Skenario B Fix

111
Skenario B Blok 14 Tahun 2013 Tn.A, 67 tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi glibenklamid 5 mg setiap hari. Menurut keluarganya, sebelum koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi Pemeriksaan fisik: Kesadaran: koma, TD 90/40 mg, nadi 120 x/menit, suhu 36 0 C Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci! I. Klarifikasi istilah Koma : Keadaan tidak sadarkan diri yang amat sangat dimana penderita tidak dapat dibangunkan bahkan dengan rangsangan yang kuat. DM : Suatu sindrom dengan terganggunya metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. 1 | Page

description

endokrinologi

Transcript of Skenario B Fix

Page 1: Skenario B Fix

Skenario B Blok 14 Tahun 2013

Tn.A, 67 tahun dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma

sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap

hari mengonsumsi glibenklamid 5 mg setiap hari. Menurut keluarganya, sebelum

koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas,

setelah minum obat sebelum makan pagi

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: koma, TD 90/40 mg, nadi 120 x/menit, suhu 360C

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl

Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci!

I. Klarifikasi istilah

Koma : Keadaan tidak sadarkan diri yang amat sangat dimana penderita

tidak dapat dibangunkan bahkan dengan rangsangan yang kuat.

DM : Suatu sindrom dengan terganggunya metabolism karbohidrat,

lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin.

Glibenklamid : Obat golongan sulfonylurea golongan ke-2 yang digunakan untuk

mengobati DM tipe 2.

GDS : Hasil pengukuran gula darah yang dilakukan tanpa perlakuan

khusus.

Glukometer : Alat yang digunakan untuk menentukan proporsi glukosa dalam

urin

Palpitasi : Perasaan berdebar-debar yang bersifat subjektif

1 | P a g e

Page 2: Skenario B Fix

II.Identifikasi Masalah

1. Tn.A, 67 tahun koma sejak 3 jam yang lalu

2. Tn. A mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan mengonsumsi

glibenklamid 5 mg setiap hari

3. Sebelum koma, Tn.A merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan

merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi

4. Hasil pemeriksaan fisik:

Kesadaran: koma, TD 90/40 mg, nadi 120 x/menit, suhu 360C

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl

III.Analisis Masalah

1. a. Apa saja tingkat-tingkat kesadaran?

Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,

dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih

bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu

memberi jawaban verbal.

Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada

respon terhadap nyeri.

2 | P a g e

Page 3: Skenario B Fix

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek

muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

No Nama Penjelasan Tanda-tanda1. Compos Mentis Sadar penuh atau ia

Sadar, mengantuk atau tidur.

2.

3.

4.

5.

(Normal)

Apatis(Acuh Tak Acuh)

Somnolent(Ngantuk)

Derilium(Menggigau)

Koma (Sapor)(tidak Sadar)

sadar terhadap diri dan lingkungannya.

Dapat dirangsang oleh rangsangan : rangsangan nyeri, bunyi atau gerak

Acuh tak acuh dan lama untuk menjawab terhadap rangsangan yang diberikan

Keadaan mengantuk atau disebut juga dengan letargi atau obtundasi.

Dapat dirangsang dengan rangsangan : dibangunkan atau diberikan rangsangan nyeri.

Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur bangun yang terganggu.

Dapat dirangsang dengan rangsangan : dengan cubitan

Keadaan tidak sadarkan diri yang penderitanya tidak dapat

Bila tidur dapat disadarkan dengan memberi rangsangan

Sadar tapi tidak koeperatif

Sadar tapi kadang-kadang tertidur, penderita mudah dibengunkan, mampu memberikan jawaban verbal dan menangkis rangsangan nyeri

Gaduh, gelisah, kacau, berteriak-teriak, meronta-ronta, aktivitas motoriknya meningkat dan disorientasi

Tidak adanya jawaban terhadap rangsangan yang diberikan.

3 | P a g e

Page 4: Skenario B Fix

dibangunkan bahkan dengan rangsangan yang kuat

b. Apa etiologi koma secara umum?

Koma dapat berasal intracranial atau extracranial. Contoh-contohnyadiberikan

dibawah ini :

A. Intracranial : Cedera kepala, cerebrovaskuler accident, infeksi SSP, tumor,

penyakit-penyakit konvulsi, penyakit degeneratif, meningkatnya tekanan

intracranial,kelainan psikiatri.

B. Extracranial : kelainan vascular (shock atau hipotensi, seperti pada

perdarahan hebat, infark myocardium, hipertensi arterial): kelainan

metabolisme(diabetic acidosis, hipoglikemia, uremia, coma hepaticum, krisis

addison, gangguankeseimbangan elektrolit): intoksikasi (alkohol, barbiturat, narkotik,

bromida,analgesik, ataractic, carbon monoxida, logam-logam berat): lain-lain

(hiperthermiahipothermia, cicatric shock, anaphylaxis, infeksi sistemik yang berat)

Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat menjadi SEMENITE :

a. Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)

b. Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll

c. Metabolik – akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu

kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum,

dsb).

- Reaksi hipoglikemi : Reaksi hipoglikemi adalah gejala yang timbul

akibat tubuh kekurangan glukosa yang harus ditanngani dengan

segera. Gejala tersebut ditandai dengan dengan tanda- tanda seperti

rasa lapar, gementar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam

keadaan hipoglikemi ini, bila penderita masih sadar, harus segera

4 | P a g e

Page 5: Skenario B Fix

diberi roti atau pisang karena jika tidak segera diobati,penderita akan

tidak sadarkan diri. Keadaan ini terjadi disebabkan oleh kekurangan

glukosa dalam darah dan koma ini disebut koma hipoglikemik.

- Koma diabetes : Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma

diabetes ini muncul karena kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi

dan biasanya melebihi 600 mg/dL.

d. Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).

e. Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan

penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat

(papiledema, bradikardi, muntah).

f. Intoksikasi – keracunan.

g. Trauma – kecelakaan.

h. Epilepsi.

c. Bagaimana mekanisme koma sesuai dengan skenario?

Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak

(neuroglikopenia), dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan

syaraf otak yang irreversibel dan kematian. Pada orang dewasa sehat dengan BB

70 kg, kebutuhan glukosa otak diperkirakan sebanyak 1 mg/kg/menit) atau

sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter glukosa

yaitu GLUT 1 dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan

hipoglikemia, sistem transportasi glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan

pada hipoglikemia kronik akan terjadi up regulasi transporter glukosa, suatu

fenomena penting yang berperan dalam terjadinya hypoglycemia unawareness.

Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton (β-hydroksi-

butirat dan aseto asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton

oleh otak proporsional dengan kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton

dapat menjadi sumber energi hanya bila kadarnya didalam sirkulasi mengalami

peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang lama.

5 | P a g e

Page 6: Skenario B Fix

Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka

otak sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar

glukosa dan keton rendah, seperti terjadi pada hipoglikemi akibat pemberian

insulin dan gangguan oksidasi asam lemak, otak akan sangat rentan terhadap

gangguan metabolik.

Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan

ganguan fungsi sistem saraf pusat (SSP), dengan gejala gangguan kognisi,

bingung (confusion) dan koma. Jaringan saraf yang memamfaatkan sumber

energi alternatif yaitu keton, dan laktat. Pada hipoglikemi yang disebabkan

insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar

yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi

alternatif. (IPDL hal: 1903)

2. a. Jelaskan macam-macam DM?

Macam-macam Diabetes Mellitus

Menurut Maulana (2009), diabetes mellitus terdiri dari dua jenis, yaitu diabetes

mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau diabetes Tipe I, dan diabetes

mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe II).

1) Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau Diabetes Tipe I

Diabetes mellitus tipe 1 dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-

pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes

tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini, diabetes

tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan atau pun

mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan

dan berat badan yang baik saat penyakit ini dideritanya. Selain itu, sensitivitas

maupun respon tubuh terhadap insulin umumnya

6 | P a g e

Page 7: Skenario B Fix

normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Saat ini, diabetes

tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang

teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.

Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah

penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa

menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan

pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olah raga). Terlepas dari pemberian injeksi

pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang

memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis

yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang

dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan

insulin melalui ”inhaled powder”.

2) Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe

II)

Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari ”kecacatan dalam produksi

insulin” dan resistensi terhadap insulin” atau ”berkurangnya sensitifitas terhadap

insulin” (adanya defekasi respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor

insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah

berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar

insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai

cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau

mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi

insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.

Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap

insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari

normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi

kekurangan insulin relatif. Gejala pada tipe kedua iuni terjadi secara perlahan-lahan.

Dengan pola hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah

raga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga harus dapat

7 | P a g e

Page 8: Skenario B Fix

mempertahankan berat badan yang normal. Namun, bagi penderita stadium terakhir,

kemungkinan akan diberikan suntikan insulin.

b. Bagaimana patofisiologi DM tipe 2?

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin

lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan

sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang

kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang

kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak,

tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang

masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar

(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. DM tipe 2

disamping kadar glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi atau normal.

Keadaan ini disebut resistensi insulin.( Suyono, 2005, hlm 3).

Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan

efek utama kekurangan insulin yaitu :

o   Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang

mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi

300 sampai 1200 mg per 100 ml.

o   Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak

sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun

pengendapan lipid pada dinding vaskuler.

o   Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Keadaan patologi tersebut akan berdampak :

(a) Hiperglikemia

Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi

daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang

non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).

8 | P a g e

Page 9: Skenario B Fix

Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa

dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel

tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila

bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai

glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses

glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat

mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak

dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di

darah (hiperglikemia). (Long, 1996, hlm. 11).

Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin

tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :

o   Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.

o   Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan

tetap  terdapat kelebihan glukosa dalam darah.

o   Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan

glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan dalam darah secara

terus menerus melebihi kebutuhan.

o   Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat)

meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam

darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. (Long, 1996, hlm.11).

Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai

mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena

mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa.

Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan

darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat

mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi itulah

yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi.

Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes melitus mudah

mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono, 2008, hlm. 76).

9 | P a g e

Page 10: Skenario B Fix

(b) Hiperosmolaritas

Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada

plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan

osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan

konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes melitus

terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam

darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan

glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada

ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih

225 mg/ menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan

glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif

secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis

osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).

Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang

menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi

ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan

gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi

intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.

(Corwin,2001, hlm.636).

Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan

370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah.

Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik

(KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).

(c)  Starvasi Selluler

Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh

sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali

10 | P a g e

Page 11: Skenario B Fix

glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk diolah.

Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk

sel yaitu insulin.

Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler

untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :

o   Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi

jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan

jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme

cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa

dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton).

Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan

rasa mudah lelah.

o   Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme

protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan

untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan

dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh. Protein dan asam amino yang

melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta

glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein.

Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino menyebabkan

penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur

pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi

diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam urine. Ekskresi

nitrogen yang banyak akan berakibat pada keseimbangan negative

nitrogen.

Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan

resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak

(sulit sembuh kalau cidera).

o   Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme

lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan

11 | P a g e

Page 12: Skenario B Fix

meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses

ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel.

Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organik (keton),

sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH

darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi

keadaan asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi bertambah buruk

dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang

meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan

protein.

Adanya starvasi selluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian

tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin

makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala

klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energi. Dan

kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul

impotensi dan orggan tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata

(muncul rasa baal dan mata kabur). (Sujono, 2008, hlm. 79).

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan

yaitu:

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel beta pancreas

12 | P a g e

Page 13: Skenario B Fix

Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja

optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar.

Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel beta pancreas

mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk

mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi

hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan

euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar

glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan

hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak

bebas dalam darah.

Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin

relative (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia)

mengakibatkan sel beta

pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme

glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa

dan akhirnya DM tipe 2.

13 | P a g e

Resistensi Insulin Genetik Didapat : Obesitas Kurang Aktivitas Fisik Faktor usia

Hiperinsulinemia Kompensasi

Toleransi Glukosa Normal Toleransi Glukosa Terganggu Disfungsi sel

DM Tipe 2 Produksi Glukosa Hati

Meningkat

Page 14: Skenario B Fix

c. Apa faktor risiko DM tipe 2?

d. Bagaimana farmakologi glibenklamid?

- Farmakokinetik

Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat

diberikan per oral. Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh

cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma

terutama albumin (70-99%).pada protein plasma terutama albumin

(70-99%). Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif

menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik (84 ±

9%).libenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%). Mula kerja (onset)

glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit

setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai

setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah

14 | P a g e

Page 15: Skenario B Fix

pemberian kadardalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. Masa kerja

sekitar 15 = 24 jam.

Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan

hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu

metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif.

Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-

trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis,

sedangkan metabolit lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit

tidak ada yang diakumulasi. Hanya 25-50 % metabolit diekskresi

melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan

dikeluarkan bersama tinja. Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam,

dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal.

Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah

36 jam. Glibenklamid tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun

dalam pemberian berulang.

- Farmakodinamik

Mekanisme Kerja

Kerja utama sulfonylurea adalah meningkatkan rilis insulin dari

pankreas. Diduga terdapat dua mekanisme kerja tambahan-suatu

penurunan kadar glucagon serum dan suatu efek ekstrapankreatik

dengan mengadakan efek potensiasi terhadap kerja insulin pada

jaringan sasaran-tetapi kemaknaan klinisnya masih dipertanyakan.

A. Rilis Insulin dari Sel-sel B pankreas: Golongan obat ini sering

disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi

insulin dari granul sel-sel Beta Langerhans pankreas. Sulfonylurea

berikatan dengan suatu reseptor sulfonylurea yang berdaya afinitas

15 | P a g e

Page 16: Skenario B Fix

tinggi 140 kDa yang dihubungkan dengan suatu kanal kalium yang

sensitif ATP yang menyebabkan aliran ke dalam sel B. Dengan

mengikat satu silfonylurea berarti menghambat aliran ion kalium ke

luar melalui kanal dan menyebabkan terjadinya depolarisasi.

Sebaliknya, depolarisasi membuka kanal kalsium yang dibuka oleh

voltase dan menyebabkan aliran kalsium ke dalam dan merangsang

granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin.

Karena obat ini terusmenutup pintu kanal k+, maka obat ini tidak

akan berpengaruh terhadap feedback negative yang diterima dari

pancreas, obat ini akan terus mensekresikan insulin hingga efek dari

obat ini habis. Oleh karena itu, dosis pemakaian obat ini tidak

dianjurkan untuk pemakaian yang besar.

B. Penurunan Konsentrasi Glucagon Serum: Sekarang telah

diterapkan bahwa pemberian sulfonylurea pada diabetes tipe 2 secara

kronis dapat menurunkan kadar glucagon serum. Keadaan tersebut

dapat berperan terhadap efek hipoglikemik dari obat. Mekanisme efek

supresi sulfonylurea pada kadar glucagon tersebut tidak jelas tetapi

diduga melibatkan hambatan tidak langsung yang disebabkan oleh

peningkatan rilis baik pada insulin maupun somatostatin, yang

menghambat sekresi sel A.

Diduga ketika sulfonylurea berikatan dengan reseptor tersebut, kanal

ion menutup untuk mendepolarisasi sel, sehingga menyebabkan aliran

masuk kalsium dengan rilis glucagon. Keberadaan sel-sel B yang

bersebelahan dalam pulau-pulau yang utuh mencegah respons tersebut,

karena sulfonylurea merilis sejumlah besar insulin yang hasil akhirnya

merupakan penghambat sel-sel A.

16 | P a g e

Page 17: Skenario B Fix

C. Potensiasi Kerja Insulin pada Jaringa Sasaran: Penutupan kanal

kalium di jaringan selain pankreas. Berikatan dengan reseptor

sulfonilurea di kanal kalium di jaringan selain pankres, namun

afinitasnya bervariasi diantara golongan obat.

- Indikasi

DM tipe II (NIDDM), dimana kadar gula darah tidak dapat dikendalikan secara adekuat dengan cara diet, latihan fisik, dan penurunan berat badan saja

- Kontraindikasi a. Pada penderita non-diabetik dengan glikosuria ginjal.b. Pada penderita diabetik ketoasidosis.c. Diabetes meliitus dengan komplikasi (demam,trauma,gangren)d. Wanita hamil,hipersensitif,penderita penyakit hati dan ginjal yang parah.e. Diabetes meliitus tergantung insulin (type I atau juvenil onset diabetes)f. Gangguan fungsi adrenocorticoid yang seriusg. Pasien usia lanjut >65 tahun

- Dosis dan cara pemakaian Glibenklamid=Golongan Sulfonilurea generasi kedua (insulin

sekretorik)

Sediaan: 5 mg

Dosis: awal 2,5-5 mg perhari, Start pada 1.25 mg untuk pasien yang

rentan terhadap hipoglikemik, ditingkatkan perlahan tidak lebih dari

2,5 mg dgn interval 1 minggu, maksimal : 15-20 mg/hari

Nama paten antara lain: glukonic, glyamid, libronil, tiabet

Mekanisme: merangsang sekresi insulin dari granul sel beta

langerhans

17 | P a g e

Page 18: Skenario B Fix

Terapi efektif: diberikan 30 menit sebelum makan. ½  h.a.c

dimaksudkan untuk mencegah hipoglikemi dan mempercepat

absorbsi karena makanan dapat menyebabkan menurunnya

absorbsi.

- Interaksi obat-makanan

o Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik; Analgetika

(azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek

sulfonilurea; Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-

kadang mengganggu toleransi glukosa; Antagonis Hormon:

aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO;

oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO;

Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik;

Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon,

sulfonamida dan trimetoprim): meningkatkan efek

sulfonilurea; Antibakteri rifampisin: menurunkan efek

sulfonilurea (mempercepat metabolisme); Antidepresan

(inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik;

Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar

plasma sulfonilurea; Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek

hipoglikemik sulfonilurea; Hormon steroid: estrogen dan

progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia;

Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan

mempunyai efek aditif terhadap OHO; Penyekat

adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan

menutupi gejala peringatan, misalnya tremor; Penghambat

ACE: dapat menambah efek hipoglikemik; Urikosurik:

sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonylurea.

18 | P a g e

Page 19: Skenario B Fix

o Obat dan makanan: -

- Efek samping

Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan

frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan

susunan syaraf pusat. ;Gangguan saluran cerna berupa mual, diare,

sakit perut, dan hipersekresi asam lambung ;Gangguan susunan syaraf

pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain

sebagainya;Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia,

agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali ;

Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu

ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.

Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral

dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung

meningkatkan berat badan

e. Bagaimana tatalaksana DM tipe 2?

Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan

rasa nyaman dan sehat.

Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati

maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas

DM.

Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.

Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya

faktor genetik, tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta

19 | P a g e

Page 20: Skenario B Fix

pankreas, maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar yang dapat

dikoreksi harus tercermin pada langkah pengelolaan.

Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri

dan melakukan promosi perubahan perilaku.

Pilar utama pengelolaan DM :

a. Edukasi

Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah

terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara

optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak

sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut,

yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku,

membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang

berkenaan dengan:

Makan makanan sehat

Kegiatan jasmani secara teratur

Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang

spesifik

Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai

informasi yang ada

Melakukan perawatan kaki secara berkala

Mengelola diabetes dengan tepat

Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan

Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian

masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir

20 | P a g e

Page 21: Skenario B Fix

sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi,

dokumentasi, dan evaluasi.

b. Latihan jasmani Obat-obatan

Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai

dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila setelah

itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang

diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes

oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi

metabolik berat, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang

menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan tertentu obat-

obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut

petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan

sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu.

c. Perencanaan makan

Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen,

sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara

umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada

saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang

istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak

digunakan lagi. Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes

mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat

terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam

menu makanan orang dengan diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh pada respons

glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula: (glukosa, fruktosa,

sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara

memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan

lainnya (lemak, protein). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang

21 | P a g e

Page 22: Skenario B Fix

berasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu

kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik, bila jumlah

karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah total kalori dari

makanan lebih penting daripada sumber atau macam makanannya.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai

berikut:

Karbohidrat 60-70%

Protein 10-15%

Lemak 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut,

dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

f. Bagaimana preventif DM tipe 2?

Tindakan preventif untuk penyakit DM bisa dengan pencegahan primordial,

pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

2.9.1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar

tidak memiliki faktor risiko untuk terjadinya DM.6 Pencegahan primordial ditujukan

kepada masyarakat yang sehat untuk berperilaku positif mendukung kesehatan umum

dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM (sindrom metabolik). Misalnya,

berperilaku hidup sehat, tidak merokok, memakan makanan yang bergizi dan

seimbang, diet, membatasi diri dengan makanan tertentu ataupun kegiatan jasmani

yang memadai.

2.9.2. Pencegahan Primer

22 | P a g e

Page 23: Skenario B Fix

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk

kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita tetapi berpotensi untuk

menderita DM. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi/

menghilangkan faktor-faktor tersebut.

Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat tetapi

diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang

berisiko tinggi yang berpotensi menderita DM. Tindakan yang perlu dilakukan untuk

usaha pencegahan primer ini meliputi penyuluhan mengenai perlunya pengaturan

gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman, yaitu

mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang seperti

meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan

karbohidrat sederhana, dan mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur

dan tinggi badan. Selain itu yang dapat dilakukan adalah melakukan kegiatan jasmani

yang cukup dan sesuai dengan umur dan kemampuan.

2.9.3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah

terjadi penyakit.6 Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan dan

menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan

sejak awal. Pengobatan sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah

kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi mengenai diabetes mellitus

dan pengelolaannya akan meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.

a. Penyuluhan

Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM.

Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan

dengan gaya hidup. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada

anggota keluarganya, tim kesehatan/ perawatan, dan orang-orang yang beraktivitas

bersama-sama dengan penderita DM setiap hari.

