulut).Tang rahang

bawah umumnya tidak dibedakan antara kanan dan kiri, tapi ada juga

yang dibedakan. Untuk gigi I, C, dan P bentuk beak pada umumnya

tumpul, yang membedakannya terletak pada lebar paruh (beak) dalam

ukuran mesio-distal. Untuk tang molar pada beaknya ada ujung yang

tajam pada kedua sisi dan tengah.

2. Elevator/pengungkit

Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alveolus. Untuk

pengungkit gigi/akar dengan titik fulcrum, dimana letak fulcrum

tergantung dari lokasi objek yang diungkit. Elevator ini terdiri dari

beberapa bagian yaitu:

- blade, merupakan ujung yang tajam untuk mengungkit gigi

- shank, merupakan bagian yang menghubungkan blade dan

handle

- handle, merupakan bagian yang digunakan untuk pegangan

2.2 Teknik Eksodonsi

Dikenal terdapat dua teknik pencabutan, yakni pencabutan intra alveolar dan

pencabutan trans alveolar.

a. Pencabutan Intra Alveolar (Pencabutan Sederhana)

Teknik pencabutan ini dikenal juga dengan teknik pencabutan

sederhana, dimana pada teknik ini digunakan tang atau elevator atau

kombinasi keduanya untuk melakukan pencabutan.

b. Pencabutan Trans Alveolar (Pencabutan dengan Pembedahan)

Pencabutan trans alveolar atau dikenal juga dengan teknik pencabutan

gigi dengan pembedahan dilakukan untuk gigi-gigi dengan indikasi

tertentu yang merupakan kontraindikasi dari teknik pencabutan

sederhana. Teknik ini menggunakan flap sebagai jalan masuk. Beberapa

indikasi dari teknik ini ialah :

29 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 2

- gigi yang tidak dapat dicabut dengan teknik intra alveolar

- sisa akar yang tidak dapay dipegang dengan tang atau dikeluarkan

dengan elevator, terutama yang dekat dengan sinus maksilaris

- riwayat kesulitan pencabutan gigi sebelumnya

- gigi dengan restorasi yang luas, khususnya yang telah dirawat

endodontik atau pulpa sudah non vital, biasanya mudah fraktur

- gigi yang mengalami hipersementosis dan ankilosis, akar bulbus

- gigi dilaserasi atau geminasi

- gigi dengan gambaran radiografi bentuk akar rumit, kurang

menguntungkan (tulang padat, sangat termineralisasi, celah ligament

periodontal sempit atau bahkan tidak ada, sebab memerlukan tekanan

yang besar untuk melonggarkan alveolus bila menggunakan tang) serta

gigi yang berlawanan dengan arah pencabutan

- gigi yang ingin dipasangkan gigi tiruan imediat, sebab teknik ini

memungkinkan penghalusan alveolar agar mudah dipasang.

Dalam pengambilan keputusan jenis pencabutan yang akan digunakan,

beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya :

- Mahkota gigi

Aspek yang perlu diperhatikan dari mahkota gigi ketika melakukan

pemeriksaan klinis ialah ukuran, besar kerusakan akibat karies maupun

trauma, keberadaan restorasi.Gigi dengan mahkota yang besar

biasanya juga memiliki akar yang besar. Keutuhan mahkota penting

untuk adaptasi ketika penempatan tang, kerusakan luas pada mahkota

karena karies maupun trauma akan mempersulit adaptasi tang,

sehingga apabila digabungkan dengan kondisi akar yang cukup besar

dapat mempersulit pencabutan. Gigi dengan restorasi luas cenderung

lebih mudah fraktur ketika dilakukan pencabutan menggunakan

tang.Pada gigi yang diberi resotrasi mahkota penuh atau ¾, sebaiknya

dilepas ketika melakukan pencabutan untuk menghindari resiko

tertelannya restorasi serta untuk meningkatkan adaptasi tang.

