Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

75
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO D BLOK 17 Kelompok 4 Tutor : dr. Yan Effendy Agus Salim 04101401015 Tri Hasnita 04101401019 Sintia Eka Aprilia 04101401028 Annisa Nanda Putri 04101401029 Atifatur Rachmania 04101401078 Ira Dwi Novriyanti 04101401083 Sri Dayang Intan 04101401091 Novianty 04101401096 Krypton Rakehalu Karnadjaja 04101401122 Ayu Ariesta 04101401126 Dyaz Desimorianiaga 04101401130 FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Page 1: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

LAPORAN TUTORIALSKENARIO D BLOK 17

Kelompok 4

Tutor : dr. Yan Effendy

Agus Salim 04101401015

Tri Hasnita 04101401019

Sintia Eka Aprilia 04101401028

Annisa Nanda Putri 04101401029

Atifatur Rachmania 04101401078

Ira Dwi Novriyanti 04101401083

Sri Dayang Intan 04101401091

Novianty 04101401096

Krypton Rakehalu Karnadjaja 04101401122

Ayu Ariesta 04101401126

Dyaz Desimorianiaga 04101401130

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

2013

Page 2: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario

D Blok 17” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu

tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW, beserta para keluarga,

sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan tutorial ini bertujuan untuk memenuhi tugas Blok 17 yang merupakan

bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna

kesempurnaan materi dan perbaikan di masa yang akan datang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan saran. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala

amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga

bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam

lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 11 Maret 2013

Penulis

1

Page 3: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.2 Maksud dan Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Bab II Pembahasan

2.1 Skenario Kasus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.2 Paparan

I. Klarifikasi Istilah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

II. Identifikasi Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

III. Analisis Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

IV. Jawaban Analisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

V. Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

VI. Kerangka Konsep . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

VII. Keterbatasan Ilmu dan Learning Issues . . . . . . . . . . . . . . . . .

Bab III Sintesis

3.1 Kehamilan Kembar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3.2 Fisiologi Masa Nifas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3.3 Perdarahan Pascapersalinan (PPP) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3

3

4

5

6

7

7

25

25

25

26

35

44

Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52

2

Page 4: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Obstetri dan Ginekologi adalah Blok 17 pada Semester 6 dari

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan

pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan

datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai Ny. Rima, 36

tahun, G1P1A0, mengalami perdarahan pascapersalinan (PPP) karena atoni uteri

dengan predisposisi usia tua dan gemeli.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode

analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep

dari skenario ini.

3

Page 5: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario Kasus

STIMULUS 1

Mrs. Rima, a 36-years-old woman in her first pregnancy delivered twin sons 24

hours ago. There were no significant antenatal complications. She had been

prescribed ferrous sulphate and folic acid during the pregnancy as anaemia

prophylaxis, and her last haemoglobin was 10.9 g/dL at 38 weeks.

The fetuses were within normal range for growth and liquor volume on serial scan

estimation. A vaginal delivery was planned and she went into spontaneous labour

at 38 weeks and 4 days. The labour had been unremarkable and the midwife

recorded both placantae as appearing complete.

As this twin pregnancy, an intravenous cannula had been inserted when labour

was established. The lochia has been heavy since delivery but the woman is now

bleeding very heavily and passing large clots of blood.

On arrival in the room you find that the sheets are soaked with blood and there is

also approximately 500 mL of blood clot on the bed.

You act as the doctor in public health centre and be pleased to analyse this case.

STIMULUS 2

The woman is conscious but drowsy and pale. Height 155 cm; Weight 50 kg.

In the examination findings:

The temperature is 35.9 oC, blood pressure 100/60 mmHg and heart rate 112/min.

The peripheries feel cool. The uterus is palpable to the umbilicus and feels soft.

The abdomen is otherwise soft and non-tender. On vaginal inspection there is a

second degree laceration of the perineum which has been sutured but you are

unable to assess further due to the presence of profuse bleeding.

The midwife sent blood test 30 min ago because she was concerned about the

blood loss at the time.