23 | P a g e

Page 24: Skenario B Fix

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ini ditujukan kepada mereka yang baru

terdiagnosis diabetes. Kelompok penderita diabetes ini masih sangat perlu diberi

pengertian mengenai penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan

penyakitnya dalam mengontrol gula darah, mengatur makanan, dan melakukan

aktifitas olah raga sesuai dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya penderita

akan merasa nyaman karena bisa mengendalikan gula darahnya.

Materi yang dapat diberikan dalam penyuluhan adalah definisi diabetes mellitus,

penatalaksanaan diabetes secara umum, obat-obat untuk mengontrol glukosa darah

(tablet dan insulin), perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan

penukar, manfaat kegiatan jasmani (olah raga). Selanjunya dapat diberikan materi

penyuluhan lanjutan, yaitu mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes,

pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes, penatalaksanaan diabetes selama

menderita penyakit lain, dan pemeliharaan kaki diabetes.

b. Pengobatan

Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani secara teratur,

namun pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat

hipoglikemik baik oral maupun insulin.

b.1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien

DM tipe 2. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan

keberhasilan terapi diabetes.

Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral dapat dibagi menjadi 5

golongan, yaitu golongan pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid), golongan

peningkat sensitivitas terhadap insulin (tiazolidindion), golongan penghambat

glukoneogenesis (metformin), golongan penghambat absorpsi glukosa (glukosidase

alfa), dan golongan DPP-IV inhibitor. Golongan sulfonilurea diberikan pada pasien

yang tidak gemuk karena meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,

misalnya Glibenklamid dengan nama obat paten Daonil atau Euglucon. Golongan

glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan

24 | P a g e

Page 25: Skenario B Fix

penekanan pada sekresi insulin fase pertama, misalnya Repaglinid dengan nama obat

paten Novonorm. Golongan tiazolidindion mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, misalnya

Pioglitazon dengan nama obat paten Actos. Golongan metformin berfungsi

mengurangi produksi glukosa hati, misalnya Glucophage. Golongan glukosidase alfa

berfungsi mengurangi absorpsi glukosa di usus halus sehingga menurunkan kadar

glukosa darah sesudah makan, misalnya Akarbose dengan nama obat paten Glucobay.

b.2. Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1,

sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat

memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus

mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam

tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak

memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin

disamping terapi hipoglikemik oral.

2.9.4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut

walaupun sudah terjadi komplikasi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan harus

dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar komplikasi DM tersebut dapat

dikelola dengan baik.

Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan

menetap.

g. Bagaimana prognosis DM tipe 2?

Prognosis dari DM tipe II bergantung pada kemauan pasien untuk

mengubah gaya hidupnya. Bila pasien tidak mengubah gaya hidupnya

maka dapat terjadi kemungkinan komplikasi seperti serangan jantung,

stroke, penyakit ginjal, kerusakan saraf , impotensi.

25 | P a g e

Page 26: Skenario B Fix

h. Bagaimana hubungan mengonsumsi obat dengan koma dan gejala-gejala yang

dialami?

Dikenal dua generasi sulfonilurea, generasi pertama terdiri dari

tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi kedua

yang potensi hipoglikemik lebih besar antara lain glibenklamid, glipizid,

gliklazid dan glimerpirid. Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin

secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dan granul sel-sel β

Langerhans pankreas. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang

besar dapat menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia ini mengakibatkan

kurangnya pemasokan glukosa ke system saraf pusat untuk dijadikan

energy sehingga terjadilah koma.

i. Mengapa gejala baru dirasakan setelah 5 tahun mengonsumsi obat?

Keadaan hipoglikemi (dengan kadar glukosa hingga <60 mg/dl) pada

Tn.A dikarenakan mengkonsumsi obat antidiabetik golongan sulfoniluria

dalam jangka waktu yang memang sudah lama (5 tahun) yang kemudian

ditambah pula dengan melakukan salah aktivitas, seperti di bawah ini:

- Dosis obat atau insulin yang terlalu banyak (overdose) disertai

terlambat makan atau tidak makan

- Penderita dengan insufisiensi ginjal atau gagal ginjal dan penyakit hati

kronis yang mendapat OHO seperti sulfonilurea

- Makan dengan karbohidrat (roti, nasi, kentang) yang kurang

- Latihan jasmani yang terlalu keras dan lama dapat meningkatkan

sensitivitas insulin atau dapat berpengaruh melalui absorpsi insulin

yang meningkat dari tempat suntik

- Minum alkohol saat perut kosong

26 | P a g e

Page 27: Skenario B Fix

3. a. Bagaimana mekanisme:

- Merasa dingin

Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula darah

yang rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang

utama. Pada keadaan hipoglikemi, otak memberikan respon terhadap

kadar gula darah yang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang

kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal ini akan

merangsang hati untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap

terjaga. Jika kadarnya menurun, maka akan terjadi gangguan fungsi

otak.

Sekresi adrenalin ini akan berdampak pada pengeluaran keringat

dingin pada tubuh, hal inilah yang menyebabkan Tn.A merasa dingin.

Mekanisme lainnya:

- Pembentukan panas adalah produk metabolism. Semua pengeluaran

energy oleh tubuh diubah menjadi panas. Dalam kasus ini, metabolism

Tn.A terganggu, akibatnya pembentukan panas juga terganggu.

- Hormon kelamin Pria bisa meningkatkan kecepatan metabolisme,

sehingga lebih banyak panas yang dihasilkan.Mekanismenya dengan

meningkatkan massa otot rangka Dalam kasus ini, Tn.A adalah

seorang lansia

- Berkeringat

Pada keadaan hipoglikemia berarti glukosa di sirkulasi menurun (di

bawah ambang normal), keadaan ini akan merangsang respon terhadap

stress dalam hal ini hipoglikemia, respon fisiologi utama untuk

27 | P a g e

Page 28: Skenario B Fix

hipoglikemia terletak di neuron hipotalamus ventromedial (VMH)

yang terdiri dari neuron yang sensitif terhadap glukosa. Jadi apabila

dalam keadaan hipoglikemia akan merangsang hipotalamus posterior

untuk mengeluarkan hormon epinefrin yang berfungsi untuk

meningkatkan metabolisme sel. Awal kerjanya yaitu meningkatkan

kerja sistem pernapasan dengan begitu paru-paru ektra kerja untuk

uptake oksigen dari luar sehingga memicu peningkatan peredaran

darah mulai dari otot ke otak. Namun pada keadaan hipoglikemia

aliran darah di jaringan perifer akan berkurang untuk dialihkan ke

organ lain yang lebih membutuhkan (otak). Akibatnya terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah perifer,karena tidak ada proses

metabolisme yg terjadi akibat defisiensi oksigen di perifer, maka tidak

ada ATP dan kalor yang dihasilkan namun epinefrin tetap bekerja

untuk meningkatkan metabolisme karena dipacu terus menerus maka

sel sel kulit (kelenjar keringat) menjadi hiperfungsi dan berkompensasi

dengan mengeluarkan keringat dingin.

- Palpitasi

Efek Insulin terhadap Sistem Kardiovaskular

Selain bekerja untuk menurunkan gula darah, insulin mempunyai efek

terhadap sistem kardiovaskuler. Keseimbangan antara efek vasodilator

insulin yang tergantung NO dan efek vasokonstriktor yang tergantung

ET-1 (endothelin-1) diatur oleh sinyal melalui jalur PI3K

(phosphatidylinositole 3-kinase) dan MAPK (mitogen-activated

protein kinase) pada endotel vaskular. Pada kondisi resistensi insulin,

gangguan sinyal jalur PI3K dan peningkatan sinyal jalur MAPK pada

endotel vaskular dapat merupakan kondisi yang mendasari hubungan

antara penyakit metabolik dan penyakit kardiovaskular. Insulin

memiliki efek antiinflamasi melalui penekanan ICAM-1 (intercellular

28 | P a g e

Page 29: Skenario B Fix

adhesion melecule-1), MCP-1 ( kemokin monocyte chemoattractant

protein-1), nuclear factor-kappa B (NF-kB), MMP-9 (matrix

metalloproteinase-9) dan CRP. Pada jantung, insulin meningkatkan

kontraktilitas dan berperan penting dalam meningkatkan intake

glukosa jantung terutama pada keadaan stres. Pada saat pertumbuhan

insulin juga berperanan dalam pertumbuhan fisiologis jantung melalui

jalur Akt. Namun pemaparan kronik insulin terkait dengan disfungsi

ventrikel. Insulin diketahui meningkatkan aliran darah perifer dan

menurunkan tahanan perifer, sehingga menghasilkan peningkatan

curah jantung walau tidak ada perubahan signifikan pada tekanan

darah. Perbaikan kerja insulin tidak hanya memperbaiki metabolisme

glukosa, tapi juga bisa risiko yang mendasari aterosklerosis dan

komplikasi kardiovaskular dari diabetes.

Efek Kelebihan Insulin

Konsekuensi dari kelebihan insulin adalah manifestasi dari efek

hipoglikemia terhadap sistem saraf pusat. Glukosa adalah bahan bakar

yang digunakan dalam kuantitas yang cukup besar. Persediaan

karbohidrat pada jaringan saraf sangat terbatas dan fungsi normalnya

tergantung pada suplai glukosa yang terus menerus. Ketika glukosa

plasma turun, gejala yang pertama muncul adalah palpitasi,

berkeringat, dan gugup karena perubahan saraf otonom. Ini terjadi

pada tingkat glukosa darah yang sedikit di bawah tingkat di mana

aktivasi otonom pertama terjadi, karena threshold untuk gejala sedikit

di atas threshold untuk aktivasi awal. Pada kadar glukosa plasma yang

lebih rendah, neuroglycopenic symptoms mulai terjadi. Ini termasuk

lapar, confusion, dan kelainan kognitif lainnya. Pada kadar glukosa

plasma yang jauh lebih rendah, letargi, koma, konvulsi, dan bahkan

kematian dapat terjadi. Pada onset gejala hipoglikemia dibutuhkan

29 | P a g e

Page 30: Skenario B Fix

terapi dengan glukosa atau minuman mengandung glukosa. Meskipun

hilangnya gejala secara dramatis adalah respon yang umum,

abnormalitas mulai dari berkurangnya intelektual hingga koma dapat

persisten jika hipoglikemia sangat parah atau berkepanjangan. Bila

gangguan ini tidak segera ditanggulangi, akan menimbulkan kerusakan

sel-sel otak yang irreversible yang menyebabkan kematian.

- Badan lemas

Dalam keadaan puasa, produksi glukosa tergantung pada ketersediaan substrat2

yang diperlukan bagi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sementara

utilisasi glukosa ditentukan oleh ambilan glukosa dan ketersediaan sumber energi

alternatif terutama bagi jaringan otot.

Bila kadar glukosa plasma berada dibawah nilai ambang hipoglikemi, akan

terjadi pelepasan hormon2 kontra regulasi, sebagai usaha untuk meningkatkan

produksi glukosa. Nilai ambang ini diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian

ventromedial hipothalamus merupakan organ utama yang berperan dalam

respons kontra regulasi.