30 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 2

- Struktur pendukung gigi

Pemeriksaan klinis struktur pendukung gigi bertujuan untuk

mengetahui tingkat kegoyangan gigi yang bersangkutan. Gigi dengan

dukungan periodontal yang kurang akan memudahkan pelonggaran

alveolus, namun perlu diperhatikan keberadaan jaringan patologis

disekitarnya sebab dapat menyebabkan komplikasi pasca pencabutan.

- Struktur yang berdekatan

Struktur yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut seperti sinus

maksilaris maupun gigi tetangga yang berjejal atau memiliki restorasi

yang cukup besar yang diperkirakan akan mengalami fraktur harus

diperhatikan dan diinformasikan kepada pasien.

- Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi sangat penting dilakukan sebelum pencabutan

untuk membantu menentukan jenis teknik yang akan digunakan.

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, kondisi akar, kepadatan

tulang, keberadaan struktur yang berdekatan yang tidak dapat dilihat

secara klinis, dapat dilihat melalui foto rontgen. Foto periapikal dan

panoramic merupakan kombinasi ideal untuk pemeriksaan penunjang

sebelum pecabutan, sebab foto periapikal memberikan gambaran

mendetail mengenai gigi yang akan dicabut beserta jaringan

sekitarnya, sedangkan foto panoramic memberikan gambaran

menyeluruh struktur sekitar.

Pencabutan Sederhana

1. Posisi

31 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 2

Pencabutan gigi dengan teknik sederhana (intra

alveolar), pemosisian pasien ketika pencabutan

ditujukan untuk mendapatkan visualitas dan jalan

masuk serta control yang baik oleh operator.Untuk

pencabutan gigi atas, dental chair diatur lebih tinggi

dengan sandaran kursi yang memungkinkan pasien

berada pada posisi berbaring.Sedangkan untuk

pencabutan gigi bawah, dental chair diatur lebih rendah

dengan sandaran kursi tegak lurus.

Selain itu, penting pula diperhatikan wilayah kerja

operator ketika pencabutan. Umumnya, operator

bekerja pada kanan depan pasien (wilayah kerja pukul

6-9). Namun, untuk beberapa operator yang bekerja

dengan tangan kiri (kidal) biasanya bekerja pada kiri

depan pasien (wilayah kerja pukul 3-6).

2. Alat

a. Elevator

Dalam pencabutan sederhana, elevator digunakan untuk mengetes anestesi,

memperkirakan mobilitas gigi, memisahkan perlekatan gingiva, serta

mengawali pelonggaran alveolus. Tekanan terkontrol dalam penggunaan

alat ini sangat menentukan keberhasilan, selain itu cara memegang, insersi

serta titik tumpu yang tepat juga mempengaruhi keberhasilan. Jika tekanan

yang diberikan berlebihan, elevator dapat melesat dan melukai jaringan

lunak sekitar serta mengakibatkan fraktur baik pada tulang maupun

mahkota.

b. Tang

Dalam penggunaan tang cabut, beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah

posisi telapak tangan serta cara memegang, guna mendapatkan tekanan

32 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 2

kontrol yang baik. Untuk pencabutan gigi rahang atas, telapak tangan

diposisikan menghadap ke atas dan tang dipegang secara pinch grasp.

Pinch grasp terdiri dari memegang prosesus alveolaris dengan ibu jari dan

telunjuk dengan tangan yang bebas untuk mendapatkan stabilisasi kepala,

retraksi pipi, serta meraba tulang bukal untuk memperkirakan besar

tekanan yang digunakan.

Sedangkan untuk pencabutan gigi rahang bawah, telapak tangan

diposisikan menghadap ke bawah dan tang dipegang secara sling grasp.

Sling grasp ini dapat diperoleh dengan menempatkan ibu jari tangan bebas

dibawah dagu, telunjuk meretraksi pipi dan jari tengah meretraksi lidah.

Sling grasp ini ditujukan untuk stabilitas TMJ, guna melindunginya dari

tekanan berlebih, serta untuk meretraksi pipi dan lidah untuk visualisasi

yang lebih jelas.