4

Page 6: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Haemoglobin 7.2 g/dL

Mean cell volume 99.0 fL

White cell count 3.200/mm3

Platelet 131.000/mm3

International normalized ratio (INR) 1.3

Activated partial tromboplastin time (APTT) 39”

Sodium 138 mEq/dL

Potassium 3.5 mEq/dL

Urea 5.2 mmol/dL

Creatinine 64 µmol/dL

2.2 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. First pregnancy

delivered twin sons

2. Antenatal

3. Ferrous sulphate

4. Folic acid

5. Liquor volume

6. Spontaneous labour

7. Intravenous cannula

8. Lochia

9. Drowsy

10. Pale

11. Laceration of the

perineum

12. Sutured

13. Profuse bleeding

14. INR

15. APPT

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Kehamilan pertama dengan kelahiran bayi kembar

laki-laki (gemeli).

Sebelum persalinan.

Preparat besi oral untuk mengatasi dan sebagai

profilaksis anemia defisiensi besi.

Vitamin B kompleks yang larut air, tersusun atas

asam pteroat yang terikat pada asam L-glutamat.

Volume cairan amnion.

Lahir spontan pervaginam (dengan tenaga ibu

sendiri).

Tube untuk memasukkan cairan secara intravena.

Sekret vagina yang berlangsung selama minggu

pertama dan kedua setelah persalinan.

Penurunan kesadaran.

Pucat, penurunan vaskularisasi pada kulit wajah.

Robekan yang mengenai mukosa vagina, kulit, dan

jaringan perineum.

Dijahit.

Perdarahan masif.

Rasio protrombin time pasien dengan waktu normal.

Uji laboratorium untuk menilai faktor koagulasi jalur

intrinsik dan jalur bersama.

5

Page 7: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

II. Identifikasi Masalah

1. Ny. Rima, 36 tahun, G1P1A0, melahirkan bayi kembar laki-laki 24 jam yang

lalu tanpa komplikasi antenatal.

2. Riwayat kehamilan:

- Ny. Rima diberi ferro sulfat dan asam folat sebagai profilaksis anemia

selama kehamilan, Hb terakhir 10,9 g/dL pada usia kehamilan 38 minggu.

- Pertumbuhan janin dan cairan amnion dalam batas normal.

3. Riwayat persalinan:

- Lahir spontan (pervaginam) pada usia kehamilan 38 minggu 4 hari.

- Kedua plasenta lahir komplit.

- Karena gemeli, diberi cairan melalui kanula intravena.

- Lokia banyak sejak persalinan.

4. Sekarang Ny. Rima mengalami perdarahan masif (500 mL) dengan keluar

bekuan darah.

5. Pemeriksaan fisik:

- Penurunan kesadaran dan pucat

- TB = 155 cm

- BB = 50 kg

- Temp = 35,9 oC

- BP = 100/60 mmHg

- HR = 112 x/menit

- Kulit (perifer) dingin

- Uterus teraba setinggi umbilikus dan lembut

- Abdomen lembut dan tidak tegang

- Inspeksi vagina didapat robekan derajat dua pada perineum yang sudah

dijahit dengan perdarahan masif.

6. Pemeriksaan laboratorium:

- Hb = 7,2 g/dL

- MCV = 99,0 fL

- Leukosit = 3.200/mm3

- Trombosit = 131.000/mm3

- INR = 1,3

- APTT = 39 detik

- Natrium = 138 mEq/dL

- Kalium = 3,5 mEq/dL

- Urea = 5,2 mmol/dL

- Kreatinin = 64 µmol/dL

6

Page 8: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

III. Analisis Masalah

1. Bagaimana hubungan usia, kehamilan pertama, dan gemeli dengan perdarahan

pascapersalinan (PPP)?

2. a. Apa manfaat dan efek samping pemberian ferro sulfat dan asam folat

terhadap ibu dan janin selama kehamilan?

b. Bagaimana fisiologi kehamilan bayi kembar (gemeli)?

c. Bagaimana interpretasi Hb 10,9 g/dL pada usia kehamilan 38 minggu?

