Laporan Fix Tutorial Skenario b

53
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 13 Tutor : dr. Zulkarnain Musa Disusun Oleh : Kelompok 5 Vitria Mega Putri 040101401010 Agus Salim 040101401015 Anissa Nanda Putri 040101401029 Mutia Muliawati 040101401041 Siti Puteri Mibe Kunto 040101401049 M. Arief Budiman 040101401053 M. Afif Nurizfantiar 040101401055 Riezky Pratama E.P 040101401062 K.M Azandy Akbar 040101401067 Atifatur Rachmania 040101401078 Ade Kurnia Oprisca 0401014010119 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2010 1

description

lkj

Transcript of Laporan Fix Tutorial Skenario b

Page 1: Laporan Fix Tutorial Skenario b

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B

BLOK 13

Tutor : dr. Zulkarnain Musa

Disusun Oleh : Kelompok 5

Vitria Mega Putri 040101401010

Agus Salim 040101401015

Anissa Nanda Putri 040101401029

Mutia Muliawati 040101401041

Siti Puteri Mibe Kunto 040101401049

M. Arief Budiman 040101401053

M. Afif Nurizfantiar 040101401055

Riezky Pratama E.P 040101401062

K.M Azandy Akbar 040101401067

Atifatur Rachmania 040101401078

Ade Kurnia Oprisca 0401014010119

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2010

1

Page 2: Laporan Fix Tutorial Skenario b

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tugas

tutorial skenario B Blok 13 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari

sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada dr. Zulkarnain

Musa selaku tutor kelompok 5 yang telah membimbing kami semua dalam pelaksanaan

tutorial kali ini. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas

tutorial ini

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan

sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Palembang, Juni 2012

Tim Penyusun

2

Page 3: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Scenario

Mrs. M, 34 years old was admitted to hospital due to abdominal pain. A week ago she felt epigastric pain, nausea, and vomiting. Five days before admission she felt painn her right lower quadrant of the abdomen and mild fever. Furthermore, two days before admission, her pain spread over the whole abdomen. She just had menstruasi period.

General appearance ; she looked moderately sick, compos mentisVital sign :BP : 110/70 mmHg, PR : 102x/minute, RR : 22x/minute, T : 38,2 C

Physical examinationOn the abdominal regionInspection : distendedPalpation : muscle ridigity (+)Percussion : Thympanic Dullness on the hepatic region (+)Auscultation : Bowel sound (-)

Other phyisical examination was normalDigital Rectal examination/Rectal Toucher : Anal spincter tone was good, blood (-), feces (+)

Laboratory findingHb : 12,4 g/dl, leucocyte : 17600 /mm, sodium : 133 mcq/L, potassium: 3,6 mcq/L, ureum : 70 mg/dl, creatinin : 1,6 mg/dl

Radiological findingsPlain abdomen X-ray 3 position : free air (-)

Abdominal USG :Sausage sign (+), 1,2 cm in diameterFluid collection (+)

I. Klarifikasi Istilah1. Epigastric pain : nyeri didaerah perut bagian tengah atas yang terletak antara angulus sterni.

2. Nausea : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan akan muntah.

3. Vomiting : pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut.

4. Right Lower Quadrant : abdomen bagian kanan bawah (cecum, appendix, colon desending, right ovary, fallovicin, dan right ureter.

