Skenario b Blok 19 Tahun 2014 Fix

download Skenario b Blok 19 Tahun 2014 Fix

of 52

description

ASD

Transcript of Skenario b Blok 19 Tahun 2014 Fix

SKENARIO B BLOK 19 TAHUN 2014

Seorang anak laki-laki usia 9 tahun dibawa ibunya beroba ke poliklinik. Keluhan kedua mata sering merah berulang dan terasa gatal. Keluhan terutama dirasakan bila pasien sering bermain bola pada siang hari.

Riwayat keluarga: ayah pasien menderita penyakit asma.

Pemeriksaan oftalmologi:

VODS: 6/6TIODS: 15,6 mmHgPalpebra ODS: blefarospasmeKonjungtiva tarsal superior ODS: Giant papil (+), konjungtiva tarsal inferior OD: TenangKonjungtiva bulbi ODS: Injeksi konjungtiva (+)Kornea ODS: Horner trantas dots (+) di limbus, infiltrate punctate (-), shield ulcers (-)BMD, iris, pupil, lensa ODS: dalam batas normalSegmen posterior ODS: dalam batas normal.I. Klarifikasi Istilah Blefarospasme: penutupan kedua kelopak mata di luar kontrol karena kontraksi otot kelopak mata. Konjungtiva tarsal superior: membran halus yang melapisi kelopak mata pada bagian tarsus atas yang biasanya sukar digerakkan dari tarsus. Giant papil: infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast dengan ukuran 7-8 mm yang berada pada konjungtiva tarsal. Injeksi konjungtiva: melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior. Horner trantas dots: nodul-nodul pucat berwarna abu-abu kemerahan dengan bentuk samar yang terjadi pada bagian limbus kornea pada penyakit konjungtivitis vernalis. Infiltrat punctate: difusi atau penimbunan subtansi yang secara normal tidak terdapat pada sel atau jaringan atau dalam jumlah yang lebih normal dalam sel atau jaringan tersebut membentuk titik atau lubang. Shield ulcer: ulkus atau ekskavasi permukaan suatu jaringan atau organ, akibat pengupasan jaringan radang yang nekrotik, yang terjadi pada struktur pelindung. Segmen posterior: mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai retina, vitreus humour, yang menjaga bentuk bola mata. Limbus: tepi, batas, atau sisi tepi. Gatal : sensasi kulit yang tidak nyaman yang menimbulkan keinginnan ingin menggaruk atau menggosok kulit. Asma: serangan dyspneu paroxysmal berulang disertai mengi akibat kontraksi spasmodik bronki.II. Identifikasi MasalahNo.MasalahConcern

1.Seorang anak laki-laki usia 9 tahun dibawa ibunya beroba ke poliklinik. Keluhan kedua mata sering merah berulang dan terasa gatal. Keluhan terutama dirasakan bila pasien sering bermain bola pada siang hari.VV

2.Riwayat keluarga: ayah pasien menderita penyakit asma.V

3.Pemeriksaan oftalmologi:

VODS: 6/6

TIODS: 15,6 mmHg

Palpebra ODS: blefarospasme

Konjungtiva tarsal superior ODS: Giant papil (+), konjungtiva tarsal inferior OD: Tenang

Konjungtiva bulbi ODS: Injeksi konjungtiva (+)

Kornea ODS: Horner trantas dots (+) di limbus, infiltrate punctate (-), shield ulcers (-)

BMD, iris, pupil, lensa ODS: dalam batas normal

Segmen posterior ODS: dalam batas normal.

VVV

III. Analisis Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari mata? Anatomi KonjungtivaKonjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus peermukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) danpermukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu: Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukardigerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan darisklera di bawahnya. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar denganjaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.HistologiSecara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan:

Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan selepitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan didekat limbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi:a Lapisan adenoid (superficial) Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayiberumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.b Lapisan fibrosa (profundus) Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekatpada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papilerpada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar padabola mata. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atasPendarahan dan Persyarafan

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak (Vaughan, 2010).Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009)a. Adneksa Mata

Merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari : (1) Kelopak mata berfungsi melindungi mata dan berkedip serta untuk melicinkan dan membasahi mata. (2) Konjungtiva adalah membran tipis yang melapisi dan melindungi bola mata bagian luar. (3) Sistem saluran air mata (Lakrimal) yang menghasilkan cairan air mata, dimana terletak pada pinggir luar dari alis mata. (4) Rongga orbita merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh tulang-tulang yang kokoh. (5) Otot-otot bola mata masing-masing bola mata mempunyai 6 (enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola mata secara terkoordinasi pada saat melirik.

b. Bola Mata

Jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang, bola mata

terdiri dari: (1) Kornea disebut juga selaput bening mata, jika mengalami kekeruhan akan sangat mengganggu penglihatan. Kornea bekerja sebagai jendela bening yang melindungi struktur halus yang berada dibelakangnya, serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah. (2) Sklera yaitu lapisan berwarna putih di bawah konjungtiva serta merupakan bagian dengan konsistensi yang relatif lebih keras untuk membentuk bola mata. (3) Bilik mata depan merupakan suatu rongga yang berisi cairan yang memudahkan iris untuk bergerak.(4) Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu iris, badan siliar dan koroid. (4a) Iris adalah lapisan yang dapat bergerak untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. (4b) Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang mengisi bilik mata, sedangkan (4c) koroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada bagian mata. (5) Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata, dimana lebarnya diatur oleh gerakan iris. Bila cahaya lemah iris akan berkontraksi dan pupil membesar sehingga cahaya yang masuk lebih banyak. Sedangkan bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan. (6) Lensa mata adalah suatu struktur biologis yang tidak umum. Transparan dan cekung, dengan kecekungan terbesar

berada pada sisi depan. Lensa adalah organ fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul elastik yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium. Dengan mempergunakan otot siliare, permukaan anterior lensa dapat lebih atau agak kurang dicembungkan, guna memfokuskan benda-benda dekat atau jauh. Hal ini disebut akomodasi visual. (7) Badan Kaca (Vitreus) bagian terbesar yang mengisi bola mata, disebut juga sebagai badan kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan bening dapat meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina. (8) Retina merupakan reseptor yang peka terhadap cahaya. Retina adalah mekanisme persyarafan untuk penglihatan. Retina memuat ujung-ujung nervus optikus. Bila sebuah bayangan tertangkap (tertangkap oleh mata) maka berkas-berkas cahaya benda yang dilihat, menembus kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus guna merangsang ujung-ujung saraf dalam retina. Rangsangan yang diterima retina bergerak melalui traktus optikus menuju daerah visuil dalam otak, untuk ditafsirkan. Kedua daerah visuil menerima berita dari kedua mata, sehingga menimbulkan lukisan dan bentuk. (9) Papil saraf optik berfungsi meneruskan rangsangan cahaya yang diterima dari retina menuju bagian otak yang terletak pada bagian belakang kepala (korteks oksipital).