3. a. Bagaimana asuhan persalinan bayi kembar?

b. Bagaimana interpretasi kedua plasenta lahir komplit?

c. Bagaimana fisiologi masa nifas?

d. Bagaimana interpretasi dan mekanisme lokia yang banyak?

4. a. Bagaimana interpretasi perdarahan 500 mL dan keluar bekuan darah?

b. Bagaimana mekanisme perdarahan 500 mL dan keluar bekuan darah?

c. Apa komplikasi perdarahan 500 mL dan keluar bekuan darah?

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme pemeriksaan fisik?

Bagaimana interpretasi dan mekanisme pemeriksaan laboratorium?

Bagaimana DD pada kasus ini?

Bagaimana penegakkan diagnosis dan WD pada kasus ini?

Bagaimana epidemiologi PPP?

Bagaimana etiologi dan faktor resiko PPP?

Bagaimana patofisiologi PPP?

Bagaimana manifestasi klinis PPP?

Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

Bagaimana komplikasi PPP?

Bagaimana prognosis PPP?

Bagaimana KDU pada kasus ini?

IV. Jawaban Analisis

1. Bagaimana hubungan usia, kehamilan pertama, dan gemeli dengan perdarahan

pascapersalinan (PPP)?

Usia 36 tahun

Termasuk usia yang beresiko, karena usia yang baik untuk hamil adalah 20

- 35 tahun. Pada usia > 35 tahun elastisitas otot polos uterus dan jalan lahir

mulai menurun. Usia ibu yang tua bisa mengakibatkan partus menjadi lama,

sehingga berisiko terjadi atoni uteri yang mengakibatkan perdarahan

pascapersalinan.

7

Page 9: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Gemeli

Kehamilan multipel dapat menyebabkan atoni uteri karena distensi uterus

yang berlebihan maka terjadi perdarahan pascapersalinan.

2. a. Apa manfaat dan efek samping pemberian fero sulfat dan asam folat

terhadap ibu dan janin selama kehamilan?

Fero sulfat

Merupakan preparat besi oral untuk membantu proses pembentukan

sel darah merah sehingga dapat mengatasi dan mencegah anemia.

Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi, seperti

mual dan nyeri lambung (7-20%), konstipasi (10%), diare (5%), dan

kolik, serta feses yang berwarna hitam.

Asam folat

Merupakan asam pteroilmonoglutamat, PmGA, untuk mengatasi

anemia megaloblastik. Pada wanita hamil dapat mencegah keguguran

dan anak lahir cacat (neural tube defect yaitu kelainan pada

pembentukan otak dan sumsum tulang belakang).

Efek samping utama berupa reaksi hipersensitifitas (anafilaksis,

eritema, skin rash, itching, malaise, rasa berat di dada, swelling pada

wajah, bibir dan lidah, kesulitan bernafas akibat bronchospasm). Efek

samping lain, seperti nausea, nafsu makan menurun, abdominal

distention, flatulence, insomnia, dan kesulitan berkonsentrasi.

b. Bagaimana fisiologi kehamilan bayi kembar (gemeli)?

Kehamilan kembar atau multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin

atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/gemeli (2

janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintiplet (5 janin) dan

seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan

hukum Hellin. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata

pada kehamilan dengan janin ganda.

1) Kembar Monozigotik

Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang

dibuahi kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, dengan

potensi untuk berkembang menjadi suatu individu yang terpisah.

Apabila pembelahan terjadi dalam 72 jam pertama setelah

pembuahan, maka terbentuk dua embrio, dua amnion dan dua

chorion akan terjadi kehamilan diamnionik, dichorionik. Kemungkinan

terdapat dua plasenta berbeda atau plasenta tunggal yang menyatu.

8

Page 10: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua

embrio akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah,

dengan chorion bersama, dengan demikian menimbulkan kehamilan

kembar diamnionik, monochorionik.

Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion

telah terbentuk, maka pembelahan akan menimbulkan dua embrio

dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan kembar

monoamnionik, monochorionik.

Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah

lempeng embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap

dan terbentuk kembar yang menyatu.