3

Page 4: Laporan Fix Tutorial Skenario b

5. Spreading pain : nyeri yang menjalar yang disebabkan oleh rangsangan ujung saraf-saraf khusus.

6. Mild fever : peningkatan suhu tubuh diatas normal, lebih dari 37,5 C (Mild : 37,2-38 C).

7. Muscle rigidity : kekakuan/ketidkflexibelan otot.

8. Bowel sound : suara yang dihasilkan oleh usus atau suara peristaltik usus.

9. Rectal Toucher : pemeriksaan fisik pada rectum untuk menilai kondisi rectum isi dan sekitarnya.

10. Sausage sign : gambaran seperti sosis.

11. Tymphani : bunyi yang timbul saat perkusi abdomen karena adanya pengumpulan gas abdomen dalam lambung.

12. Dullnes : bunyi yang timbul saat perkusi yang menandakan terdapat suatu massa.

13. Fluid collection : adanya pengumpulan cairan disekitar abdomen.

II. Identifikasi Masalah1. Ny. M 34th mengeluh nyeri pada perut.

2. Riwayat perjalanan penyakit :- 1 minggu yang lalu mengeluh nyeri epigastrium, mual dan muntah- sebelum dibawa keRS mengeluh nyeri pada kuadran kanan bawah perut, dan demam ringan- 2 hari sebelum dibawa RS nyeri menyebar kesemua abdomen

3. Dia baru saja menstruasi

4. General appearance ; she looked moderately sick, compos mentisVital sign :BP : 110/70 mmHg, PR : 102x/minute, RR : 22x/minute, T : 38,2 C

5. Physical examinationOn the abdominal regionInspection : distendedPalpation : muscle ridigity (+)Percussion : Thympanic Dullness on the hepatic region (+)Auscultation : Bowel sound (-)Other phyisical examination was normalDigital Rectal examination/Rectal Toucher : Anal spincter tone was good, blood (-), feces (+)

6. Laboratory finding

4

Page 5: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Hb : 12,4 g/dl, leucocyte : 17600 /mm, sodium : 133 mcq/L, potassium: 3,6 mcq/L, ureum : 70 mg/dl, creatinin : 1,6 mg/dl

7. Radiological findingsPlain abdomen X-ray 3 position : free air (-)Abdominal USG :Sausage sign (+), 1,2 cm in diameterFluid collection (+)

III. Analisis Masalah1. Bagaimana pembagian regio-regio pada abdomen?

2. Organ-organ apa saja yang terkena?

3. Apa DD nyeri perut pada usia 30an dan terjadi pada wanita?

4. Apa etiologi dan mekanisme dari :

a. Abdominal pain (progresifitasnya)?

b. Mual dan muntah?

c. Demam?

5. Bagaimana hubungan gejala dan siklus menstruasi yang dialaminya?

6. Apakah ada hubungan antar gejala pada kasus ini?

7. Bagaimana interpretasi dan kesimpulan dari pemeriksaan umum?

8. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan umum?

9. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?

10. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

11. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

12. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?

13. Bagaimana interpretasi dari hasil radiologi?

14. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan radiologi?

15. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan rectal toucher?

16. Bagaimana DD?

17. Bagaimana penegakan diagnosis dan WD?

18. Apa epidemologi?

19. Apa etiologi dan faktor risiko?

20. Bagaimana manifestasi klinis?

21. Bagaimana patogenesis?

22. Bagaimana penatalaksanaan?

23. Bagaimana komplikasi?

5

Page 6: Laporan Fix Tutorial Skenario b

24. Bagaimana prognosis?

25. Bagaimana KDU?

IV. Kerangka Konsep

6

Page 7: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Ny. M 34thn

Anamnesis : Ny M 34thnKeluhan Utama : nyeri pada perutRiwayat Perjalanan Penyakit :- 1 minggu yang lalu mengeluh nyeri epigastrium, mual dan muntah- sebelum dibawa keRS mengeluh nyeri pada kuadran kanan bawah perut, dan demam ringan- 2 hari sebelum dibawa RS nyeri menyebar kesemua abdomen

Pem. Fisik :Keadaan umum : tampak sakit, kompos mentis

Vital sign :BP : 110/70 mmHg, PR : 102x/minute,RR : 22x/minute, T : 38,2 C

Abdomen : Inspeksi: distendedPalpasi :muscle ridigity (+)Perkusi : ThympanicDullness on the hepatic region (+)Auskultasi : Bowel sound (-)

Digital Rectal examination/Rectal Toucher : Anal spincter tone was good, blood (-), feces (+)

Menderita peritonitis karena appendicitis appendicitis kronik

gangren (perforasi)

Pem. Penunjang :Pem. Lab :Hb : 12,4 g/dl, Leukosit : 17600 /mm,Sodium : 133 mcq/L,Potassium : 3,6 mcq/L,Ureum: 70 mg/dl,Creatinin: 1,6 mg/dl

Pem. Radiologi :Plain abdomen X-ray 3 position : free air (-)Abdominal USG :Sausage sign (+), 1,2 cm in diameterFluid collection (+)

V. HipotesisNy. M 34th menderita peritonitis karena appendicitis kronis gangren (perforasi).

VI. Sintesis

Anatomi Appendix Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm

dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi

7

Page 8: Laporan Fix Tutorial Skenario b

minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.

Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1. Appendiks pada saluran pencernaan

Posisi Appendix

Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

8

Page 9: Laporan Fix Tutorial Skenario b

dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren.

Fisiologi Appendix

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

Pembagian Regio-Regio Pada Abdomen

9

Page 10: Laporan Fix Tutorial Skenario b

DD nyeri perut pada usia 30an dan terjadi pada wanita.

Pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah. Secara anatomis,

organ-organ yang terletak di daerah perut kanan bawah adalah Apendiks vermiformis, Tuba

uterine, Endometrium, Caecum, Ureter, M.psoas, Usus, Colon ascendens. Jadi, bisa kita

10

Page 11: Laporan Fix Tutorial Skenario b

curigai bahwa suatu kelainan terjadi pada organ-organ tersebut.

Penyakit-penyakit yang mungkin timbul berdasarkan keluhan utama pasien (nyeri

perut kanan bawah) tersebut yang biasanya dialami oleh wanita adalah apendisitis, adneksitis,

endometriosis, kista ovarium, KET (Kehamilan Ektopik Terganggu), divertikulitis, perforasi

caecum, dan batu ureter kanan.

Dari anamnesis juga terdapat demam yang mengindikasikan bahwa telah tejadi infeksi

pada pasien.riwayat menstuasi normal dapat menyingkirkan kemungkinan nyeri abdomen

akut yang berhubungan dengan sistem reproduksi, yaitu endometriosis, kista ovarium, KET.

Abdominal pain (progresifitasnya).

Nyeri perut kanan bawah pada kasus disebabkan oleh meluasnya proses peradangan pada

appendiks vermiformis yang mengenai peritoneum parietal setempat.

Peradangan pada apendiks berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke

seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan

mukus (lendir) setiap harinya.

Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum

menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian

terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.

Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen akan menyebabkan

terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis

bakteri, dan ulserasi mukosa.

Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah

epigastrium di sekitar umbilikus.

Impuls nyeri yang berasal dari appendix akan melewati serabut-serabut nyeri viseral

saraf simpatik dan selanjutnya akan masuk ke medulla spinalis kira-kira setinggi

thorakal X sampai thorakal XI dan dialihkan ke daerah sekeliling umbilikus

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini

akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding apendiks.

11

Page 12: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat,

sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang

disusul dengan terjadinya gangren.

Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis

berada dalam keadaan perforasi → timbul nyeri diseluruh abdomen.

Mual-Muntah.

Penyebab (umum) :

Penyebab di saluran pencernaan

• Gastritis (radang dinding lambung, biasanya oleh virus)

• Gastroenteriti

• Stenosis piloris (pada bayi, ini biasanya menyebabkan “muntah proyektil” sangat

kuat dan merupakan indikasi untuk operasi mendesak)

• Obstruksi usus

• Makan terlalu banyak 

• Peritonitis

• Alergi Makanan (biasanya bersama dengan gatal-gatal atau bengkak)

• Kolesistitis, pankreatitis, radang usus buntu, hepatitis

• Keracunan makanan

• Pada anak-anak, dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap protein susu sapi

(alergi susu atau intoleransi laktosa)

Penyebab di otak  

• Cerebral hemorrhage

• Migrain

• Tumor otak, yang dapat menyebabkan kerusakan chemoreceptors

• Hipertensi intrakranial jinak dan hidrosefalus

Gangguan metabolik  

• Hypercalcemia (kadar kalsium tinggi)

12

Page 13: Laporan Fix Tutorial Skenario b

• Uremia (akumulasi urea , biasanya karena gagal ginjal)