Bagian mata yang sangat penting dalam memfokuskan bayangan pada retina adalah kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus. Seperti yang selalu terjadi dalam menafsirkan semua perasaan yang datang dari luar, maka sejumlah stasiun penghubung bertugas untuk mengirimkan perasaan, dalam hal ini penglihatan. Sebagian stasiun penghubung ini berada dalam retina. Sebelah dalam tepi retina, terdapat lapisan-lapisan batang dan kerucut yang merupakan sel-sel penglihat khusus yang peka terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat di antaranya, disebut granula. Ujung proximal batang-batang dan kerucut-kerucut itu membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan lapisan bipoler dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk sinapsis kedua dengan sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Axon-axon sel-sel ini merupakan serabut-serabut dalam nervus optikus. Serabut-serabut saraf ini bergerak ke belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam badan-badan

khusus talamus, lantas akhirnya mencapai pusat visuil khusus dalam lobus oksipitalis otak, di mana penglihatan ditafsirkan.2. Bagaimana patogenesis dari pasien? Tahap awal KKV ini ditandai oleh fase prehipertropi, dalam hal ini terbentuk neovaskular dan pembentukan papil yang tertutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta diantara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.Tahap berikutnya akan dijumpai sel-sel mononuclear serta limfosit makrofage. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar di superficial. Dalam hal ini hamper 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap KKV. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.Fase vaskuler dan seluler dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan subtansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner-Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris seluler yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

3. Bagaimana patofisiologi dari pasien?

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang intersisial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitif I. Pada konjungtiva akan dijumpai hyperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti hiperplasi akibat poliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.

Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang sfesifik pada konjungtiva tarsal, oleh Von Graefe disebut pavement like granulatins . hipertropi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik.Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal.

Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna puti susu kental, lengket, elastic, dan fibinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam hyoluronat, menyebabkan eksudat menjadi lengket. Hal ini member keluhan adnya sensasi seperti ada tali atau cacing di mata.

4. Bagaimana mekanisme mata merah berulang dan rasa gatal? Mata MerahHiperemi konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah atau berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sklera maka akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih.

Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya : konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar, sedang pembuluh darah arteri perikornea yang letak lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah supervisial yang melebar, maka bila diberi epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan kembali putih. Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah :

Arteri konjungtiva posterior -> memperdarahi konjungtiva bulbi

Arteri siliar anterior/episklera yg memberikan cabang:

a. episklera masuk ke dalam bola mata dan bergabung dengan arteri siliar posterior longus membentuk a. siliar mayor/pleksus siliar -> memperdarahi iris dan badan siliar.

a. perikornea -> kornea

a. episklera yg terletak di atas sklera, merupakan bagian arteri siliar anterior yg memberikan perdarahan ke dalam bola mata.

Bila terjadi pelebaran pembuluh darah di atas maka akan terjadi mata merah. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah juga dapat terjadi akibat pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darahdi atas dan darah tertimbun di bagian jaringan konjungtiva ( perdarahan subkonjungtiva.

Mata Gatal

Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan terbentuknya antibodi IgE spesifik terhadap antigen bila seseorang terpapar pada antigen tersebut. Antibodi IgE berperan sebagai homositotropik yang mudah berikatan dengan sel mast dan sel basofil. Ikatan antigen dengan antibodi IgE ini pada permukaan sel mast dan basofil akan menyebabkan terjadinya degranulasi dan dilepaskannya mediator-mediator kimia seperti histamin, slow reacting substance of anaphylaxis, bradikinin, serotonin eosinophil chemotactic factor, danfaktor-faktor agregasi trombosit. Histamin adalahmediator yang berperan penting, yang mengakibatkan efek vasodilatasi, eksudasi dan hipersekresi pada mata. Keadaan ini ditandai dengan gejala seperti mata gatal, merah, edema, berair, rasa seperti terbakar dan terdapat sekret yg bersifat mukoid.5. Apa saja diagnosis banding dari keluhan mata merah berulang dan rasa gatal?

Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita dewasa muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil ini bias besar mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior. Trantas dots juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering pada konjungtivitis vernalis.Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang soft. Gejalanya mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta timbulnya atau ditemukannya papil raksasa di konjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya akan berkurang.Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.6. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia, dan kebiasaan bermain bola di siang hari pada penyakit pasien? Konjungtivitis vernalis merupakan penyakit rekuren dan bilateral terutama pada musim panas. Sering mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.

7. Bagaimana hubungan riwayat keluarga dengan keluhan pasien?Atopy adalah kecenderungan genetik untuk memproduksi IgE antibodi terpapar alergen. Suatu studi epidemiologi keluarga menyokong kejadian alergi, bahwa faktor genetik berpengaruh pada keluarga atopi. Bila salah satu orang tua mempunyai penyakit alergi, maka 25-40% anak akan menderita alergi. Bia kedua orang tua mempunyai alergi, maka risiko pada anak adalah 50-70%. Meskipun demikian, ada studi lain yang menyatakan bahwa faktor genetik bukan satu-satunya faktor tentang kejadian alergi, tetapi ada faktor lain. Kromosom 5q telah diketahui memiliki peranan pada pelapasan sitokin yang mempengaruhi produksi IgE. Daerah MHC kromosom 6 telah menunjukkan konsisten keterkaitan dengan asma-terkait fenotipe dalam beberapa studi dan menjadi lokus utama dalam mempengaruhi penyakit alergi yang berperan dalam pengenalan aeroallergen sedangkan kromosom 11 yang berperan sebagai reseptor IgE dengan afinitas kuat pada mastosit. 8. Bagaimana tujuan dan cara pemeriksaan optalmologi? Visus : untuk mengetahui visus seseorang dan memberikan penilaian menurut ukuran baku yang ada. Visus harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan visus kedua mata, apakah ada kelainan tertentu. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan diperiksa binokuler tidak dapat diketahui adanya kekaburan pada satu mata.

Tekanan Intra Okular : untuk mengetahui tekanan intra okular pada pasien apakah ada peningkatan atau tidak.

Palpebra : untuk melihat adakah kelainan palpebra yang dapat dilihat langsung dari kamar terang.

Konjungtiva : untuk melihat apakah ada kelainan pada konjungtiva, biasanya dapat mengindikasikan adanya radang.

Kornea : untuk melihat apakah ada kelainan pada kornea

Visus: Pemeriksaan tajam penglihatan dilakakuan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan dahulu kemudian kiri lalu mencatatna. Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan optotype snellen, kartu cincin landolt, kartu uji E, dan kartu uji sheridan / gardiner. Optotype Snellen terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf yang teratas adalah yang besar, makin ke bawah makin kecil. Penderita membaca Optotype Snellen dari jarak 6 m, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.

Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak enam meter. Bila hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan adalah 6/30.

Gambar Optotype huruf dan optotype gambarPada tabel di bawah ini terlihat visus yang dinyatakan dalam sistem desimal, Snellen dalam meter dan kaki.

Data Penggolongan Visus dalam Desimal

Data Penggolongan Visus

Tekanan Intra Okular :

Tonometri Schiotz

Keuntungan cara ini adalah kesederhanaannya, hanya memerlukan instrumen portable genggam yang relative tidak mahal. Alat ini dipakai di semua klinik atau bagian gawat darurat, kamar operasi, atau di ruang rawat rumah sakit.

Pasien tidur telentang dan diberi anestasi topical pada kedua mata. Ketika pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra secara hati-hati pada tepian tulang orbita. Tonomoter diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh kornea. Dengan tekanan yang ditetapkan oleh beban yang terpasang, tonjolan plunger berujung tumpul sedikit melekukkan pusat kornea. Semakin tinggi tekanan intraocular, semakin besar tahanan korne terhadap indentasi, dan plunger akan semakin terdesak ke atas. Semakin plunger terdesak, semakin jauh jarum penunjuk bergeser di sepanjang skala yang terkalibrasi.

Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata dalam mmHg

Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaucoma.

Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita myopia dan tiroid.

Tonometri Aplanasi

Tonometri aplanasi Goldmann dipasang pada slitlamp dan mengukur besarnya gaya yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan beban standar, Makin tinggi tekanan intraocular, makin besar gaya yang dibutuhkan. Karena tonomoter aplanasi Goldmann lebih teliti daripada tonometri Schiotz, jelas ini lebih disukai oftalmolog.

Setelah anastesi topikan dan pemberian fluorosein, pasien didudukkan di depan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat flurosein, dipakai filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang. Setelah memasang tonometer di depan kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp ocular saat ujungnya berkontak dengan kornea. Sebuah pegas counterbalance yang dikendalikan secara manual akan mengubah- ubah gaya yang diberikan pada ujung tonometer.

Setelah berkontak, ujung tonometer akan meratakan bagian tengah kornea dan menghasilkan garis fluorosein tipis yang melingkar. Sebuah prisma di ujung memecah lingkaran ini secara visual menjadi dua setengah-lingkaran yang tampak hijau melalui ocular slitlamp. Tenaga tonometer diatur secara manual sampai kedua setengah lingkaram tersebut tepat bertumpuk. Titik akhir visual ini menunjukkan bahwa kornea telah diratakan oleh beban standar yang terpasang. Besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan hal ini diterjemahkan skala menjadi tekanan dalam millimeter air raksa.

Alat :

Slit lamp dengan sinar biru

Tonometer Aplanasi

Flouresein strip

Obat anastesi local

Teknik :

Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%

Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann

Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahinya tepat dipenyangganya.

Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10mmHg

Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan

Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan bagian dalam

Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang member gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.

Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap menderita glaucoma.

Funduskopi/oftalmoskopi adalah pemeriksaan mata bagian dalam atau fundus mata. Alat yang dipakai untuk oftalmoskopi disebut oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat kelainan fundus okuli atau jaringan bola mata bagian dalam. Karena itu pula oftalmoskopi disebut pula funduskopi. Dengan oftalmoskop atau oftalmoskopi dapat dilihat

bagian dalam bola mata pembuluh darah selaput jala selaput jala saraf penglihat yang berada dalam bola mata atau papil saraf optic

Palpebra : dilihat secara objektif pada pemeriksaan di kamar terang

Konjungtiva tarsal :

Setelah diberi anestesi lokal, pasien duduk di depan slitlamp dan diminta melihat ke bawah. Pemeriksa dengan hati- hari memegang bulu mata atas dengan jari telunjuk dan jempol sementara tangan yang lain meletakkan tangkai aplikator tepat diatas tepi superior tarsus. Palpebra dibalik dengan sedikit menekan aplikator ke bawah, serentak dengan pengangkatan tepian bulu mata. Pasien tetap melihat ke bawah, dan bulu mata ditahan dengan menekannya pada kulit diatas tepian orbita superior saat aplikator ditarik kembali. Konjungtiva tarsal kemudian diamati dengan pembesaran. Untuk mengembalikannya, tepian palpebra dengan lembut diusap ke bawah sementara pasien melihat ke atas.Oftalmoskopi direk

Instrumentasi : Oftalmoskopi direk genggam memperlihatkan gambaran monocular fundus dengan pembesaran 15 kali. Karena mudah dibawa dan menghasilkan gambaran diskus dan struktur vascular retina yang detail, ofttalmoskopi direk merupakan bagian dari standar pemeriksaan medis umum dan pemeriksaan oftalmologik.

Intensitas, warna, dan ukuran titik sumber cahaya dapat disesuaikan, demi pula titik fokus oftalmoskopnya. Titik fokus diubah dengan memakai roda lensa yang kekuatannya semakin bertambah besar; kekuatan tersebut dapat ditentukan terlebih dahuluoleh pemeriksa. Lensa-lensa ini disusun berurutan dan diberi nomor sesuai kekuatannya dalam satuan dioptri. Biasanya lensa konvergen (+) ditandai dengan angka hitam dan lensa divergen (-) dengan angka merah

Pemeriksaan segmen anterior

Dengan menggunakan lensa plus tinggi, oftalmoskop direk dapat difokuskan untuk memperlihatkan gambarangambaran konjungtiva, kornea, dan iris yang diperbesar.Pemeriksaan refleks merah

Jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual, lubang pupil normalnya dipenuhi oleh warna jingga-kemerahan yang terang dan homogeny (lebih jelas lagi saat pupil melebar). Refleks merah ini, setara dengan efek mata merah akibat lampu kilat fotografi, dihasilkan dari pantulan sumber cahaya oleh fundus yang melalui media mata yang jernih vitreus, lensa, aqueous, dan kornea. Refleks merah paling jelas diamati dengan memegang oftalmoskop pada jarak selengan dari pasien yang melihat kea rah cahaya pemeriksa, kemudian roda lensa diputar untuk memfokuskan oftalmoskop pada bidang pupil.

Setiap kekeruhan di sepanjang jaras optic pusat akan menghalangi seluruh atau sebagian refleks merah ini dan tampak sebagai bintik atau bayangan gelap. Jika terlihat sejenak dan kemudian kembali melihat cahaya. Jike kekeruhan ini tetap bergerak atau melayang, letaknya di dalam vitreus (mis. perdarahan kecil). Jika ia menetap ,agaknya terletak pada lensa (mis, katarak fokal).

Pemeriksaan Fundus

Kegunaan utama oftalmoskop direk adalah untuk pemeriksaan fundus. Gambaran yang diperlihatkan oftalmoskop mungkin kabur akibat media mata yang keruh, seperti katarak, atau akibat pupil yang kecil. Menggelapkan ruang periksa sebaiknya cukup menyebabkan dilatasi pupil alami untuk mengevaluasi fundus sentral, termasuk diskus, macula, dan sturktur pembuluh darah retina proksimal.

Pemeriksaan fundus juga dapat lebih optimal dengan memegang oftalmoskop sedekat mungkin ke pupil pasien (kira-kira 1-2 inci), seperti halnya seseorang dapat melihat lebih banyak melalui lubang kunci bila sedekat mungkin. Untuk itu, mata dan tangan kanan pemeriksa harus memeriksa mata kanan pasien; tangan dan mata kiri memeriksa mata kiri pasien.

Ukuran titik dan warna cahaya yang dipakai dapat disesuaikan . Jika pupil cukup melebar, ukuran titik cahaya yang besar memberikan daerah penyinaran yang paling luas. Sebaliknya dengan pupil yang lebih kecil. sebagian besar cahaya ini akan dipantulkan iris pasien kembali ke mata pemeriksa, menganggu pandangam, dan menyebabkan pengecilan pupil.

Saat pasien menatap objek yang jauh dengan mata sebelahnya, pemeriksa mula-mula membawa detil retina ke dalam fokus. Karena seluruh pembuluh retina muncul dari diskus, diskus dicari dengan mengikuti salah satu cabang utama pembuluh ke tempat berbagai cabang tersebut berasal. Dari sini, berkas sinar oftalmoskop diarahkan sedikit ke nasal dari garis pandang pasien atau sumbu visual. Kemudian diteliti bentuk, ukuran, dan warna diskus, ketajaman tepinya, dan ukuran. Daerah macula terletk kira-kira dua kali diameter diskus optikus di sebelah temporal tepi diskus. Cabang-cabang pembuluh darah retina mendekati dari segala arah tetapi berhenti di dekat fovea.