Hormon2 kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu :

Hormon2 kerja cepat yaitu katekolamin dan glukagon.

Hormon2 kerja lambat yaitu growth hormone dan kortisol.

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin

dan secara langsung merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal,

menghambat utilisasi glukosa di jaringan perifer dan merangsang proses lipolisis.

Pada skenario:

- Kadar glukosa darah rendah sehingga sumber energi menurun

30 | P a g e

Page 31: Skenario B Fix

- Hormon kontraregulator yang dihasilkan menurunkan sekresi dan

kerja insulin di jaringan. Sehingga utilitas glukosa menurunè

metabolisme glukosa menurun è produksi ATP menurun è badan

lemas

- Kekurangan glukosa pada otak, menyebabkan gejala neuroglikopenik.

Gejala-gejala neuroglikopenik tidak dapat dibedakan dengan gejala2

akibat terjadinya hipoksia jaringan otak. Gejala2 tersebut antara lain

berupa rasa lemas, kelelahan, sebagai mekanisme kompensasi untuk

mengurangi aktivitas penderita.

- Merasa cemas

Epinefrin berikatan dengan reseptor α-2 di otak, menyebabkan disosiasi pada

pikiran, sehingga terjadi rasa cemas.

Mekanisme lain: Tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar

gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar

adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan

gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang

menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran,

pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar)

b. Bagaimana tata laksana pada kasus ini?

TATALAKSANA HIPOGLIKEMI

1. Glukosa oral

Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah

kapiler, berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau

karbohidrat kompleks lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat

diberikan madu atau gel glukosa pada mukosa mulut.

2. Glukosa intravena

31 | P a g e

Page 32: Skenario B Fix

Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25

mL yang diencerkan 2 kali

Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL

1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar

glukosa 25-50 mg/dL.

Kadar glukosa yang diinginkan >

120 mg/dL

2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL

3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL

3. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian

diulang 25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.

4. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat

dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3

x 100 mg sebelum makan.

5. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi

glukagon 1 mg intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan

pemberian glukosa intravena. Bila penderita sudah sadar dengan pemberian

glukagon, berikan 20 gram glukosa oral dan dilanjutkan dengan 40 gram

karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan.

6. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea

sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh

koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan

infus dekstrosa 10% selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam

sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena

sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon.

32 | P a g e

Page 33: Skenario B Fix

Dan disarankan obat hipoglikemi dihentikan sementara.

c. Bagaimana DD dalam kasus ini?

Diagnosa banding hipoglikemi melibatkan pertimbangan berikut:

- Kelebihan insulin, yang bisa terjadi akibat insulin eksogen, endogen

(biasanya akibat insulinoma) atau pengobatan dengan sulfoniluria

(seringkali klorpropamid atau glibenklamid karena masa kerja yang

lama)

- Setelah mengkonsumsi alkohol berlebihan

- Pascagastrektomi

- Hipopituirisme dan hipoadrenalisme

- “hungry neoplasm” misalnya kanker hati

- Penyakit kritis: gagal hati, gagal ginjal, sepsis, starvasi dan inasasi

- Defisiensi endokrin; kortisol, growth hormone, glucagon, epnefrin

- Tumor non-sel B; sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma,

leukemia, limfoma, melanoma

- Pasca prandial

4. a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormalitas?

-Kesadaran

Tingkat kesadaran tidak normal karena yang normal adalah compos

mentis bukan coma. Mekanisme koma sendiri berhubungan dengan

asupan glukosa ke otak yang tidak adekuat karena ketergantungan

jaringan saraf pada glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan

bahan bakar metabolisme yang utama pada otak. Oleh karena otak

hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah

yang sangat sedikit dan dalam waktu singkat, fungsi otak yang normal

sangat tergantung pada asupan glukosa dari sirkulasi. Pada konsentrasi

33 | P a g e

Page 34: Skenario B Fix

glukosa fisiologis, laju pengangkutan glukosa yang terfasilitasi

(GLUT-1) melalui sawar darah otak melebihi laju metabolisme

glukosa otak. Pada keadaan hipoglikemia , glukosa yang terdapat di

sirkulasi sedikit ( di bawah ambang normal) maka gangguan pasokan

glukosa ke otak juga terganggu, menyebabkan laju angkut glukosa

terbatas terhadap metabolisme glukosa otak. Hipoglikemia dikenali di

otak, mengaktifkan beberapa mekanisme fisiologis yang berperan

dalam merespon dan membatasi efek hipoglikemia sebagai

perlindungan terhadap integritas otak apabila respon proteksi fisiologis

gagal dalam merespons adanya hipoglikemia lebih dari beberapa menit

maka akan menyebabkan koma karena otak kurang mendapatkan

pasokan glukosa.

-GDS

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl

(hipoglikemia)

Klasifikasi klinis hipoglikemi

Secara klinis hipoglikemi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :

- Hipoglikemi ringan, yaitu bila gejala2 dan tanda2 hipoglikemi ringan dan dapat

diobati sendiri oleh pasien.

- Hipoglikemi sedang, yaitu bila gejala2 dan tanda2 hipoglikemi disertai dengan

gangguan kognitif ringan, namun pasien masih bisa menanggulanginya sendiri.

- Hipoglikemi berat, bila disertai dengan gangguan kognitif berat, bahkan

sampai terjadi koma dan kejang sehingga pasien tidak dapat

menanggulanginya sendiri

Pada skenario = hipoglikemia berat

34 | P a g e

Page 35: Skenario B Fix

Hipoglikemia paling sering terjadi disebabkan oleh insulin atau obat lain

(sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar

gula darahnya. Insulin menurunkan kadar gula darah dengan meningkatkan uptake

glukosa pada jaringa perifer (jaringan adiposa, hati, dan otot). Jika dosis obat ini lebih

tinggi dari makanan yang dimakan atau terlambat makan maka obat ini bisa bereaksi

menurunkan kadar gula darah terlalu banyak. Penderita diabetes berat menahun

sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau

pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal. dan kelanjar adrenalnya tidak

menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan

mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.

Hubungan Glibenclamid dengan hipoglikemia:

Penggunaan Glibenclamide berbahaya untuk pasien dengan usia>65 tahun.

Orang tua itu seharusnya menggunakan obat gol sulfonilurea yang mempunyai

waktu paruh pendek. Sedangkan glibenklamid, mempunyai waktu paruh panjang

12-20 jam sehingga diberi dosis sekali sehari.

Obat dengan dosis sekali sehari sebaiknya dimakan bersamaan dengan waktu

makan pagi atau pada makan dengan porsi terbesar. Sedangkan pada skenario, Tn

B minum obat sebelum makan. Tidak disebutkan selang waktu antara minum

obat dengan makan pagi. Akan tetapi kemungkinan, setelah obat mulai bekerja,

Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60

menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai

setelah 2-4 jam. Akibatnya, kadar insulin yang dikeluarkan tidak sebanding

dengan asupan karbohidrat. Sehingga insulin menurunkan kadar glukosa darah

terlalu banyak dan timbul hipoglikemia.

- TD

Supresi insulin meningkatkan hormone kontraregulatory seperti

epinefrin, epinefrin ini bekerja pada 2 reseptor yaitu alpha dan beta.

Pada awalnya epinefrin akan bekerja pada reseptor alpha,

35 | P a g e

Page 36: Skenario B Fix

menyebabkan cardiac output naik, akan tetapi lama-kelamaan juga

bekerja pada reseptor beta-2 menebabkan vasodilatasi pembuluh darah

yang mengakibatkan tahanan vaskuler rendah. Akibatnya meskipun

CO meningkat, kalau tahanan vaskuler tetap rendah hasilnya tekanan

darah juga rendah (hipotensi)

- Nadi

Pada kasus ini sekresi insulin meningkat sehingga tubuh

mengkompensasinya dengan mensupresi insulin dan meningkatkan

hormone kontraregulatori (kotekolamin/ epinefrin dan norepinefrin).

Hormone ini salah satu reseptornya adalah β1 yang dominan bekerja di

jantung. β1 ini bekerja meningkatkan curah jantung dan meningkatkan

kontraksi sel-sel otot jantung dan menyebabkan takikardi dan palpitasi.

b. Apa diagnosis kerja kasus ini?

Koma metabolik karena hipoglikemia berat

IV. Hipotesis

Tn. A, 67 tahun mengalami koma hipoglikemia karena kesalahan waktu

mengonsumsi obat glibenklamid.

V. Keterkaitan antar masalah

36 | P a g e

Tn.A, 67 thn mengalami DM tipe 2

Mengonsumsi glibenklamid 5 mg

sebelum makan pagi

Page 37: Skenario B Fix

VI. SintesisDiabetes Mellitus Tipe 2

Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus berasal dari bahasa Yunani (diabetes = pancaran,

mellitus=gula).Jadi secara harfiah penyakit ini berarti adanya pancaran gula atau

adanya gula yang berlebih pada tubuh. Oleh karena itu, tak heran penyakit diabetes

mellitus disebut sebagai penyakit kencing manis.

Diabetes mellitus sebenarnya merupakan suatu kelompok heterogen penyakit

yang gambaran umumnya adalah hiperglikemia.Secara sederhana penyakit ini dapat

dibedakan / diklasifikasikan dalam dua varian yang dibedakan berdasarkan pola

pewarisan, respons insulin dan asalnya.Namun, pada perkembangannya telah

ditemukan klasifikasi baru yang didasarkan pada etiologi penyakit tersebut. Penyakit

tersebut antara lain;

Diabetes mellitus tipe 1 ( diabetes mellitus dependen – insulin / diabetes onset

juvenilis) yang terjadi pada 5% – 10% diabetes mellitus,

Diabetes mellitus tipe 2 (diabetes mellitus non-dependen insulin/ diabetes

onset dewasa) yang terjadi pada sekitar 80% pasien yang mengidap diabetes

mellitus dan

Diabetes yang disebabkan oleh penyebab spesifik yang terjadi pada 10% dari

total kasus diabetes mellitus.

Pada LTM ini hanya akan dibahas mengenai diabetes mellitus tipe 2.

37 | P a g e

Hipoglikemia

Koma Merasa dingin, cemas, berkeringat, palpitasi,

lemas

Page 38: Skenario B Fix

Definisi Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan Non Insuline

Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit diabetes yang

disebabkan oleh karena terjadinya resistensi tubuh terhadap efek insulin yang

diproduksi oleh sel beta pankreas. Keadaan ini akan menyebabkan kadar gula dalam

darah menjadi naik tidak terkendali. Kegemukan dan riwayat keluarga menderita

kencing manis diduga merupakan faktor resiko terjadinya penyakit ini.

Pada diabetes tipe ini, faktor genetik memegang peran lebih penitng

dibandingkan dengan pada diabetes tipe 1A.Di antara kembar identik, angka

concordance (munculnya sifat bawaan pada kedua pasangan anak kembar) adalah

60% sampai 80%. Pada aggota keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada

kembar non identik) risiko menderita penyakit ini lima hingga sepuluh kali lebih

besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat

penyakit dalam keluarganya.

Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe

Pada intinya diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi akibat predisposisi

/kecenderungan genetik  (gangguan sekresi insulin pada sel beta dan resistensi

insulin) serta perpaduan dengan faktor lingkungan (obesitas misalnya).

1. Gangguan Sekresi Insulin Pada Sel Beta

Pada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi insulin terlihat normal dan kadar

insulin plasma tidak berkurang. Namun, secara kolektif, hal ini dan pengamatan lain

mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan pada awal diabetes

tipe 2, bukan defisiensi sintesis insulin. Perjalanan penyakit selanjutnya terjadi

defisiensi absolut insulin yang ringan sampai sedang.Kemudian terjadi kehilangan

20% – 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam

sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.Namun, yang terjadi adalah adanya

gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta.

38 | P a g e

Page 39: Skenario B Fix

Hilangnya sinyal pengenalan glukosa oleh sel beta dapat dijelaskan dengan dua

mekanisme:

a)      Adanya peningkatan UCP2 (uncoupling protein 2) di sel beta orang dengan

diabetes mellitus tipe 2 yang dapat menyebabkan hilangnya sinyal glukosa yang khas

pada penyakit.

UCP2 adalah suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari

fosforilasi oksidatif (sehingga menghasilkan panas, bukan ATP) yang kemudian

diekspresikan dalam sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi akan melemahkan

respon insulin sedangkan kadar yang rendah akan memperkuatnya.

b)      Adanya pengendapan amiloid di islet

Pada 90% pasien diabetes tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada autopsi.Amilin

yang merupakan komponen utama amiloid yang mengendap ini secara normal

dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan dengan insulin sebagai respons

terhadap pemberian glukosa. Namun pada jika kemudian terjadi resistensi insulin

yang menyebabkan hiperinsulinemia, maka akan berdampak pada peningkatan

produksi amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta menyebabkan sel beta

agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa atau dengan kata lainamiloid bersifat

toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel beta.

2. Obesitas / Kegemukan

Obesitas dapat pula menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 ini

dikarenakan obesitas ini dapat meningkatkan resistansi insulin ke suatu tahap yang

tidak lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Konsep

resistansi insulin adalah sebagai berikut : pada awalnya tampak terdapat resistensi

dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada

reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang

meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan

diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini

39 | P a g e

Page 40: Skenario B Fix

dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin

pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek

reseptor insulin dengan system transport glukosa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa resistensi insulin yang berkaitan erat

dengan obesitas menimbulkan stres berlebihan pada sel beta yang akhirnya

mengalami kegagalan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan insulin.

Faktor risiko 

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya

adalah:

1) Usia (meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

5) Aktifitas fisik kurang

6) Penyakit lain

Mekanisme Pewarisan Genetik

Tidak seperti kelainan gen tunggal di mana ekspresi penyakit dipengaruhi

oleh sebuah alel mutan pada satu lokus gen, pada diabetes mellitus tipe 2, ekspresi

penyakit tergantung pada beberapa gen yang semuanya hanya memiliki efek yang

kecil (poligen). Diabetes mellitus tipe 2 ini bisa juga disebut dengan penyakit

multifaktor (multifactoral disease) yang mana gen yang terlibat tidak hanya saling

berinteraksi satu sama lain, namun juga berinteraksi dengan faktor lingkungan.

Berdasarkan model multifaktor ini, predisposisi penyakit dapat ditentukan dengan

beberapa kombinasi genetik yang berbeda (genotip) dan faktor lingkungan. Maka

ekspresi genotip tidak akan nampak bila tidak dipicu oleh faktor lingkungan.

Misalnya pada diabetes ini faktor lingkungan yang berpengaruh dan ikut memicu

terekspresikannya penyakit adalah usia, diet, kegiatan fisik, obesitas (penumpukan

40 | P a g e

Page 41: Skenario B Fix

lemak pada daerah perut), kadar trigliserida darah yang tinggi, rendahnya kadar

kolesterol HDL (kolesterol yang “baik”), kadar gula darah setelah makan > 200

mg/dl, sedangkan kadar gula darah puasa > 100, adanya rambut yang berlebih pada

wajah atau tubuh (perempuan), atau diabetes saat kehamilan. Untuk itu, Ibu

setidaknya perlu melakukan pemeriksaan darah rutin kadar kolesterol serta kadar gula

darah (setelah makan dan puasa).

Sampai saat ini belum ditemukan faktor genetik apa yang menyebabkan

terjadinya pewarisan penyakit diabetes mellitus ini. Namun beberapa penelitian

tentang penyakit monogen menunjukkan beberapa gen yang menyebabkan diabetes

mellitus.Namun, sayangnya penelitian ini masih sulit dihubungkan dengan gen

pewarisan diabetes tipe 2 sebab terdapat perbedaan fenotip dari reseptor insulin pada

hewan percobaan (tikus) dan manusia. Pada tikus, jika ia kekurangan reseptor insulin,

maka masih bisa dilahirkan dengan berat normal, namun akan mati dengan cepat

setelah mengalami ketoasidosis. Sedangkan manusia yang tidak mengalami mutasi,

tidak akan dilahirkan (kemungkinan kecil) serta jarang akan tumbuh ketoasidosis.

Secara umum, jika salah satu orang tua memiliki DM tipe 2, risiko pada anak

adalah 1 : 7 jika terdiagnosis sebelum usia 50 tahun, dan 1 : 13 jika terdiagnosis di

atas usia 50 tahun. Beberapa peneliti percaya bahwa risiko yang dimiliki seorang

anak lebih besar jika orang tua yang memiliki DM adalah ibunya. Jika kedua orang

tua memiliki DM tipe 2, risiko pada anak menjadi 1 : 2.

Gejala Diabetes Mellitus Tipe 2

a) Mudah lelah, lemas dan mengantuk

b) Penurunan berat badan secara drastic

c) Gangguan penglihatan

d) Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh

e) Poliuria (banyak kencing)

41 | P a g e

Page 42: Skenario B Fix

f) Polidipsi (banyak minum)

g) Polifagi (banyak makan)

h) Pada keadaan dekompensasi bisa mengalami koma nonketotik hiperosmolar,

yaitu suatu sindrom yang ditimbulkan oleh dehidrasi berat akibat dieuresis

hiperglikemik berkepanjangan pada penderita yang kurang minum untuk

mengompensasi pengeluaran urin.

Pengobatan Diabetes Mellitus

Diet dan olahraga (untuk mengawasi trauma dan infeksi kaki0

Obat Oral ( Sulfonilurea, non sulfonilurea, biguanid/metformin, akarbose,

tiazolindion).

Pemberian insulin

Multifactorial Disease

Merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik disebabkan oleh 2 gen

atau lebih (poligen).Penyakit ini dapat juga diturunkan secara kongenital pada

generasi berikutnya (baik pada remaja, dewasa maupun orang tua).Selain itu yang

mempengaruhi terekspresikan gen penyakit ini adalah faktor lingkungan.

Contoh kelainan multifactor;

- Congenital Anomalies ( CA)

- Bronchial Asthma

- Diabetes Mellitus

- Hypertension, Hypotension

- Mental Retardation

Kelainan multifactor ini disebabkan oleh pewarisan multifactor.Pewarisan multifaktor

bisa menyebabkan adanya penyakit atau normal.Tergantung pula pada kondisi kedua

orangtua. Jika kedua orang tua menderita kelainan, maka kemungkinan pewarisan

42 | P a g e

Page 43: Skenario B Fix

akan lebih besar dibandingkan dengan jika hanya satu orang tua yang menderita

kelainan

HIPOGLIKEMIA

DEFINISI

Konsentrasi glukosa darah yang berkurang secara abnormal (N sewaktu : 75-

115 gr/dl). Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah batas

normal. Hipoglikemia dianggap telah terjadi bila kadar  glukosa darah < 50 mg/ dL.

(Fisiologi Manusia, Lauralee Sherwood Hal. 672). Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi yang

dapat terjadi pada diabetes melitus, terutama karena terapi insulin. Harus ditekankan

bahwa serangan hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi atau terjadi dalam

waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan

kematian. Fisiologi Manusia, Lauralee Sherwood Hal. 672)

KLASIFIKASI

Berdasarkan durasi timbulnya :

- Hipoglikemia akut

Penurunan cepat glukosa plasma sampai kadar rendah.

- Hipoglikemia kronis

Penurunan relatif lambat glukosa plasma di sebabkan turunnya produksi

glukosa hati sebagai respon terhadap hiperinsulinemia

Hipoglikemi akut

1. Ringan, Simtomatik dapat di atasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas

sehari-hari yang nyata.

43 | P a g e

Page 44: Skenario B Fix

2. Sedang, Simtoimatik dapat di atasi sendiri menimbulkan gangguan aktivitas

sehari-hari yang nyata.

3. Berat. Sering (tidak selalu) tidak simtomatik karena gangguan kognitif

pasien tidak dapat mengatasi sendiri.

ETIOLOGI

a. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas

b. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi yang diberikan kepada

penderita diabetes untuk menurunkan kadar glukosa darahnya.

c. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.

d. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan gukosa dihati. (Endokrinologi Francis S. Greenspan 828)

GEJALA KLINIS

a. Kaki dan tangan lemas

b. Gugup

c. Tremor

d. Kelaparan yang amat sangat

e. Palpitasi

f. Bicara ngacau

g. Kekaburan penglihatan

h. Kejang

44 | P a g e

Page 45: Skenario B Fix

i. Kehilangan kesadaran

j. Pusing

k. Sakit kepala

PATOFISIOLOGI

a. Kelebihan insulin biasanya terjadi akibat terlalu tingginya dosis insulin atau

obat antidiabetes oral yang di gunakan selama pengobatan diabetes melitus.

b. Adanya gangguan pada hati yang menyebabkan penurunan pemecahan asam

amino. (Endokrinologi Francis S. Greenspan 828)

Klasifikasi hipoglikemia :

1. Hipoglikemia puasa simtomatik dengan hiperinsulinemia

a. Reaksi insulin

Pasien diabetes yang mendapat insulin merupakan kelompok terbesar dari

populasi pasien dengan hipoglikemia simtomatik. Hilangnya respon

glukagon terhadap hipoglikemia pada penderita diabetes mempersulit

masalah, demikian pula ketidakpekaan akan gejala-gejala hipoglikemia

pada pasien-pasien tua, pasien-pasien neuropati, dan pasien-pasien dengan

episode hipoglikemia berulang yang telah beradaptasi dengan kadar

glukosa darah yang rendah tanpa memicu alarm sistem otonom (buku

endokrinologi klinis dan dasar greenspan, edisi 4, 1998).

Asupan makanan yang tidak memadai

Kuantitas makanan yang kurang atau lupa makan merupakan

salah satu penyebab hipoglikemia tersering pada pasien

diabetes yang mendapat insulin.

Aktivitas fisik

45 | P a g e

Page 46: Skenario B Fix

Pada orang yang non-diabetes peningkatan ambilan glukosa

oleh otot rangka dikompensasi oleh peningkatan produksi

glukosa oelh hati. Mekanisme ini terutama diperantarai oleh

suatu penurunan kadar insulin sirkulasi akibat pelepasa

katekolamin pada latihan fisik yang menghambat sekresi sel β.