• insufisiensi adrenal

• Hipoglikemia

• Hiperglikemia

Kehamilan

• Gravidarum, Morning sickness

Mekanisme :

1. (Peradangan appendix) peregangan lumen, spasme otot appendix rangsangan

untuk muntah ditransmisikan melalui serabut saraf afferent vagal dan saraf simpatis

ke pusat muntah di medulla oblongata impuls motoric muntah di transmisikan dari

pusat muntah melalui jalur saraf kranialis V, VII, IX, X dan XII ke GIT

antiperistaltik ileum mendorong bolus makanan ke duodenum dan lambung

kontraksi kea rah bawah diafragma dan otot abdomen tekanan intragastrik

mencapai maksimal spinchter esophagus bawah relaksasi isi lambung keluar

melalui esophagus mual & muntah

2. Mekanisme lain :

Nyeri epigastrium berasal dari rangsangan thorakal 10 melalui nervus vagus yang berasal dari

13

Page 14: Laporan Fix Tutorial Skenario b

apendisitis akut.Serabut thorakal 10 juga merangsang serabut motorikgaster untuk

hipersekresi HCl yang menyebabkan sensasi mual dan muntah.

Demam.

Demam adalah suatu tanda abnormal dari tubuh yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain adalah :

1. Lesipadaotakpascapembedahan.2. Efekpirogendari membrane selbakteri.3. Jejasjaringan, misalnya :infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan intra muscular.4. Gangguanimunologik-reumatologik.5. Kelainanendokrin, misalnya :tiroktosikosis.6. Kelainanmetabolisme (adanyaketidakseimbanganantara factor

pelepaspanasdanpembentukanpanas) baik yang dipengaruhiolehobat-obatanatautidak.7. Dan keganasan.

Demam pada kasus ini diperkirakan diakibatkan oleh adanya efek pirogen yang menginfeksi

Mekanisme :

Pemecahan bakteri oleh sel-sel fagositosit pada jaringan atau darah terbentuk hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin 1 (pirogen endogen) kedalam cairan tubuh Interleukin bersirkulasi hingga mencapai hipotalamus (pusat set point thermostat) thermostat set point pada tubuh meningkatmekanisme peingkatan suhu tubuh meningkat, seperti : vasokontriksi kulit di seluruh tubuh, piloereksi, dan peningkatan thermogenesis.

Hubungan gejala dengan siklus menstruasi.

Siklus menstruasi yang masih dialami oleh ny. M dapat menyingkirkan diagnosis banding dari appendisitis yang salah satunya adalah kehamilan ektopik terganggu. Dimana KET memiliki gejala yang hampir sama dengan appendisitis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan umum

Nilai pasien Nilai normal InterpretasiTampilan

umumSakitsedang

Compos mentis

Tidak terlihat sakit

Compos mentis

Adanya sebuah gangguan yang menyebabkan pasien merasa tidak nyaman, tetapi belum

mengganggu kesadaran pasienTanda vital

BP : 110/70 mmHg

90/60mmHg-130/80mmHg

Normal

PR : 102 x/minute

60-100 x/minute Sedikit meningkat mungkin karena adanya proses inflamasi yang menyebabkan tekanan

darah perifer berkontraksi dan menyempitRR : 22 x/minute

16 – 24 x/minute Normal

Temperature : 38,2 °c

Normal : 36.8°C-

Mild fever yg mungkin disebabkan oleh infeksi yang sudah berlangsung cukup lama

14

Page 15: Laporan Fix Tutorial Skenario b

37.2°C Mild fever

: 37,2°C -38,5°C

Moderate fever: 38,5°C -39,5°C

Hiperpirexia: >39,5°C

Pemeriksaan Abdomen :

Inspection : distended adanya depans muskular sebagai

akibat dari adanya rangsangan

peritoneum parietal.

Palpation : muscle rigidity (+) adanya defans muskular

Percussion : Thympanic normal

Dullness on the hepatic region (+) normal

Auscultation : Bowel sound (+) normal

Pemeriksaan Laboratorium.