Dengan demikian, lokasi fovea dapat dipastikan dengan tidak adanya pembuluh darah retina atau dengan meminta pasien menatap langsung ke arah cahaya. Pembuluh-pembuluh retina utama kemudian diperiksa dan diikuti mungkin ke arah distal masing-masing kuadran (superior, inferior, temporal, dan nasal). Vena lebih gelap dan lebih lebar daripada arteri pendampingnya

Oftalmoskopi indirek

Intrumentasi

Oftalmoskopi indirek binocular menambah dan melengkapi pemeriksan oftalmoskopi direk. Karena memerlukan dilatasi pupil yang lebar dan sulit dipelajari, teknik ini terutama dipakai oleh para ahli oftalmologi. Pasien dapat diperiksa sambil duduk, atau posisi telentang.

Oftalmoskopi indirek dipasang di kepala pemeriksa dan memungkinkan pandangan binocular melalui sepasang lensa dengan kekuatan tetap. Sebuah sumber cahaya terang yang dapat datur dipasang pada ikat-kepala dan diarahkan ke mata pasien . Seperti halnya pada oftalmoskopi direk, pasien diminta untuk melihat ke arah kuadran. Sebuah lensa konveks dipegang beberapa inci dari mata pasien dengan arah yang tepat sehingga serentak memfokuskan cahaya pada retina dan sebuah bayangan retina terletak di udara, antara pasien dan pemeriksa.

9. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan optalmologi? No.Hasil PemeriksaanNilai NormalInterpretasi

1.VODS : 6/6VODS : 6/6Normal

2.TIODS : 15,6 mmHgTIODS : 10-20 mmHgNormal

3.Palpebra ODS: Blefarospasme(-)Iritasi pada bagian dalam kelopak mata dan permukaan mata

4.Konjungtiva tarsal superior ODS: Giant papil (+),(-)hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva

5.Konjungtiva tarsal inferior ODS : tenang

Konjungtiva tarsal inferior ODS : tenangNormal

6.Konjungtiva bulbi ODS: Injeksi konjungtiva (+)(-)melebarnya arteri konjungtiva posterior

7.Kornea ODS: Horner Trantas dots (+) di limbus,infiltrate punctata (-), shield ulcer (-)

(-)adanya degenerasi epitel kornea

10. Bagaimana mekasime abnormalitas dari hasil pemeriksaan optalmologi?Palpebra ODS: Blefarospasme Hal ini dapat terjadi karena telah terjadi suatu proses radang interstisial. Konjungtiva tarsal superior ODS: Giant papil (+)Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi, vasodiltasi difus, edema, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Secara klinik papil besar ini akan tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya. Konjungtiva bulbi ODS: Injeksi konjungtiva (+)Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus yang dihasilkan oleh proses radang. Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior ini dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva. Injekasi konjungtival mempunyai sifata. mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva posterior melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari dasarnya sclera;b. pada radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didaptkan di daerah forniks;c. ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian perifer, karena asalnya dari bagian perifer atau arteri siliar anterior;d. berwarna pembuluh darah merah yang segar;e. dengan tetes adrenalin 1: 1000 injeksi akan lenyap sementara;f. gatal;g. fotofobia tidak ada;h. pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

Kornea ODS: Horner Trantas dots (+) di limbusHorner- Trantas dots merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil (tumpukan eosinofil) di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dan dengan sedikit eosinofil.11. Bagaimana penanganan pertama pada pasien dengan mata merah berulang? Opsi perawatan konjungtivitis vernalis yaitu dengan tindakan-tindakan konsultatif yang membantu mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa tindakan tersebut antara lain : Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.

Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;

Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari;

Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen;

Kompres dingin di daerah mata;

Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;

Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut sebagai climato-therapy.

12. Apa diagnosis dari keluhan pasien tersebut? virusbakteriJamur dan parasitalergi

purulennonpurulen

SekretSedikitmengucursedikitsedikitsedikit

Air matamengucursedangsedangsedikitsedang

GatalSedikitsedikit--mencolok

Mata merahUmumumumlokallokalumum

Nodul preaurikulerLazimjaranglazimlazim-

Pewarnaan usapanMonosit, limfositBakteri, PMNBakteri, PMNnegatifeosinofil

Sakit tenggorok dan panas yang menyertaiSewaktu-waktujarang---

Pasien mengalami Vernal Keratokonjungtivitis yang merupakan bagian dari Konjungtivitis Alergi.

13. Bagaimana tatalaksana di keluhan pasien? Terapi utama : berupa penghindaran terhadap semua kemungkinan alergen penyebab.

Terapi topikal: pemberian vasokonstriktor topikal untuk mengurangi gejala kemerahan pada konjungtiva. Ditambah pemberian anti-histamin untuk alergi. Pemberian stabilisator sel mast yaitu natrium kromoglikat 2% atau sodium kromolyn 4% atau iodoksamid trometamin dapat mencegah degranulasi dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan kortikosteroid topikal. Terapi sistemik: Pengobatan dengan antihistamin sistemik bermanfaat untuk menambah efektivitas pengobatan topikal. Pemberian aspirin dan indometasin (golongan antiinflamasi non-steroid) yang bekerja sebagai penghambat enzim siklooksigenase dilaporkan dapat mengurangi gejala. Kortikosteroid sistemik diberikan bila ada indikasi khusus yaitu inflamasi berat pada kornea dan konjungtiva, bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan.

Terapi suportif Desensitisasi dengan alergen inhalan. Kompres dingin pada mata dan menggunakan kacamata hitam.

Tetes mata artifisial dapat melarutkan alergen dan berguna untuk mencuci mata.

Klimatoterapi seperti pendingin udara di rumah atau pindah ke tempat berhawa dingin. Terapi bedah: Terapi bedah yang dapat dilakukan adalah otograf konjungtiva dan krio terapi, namun kelemahan kedua terapi ini dapat menyebabkan terjadinya sikatriks, trikiasis, defisiensi air mata dan entropion. Keratotomi superfisial dapat dilakukan untuk reepitelisasi kornea.

14. Bagaimana komplikasi dari penyakit pada pasien? Komplikasi penyakit ini dapat mengakibatkan berkembangnya kerusakan kornea, katarak, ataupun glaucoma. Kerusakan kornea akan menimbulkan gangguan visus. Sedangkan katarak dapat diakibatkan oleh pemakaian steroid jangka panjang.

15. Bagaimana prognosis dari penyakit pada pasien? Konjungtivitis ini bersifat selflimited, ketika alergen hilang, maka reaksi inflamasi diharapkan juga berhenti. Beberapa memiliki masa perjalanan penyakit yang pendek, namun ada pula yang berjalan kronik, tergantung dengan kapasitas sitem imun pasien. Penyakit ini banyak timbul pada usia anak, remaja, hingga dewasa. Pada sebagian kasus rekurensi berkurang jauh ketika meninjak usia tua, diatas 40 50 tahun.16. Bagaimana standar kompetensi dokter umum pada pasien ini? Dokter umum harus mampu mengetahui, mendiagnosis, serta menangani hingga tuntas pada pasien Vernal Konjungtivitis (4A).