Mekanisme tersebut tidak terjadi pada orang yang diabetes

yang mendapat insulin, dimana depot subkutan terus menerus

menghasilkan insulin terlebih lagi dibercepat dengan lokasi

injeksi berdekatan dengan kelompok otot yang beraktivitas.

Gangguan kontraregulasi glukosa pada diabetes

Kebanyakan pasien diabetes tergantung insulin mengalami

kehilangan respons glukagon terhadap hipoglikemia. Jadi

mereka hanya mengandalkan respons otonom adnergenik

untuk dapat pulih dari hipoglikemia da khususnya untuk

mengenali gejala-gejala peringatan hipoglikemia yang

mengancam sebagai sinyal untuk menelan glukosa atau jus

buah.

2. Overdosis sulfonilurea

Tiap sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Klorpopamid dengan

waktu paruh yang panjang (35 jam) adalah penyebab tersering golongan ini.

Pasien-pasien tua terutama mereka yang dengan gangguan fungsi ginjal dan

hati khususnya rentan terhadap hipoglikemia yang diinduksi sulfonilurea

(buku endokrinologi klinis dan dasar greenspan, edisi 4, 1998).

Bila pasien juga mendapat obat-obatan seperti warfarin, fenilbutazon,

atau beberapa sulfonamida, maka efek hipoglikemik dari sulfonilurea dapat

nyata memanjang (buku endokrinologi klinis dan dasar greenspan, edisi 4,

1998).

3. Pemakaian insulin atau sulfonilurea secara sembunyi-sembunyi

46 | P a g e

Page 47: Skenario B Fix

Biasanya terjadi pada orang yang gangguan psikiatris (buku endokrinologi

klinis dan dasar greenspan, edisi 4, 1998).

4. Hipoglikemia autoimun

Hipoglikemia autoimun itu terjadi akibat tingginya antibodi yang mampu

bereaksi dengan insulin endogen yang menyebabkan hipoglikemia (buku

endokrinologi klinis dan dasar greenspan, edisi 4, 1998).

5. Hipoglikemia induksi pentamidin

Semakin sering pemakaian atau penggunaan pentamidin untuk pengobatan

infeksi pneumocystic carinii pada pasien-pasien AIDS, makin sering timbul

laporan kasus hipoglikemia induksi pentamidin. Penyebab hipoglikemia akut

tampaknya adalah efek litik obat pada sel-sel β, yang menimbulkan

hiperinsulinemia akut pada sekitar 10-20% pasien yang mendapat obat ini

(buku endokrinologi klinis dan dasar greenspan, edisi 4, 1998).

PENATALAKSANAAN

1. Glukosa Oral

- Pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral. Dalam bentuk

tablet, jelly atau 150-200 mL minuman yang mengandung glukosa seperti jus

buah segar.

- Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20

g karbohidrat kompleks.

- Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat,

pemberian madu atau gel glukosa lewat mukoosa rongga mulut.

2. Glukagon intramuskular

- pemberian glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga non

profesional yang terlatih dan hasilnya tampak dalam 10 menit.

47 | P a g e

Page 48: Skenario B Fix

- Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon di ikuti pemberian glukosa oral

20 g dan di lanjutkan 40 g KH dalam bentuk tepung untuk mempertahankan

pemulihan.

- Pada keadaan puasa yang panjang/ hipoglikemi yang di induksi alkohol

pemberian glukagon tidak efektif.

3. Glukosa Intravena

- Glukosa intravena harus di berikan dengan hati0hati.

- Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50 % terlalu toksik untuk jaringan dan

75-100 mL glukosa 20 % atau 150-200 mL glukosa 10 % dianggap lebih

aman.

KOMA HIPOGLIKEMIA

I. PENDAHULUAN

Glukosa merupakan bahan bakar utama metabolisme untuk otak. Otak

hanya menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dalam jumlah yang sangat

sedikit. Fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi.

Gangguan asupan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat

menimbulkan disfungsi sistem sarag pusat, gangguan kognitif dan koma.

II. DEFINISI HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemia dapat diartikan sebagai kadar glukosa darah di bawah harga

normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi bila dibanding kadar

glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang

48 | P a g e

Page 49: Skenario B Fix

relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena,

sedangkan kadar glukosa darah kapiler di antara kadar arteri dan vena.

III. KLASIFIKASI HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:

1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom

seperti berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.

2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik

seperti bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda,

gangguan visual, parestesi, mual sakit kepala.

3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.

Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:

1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl

2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl

3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik,

kemudian diberi obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia

namun kadar glukosa darah normal.

4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan.

Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga

yang terkena diabetes melitus.

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Etiologi hipoglikemia antara lain:

1. Hipoglikemia pada DM stadium dini.

49 | P a g e

Page 50: Skenario B Fix

2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM

a. Penggunaan insulin

b. Penggunaan sulfonilurea

3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM

a. Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi

b. Insulinoma

c. Penyakit hati berat

d. Tumor ekstrapankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal

e. Hipopituitarisme

Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia

1. Kadar insulin berlebihan

a. Dosis yang berlebihan

b. Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena latihan

jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human insulin,

penurunan clearance insulin

2. Peningkatan sensitivitas insulin

a. Penyakit Addison, hipopituarisme

b. Penurunan berat badan

c. Latihan jasmani, post partum

3. Asupan karbohidrat berkurang

a. Makan tertunda, porsi makan kurang

b. Anorexia nervosa

c. Muntah, gastroparesis

4. Lain-lain

Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea

50 | P a g e

Page 51: Skenario B Fix

V. TATALAKSANA HIPOGLIKEMI

7. Glukosa oral

Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah

kapiler, berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau

karbohidrat kompleks lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat

diberikan madu atau gel glukosa pada mukosa mulut.

8. Glukosa intravena

Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25

mL yang diencerkan 2 kali

Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL

1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar

glukosa 25-50 mg/dL.

Kadar glukosa yang diinginkan >

120 mg/dL

2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL

3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL

9. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian

diulang 25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.

10. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat

dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3

x 100 mg sebelum makan.

11. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi

glukagon 1 mg intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan

pemberian glukosa intravena. Bila penderita sudah sadar dengan pemberian

glukagon, berikan 20 gram glukosa oral dan dilanjutkan dengan 40 gram

karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan.

51 | P a g e

Page 52: Skenario B Fix

12. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea

sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh

koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan

infus dekstrosa 10% selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam

sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena

sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon.

VI. HIPOGLIKEMIA DAN KERUSAKAN OTAK

Glukosa merupakan sumber energi utama untuk otak. Pada keadaan

normal, 90% energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan gradien ion

melintasi membran sel dan menyalurkan impuls listrik datang dari glukosa.

Glukosa masuk ke otak melalui GLUT 1 dalam kapiler-kapiler otak. Alat

transport lain kemudian menyebarkannya ke sel neuron dan glia. Glukosa

diambil dari darah dalam jumlah besar dan jaringan serebrum pada orang

normal ialah 0,95-0,99. Secara umum penggunaan glukosa pada keadaan

istirahat setara dengan aliran darah dan konsumsi O2.

Simpanan karbohidrat dalam jaringan saraf sangat terbatas dan fungsi

normal bergantung pada pasokan glukkosa yang kontinu. Bila kadar glukosa

plasma turun, gejala awal adalah berdebar-debar, berkeringat, dan kegelisahan

karena efek saraf otonom. Pada kadar glukosa plasma yang lebih rendah, gejala

neuroglikopenik mulai muncul. Gejala mencakup rasa lapar, kebingungan, dan

kelainan kognitif lain. Pada kadar glukosa plasma yang lebih rendah lagi terjadi

letargi, koma, kejang dan akhirnya kematian.

52 | P a g e

Page 53: Skenario B Fix

Glukosa plasmammol/L mg/dL

904,6 Inhibisi sekresi insulin

75 3,8 Sekresi glukagon,efinefrin, hormon

pertumbuhan60

3,2 Sekresi kortisol2,8 Disfungsi kognitif

452,2 Letargi1,7 30 Koma 1,1 Kejang

15 0,6 Kerusakan otak permanen0 0 Kematian

53 | P a g e

Page 54: Skenario B Fix

Mekanisme tubuh untuk mengkompensasi penurunan kadar glukosa

plasma adalah inhibisi sekresi insulin endogen pada kadar glukosa plasm 80

mg/dL. Selain itu juga terjadi peningkatan sekresi hormon glukagon, epinefrin

dan hormon pertumbuhan. Ekskresi hormon glukagon mula-mula akan

meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Epinefrin meningkatkan

pengeluaran glukosa oleh hati dengan meningkatkan glikogenolisis dan

glukoneogenesis juga meningkatkan lipolisis di jaringan lemak serta

glikogenolisis dan proteolisis di otot. Hormon pertumbuhan melawan kerja

insulin di jarigan perifer (lemak dan otot), menurunkan penggunaan glukosa di

berbagai jaringan tepi serta meningkatkan glukoneogenesis.

VII. TERAPI HIPOGLIKEMIA DENGAN OEDEM SEREBRI

Adapula sebagian kecil pasien yang tidak berespons terhadap glukosa

intravena dan injeksi glukagon serta tetap tidak sadar walaupun kadar glukosa

darah sudah di atas normal. Pada pasien ini biasanya terjadi edema serebri dan

perlu pengobatan dengan manitol atau deksametason. Dosis manitol 1,5-2

g/kg BB diberikan setiap 6-8 jam. Dosis awal deksametason 10 mg bolus

dilanjutkan 2 mg setiap 6 jam. Pasien tetap mendapat infus dekstrosa 10% dan

glukosa darah di sekitar 180 mg%, di samping dicari penyebab koma yang

lain. Hindari fluktuasi kadar glukosa yang besar karena akan memperberat

edema serebri. Bila koma berlangsung lama perlu diberikan insulin dalam

dosis kecil.

GLIBENKLAMID

54 | P a g e

Page 55: Skenario B Fix

Sulfonilurea adalah turunan sulfanilamid tetapi tidak mempunyai aktivitas

antibakteri. Golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di pankreas

sehingga hanya efektif bila sel b -pankreas masih dapat berproduksi.

Golongan sulfonilurea dibagi 2, yaitu generasi I (acetihexamide,

chlorpropamid, tolazamid, tolbutamid) dan generasi II (glipizide,

glibenclamide, glimepirid).

Glibenclamide/Glyburide

Nama & Struktur Kimia : 1-[[p-[2-(5-chloro-o-anisamido)-ethyl]phenyl]-sulfo-

nyl]-3- cyclohexylurea

Sifat Fisikokimia : Serbuk kristalin putih, BM 493,99

Sintesis

N-acetyl derivat dari β-phenethylamine bereaksi dengan chlorosulfonic acid sehingga

membentuk derivat para sulfonyl chloride. Kemudian terjadi ammonolysis, diikuti

oleh katalisasi pemindahan acetamide. Kemudian di-alkil dengan 2-methoxy-5-

chlorobenzoic acid chloride untuk memberi amida hubungan . Pada akhirnya akan

direaksikan dengan cyclohexyl isocyanate untuk membentuk sulfonylurea

glibenclamide.