3. Tekanan

Tekanan terkontrol yang diaplikasikan ketika pencabutan gigi didapat melalui

elevator dan tang untuk melonggarkan alveolus, memutus ligament

periodontal serta memisahkan perlekatan gingiva. Arah tekanan ini dibagi

menjadi empat, yakni menutup/mencengkram, parallel (apical-oklusl), lateral

(fasial/bukal-lingual/palatal), dan rotasi, yang terbatas pada gigi berakar

tunggal atau fusi.

Tekanan mencengkram dan kombinasi tekanan parallel kearah apical

digunakan untuk memperoleh adaptasi tang pada gigi. Tekanan lateral, yang

dominan kearah bukal/fasial dilakukan untuk mengekspansi soket.Berikutnya,

pada gigi berakar tunggal atau fusi, dapat dilakukan tekanan rotasional, yang

efektif dalam memutus ligament periodontal. Jika dirasa ekspansi alveolus

telah cukup dan pencabutan diperkirakan akan segera selesai, tekanan kearah

lateral dilakukan lagi, kemudian dilanjutkan gerakan parallel kearah oklusal

untuk mengekstraksi gigi.

33 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 2

gambar : tahapan arah tekanan yang digunakan dalam proses pencabutan gigi

2.3 Komplikasi Eksodonsi dan Manajemennya

Berbicara mengenai eksodonsi tentu tidak lepas dari masalah

komplikasi yang timbul.Masalah komplikasi merupakan masalah

yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya oleh dokter gigi. Oleh

karena itu sebagai dokter harus mengetahui komplikasi apa saja yang

mungkin terjadi selama prosedur pencabutan atau post pencabutan

serta mengatahui penangannya. Komplikasi pada saat eksodonsi

terjadi oleh beberapa factor seperti kondisi fisik pasien, kelainan

sistemik dan keahlian operator itu sendiri.Berikut beberapa

komplikasi yang umumnya terjadi dalam pencabutan gigi.

A. Komplikasi Operative

a. Fraktur pada gigi

34 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 2

Komplikasi ini paling sering ditemui selama pencabutan gigi.

Biasanya fraktur terjadi pada akar atau mahkota gigi. Hal ini

disebabkan oleh beberapa hal :

Kesalahan dalam pengontrolan tenaga pada saat ekstraksi.

Salah dalam menggunakan forcep.

Gigi dengan anatomi akar yang kurang baik.

Salah dalam memilih instrument yang dipakai.

Tulang alveolar yang densitasnya padat seperti di mandibular

sehingga gigi sukar untuk di cabut.

Management : Penanganan dari fraktur gigi tergantung dari seberapa

banyak gigi tersebut fraktur dan bisa diperbaiki.

b. Fraktur tulang alveolar

Komplikasi ini mungkin terjadi ketika gigi sangat susah untuk dicabut

sehingga operator kehilangan kontrol dalam menggunakan instrument

dan tenaga yang digunakan terlalu kuat. Bagian yang paling sering

terjadi fraktur adalah sebagai berikut :

Buccal cortical plate di atas gigi caninus maksila dan gigi molar

maksila.

Bagian dari lantai sinus maksilaris yang terhubung dengan gigi

molar maksila.

Labial bone di gigi Insisivus madibula.

Management : Management dari fraktur pada tulang alveolar

tergantung dari bagaimana kondisi dari fraktur tersebut.jika fragmen

atau patahan tulang kecil dan tidak berhubungan dengan mukosa maka

bisa di ambil. Namun, jika patahan dari fraktur berhubungan dengan

mukosa serta ia mensuplasi dari vaskularisasi, maka penanganannya

di kembalikan seperti semula kemudian di jahit.

c. Injury to the adjacent tooth

35 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 2

Dalam pencabutan gigi, juga sangat mungkin terjadi komplikasi pada

gigi sebelahnya.Hal ini dikarenakan salah menggunakan instrument

atau juga karena kontrol dari tenaga operator yang tidak adekuat pada

saat prosedur pencabutan sehingga menciderai gigi sebelahnya. Ada

tiga tipe yang mungkin terjadi, diantaranya :

Loosening adjacent tooth

Management : Hal ini dikarenakan salah dalam penggunaan

elevator atau kontrol forcep yang salah. Penangannya, pasien

disarankan untuk soft diet dan dilakukan splinting selama 2-4

minggu.