Kadar natrium, kalium, ureum dan creatinin yang abnormal :

Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi :

15

Page 16: Laporan Fix Tutorial Skenario b

• Selain itu karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan

dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk (ex: uremia).

• Kemungkinan lain :

16

Page 17: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Pemeriksaan Radiologi.

Plain abdomen X-ray 3 position :Foto polos abdomen dalam 3 posisi.1. Tiduran telentang, sinar dari arah vertikal, dengan proyeksi antero-posterior (PA)2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal, proyeksi antero-posterior (PA)3. Tiduran miring kekiri (left lateral decubitus), dengan sinar horizontal, proyeksi antero-posterior (PA)

Free air (-) : tidak ada udara bebas

Abdominal USG :Sausage sign (+) 1,2 cm in diameter : tanda-tanda obstruksi usus halus,biasanya tampak sebagai bayangan menyerupai sosis dibagian tengah abdomen.Fluid collection : adanya timbunan cairan, biasanya diperiappendicular

Mekanisme :

Pada pemeriksaan radiologi ditemukan free air (-) pada foto polos abdomen x-ray 3 posisition yang nilai normalnya memang tidak ditemukan udara bebas di dalam rongga peritoneum. Selanjutnya pada abdominal USG ditemukan sausage sign dan fluid collection yang pada orang normal seharusnya tidak dapat ditemukan, mekanisme dari hasil USG abnormal tersebut adalah sebagai berikut :

a. Sausage sign

17

Page 18: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Gambaran seperti sosis adalah gambaran dari apendiks yang mengalami inflamasi dan edema lokal akibat adanya obstruksi intraluminal. Sehingga permukaan apendiks meregang dan hamper menjadi polos seperti gambaran sosis.

b. Fluid collectionDitemukannya gambaran pengumpulan cairan pada ruang abdominal merupakan suatu pertanda bahwa adanya perforasi pada pasien sehingga cairan dalam lumen usus masuk kedalam rongga peritoneum visceral yang membatasinya, sehingga terdapat gambaran pengumpulan cairan pada abdominal USG.

Cara melakukan pemeriksaan rectal toucher

Indikasi :

a. Dicurigai tumor rektal dan bentuk lain dari kanker

b. Dicurigai gangguan prostat

c. Dicurigai usus buntu atau contoh lain dari nyeri perut akut

d. Untuk mengetahui tonus dari sphincter anal

e. Pada wanita untuk palpasi ginekologi organ interna

f. Pmx kekerasan dan warna feses

g. Mengevaluasi grade hemorrhoid

h. Pada bayi baru lahir untuk melihat adakah anus imperforata

Prosedur :

a. Pasien ditempatkan dalam posisi dimana anus dapat dijangkau.

b. Buli buli harus dikosongkan

c. Pakai handscoen

d. Oleskan gel pada jari tangan kanan dan daerah sekitar anus

e. Pasien mengejan, anus dilebarkan dengan tangan kiri, kemudian jari tangan dalam

keadaan ekstensi ditekankan pelan pelan didaerah perineum agar sphincter anus

relaksasi.

Pada rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah

infeksi dapat dicapai dengan telunjuk. Misalnya

pada apendisitis pelvika. Pada pemeriksaan rectal

toucher, akan didapatkan :

a. Nyeri tekan positif pada arah jam 9-11

b. Pada yang mengalami komlikasi, ampula

teraba distensi/cenderung kolaps.

18

Page 19: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Diagnosis Banding (DD)

Penyakit-penyakit yang mungkin timbul berdasarkan keluhan utama pasien (nyeri

perut kanan bawah) tersebut yang biasanya dialami oleh wanita adalah apendisitis, adneksitis,

endometriosis, kista ovarium, KET (Kehamilan Ektopik Terganggu), divertikulitis, perforasi

caecum

Namun pada anamnesis, riwayat menstuasi normal dapat menyingkirkan

kemungkinan nyeri abdomen akut yang berhubungan dengan sistem reproduksi, yaitu

endometriosis, kista ovarium, KET. 