Farmasi umum

Dosis :

Terapi glibenclamide selalu dimulai dari dosis rendah 1 kali pemberian per hari,

setelah itu dosis dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat. Dosis awal 2,5

mg bersama sarapan, maksimal 15 mg per hari.

Nama Dagang :

- Abenon - Clamega - Condiabet - Daonil

- Diacella - Euglucon - Fimediab - Glidanil

- Glimel - Glimel - Gliseta - Gluconic

- Glyamid - Glynase Pres Tab - Harmida - Hisacha

- Latibet - Libronil - Merzanil - Prodiabet

55 | P a g e

Page 56: Skenario B Fix

- Prodiamel - Renabetic - Samclamide - Semi Euglucon

- Semi Gliceta - Tiabet - Glibenclamide (Generik)

Bentuk sediaan

Kaptab 5 mg, Tablet 2,5 dan 5 mg

Stabilitas Penyimpanan

Stabil jika disimpan dalam keadaan kering, jauh dari sinar matahari langsung.

Farmakologi Umum

Indikasi :

Diabetes Melitus Tipe II ringan-sedang

Kontraindikasi:

Hipersensitif terhadap glibenklamid atau senyawa OHO golongan sulfonilurea

lainnya.

Porfiria. Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma. Penggunaan OHO golongan

sulfonilurea pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal merupakan

kontraindikasi, namun glibenklamid dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan

pada beberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal ringan. Diperkirakan

mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Komplikasi diabetes karena kehamilan.

III. Farmakodinamik

Mekanisme Kerja

Kerja utama sulfonylurea adalah meningkatkan rilis insulin dari pankreas. Diduga

terdapat dua mekanisme kerja tambahan-suatu penurunan kadar glucagon serum dan

suatu efek ekstrapankreatik dengan mengadakan efek potensiasi terhadap kerja

insulin pada jaringan sasaran-tetapi kemaknaan klinisnya masih dipertanyakan.

56 | P a g e

Page 57: Skenario B Fix

mekanisme kerja sulfonylurea

A. Rilis Insulin dari Sel-sel B pankreas: Sulfonylurea berikatan dengan suatu

reseptor sulfonylurea yang berdaya afinitas tinggi 140 kDa yang dihubungkan dengan

suatu kanal kalium yang sensitif ATP yang menyebabkan aliran ke dalam sel B.

Dengan mengikat satu silfonylurea berarti menghambat aliran ion kalium ke luar

melalui kanal dan menyebabkan terjadinya depolarisasi. Sebaliknya, depolarisasi

membuka kanal kalsium yang dibuka oleh voltase dan menyebabkan aliran kalsium

57 | P a g e

Page 58: Skenario B Fix

ke dalam dan terjadi rilis insulin. Penyakat kanal kalsium dapat mencegah kerja

sulfonylurea in vitro, tetapi diperlukan 100-1000 kali konsentrasi penyakat kalsium

dari kadar terapeutik biasa untuk mencapaiefek penyakat seperti yang simaksud

tersebut, diduga karana kanal kalsium sel-sel B tidak serupa dengan kanal kalsium

tipe L dari system kardiovaskular. Lebih jauh, diazoxide, suatu pembuka kanal

kalsium yang menyerupai thiazide, menetralisasi efek insulinotropik sulfonylurea

(seperti pula glukosa). Pengamatan tersebut juga memberikan suatu penjelasan

mengenai efek hiperglikemia dari diuretika thiazide.

Selain menyebabkan depolarisasi sel B melalui hambatan kalan kalium,sulfonylurea

mungkin memiliki fungsi selular tambahan, karena hingga 90% protein yang

mengikat sulfonylurea terletak pada membran intraseluler, termasuk granul sekretori.

Telah dibuktikan bahwa sulfonylurea mengadakan potensiasi eksositosis pada granul

yang mengandung insulin dengan langsung bekerja pada protein pengikat tersebut.

B. Penurunan Konsentrasi Glucagon Serum: Sekarang telah diterapkan bahwa

pemberian sulfonylurea pada diabetes tipe 2 secara kronis dapat menurunkan kadar

glucagon serum. Keadaan tersebut dapat berperan terhadap efek hipoglikemik dari

obat. Mekanisme efek supresi sulfonylurea pada kadar glucagon tersebut tidak jelas

tetapi diduga melibatkan hambatan tidak langsung yang disebabkan oleh peningkatan

rilis baik pada insulin maupun somatostatin, yang menghambat sekresi sel A. Dengan

tidak adanya sel B, seperti pada pasien dengan diabetes tipe 1 atau pada tikus dengan

diabetes yang diinduksi oleh streptozosin, maka sulfonylurea sesungguhnya

menghasilkan sedikit peningkatan glucagon. Telah dibuktikan bahwa reseptor

sulfonylurea berhubungan dengan suatu kanal ion kalium dalam membran selA.

Diduga ketika sulfonylurea berikatan dengan reseptor tersebut, kanal ion menutup

untuk mendepolarisasi sel, sehingga menyebabkan aliran masuk kalsium dengan rilis

glucagon. Keberadaan sel-sel B yang bersebelahan dalam pulau-pulau yang utuh

mencegah respons tersebut, karena sulfonylurea merilis sejumlah besar insulin yang

hasil akhirnya merupakan penghambat sel-sel A.

58 | P a g e

Page 59: Skenario B Fix

C. Potensiasi Kerja Insulin pada Jaringa Sasaran: Penutupan kanal kalium di

jaringan selain pankreas. Berikatan dengan reseptor sulfonilurea di kanal kalium di

jaringan selain pankres, namun afinitasnya bervariasi diantara golongan obat.

Terdapat bukti bahwa terjadi peningkatan ikatan insulin pada reseptor jaringan

selama pemberian sulfonylurea pada pasien dengan diabetes tipe 2. Suatu

peningkatan jumlah reseptor akan meningkatkan efek yang dicapai pada suatu

konsentrasi agonis yang diberikan; kerja sulfonylurea yang demikian diharapkan

memberikan efek potensiasi pada kadar insulin pasien yang rendah seperti pula pada

pemberian insulin eksogen. Namun, efek in vivo tersebut tidak terbukti apabila

insulin ditambahkan secara in vitropada jaringan sasaran insulin. Tambahan lagi,

pada diabetes tipe 1 tanpa sekresi insulin endogen, terapi dengan sulfonylurea perlu

dibuktikan meningkatkan kontrol glukosa darah, meningkatkan sensitivitas

pemberian insulin ataupun meningkatkan ikatan reseptor dengan insulin.

Pengamatan tersebut dengan tegas menolak suatu efek potensiasi langsung

sulfonylurea terhadap kerja insulin. Lebih tepatnya, pengamatan tersebut

menimbulkan dugaan terjadinya suatu manfaat sekunder efek metabolik yang

dihasilkan dari penurunan glikemia atau kadar asam lemak seperti sulfonylurea

meningkatkan rilis insulin pada pasien diabetes tipe 2.

IV. Farmakokinetik

Semua golongan sulfonilurea diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral. Dapat

diminum bersama makanan. gliburid lebih efektif diminum 30 menit sebelum makan.

Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma

sebagian besar terikat pada protein plasma terutama albumin (70-99%).

Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa,

glibenklamid diserap sangat baik.

Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit

setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam.

59 | P a g e

Page 60: Skenario B Fix

Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian kadar dalam plasma

hanya tinggal sekitar 5%. Masa kerja sekitar 15 = 24 jam. Metabolisme glibenklamid

sebagian besar berlangsung dengan jalan hidroksilasi gugus sikloheksil pada

glibenklamid, menghasilkan satu metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa

metabolit inaktif. Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-

trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3- cis, sedangkan metabolit

lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi. Hanya

25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui

empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam,

dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal. Bila pemberian

dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Glibenklamid tidak

diakumulasi di dalam tubuh, walaupun dalam pemberian berulang.

Glibenclamide memiliki sedikit efek yang tidak diinginkan selain dari potensinya

untuk menyebabkan hipoglikemia. Warna kemerahan pada wajah (flushing) jarang

dilaporkan setelah mengkonsumsi ethanol. Gliburide tidak menyebabkan retensi air-

seperti yang terjadi pada chlorpromide-tetapi sedikit meningkatkan klirens air bebas.

V. Toksisitas

Efek samping glibenclamide umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain

gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna

berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan

syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala

hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia

aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis

tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada

lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa

kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.

Adverse reaction

60 | P a g e

Page 61: Skenario B Fix

Hipoglikemik, CNS (asthenia, tremor, nyeri, insomnia, depresi, konfusi),

dermatologic (reaksi alergi kulit, eksema, pruritis, urtikaria), GI (mual, rasa terbakar),

hematologi (leukopenia, agranulositosis, eosinofilia).

Pengaruh

- Terhadap Kehamilan :

Faktor risiko kehamilan FDA : Kategori C

Penggunaan OHO golongan sulfonilurea tidak dianjurkan pada wanita hamil.

Glibenklamid tidak terbukti secara signifikan dapat melintasi plasenta, namun sebuah

penelitian retrospektif menunjukkan bahwa risiko terjadinya eklampsia pada

penggunaan glibenklamid lebih tinggi dibandingkan penggunaan insulin,juga

meningkatkan insidensi fototerapi pada neonatus.

- Terhadap Ibu Menyusui : Penggunaan OHO golongan sulfonilurea tidak

dianjurkan pada ibu menyusui, walaupun tidak terkumpul bukti signifikan yang

menunjukkan glibenklamid dapat memasuki ASI jika diberikan pada ibu menyusui.

Interaksi

- Dengan Obat Lain :

· Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik

· Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek

sulfonilurea.

· Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi

glukosa.

· Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO;

oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO

· Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik

· Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan

trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea

· Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme)

· Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik

61 | P a g e

Page 62: Skenario B Fix

· Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea

· Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea

· Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek

hipoglikemia

· Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap

OHO

· Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi

gejala peringatan, misalnya tremor

· Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik

. Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonylurea

OBAT ANTI DIABETIK (OAD)

—  Insulin

—  Antidiabetik Oral :

          Golongan sulfoniluria : glibenklamid, gliburid

          Turunan Biguanida : Metformin

          Gol. Meglitinid: Repaglinid  dan nateglinid

          Gol. Tiazolidinedion: Pioglitazon, rosiglitazon

          Penghambat alfa glukosidase :Akarbosa, miglitol

        

INSULIN

Tahun 1869 Langerhans menemukan kelompok sel dalam pankreas yang disebut sesuai namanya. Insulin terdiri atas: dua rantai peptida, rantai –A dengan 21 asam amino dan rantai-B dengan 30 asam amino. Insulin manusia dan insulin-insulin dari sapi dan babi hanya  berbeda sedikit dalam urutan asam aminonya

62 | P a g e

Page 63: Skenario B Fix

Kerja Insulin: Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini mempengaruhi baik metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein  dan lemak.