IV. Keterkaitan Masalah

V. Hipotesis

Seorang anak laki-laki usia 9 tahun mengeluh mata merah berulang dan terasa gatal karena keratokonjungtivitis vernalis. VI. Kesimpulan

Seorang anak laki-laki 9 tahun menderita penyakit konjungtivitis vernalis et causa reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV, yang dapat mengakibatkan keratokonjungtivitis vernalis apabila tidak diterapi dengan baik.

VII. Sintesis Masalah1. Anatomi dan Fisiologi Mata ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi MataKelopak Mata

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.Pembasahan dan. pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Pada kelopak terdapat bagian-bagian :

Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.

Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. facial M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.

Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.

Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.

Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).

Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.

Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin.

KonjungtivaKonjungtiva adalah membrane mukosa yang transparan dan tipis ayng mebungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) , dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva yang bersambungan dengan kulit tepi palpebra (sambungan mukokutan) dan dengan tepi epitel kornea limbus. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus , konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbita di fornices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (duktus- duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sclera dibawahnya, kecuali limbus (tempat tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm)

Lipatan konjungtiva yang tebal, lunak, dan mudah bergerak (plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging (caruncula) menempel secar superficial ke bagian dalam plica superfisialis dan merupakan zona transisi yang mengandung baikelemen kulit maupun elemen mukosa.

Histologi : lapisan epitel konjungtiva terdiri dari 2- 5 lapisan sel silidris bertingkat , superficial, dan basal.lapisan konjungtiva di dekat limbus, diatas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel epitel squamous bertingkat. Sel-sel epitel superficial mengandung sel goblet bulat atau oval yang menseresi mucus. Mukus yang terbentuk mendorong inti ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfial) dan satu lapisan fibrosa (profundus), lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa setrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelh bayi 2-3 bulan. Hal ini menjelaskan pada neonatus konjungtivitis inklusi bersifat papiler bukan folikuler dan kemudian baru menjadi folikuler.. lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.

Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak didalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas tarsus atas

Pendarahan, limfatik, dan persarafan: arteri- arteri konjungtiva berasal dari arteri ciliarisa anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan - bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya- membentuk jarring-jaring vascular konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superficial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V (n. Trigeminus). Saraf ini mengandung serabut nyeri yang relative sedikit.

Bola Mata

Bola mata terdiri atas :

dinding bola mata

isi bola mata.

Dinding bola mata terdiri atas :

sklera kornea.

Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.

Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.

Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.

SkleraBagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. Dibagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.

Kornea

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis :

1. Epitel

Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.

5. Endotel

Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Uvea

Walaupun dibicarakan sebagai isi, sesungguhnya uvea merupakan dinding kedua bola mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu iris, badan siliar, dan koroid.

Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.

Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu :

1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut sensoris untuk komea, iris, dan badan siliar.

2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.

3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.

Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar, dan sirkular.1Ditengah iris terdapat lubang yang dinamakan pupil, yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk kedalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti.

Badan siliar dimulai dari basis iris kebelakang sampai koroid, yang terdiri atas otot-otot siliar dan proses siliar. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik proses siliar dan koroid kedepan dan kedalam, mengendorkan zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung.

Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang letaknya diantara sklera dan. retina terbentang dari ora serata sampai kepapil saraf optik. Koroid kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina.Pupil

Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk.Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.

Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :

1. Berkurangnya rangsangan simpatis

2. Kurang rangsangan hambatan miosis

Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan menjadikan miosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang difragmanya dikecilkan.

Sudut bilik mata depan

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehinga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.

Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Pada sudut fitrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran descement, dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata keluar ke salurannya. Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer.

Retina

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea.

Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk dinamakan ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata ditengah papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.

Retina terdiri atas lapisan:

1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral

6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion

7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arch saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.1 Batang lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut lebih banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak mempunyai daya penglihatan (bintik buta).

Badan kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.

Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan diantaranya cairan bening. Badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya dari jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina.

Lensa mata

Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung daripada bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nukleus) dan bagian tepi (korteks). Nukleus lebih keras daripada korteks.

Dengan bertambahnya umur, nukleus makin membesar sedang korteks makin menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nukleus.

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :

- Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung

- Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

- Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :

- Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,

- Keruh atau spa yang disebut katarak,

- Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat. Fungsi lensa adalah untuk membias cahaya, sehingga difokuskan pada retina. Peningkatan kekuatan pembiasan lensa disebut akomodasi.

Rongga Orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus.

Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding medialnya.

Dinding orbita terdiri atas tulang :

1. Atap atau superior : os.frontal2. Lateral : os.frontal. os. zigomatik, ala magna os. fenoid

3. Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os. palatina

4. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid

Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh sarafoptik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.

Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf lakrimal (V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf nasosiliar (V), abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik.

Fisura orbita inferior terletak di dasar tengah temporal orbita dilalui oleh saraf infra-orbita dan zigomatik dan arteri infra orbita.

Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas tempat duduknya kelenjar lakrimal.

Rongga orbita tidak mengandung pembuluh atau kelenjar limfa.

Otot Penggerak Mata

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakkan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.1 Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :

1. Otot Oblik Inferior

Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.

2. Otot Oblik Superior

Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.

Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan search atau mata melihat ke arch nasal. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.

Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.

3. Otot Rektus Inferior

Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood.

Rektus inferior dipersarafi oleh n. III

Fungsi menggerakkan mata- depresi (gerak primer)

- eksoklotorsi (gerak sekunder)

- aduksi (gerak sekunder)

Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.

4. Otot Rektus Lateral

Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi.

5. Otot Rektus Medius

Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek.

Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).

6. Otot Rektus Superior

Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan dipersarafi cabang superior N.III.

Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral :

- aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral

- insiklotorsi

Saraf-Saraf Orbita

1. N.II (Nervus Optikus)

N. optikus muncul dari bagian belakang bola mata dan meninggalkan orbita melalui canalis optikus untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n. optikus sisi lainnya membentuk chiasma opticum. Pada chiasma, serabut-serabut dari belahan medial masing-masing retina menyilang garis tengah dan masuk ke tractus opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut-serabut belahan lateral retina berjalan ke posterior di dalam traktus opticus sisi yang sama. Hampir seluruh serabut-serabut tractus opticus berakhir dengan bersinaps pada sel-sel di dalam corpus geniculatum lateral. Axon sel-sel saraf dari corpus geniculatum lateral berjalan ke posterior sebagai radiation optica dan berakhir pada cortex visual hemispherium cerebri.

2. N.III (Nervus Oculomotorius)

N. oculomotorius keluar dari permukaan anterior mesencephalon. Saraf ini berjalan ke depan di antara a. cerebri posterior dan a. ceberi superior. Kemudian berjalan terus ke depan di dalam fossa crania anterior pada dinding lateral sinus cavernosus. Disini, saraf ini bercabang dua menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang masuk ke dalam rongga orbita melalui fissure orbitalis superior. Ramus superior dan inferior n. oculomotorius mempersarafi otot-otot ekstrinsik mata : m. levator palpebrae, m. rectus superior, m. rectus medialis, m. recuts inferior, m. obliquus inferior.