Kasus : Appendisitis + Peritonitis

19

Page 20: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Indikator Peritonitis Ileus paralitik

Muscle rigidity + -

Abdominal pain + +

Nausea + +

Vomiting + +

Bising usus + -

a. Gastroenteritis Mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih

ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.

b. Demam dengue Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Pada lab

didapati positif untuk Rumple Leede , trombositopenia, dan hematokri meningkat.

c. Limfadenitis mesenterika biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis

ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual , nyeri

tekan perut samar, terutama kanan.

d. Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah mungkin memberikan nyeri perut

kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang, nyeri bisa

hilang dalam 24 jam, tapi mungkin dapat mengganggu selama 2 hari.

e. Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.

Suhu biasanya lebih tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai

keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika

uterus diayunkan.

f. Kehamilan ektopik Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahim

dengan perdarahan , akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan

20

Page 21: Laporan Fix Tutorial Skenario b

mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina , ditemukan penonjolan

rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

g. Kista ovarium terpuntir Nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa

dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut , colok vaginal, atau colok rektal. Tidak

ada demam. Diagnosis dengan USG.

h. Endometriasis eksterna Nyeri ditempat endometriosis berada, dan darah menstruasi

terlokalisir karena tidak ada jalan keluar.

i. Urolitiasis pielium Riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal

kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto perut polos

atau urografi intravena dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pielonefritis sering

disertai dengan demam tinggi , menggigil, nyeri kostovertebral sebelah kanan dan

piuria.

j. Penyakit saluran cerna lain Peradangan diperut , seperti divertikulitis Meckel ,

perforasi tukak duodenum atau kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam

tifoid abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks.

Cara Penegakan Diagnosis Appendisitis

1. Anamnesis

Dilakukan anamnesis gejala-gejala klinis, dan riwayat perjalanan penyakit

a. Nyeri abdomen

Biasanya nyeri pada appendicitis datang perlahan dan makin lama makin hebat. Nyeri ini

ditimbulkan karena adanya kontraksi appendiks, distensi lumen appendiks ataupun karena

tarikan dinding appendiks yang mengalami peradangan.

Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang yang sifatnya hilang timbul seperti kolik

yang dirasakan di daerah umbilikus. Oleh karena appendiks dan usu halus mempunyai

persarafan yang sama, nyeri visceral yang dirasakan akan mula-mula di daerah epigastrium

dan periumbilikal.

b. Mual & muntah

Hampir semua penderita disertai mual dan muntah yang selanjutnya disertai oleh keadaan

anoreksia.

21

Page 22: Laporan Fix Tutorial Skenario b

c. Obstipasi

Penderita appenditis biasanya juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya nyeri dan

beberapa penderita mengalami diare.

d. Demam

Demam yang terjadi biasanya ringan, sekitar 37,5OC-38,5OC.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Biasanya terdapat perut kembung bila terjadi appendicitis perforasi, atau penonjolan perut

kanan bawah pada appendikuler abses.

b. Palpasi

Nyeri tekan (+) McBurney

Didapatkan nyeri di titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik McBurney

Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum

Rebound tenderness (nyeri tekan lepas) ada;ah nyeri hebat di abdomen kanan bawah saat

ditekan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang secara

perlahan dan dalam di titik McBurney

Defans muskular (+) karena rangsangan M. Rektus abdominis

Defans muskular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan

adanya rangsangan peritoneum parietal

Rovsing sign (+)

Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan

penekanan pada abdomen kiri bawah. Hal ini disebabkan karena adanya nyeri lepas yang

dijalarkan karena adanya iritasi peritoneal pada sisi berlawanan.

Psoas sign (+)

22

Page 23: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan M. Psoas karena peradangan yang terjadi

pada appendiks. Ada 2 cara pemeriksaan:

1. Aktif

Pasien terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriks, pasien memfleksikan Articulatio

Coxae kanan yang akan didapatkan nyeri pada perut kanan bawah.

2. Pasif

Pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa yang akan didapatkan

nyeri perut kanan bawah.