2) Kembar Dizigotik

Dizigotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang

terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar

monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain

ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.

Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati

batas toleransi dan seringkali terjadi partus prematurus. Berat lahir rata-

rata kehamilan kembar dua 2500 gram, triplet 1800 gram, kuadruplet

1400 gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat

plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu

amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah

monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin

tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.

Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin

berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan

pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk,

bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.

Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar

pada kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan

persalinan vagina adalah 935 ml atau hampir 500 ml lebih banyak

dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.

Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional

lebih sedikit pada kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan

tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar

hemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20

minggu ke depan. Cardiac output meningkat sebagai akibat dari

peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume.

9

Page 11: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan

perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan isinya

dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon.

Khusus dengan kembar dua monozigotik, dapat terjadi akumulasi yang

cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu

hidramnion akut. Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup

besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru

dengan peninggian diafragma.

Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi

ginjal maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar

kemungkinannya sebagai akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin

plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal

setelah persalinan.

c. Bagaimana interpretasi Hb 10,9 g/dL pada usia kehamilan 38 minggu?

Pada wanita hamil kadar Hb cenderung lebih rendah dibanding tidak hamil.

Penurunan Hb selama kehamilan dikarenakan penambahan volume plasma

yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan

volume eritrosit. Nilai Hb 10,9 g/dL pada usia kehamilan 38 minggu

tergolong normal. Batas nilai Hb normal untuk wanita hamil pada akhir

kehamilan sekitar 9,8 - 12,3 g/dL.

Fungsi hipervolumia yang diinduksi selama kehamilan :

1) Untuk memenuhi kebutuhan uterus yang membesar dengan sistem

vaskularisasi yang mengalami hipertrofi.

2) Untuk melindungi ibu, dan juga janinnya, terhadap efek merusak dan

terganggunya aliran balik vena pada posisi terlentang dan berdiri tegak.

3) Menjaga ibu dari efek samping kehilangan darah pascapersalinan.

3. a. Bagaimana asuhan persalinan bayi kembar?

Bayi I

Cek presentasi

- Bila verteks lakukan pertolongan yang sama dengan presentasi

normal dan lakukan monitoring dengan partograf 

- Bila presentasi bokong lakukan pertolongan yang sama dengan

bayi tunggal presentasi bokong

- Bila letak lintang lakukan seksio sesaria.

Monitoring janin dengan auskultasi berkala DJJ

Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau

ringer laktat/ 10 tts /mt.

10

Page 12: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Bayi II

Segera setelah kelahiran bayi I

- Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi

selanjutnya

- Bila letak lintang lakukan versi luar

- Periksa DJJ

- Lakukan pemeriksaan vaginal untuk: adanya prolaps funikuli,

ketuban pecah atau intak, presentasi bayi.

Bila presentasi verteks

- Bila kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual

- Ketuban dipecah

- Periksa DJJ

- Bila tak timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin

dipercepat sampai his adekuat

- Bila 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut

persyaratan yang ada (vakum, forceps, seksio)

Bila presentasi bokong

- Lakukan persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi

tersebut tidak lebih besar dari bayi I

- Bila tak ada konteraksi sampai 10 menit, tetesan oksidosin

dipercepat sampai hisadekuat

- Pecahkan ketuban

- Periksa DJJ

- Bila gawat janin, lakukan ekstraksi

- Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan

seksio sesarea.

Bila letak lintang

- Bila ketuban intak, lakukan versi luar 

- Bila gagal lakukan seksio secarea

Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60

tetes/menit atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah

kelahiran anak yang terakhir dan lakukan manajemen aktif kala II.

b. Bagaimana interpretasi kedua plasenta lahir komplit?

Setelah plasenta lahir, plasenta diletakkan di atas bidang datar, kemudian

identifikasi apakah plasentanya sudah lengkap, hitung jumlah kotiledon

normalnya ada 16-20 kotiledon. Kedua plasenta lahir komplit menandakan

perdarahan pascapersalinan bukan akibat adanya sisa plasenta yang

tertinggal (retensio plasenta).