3. N. IV (Nervus Trochlearis)

N. trochlearis meninggalkan permukaan posterior mesencephalon dan segera menyilang saraf sisi lainnya. N. trochlearis berjalan ke depan melalui fossa crania media dan pada dinding lateral sinus cavernosus. Setelah masuk ke dalam rongga orbita melalui fissure orbitalis superior, saraf ini mempersarafi m. obliquus superior bola mata.

4. N. VI (Nervus Abducens)

Saraf ini muncul dari permukaan anterior rhombencephalon di antara pons dan medulla oblongata, dan berjalan ke depan bersama a. carotis interna melalui sinus cavernosus di dalam fossa crania media dan masuk orbita melalui fissure orbitalis superior. N. abducens mempersarafi m. rectus lateralis.

FISIOLOGI

Cahaya dideteksi oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end-organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jalur sel-sel ganglion retina. Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk saraf optikus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan ke posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis opticus.

Di dalam tengkorak, dua saraf optikus menyatu membentuk kiasma optikus. Di kiasma optikus, lebih dari dari separuh serat (yang berasal dari separuh retina bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan serat-serat temporal yang tidak menyilang dari saraf optikus sisi lain untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing traktus optikus berjalan mengelilingi pedunkulus serebrum menuju ke nucleus genikulatum lateral, tempat traktus tersebut bersinaps. Dengan demikian, semua serat yang menerima impuls dari separuh kanan lapang pandang masing-masing mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi ke hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapang pandang berproyeksi ke hemisfer serebrum kanan. Dua puluh persen serat di traktus melayani fungsi pupil. Serat-serat ini meninggalkan traktus tepat di sebelah anterior dari nucleus dan melewati brakium kolikulus superior menuju ke nucleus pretektalis otak tengah. Serat-serat lainnya bersinaps di nucleus genikulatum lateral. Badan-badan dari struktur ini membentuk traktus genikulo-kalkarina. Traktus ini berjalan melalui tungkai posterior kapsula interna dan kemudian menyebar ke dalam radiasi optikus yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke korteks oksipitalis (korteks kalkarina).

1. Aspek Motorik

Masing-masing dari keenam otot ekstraokuler berperan dalam menentukan posisi mata mengelilingi tiga sumbu rotasi. Kerja primer suatu otot adalah efek utama yang ditimbulkannya pada rotasi mata. Efek yang lebih kecil disebut kerja sekunder atau tersier.

Hukum Sherrington

Pada kedudukan mata tertentu setiap kontraksi otot selalu terjadi rangsangan antagonis yang berkekuatan sama mengimbangi rangsangan tersebut. Pada pergerakan mata terjadi rangsangan sama pada otot mata yang sinergistik dan pengendoran rangsangan yang sesuai pada otot antagonistic.

Contoh : Bila mata kanan yang melakukan gerakan abduksi yang merupakan rangsangan pada otot rektus lateral kanan maka akan terjadi pelemahan rangsangan pada otot rektus medius kanan yang antagonis terhadap rektus lateral kanan.

Hukum Herring

Agar gerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot-otot agonis yang berkaitan harus menerima persarafan yang setara. Pasangan otot agonis dengan kerja primer yang sama disebut pasangan searah (yoke pair). Otot rektus lateralis kanan dan rektus medialis kiri adalah pasangan searah untuk menatap ke kanan.

Contoh : Otot rektus inferior kanan dan obliquus superior kiri adalah pasangan searah untuk memandang ke bawah dan ke kanan.

2. Aspek Sensorik

Mata akan searah bila dapat mempertahankan fusi kedua mata. Di mana fusi adalah:

Kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal dari kedua mata.

fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada.

Fusi sensorik adalah proses yang membuat perbedaan-perbedaan antara dua bayangan tidak disadari. Di bagian perifer retina masing-masing mata, terdapat titik-titik korespondensi yang apabila tidak terdapat fusi melokalisasi rangsangan pada arah yang sama dalam ruang. Dalam proses fusi, nilai arah titik-titik ini dapat dimodifikasi.

Dengan demikian, setiap titik di retina pada masing-masing mata mampu memfusikan rangsangan yang jatuh cukup dekat dengan titik korespondensi di mata yang lain.

2. Konjungtivitis

KONJUNGTIVITIS

Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental .

Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif.

Pembagian Konjungtivitis Konjungtivitis Alergi

A. Definisi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai olehsistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan,2010).

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuaidengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuhtumbuhanbiasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan,dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu.

Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitisalergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayatdermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).

C. Gejala Klinis

Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkanpada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).

Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder.

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis Vernalis

Konjungtivitis vernalis merupakan salah satu bentukproses inflamasi kronik dan berulang pada mata,

umumnya bilateral.Pasien dengan atopi mempunyai risiko lebih besar untuk menderita KV.1- 6 Konjungtivitis Vernalis dibedakan atas 3 tipe yaitu tipe palpebra, tipe limbus atau campuran keduanya.

Prevalensi KV lebih tinggi di daerah tropis sepertiAfrika, India, Mediteranian, Amerika Tengah danSelatan, serta Timur Tengah.4,6,8 KV lebih banyak terdapat pada kulit berwarna dibandingkan kulit putih.Penyakitini lebih banyak didapatkan pada laki-laki dengan perbandingan 3 : 1.Sebagian besar pasien berusia antara 3-25 tahun.

Pasien ini laki-laki, berusia 4 tahun, kulit berwarna, dan didapatkan riwayat atopi, menderita KV tipe palpebra. Berdasarkan data rekam medik IKA FKUI/ RSCM sejak tahun 1998 2003 di Poliklinik

Subbagian Alergi dan Imunologi, terdapat KV sebanyak 22 kasus KV dengan perbandingan antara laki-lakidan perempuan 14 : 8. Etiologi KV sampai saat inibelum diketahui dengan pasti.9 Beberapa faktor penyebab diduga adalah alergen serbuk sari, debu, tungau debu rumah, bulu kucing, makanan, faktor fisik berupa panas sinar matahari atau angin. Reaksi alergi yang terjadi dapat disebabkan oleh satu atau lebih alergen atau bersamasama dengan faktorfaktor lain.

Patogenesis terjadinya kelainan ini belum diketahui secara jelas, tapi terutama dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas pada mata. Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan dasar utama terjadinya proses inflamasi pada KV.Pemeriksaan histopatologik dari lesi di konjungtiva menunjukkan peningkatan sel mast, eosinofil dan limfosit pada subepitel dan epitel. Dalam perjalanan penyakitnya, infiltrasi sel dan penumpukan kolagen akan\ membentuk papil raksasa. Penemuan ini menjelaskan bahwa KV bukan murni disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat, melainkan merupakan kombinasi tipe I dan IV.Bonini dkk,6 menemukan bahwa hiperreaktivitas non spesifik juga mempunyai peran dalam KV. Faktor lain yang berperan adalah aktivitas mediator non Ig E oleh sel mast.5 Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan terbentuknya antibodi IgE spesifik terhadap antigen bila seseorang terpapar pada antigen tersebut. Antibodi IgE berperan sebagai homositotropik