Obturator sign (+)

Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi apabila panggul dan lutut diseleksikan

kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif. Hal tersebut menunjukkan

peradangan appendiks terletak pada daerah hipogastrium.

c. Perkusi

Didapatkan nyeri ketok.

d. Auskultasi

Peristaltik normal. Terkadang didapatkan peristaltik (-) jika telah terjadi peritonitis.

e. Rectal Toucher

Nyeri tekan pada arah jam 9-12

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin biasanya didapatkan leukositosis. Dilakukan juga pemeriksaan urin

untuk menyingkirkan diagnosis banding yang mengarah kepada kelainan urogenital.

b. Foto Polos Abdomen

Pada appendisitis, pemeriksaan foto polos abdomen tidak terlalu membantu. Namun,

biasanya terlihat fekalit pada abdomen kanan bawah yang sesuai dengan lokasi appendiks.

23

Page 24: Laporan Fix Tutorial Skenario b

c. USG

USG pada appendisitis biasanya ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter

appendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding appendiks lebih dari 2mm, dan pengumpulan

cairan perisekal.

Pemeriksaan USG juga bisa digunakan untuk pemeriksaan genital wanita untuk

menyingkirkan diagnosis banding.

d. Histopatologi

Pemeriksaan Gold Standard untung diagnosis appendisitis.

Alvarado score

PENEGAKAN DIAGNOSIS DENGAN SISTEM SCORING (Alvarado Score) :

Gejala    Skor

 

Perpindahan   nyeri    

1

 

 

Anoreksia  

 

 

1

 

 

Mual   / muntah

 

 

1

 

 

Hasil   pemeriksaan fisik

 

 

 

 

 

Nyeri   tekan (kwadran kanan bawah)

 

 

2

 

 

Nyeri   lepas

 

 

1

 

   

24

Page 25: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Peningkatan   suhu tubuh (38,5 0 C)

 

1

 

 

Laboratorium  

 

 

 

 

 

Leukositosis  

 

 

2

 

 

Pergeseran   ke kiri (polimorfonuklear

leukosit)

 

 

1

 

 

Total  

 

 

10

 

 

1.

 

 

Skor   >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini

dapat langsung   diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan

lebih lanjut. Kemudian perlu  dilakukan konfirmasi dengan

pemeriksaan patolgi anatomi.

 

 

2.

 

 

Skor   2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis.

Pasien ini   sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto

polos abdomen ataupun   CT scan.

 

25

Page 26: Laporan Fix Tutorial Skenario b

 

3.

 

 

Skor   <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien

ini tidak   perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat

dipulangkan dengan   catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.

 

Pada Ny. M, didapatkan score = 7, Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan

radiologi maka dapat dipastikan bahwa Ny. M menderita appendicitis namun untuk

memperkuat bukti dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai gold standard untuk

kasus appendicitis.

Appendisitis Akut

Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.

EtiologiTerjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.

Faktor RisikoFeses yang kerasInflammatory and infectious disorders including Crohn disease, gastroenteritis, amebiasis, respiratory infections, measles, and mononucleosis, infeksi parasit (eg, Schistosomes species, Strongyloides species).

EpidemiologiDapat mengenai semua umur, tapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Insidens lebih tinggi 1.4 kali lipat pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insidens apendisitis ditemukan lebih sedikit pada populasi dengan pola makan kaya serat. 

26

Page 27: Laporan Fix Tutorial Skenario b

PatogenesisSecara patogenesis, faktor terpenting terjadinya appendisitis adalah adanya obstruksi lumen appendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen appendiks menyebabkan distensil lumen akut sehingga akan terjadi kenaikan tekanan intraluminal dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan tersbut akan terjadi ulserasi mukosa sampai terjadi kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks. Lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk ke dalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam lapisan submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa peradangan supurative yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminal akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding appendiks akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari apendiks, infark selanjutnya menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut di mana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietal. Hasil akhir adri proses peradangan tersebut sangat tergantung dengan kemampuan organ dan momentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum.

Manifestasi KlinisApendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

Penatalaksanaan

a. Sebelum Operasi

1. ObservasiDalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

2. Intubasi bila perlu

3. Antibiotik

27

Page 28: Laporan Fix Tutorial Skenario b

b. Operasi Apendiktomi

c. Pasca Operasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

d. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi

Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.