Kerja Insulin dengan cara:

—  Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan,

—  Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif

—  Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen.

—  Menstimulasi pembentukan  protein dan lemak dari glukosa.

Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin.

Indikasi:

Untuk pasien Diabetes Tipe 1, pemberian insulin  adalah  keharusan                          

Untuk pasien Diabetes Tipe 2, pemberian insulin juga  dibutuhkan jika diet

                                                 dan/atau pemberian antidiabetika oral

                                                 tidak cukup

Sediaan Insulin dibagi atas:

—  Insulin normal

           Indikasi : koma diabetik, keadaan metabolisme yg bersifat asidotik, infeksi berat dan juga pemberian pertama dan baru.

—  Insulin dengan kerja yang diperlambat (insulin depot)

Indikasi :  * Pada diabetes Tipe I  stabil dan diabetes tipe II yang stabil  dan membutuhkan insulin.

                           * Pada diabetes tipe I dan II yang tidak stabil

—  Campuran keduannya

63 | P a g e

Page 64: Skenario B Fix

Indikasi : untuk pasien Diabetes Tipe 1 dan  2 yang tidak stabil dan 

                          juga pada pasien yang kadar gula darahnya tidak cukup 

                          dinormalkan dengan insulin dg kerja diperlambat

Dosis:

Pada diabetes tipe 1:  Pada usia pertumbuhan  0,8 -1 U/kg/hari

                                    Pada usia dewasa: 30-50 IU/hari

Pada diabetes tipe II:  30-45 IU

Insulin sebagai polipeptida hanya dapat diberikan secara parenteral.

Efek samping:

—  Terdapat bahaya hipoglikemik akibat kelebihan dosis

—  Reaksi alergi

—  Resistensi Insulin

—  Dapat terjadi lipodistrofi pada tempat  penyuntikan

Interaksi:

—  Obat-obat yang memperkecil penurunan gula darah dan menutupi gejala suatu hipoglikemia ialah:

           Klorpromazin, glukokortikoid, turunan asam nikotinat, saluretika dan   

           simpatomimetika.

—  Obat-obat yang memperbesar  penurunan gula darah oleh insulin:

           Bloker reseptor b, dan  siklostatika  jenis  siklofosfamida

ANTIDIABETIKA  ORAL

64 | P a g e

Page 65: Skenario B Fix

Pemakaian antidiabetika oral harus dikurangi, hanya diindikasikan jika:

—  tidak terdapat diabetes tipe I

—  tindakan diet tidak cukup, dan

—  tidak perlu diberikan insulin sebagai pengganti antidiabetika oral

Ada 5 golongan antidiabetik oral yang dapat digunakan :

Sulfonilurea

Biguanid

Meglitinid

Penghambat   a- glikosidase, dan

Tiazolidinedion

1.Turunan Sulfonilurea  dan analog sulfonamida

65 | P a g e

Page 66: Skenario B Fix

(Glibenklamid, Karbutmaid, Tolbutamid,Klorpropamid, glimidin)

Mekanisme kerja:

Obat ini membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi dari sel B pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan  terhadap rangsang  glukosa fisiologik. Obat ini hanya berkhasiat jika produksi insulin tubuh  sendiri sebagian masih bertahan (tidak berkhasiat  jika tidak ada produksi insulin).

Indikasi: hanya diindikasikan pada penderita diabetes tipe II yang tidak membutuhkan insulin, karena pada penderita ini normalisasi kadar gula darah tidak mungkin dilakukan dengan tindakan diet.

Efek samping:

Kehilangan selera makan

Mual

Leukopenia

Trombositopenia

Gejala anemia

Reaksi alergi

hipoglikemia

Kontraindikasi:

Tidak dapat diberikan pada diabetes tipe I, pada asetonuria parah,koma diabetik, pada  gangguan fungsi ginjal yg parah dan pada masa kehamilan.

Dianjurkan pada masa kehamilan untuk menggantinya dengan insulin.

Interaksi:

Yg memperbesar kerja menurunkan gula darah: turunan kumarin, bloker reseptor b, kloramfenikol, fenilbutazon, salisilat, sulfonamida dan tetrasiklin.

66 | P a g e

Page 67: Skenario B Fix

Toleransi alkohol diturunkan terutama oleh Klorpropamida.

 2. Turunan Biguanida

Dari senyawa ini hanya Metformin yang masih tersedia. Senyawa-senyawa lain sudah ditarik dari peredaran karena cukup sering menimbulkan toksisitas.

Setelah pemberian metformin secara oral pada penderita diabetes, kadar gula darah menurun sesuai dengan dosis, tetapi hal ini tidak terjadi pada orang dengan metabolisme sehat. Maka suatu efek hipoglikemik tidak perlu ditakutkan.

Indikasi : pada penderita diabetes dewasa yang tidak tertolong dengan tindakan diet dan terdapat alergi terhadap tipe sulfonamida.

Efek samping:

Menyebabkan gangguan saluran cerna

Perubahan pembentukan darah

Metformin tidak dapat diberikan pada koma atau prakoma diabetik:Kecenderungan asetonuria

67 | P a g e

Page 68: Skenario B Fix

Kerusakan berat ginjal atau hati

Pankreatitis

Menurunnya kondisi umum

3. Golongan Meglitinid  (Repaglinid  dan Nateglinid)

Mekanisme kerjanya

Sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.

Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif.

(Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus berhati-hati).

Efek samping

Utamanya Hipoglikemia dan gangguan saluran cerna.

4. Golongan Tiazolidinedion  (Pioglitazon dan Rosiglitazon)

Senyawa ini dapat mengurangi resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase  yang merangsang transfort glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Selain itu juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma.

Senyawa ini digunakan untuk DM tipe II yang tidak memberi respon dengan diet dan latihan fisik. Sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat hipoglikemik lain .

5. Penghambat Enzim   a-Glikosidase (Akarbosa, miglitol)

Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin dan disakarida di intestin. Sehingga dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.

68 | P a g e

Page 69: Skenario B Fix

Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia.

Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Diklinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin.

Antihipoglikemia

Hipoglikemia, kadang-kadang sampai pada syok hipoglikemik, disamping setelah pemberian insulin atau antidiabetika oral.

Untuk mengobati ini digunakan:

Glukagon dan Diazoksida

Glukagon

Fungsinya memasok glukosa jika dibutuhkan dan memungkinkan suatu pemakaian asam lemak.

Glukagon menaikkan penguraian glikogen dalam hati melalui aktivasi adenilatsiklase dan dengan cara ini menaikkan kadar gula darah.

Dosis:

Pada keadaan hipoglikemia dosis rata-rata berkisar 0,5-1 mg  SC, IM, IV

Efek samping:

Mual, muntah, reaksi hipersensitif

Diazoksid

Selain efeknya menurunkan tekanan darah, diazoksida menaikkan kadar glukosa darah dengan menghambat sekresi insulin dan menaikkan pembebasan glukosa dari hati.

69 | P a g e

Page 70: Skenario B Fix

Dosis:

bergantung pada individu (dosis awal 5 mg/kg/hari)

Efek Samping:

mual, muntah, sakit kepala,pusing, hipotensi.

a. Sulfonilurea: tolbutamida, klorpropamida, tolazamida (Tolinase), glibenklamida,

glikazida, glipizida, dan glikidon. Empat obat terakhir dinamakan obat-obat generasi

kedua, yang daya kerjanya atas dasar 10-100 kali lebih kuat daripada obat pertama

yang termasuk obat-obat generasi ke-1. Sulfonilurea menstimulasi sel ß dari pulau

Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu kepekaan sel-sel ß

bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor

glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tidak

begitu berat, yang sel-sel β-nya masih bekerja cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-

obat ini juga memperbaiki organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin

oleh hati.

b. Biguanida : metformin. Berbeda dengan sulfonilurea, obat-obat ini tidak

menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurunkan kadar gula darah pada orang

sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anorexia) hingga berat badan tidak

meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight. Penderita ini

biasanya mengalami resistensi insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif.

c. Glukosidase-inhibitors: akarbose dan mignitol. Obat-obat ini termasuk kelompok

obat-obat baru, yang berdasarkan persaingan inhibisi enzim ά-glukosidase di mukosa

duodenum, sehingga reaksi penguraian di/polisakarida menjadi monosakarida

dihambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya dalam

darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula

darah dihindarkan. Kerja ini mirip dengan efek dari makanan yang kaya akan serat

gizi.

d. Thiazolidindion : troglitazon adalah kelompok obat baru yang pada tahun 1996

dipasarkan di AS dan Inggris. Kegiatan farmakologisnya luas dan berupa penurunan

70 | P a g e

Page 71: Skenario B Fix

kadar glukosa dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan

lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan

otot meningkat. Begitu juga menurunkan kadar trigliserida/asam lemak bebas dan

mengurangi glukoneogenesis dalam hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk

meningkatkan pelepasan insulin seperti sulfonilurea.

e. Miglitinida : repaglinida (novonorm)

Kelompok obat terbaru ini (ditemukan pada tahun 1999) bekerja menurut suatu

mekanisme khusus, yakni mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera setelah

makan. Miglitinida harus diminum tepat sebelum makan dan karena reabsorbsinya

cepat, maka mencapai kadar puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan kadar

glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat sekali, dalam waktu 1 jam sudah

dikeluarkan dari tubuh (Tjay dan Rahardja, 2002).

71 | P a g e

Page 72: Skenario B Fix

VII. KERANGKA KONSEP

PPp

72 | P a g e

Tn.A, 67 thn mengalami DM tipe 2

Sekresi insulin

Konsumsi glibenklamid sebelum makan

Kadar insulin > asupan karbohidrat

Penurunan kadar gula berlebihan

HIPOGLIKEMIA

Sumber energi

ATP

Aktivasi neuron VMHGangguan asupan glukosa

pada SSP

Metabolisme

suhu

Lemas Dingin

Aktivasi saraf simpatis

Hormon kontra

regulator

Tidak ada sumber energy jar.syaraf, energy alternative

(Keton)tidak adekuat

Gejala neuroglikopenia

KOMA

Menekan sekresi insulin

CemasBerkeringatPalpitas

i

Efek

jantung

Page 73: Skenario B Fix

DAFTAR PUSTAKA

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta. PB Perkeni. p. 30-31

Rani, AA. Soegondo, S. Nasir, AUZ. Wijaya, IP. et al. 2006. Perhimpunan

Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.

Hipoglikemi. Jakarta. PB PAPDI. p.23-25

Soemadji, DW. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi Keempat Jilid III.

Hipoglikemia Iatrogenik. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1870-1873

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia

2006.

Suharti K. Suherman. Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Farmakologi dan

Terapi. Edisi 5. Sulistia Gan Gunawan, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.

Sidartawan Soegondo. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes

Melitus Tipe 2. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W sudoyo, editor. Edisi 5.

Jakarta: Internal Publishing; 2009.

Bertram G Katzung. Basic Clinical Pharmacology. Edisi ke-10. San

Fransisco: McGrawHill inc,. 2006.

73 | P a g e

Page 74: Skenario B Fix

74 | P a g e