yang mudah berikatan dengan sel mast dan sel basofil. Ikatan antigen dengan antibodi IgE ini pada permukaan sel mast dan basofil akan menyebabkan terjadinya degranulasi dan dilepaskannya mediator-mediator kimia seperti histamin, slow reacting substance of anaphylaxis,bradikinin, serotonin, eosinophil chemotactic factor, dan faktor-faktor agregasi trombosit. Histamin adalah mediator yang berperan penting, yang mengakibatkan efek vasodilatasi, eksudasi dan hipersekresi pada mata. Keadaan ini ditandai dengan gejala seperti mata gatal, merah, edema, berair, rasa seperti terbakar dan terdapat sekret yg bersifat mukoid. Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat mempunyai karakteristik, yaitu dengan adanya ikatan antara antigen dengan IgE pada permukaan sel mast, maka mediator kimia yang terbentuk kemudian akan dilepaskan sepertihistamin, leukotrien C4 dan derivat-derivat eosinofil yang dapat menyebabkan inflamasi di jaringan konjungtiva. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, terjadi karena sel limfosit T yang telah tersensitisasi bereaksi secara spesifik dengan suatu antigen tertentu, sehingga menimbulkan reaksi imun dengan manifestasi infiltrasi limfosit dan monosit (makrofag) serta menimbulkan indurasi jaringan pada daerah tersebut.Setelah paparan dengan alergen, jaringan konjungtiva akan diinfiltrasi oleh limfosit, sel plasma, eosinofil dan basofil. Bila penyakit semakin berat, banyak sel limfosit akan terakumulasi dan terjadi sintesis kolagen baru sehingga timbul nodul-nodul yang besar pada lempeng tarsal. Aktivasi sel mast tidak hanya disebabkan oleh ikatan alergen IgE, tetapi dapat juga disebabkan oleh anafilatoksin, IL-3 dan IL-5 yang dikeluarkan oleh sel limfosit. Selanjutnya mediator tersebut dapat secara langsung mengaktivasi sel mast tanpa melalui ikatan alergen IgE. Reaksi hiperreaktivitas konjungtiva selain disebabkan oleh rangsangan spesifik, dapat pula disebabkan oleh rangsangan non spesifik, misal rangsangan panas sinar matahari, angin.

Gejala klinis utama adalah rasa gatal yang terus menerus pada mata, mata sering berair, rasa terbakar atau seperti ada benda asing di mata. Gejala lainnya fotofobia, ptosis, sekret mata berbentuk mukus seperti benang tebal berwarna hijau atau kuning tua. KV dapat terjadi pada konjungtiva tarsalis atau limbus, atau terjadi bersamaan dengan dominasi pada salah satu tempat tersebut. Pada konjungtiva tarsalis superior dapat dijumpai gambaran papil cobblestone yang menyerupai gambaran mozaik atau hipertrofi papil. Sedangkan pada limbus dijumpai satu atau lebih papil berwarna putih yang disebut sebagai trantas dots, yaitu terdiri dari tumpukan sel-sel eosinofil. Apabila penyakit meluas sampai kornea, disebut sebagai keratokonjungtivitis vernalis (KKV) dan digolongkan ke dalam penyakit yang lebih berat, karena dapat menyebabkan penurunan visus.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar IgG serum, IgE serum dan air mata, kadar histamin serum dan air mata meningkat; dan adanya IgE spesifik. Pemeriksaan mikroskopik dari scraping konjungtiva, patognomonik KV bila dijumpai > 2 sel eosinofil dengan pembesaran lensa objektif 40x.9,11. Gambaran histopatologik jaringan konjungtiva pada KV dijumpai sel eosinofil, sel mast dan sel basofil. Selain itu juga terjadi perubahan pada mikrovaskular dari sel endotel serta ditemukannya deposit jaringan fibrosis, infiltrasi sel limfosit dan netrofil.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, adanya riwayat atopi, dan pemeriksaan penunjang.Hasil uji kulit umumnya positif terhadap alergen tertentu, terutama serbuk bunga, debu rumah, tungau debu rumah; namun kadang-kadang uji kulit dapat memberikan hasil

yang negatif.

Terdapat keluhan mata merah, gatal, berair, mengeluarkan sekret, dan riwayat atopi berupa rinitis alergi. Ditemukannya papil cobblestone di konjungtiva tarsalis superior dan terdapatnya peningkatan jumlah eosinofil pada scraping konjungtiva merupakan tanda patognomonik KV. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan hitung eosinofil total > 300/mm3. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mempunyai atopi. Pada pasien ini hasil uji kulit positif terhadap debu rumah, tungau debu rumah, udang dan kapuk. Hasil uji kulit positif menunjukkan bahwa pasien telah mengalami sensitisasi dengan alergen tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan IgE spesifik untuk memastikan penyebab KVnya. Pada kasus ini direncanakan pemeriksaan IgE spesifik terhadap debu rumah dan tungau debu rumah karena merupakan penyebab tersering. Hasil IgE spesifik serum terhadap tungau debu rumah pada pasien ini meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu penyebab KV pada pasien ini adalah tungau debu rumah, namun tidak dapat disingkirkan penyebab lain berup debu rumah (karena tidak diperiksa) dan faktor fisik lain yaitu panas sinar matahari, angin.

Diagnosis banding KV adalah konjungtivitis alergika musiman, keratokonjungtivitis atopik, dan giant papillary conjungtivitis.Pada konjungtivitis alergi musiman, bersifat akut, mereda saat musim dingin, terdapat edem konjungtiva, jarang disertai perubahan pada kornea. Pada keratokonjungtivitis atopik tidak ada perbedaan usia atau jenis kelamin, adanya sekret yang jernih, letak kelainan lebih sering di palpebra inferior, tidak terdapat eosinofil pada scraping konjungtiva, Pada giant papillary conjunctivitis kelainan juga terdapat di konjungtiva tarsal superior namun dengan ukuran diameter papila yang lebih dari 0,3 mm, penyebab tersering iritasi mekanik yang lama terutama karena penggunaan lensa kontak.

Pada umumnya KV dapat sembuh sendiri setelah 2 10 tahun.6 Tujuan pengobatan pada KV untuk menghilangkan gejala dan menghindari efek iatrogenik yang serius dari obat yang diberikan (kortikosteroid).

Prinsip pengobatan bersifat konservatif. Tata laksana konjungtivitis vernalis berdasarkan beratnya gejala dan tanda penyakit, yaitu

1. Terapi utama : berupa penghindaran terhadap semua kemungkinan alergen penyebab.

2. Terapi topikal

Pemberian vasokonstriktor topikal dapat mengurangi gejala kemerahan dan edem pada konjungtiva. Namun pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi obat vasokonstriktor dan antihistamin topikal (vasocon A) mempunyai efek yang lebih efektif dibanding pemberian yang terpisah. Pemberian stabilisator sel mast yaitu natrium kromoglikat 2% atau sodium kromolyn 4% atau iodoksamid trometamin dapat mencegah degranulasi dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan kortikosteroid topikal. Pemakaian iodoksamid

dikatakan mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan dengan natrium kromoglikat 2%

maupun sodium kromolyn 4%.