Avulsion

Management : Avulsi terjadi karna kesalahan dalam menggunakan

elevator, penanganannya adalah dengan reimplantasi gigi yang

avulsi, cek oklusi dan kemudian di splinting.

Fraktur

Management : Bisa terjadi karna penggunaan elevator ataupun

forcep. Penanganan dari fraktur gigi tergantung dari seberapa

banyak gigi tersebut fraktur dan bisa diperbaiki.

d. Displacement dari akar gigi ke dalam sinus maksilaris

Komplikasi ini bisa terjadi apabila pada saat pencabutan gigi molar

maksila dengan penggunaan elevator yang kuat sehingga tekanan ke

arah apical berlebih hingga akar bisa masuk ke dalam rongga sinus

maksila.

Management : Jika displacement dari akar gigi kecil antara 2-3 mm

dan bagian akar tersebut steril atau tidak terinfeksi, maka operator

harus menggunakan usaha minimum untuk mengeluarkan akar

tersebut.

e. Cedera Saraf

36 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 37: Laporan Tutorial Skenario 2

Pada tindakan pembedahan tidak menutup kemungkinan akan terjadi

cedera pada saraf yang berada pada sekitar tindakan pembedahan.

Saraf yang sering mengalami cedera selama pencabutan dan

pembedahan gigi adalah divisi ketiga dari N. Trigeminus yaitu Nervus

Alveolaris Inferior.Letak dari Nervus Alveolaris Infeiror yang sangat

dekat dengan regio apikal gigi Molar ketiga dan terkadang juga molar

kedua membuat nervus ini sangat rawan akan terkena cedera

pembedahan. Pada beberapa kasus sering juga diketemukan cedera

pada nervus Lingualis dan nervus Mentalis.

Management : Pada beberapa kondisi cedera saraf apabila pasien

segera dirujuk dan dilakukan perwatan sedini mungkin kemungkinan

bisa kembali setelah 2-6 bulan dengan kontituitas saraf yang masih

terjaga.Apabila melebihi jangka waktu itu kesempatan untuk kembali

seperti semula amatlah kecil.

f. Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling ditakuti ketika

dilakukan tindakan operatif.Komplikasi ini dianggap mengancam

kehidupan baik oleh dokter maupun pasiennya.Kebanyakan

komplikasi ini sering terjadi pada pasien yang memiliki penyakit hati,

seperti misal pada individu yang sering mengkonsumsi alkohol

sehingga mengalami sirosis hati. Selain itu pasien yang menerima

terapi antikoagulan atau pasien yang minum aspirin dosis tinggi dan

agen-agen antiradang lain yang nonsteroid.

Management : Penanganan pada pasien yang beresiko perdarahan atau

tidak bisa dilakukan dengan tindakan operatif yang teliti dan

aman.Bisa dilakukan dengan peghindaran sebisa mungkin dari

pembuluh darah.Untuk itu pengetahuan anatomi yang baik dari

operator merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki sebelum

tindakan pembedahan. Bebeapa regio resiko tinggi diantara lain

Palatum dengan a.Palatina Mayor, Vestibulum Bukal Molar bawah

37 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 38: Laporan Tutorial Skenario 2

dengan a.Fasialis, margo anterior Ramus Mandibula dengan jalur

perjalanan dari a.Buccalis. selain itu juga pada bagian Mandibula

Anterior.