Komplikasi1. Abses appendix.2. Fokal sepsis.3. Obstruksi intestinal akibat adanya perlengketan.4. Perforasi appendix.

PrognosisPrognosis secara umum baik jika ditangani dengan baik dan tidak terjadi komplikasi. Faktor yang mempengaruhi prognosis apendisitis adalah usia dan rupturnya appendiks.

Peritonitis

Anatomi Peritoneum

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.

Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang

28

Page 29: Laporan Fix Tutorial Skenario b

terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.

Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:1)   Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).2)   Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.3)   Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.Fungsi peritoneum:1)   Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.2)   Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan.3)   Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen.4)   Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.

2.2 DefinisiPeritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen

dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.

Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif.

2.3 Etiologi

Secara tidak langsung :a. Infeksi bakterib. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinalc. Appendisitis yang meradang dan perforasid. Tukak peptik (lambung/dudenum)e. Tukak thypoid

29

Page 30: Laporan Fix Tutorial Skenario b

f. Tukak disentri amuba/colitisg. Tukak pada tumorh. Salpingitisi. Divertikulitisj. Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,

stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

Secara langsung dari luar.a. Operasi yang tidak sterilb. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang

disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hatid. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula

peritonitis granulomatosa.e. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang

saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

2.4 KlasifikasiBerdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peritonitis bakterial primerMerupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:a)    Spesifik: misalnya Tuberculosis

30

Page 31: Laporan Fix Tutorial Skenario b

b)   Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau

tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.

b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

3. Peritonitis tersierPeritonitis tersier, misalnya:- Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.- Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.- Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya

empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.- Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:- Aseptik/steril peritonitis.- Granulomatous peritonitis.- Hiperlipidemik peritonitis.- Talkum peritonitis.

2.5 PatofisiologiReaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut

31

Page 32: Laporan Fix Tutorial Skenario b

meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

2.6 Manifestasi KlinisAdanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda

rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma

32

Page 33: Laporan Fix Tutorial Skenario b

cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Test laboratorium- LeukositosisPada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3

gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

- Hematokrit meningkatAsidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis

didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )

2. Radiologi (X. Ray)

Dari tes X Ray didapat:Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:- Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.- Usus halus dan usus besar dilatasi.- Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

3. Gambaran RadiologisPemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam

memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :

a. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah

horizontal proyeksi anteroposterior.c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi

anteroposterior.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:

1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).

2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

33

Page 34: Laporan Fix Tutorial Skenario b

2.8  PenatalaksanaanManagement peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua

penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).

Pertimbangan dilakukan pembedahan :

1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).

2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.

3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.

4. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :- Mengeliminasi sumber infeksi.- Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal- Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah :

1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.5. Pemberian antibiotic.

Terapi bedah pada peritonitis :1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari

pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,

lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.

3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.4. Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi :1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.2. Pemberian antibiotic3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih,

dan tidak ada distensi abdomen.

1)   TerapiPrinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang

dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

34

Page 35: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.

a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

2)   PengobatanBiasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama

bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :

Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.

35

Page 36: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.

Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan   berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.

2.9 KomplikasiKomplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:

1. Komplikasi dini.- Septikemia dan syok septic.- Syok hipovolemik.- Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan

multisystem.- Abses residual intraperitoneal.- Portal Pyemia (misal abses hepar).2. Komplikasi lanjut.- Adhesi.- Obstruksi intestinal rekuren

36

Page 37: Laporan Fix Tutorial Skenario b

Daftar Pustaka

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran ed.9. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC.

Silen, William. Harrison Internal Medicin

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.2006. Edisi IV.Jakarta :PPFKUI

Fauci, Antoni S., dkk. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Chapter 294. Acute Appendicitis and Peritonitis. McGraw-Hill Professional : New York

Kumar, Robbins Cotran. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2003. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat R.dan Wim De Jong. 2005. Ilmu Ajar Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.

37

Page 38: Laporan Fix Tutorial Skenario b

38