Pemberian obat antiinflamasi non-steroid topikal seperti diklofenak, suprofen, flubirofen dan

ketorolak dapat menghambat kerja enzim siklooksigenase, namun saat ini hanya ketorolak yang mendapat rekomendasi dari Food Drug Administration. Bila obat-obatan topikal seperti antihistamin, vasokonstriktor, atau sodium kromolyn tidak adekuat maka dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid topikal. Allansmith melaporkan bahwa pemberian terapi pulse dengan deksametason 1% topikal, diberikan tiap 2 jam, 8 kali sehari kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 minggu, dapat mengobati inflamasi pada KV, tetapi bila tidak dalam serangan akut pemberian steroid topikal tidak diperbolehkan.1 Saat ini preparat steroid digunakan dengan cara injeksi supratarsal pada kasus KV yang refrakter. Siklosporin bekerja menghambat aksi interleukin 2 pada limfosit T dan menekan efek sel T dan eosinofil, terbukti bermanfaat menurunkan gejala dan tanda KV.5,6,8 Terapi untuk kasus berulang yang tidak dapat diobati dengan natrium kromoglikat atau steroid, diberikan siklosporin topikal 2% dan mitomisin-C topikal 0,01%

3. Terapi sistemik

Pengobatan dengan antihistamin sistemik bermanfaat untuk menambah efektivitas pengobatan topikal. Pemberian aspirin dan indometasin (golongan antiinflamasi non-steroid) yang bekerja

sebagai penghambat enzim siklooksigenase dilaporkan dapat mengurangi gejala KV.5,6 Kortikosteroid sistemik diberikan bila ada indikasi khusus yaitu inflamasi berat pada kornea dan konjungtiva, bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan.6 Pemberian montelukas dilaporkan dapat mengurangi gejala pada pasien KV yang juga menderita asma atau pada pasien yang mempunyai risiko terhadap terapi steroid. Namun hal ini masih dalam

perdebatan. Efektivitas pemberian imunoterapisebagai terapi alergi pada mata sampai saat ini belummemberikan hasil yang memuaskan.

4. Terapi suportif

Desensitisasi dengan alergen inhalan. Kompres dingin pada mata dan menggunakankacamata hitam. Tetes mata artifisial dapat melarutkan alergen danberguna untuk mencuci mata Klimatoterapi seperti pendingin udara di rumah ataupindah ke tempat berhawa dingin.

5. Terapi bedah

Terapi bedah yang dapat dilakukan adalah otograf konjungtiva dan krio terapi, namun kelemahan kedua terapi ini dapat menyebabkan terjadinya sikatriks, trikiasis, defisiensi air mata dan entropion. Keratotomi superfisial dapat dilakukan untuk reepitelisasi kornea.6

Tata laksana yang diberikan pada pasien ini adalah menghindari penyebab dengan cara mengurangi frekuensi bermain di luar rumah, menjaga kebersihan lingkungan, memakai kacamata hitam, diberikan kortikosteroid topikal, stabilisator sel mast (iodoksamid) topikal, dan terapi sistemik berupa antihistamin, dan kortikosteroid. Kortikosteroid topikal dan sistemik diberikan karena saat ini pasien termasuk dalam derajat penyakit sedang ke berat. Penggunaan stabilisator sel mast perlu diberikan dalam jangka panjang (4-6 bulan) untuk mencegah kekambuhan. Komplikasi yang timbul dapat diakibatkan oleh perjalanan penyakitnya atau efek samping pengobatan yang diberikan. Bila proses penyakit meluas ke kornea, dapat terjadi parut kornea, astigmatisme, keratokonus, dan kebutaan.4,16 Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan glaukoma, katarak dan infeksi bakteri sekunder. Komplikasi yang terjadi pada pasien ini yaitu adanya bintik-bintik epitelial di kornea dan sikatriks di tengah kornea mata kiri yang disebabkan karena pasien sering menggosok-gosok matanya. Haltersebut dapat mengakibatkan terjadi penurunanvisus. Hasil pemeriksaan visus pada pasien ini belum dapat disimpulkan karena saat ini kondisi mata pasien sedang dalam keadaan akut. Seharusnya kejadian tersebut dapat dicegah bila pasien atau orangtuanya mendapat penjelasan tentang cara menghindari komplikasi penyakitnya sejak awal. Walaupun penyakit ini termasuk self-limiting, namun bila proses keratokonjungtivitis tidak dapat teratasi maka prognosisnya menjadi buruk.

3. Reaksi Hipersensitivitas REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IReaksi tipe I disebut juga reaksi cepat, atau reaksi alergi, yang timbul kurang dari 1 jam sesudah tubuh terpajan oleh alergen yang sama untuk kedua kalinya. Pada reaksi tipe ini, yang berperan adalah antibodi IgE, sel mast ataupun basofil, dan sifat genetik seseorang yang cendrung terkena alergi (atopi). Prosesnya adalah sebagai berikut:

Ketika suatu alergen masuk ke dalam tubuh, pertama kali ia akan terpajan oleh makrofag. Makrofag akan mempresentasikan epitop alergen tersebut ke permukaannya, sehingga makrofag bertindak sebagai antigen presenting cells (APC). APC akan mempresentasikan molekul MHC-II pada Sel limfosit Th2, dan sel Th2 mengeluarkan mediator IL-4 (interleukin-4) untuk menstimulasisel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel Plasma. Sel Plasma akan menghasilkan antibodi IgE dan IgE ini akan berikatan di reseptor FC-R di sel Mast/basofil di jaringan. Ikatan ini mampu bertahan dalam beberapa minggu karena sifat khas IgE yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap sel mast dan basofil. Ini merupakan mekanisme respon imun yang masih normal.Namun, ketika alergen yang sama kembali muncul, ia akan berikatan dengan IgE yang melekat di reseptor FC-R sel Mast/basofil tadi. Perlekatan ini tersusun sedimikian rupa sehingga membuat semacam jembatan silang(crosslinking)antar dua IgE di permukaan (yaitu antar dua IgE yang bivalen atau multivalen, tidak bekerja jika igE ini univalen). Hal inilah yang akan menginduksi serangkaian mekanisme biokimiawi intraseluler secara kaskade, sehingga terjadi granulasi sel Mast/basofil. Degranulasi ini mengakibatkan pelepasan mediator-mediator alergik yang terkandung di dalam granulnya seperti histamin, heparnin, faktor kemotaktik eosinofil, danplatelet activating factor(PAF). Selain itu, peristiwacrosslinkingtersebut ternyata juga merangsang sel Mast untuk membentuk substansi baru lainnya, seperti LTB4, LTC4, LTD4, prostaglandin dan tromboksan. Mediator utama yang dilepaskan oleh sel Mast ini diperkirakan adalah histamin, yang menyebabkan kontraksi otot polos, bronkokonstriksi, vasodilatasi pembuluh darah, peningkatan permeabilitas vaskular, edema pada mukosa dan hipersekresi.Gejala yang ditimbulkan: bisa berupa urtikaria, asma, reaksi anafilaksis, angioedema dan alergi atopik.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IV

Reaksi hipersensitifitas tipe IV berbeda dengan reaksi sebelumnya, karena reaksi ini tidak melibatkan antibodi akan tetapi melibatkan sel-sel limfosit. Umumnya reaksi ini timbul lebih dari 12 jam stelah pemaparan pada antigen, sehingga reaksi tipe ini disebut reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Antigen untuk reaksi ini bisa berupa jaringan asing, mikroorganisme intraseluler (virus, bakteri), protein, bahan kimia yang dapat menembus kulit, dan lain-lain.Prosesnya secara umum adalah sebagai berikut:Ketika tubuh terpajan alergen pertama kali, ia akan dipresentasikan oleh sel dendritik ke limfonodus regional. Disana ia akan mensensitasi sel Th untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel DTH (Delayed Type Hypersensitivity).