B. Komplikasi Post Operative

a. Hematoma

Hematoma merupakan kumpulan dari darah diluar pembuluh darah

yang terjadi karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler,

telah dirusak dan darah telah bocor kedalam jaringan-jaringan dimana

ia tidak pada tempatnya.

Management : Kebanyakan hematoma memerlukan intervensi bedah

yaitu insisi drainase, dan pengikatan pembuluh darah, diikuti dengan

tampon atau penjahitan bila jaringan tidak terlalu rapuh atau rusak.

Seharusnya dilakukan dengan menggunakan anastesia yang

sesuai.Antibiotika dapat diresepkan. Namun, jika jika hematoma

ringan maka bisa dengan di kompres air dingin, kemudian setelah 24

jam dilanjutkan dengan dikompres air hangat.

b. Dry socket

Dry Soket yang biasa disebut juga dengan alveolar osteitis merupakan

kelainan yang disebabkan oleh karena tidak adanya bloth cloth atau

bekuan darah. Jadi proses penyembuhan dari keadaan dry soket ini

menjadi tertunda. Gejala dari dry soket adalah nyeri, rasa bau yang

tidak enak dan nyeri yang berasal dari bekas pencabutan gigi.Daerah

yang terkena nampak terlihat sedikit tulang rahang dan luka bekas

cabut nampak kotor dengan sedikit bekuan darah yang terdapat

disana.Insiden terjadinya dari dry soket ini adalah 1-3 %

kasus.Pencabutan pada gigi bawah terutama molar/geraham secara

statistik mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadinya dry

socket ini.dry soket terjadi sekitar 20% kasus pada keseluruhan total

pencabutan pada gigi geraham bawah.

38 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 39: Laporan Tutorial Skenario 2

Penyebab dry soket : Trauma yang berlebihan pada waktu pecabutan

gigi. Luka yang berlebihan pada waktu pencabutan gigi memicu

timbulanya dry soket ini.Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan

jaringan yang banyak, akibat pencabutan gigi.

Management : Penggunaan analgetika atau obat penghilang nyeri baik

yang diresepkan ataupun yang tidak diresepkan, bisa mengontrol

keadaan nyeri yang ditimbulkan oleh dry soket ini.Perawatan yang

sempurna adalah memang anda harus ke dokter gigi. Dokter gigi anda

akan memberikan dan memasukkan suatu obat pada bekas tempat

pencabutan tadi.

c. Bengkak

Bengkak sebenarnya merupakan suatu reaksi yang normal dari

jaringan yang cidera.Komplikasi bengkak bisa terjadi setelah

pencabutan gigi dikarenakan pendarahan yang banyak pada saat

ekstraksi.

Management : Perawatan atau penangan bengkak sederhana, biasanya

di kompres dengan air es selama 24 jam pertama setalah di ekstraksi.

Daftar Pustaka

39 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1

Page 40: Laporan Tutorial Skenario 2

Daniel A. Haas, BSc, DDS, BScD, PhD, FRCD(C). An Update on Local

Anesthetics in Dentistry. J Can Dent Assoc 2002; 68(9):546-51.

Daniel E. Becker, DDS* and Kenneth L. Reed, DMD. Local Anesthetics: Review

of Pharmacological Considerations. Anesth Prog 59:90^102 2012.

Howe, Geoffrey L; F. Ivor H. Whitehead. Edisi 3 Petunjuk Praktis Anastesi

Lokal. Jakarta : EGC

Pederson. W.Gordon. Alih Bahasa,.Purwanto, Basoeseno; editor Lilian

Yuwono.Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery). 1996. EGC. Jakarta

Gupta, Rishes. Quick Review in Oral Surgey.Jaypee Brothers Publishers.2003

Howe, Geoffrey L. 1993. Pencabutan Gigi Geligi E/2.Jakarta : EGC

Ferawati, Simfo. 2011. Kontra Indikasi Pencabutan Gigi Hubungannya Dengan

Penyakit. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

40 | L a p o r a n T u t o r i a l B l o k K U R H A B 1