11

Page 13: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

c. Bagaimana fisiologi masa nifas?

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta

sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.

1) Perubahan Sistem Reproduksi

Involusi

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus

kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses

ini dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.

Proses involusi uterus adalah sebagi berikut:

a) Autolisis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam

otot uterin. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang

telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan

lima kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang

berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro

elastik dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.

b) Atrofi jaringan

Jaringan yang berfroliferasi karena adanya estrogen yang sangat

besar kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap

penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta,

lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan

meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi

endometrium yang baru.

c) Efek oksitosin

Intensitas kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir diduga terjadi

sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin. Hormon

oksitosin memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi

pembuluh darah dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan

retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus sehingga

akan mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta dan

mengurangi perdarahan.

Bekas Implantasi Plasenta

(1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12x5

cm, permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.

(2) Terjadi pembentukan trombosis pada pembuluh darah, disamping

pembuluh darah tertutup karena kontraksi rahim.

(3) Bekas luka implantasi mengecil pada minggu ke 2 sebesar 6-8 cm,

dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.

12

Page 14: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

(4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan bersama

lokia.

(5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan

endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basilis

endometrium.

(6) Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu postpartum.

Perubahan-Perubahan Normal Pada Uterus Selama Postpartum

Involusi Tinggi Fundus Berat Diameter

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000gr 12,5 cm

1 minggu

2 minggu

Pertengahan antara

simpisis dan pusat

Tidak teraba

500 gr

350 gr

7,5 cm

5 cm

6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm

Lokia

Lokia adalah sekresi cairan rahim selama masa nifas. Lokia

mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam

uterus, lokia mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat menyebabkan

organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam pada vagina

normal.

a) Lokia rubra atau lokia kruenta

Lokia ini muncul pada hari pertama hingga hari keempat postpartum.

Cairan yang keluar berwarna merah karena mengandung darah

segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo

dan mekonium.

b) Lokia sanguinolenta

Cairan yang berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlangsung

dari hari keempat dan ketujuh postpartum.

c) Lokia serosa

Lokia ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,

leukosit dan robekan/laserasi plasenta, muncul pada hari ketujuh

hingga hari keempat belas post partum.

d) Lokia alba

Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender serviks

dan serabut jaringan yang mati, berlangsung selama 2 minggu

sampai 6 minggu.

e) Lokia purulenta

Bila keluar cairan nanah dan berbau busuk selama postpartum.

13

Page 15: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks

sendiri merah kehitam-hitaman karena mengandung pembuluh darah,

konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi/perlukaan kecil,

karena robekan yang terjadi selama dilatasi. Bentuk seperti corong karena

kontraksi korpus uteri sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada

perbatasan antara korpus uteri dan serviks terbentuk cincin. Muara serviks

yang berdilatasi selama persalinan akan menutup secara bertahap. Setelah

bayi lahir, tangan masih bisa masuk, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari.

Pada minggu keenam postpartum serviks menutup.

Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami peregangan dan penekanan selam persalinan

sehingga akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu. Penurunan

estrogen berperan dalam penipisan vagina dan hilangnya rugae.

2) Perubahan   Sistem   Pencernaan

Ibu akan mengalami obstipasi setelah melahirkan karena alat pencernaan

mendapatkan tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,

pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurang makan,

hemoroid dan laserasi jalan lahir.

3) Perubahan   Sistem   Perkemihan

Ibu mengalami kesulitan buang air kecil karena sfingter uretra ditekan oleh

kepala janin dan spasme akibat iritasi muskulus, sfingter ani selama

persalinan, dan adanya edema kandung kemih. Edema dari trigonium

menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga menyebabkan retensio urine.

Urine biasanya berlebihan pada hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan

karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan.

4) Perubahan   Sistem   Muskuloskeletal

Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menciut dan pulih

kembali, sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi

retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Putusnya serat-serat

elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama dan akibat besarnya uterus

pada saat hamil, dinding abdomen menjadi lunak dan kendur.

14

Page 16: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

5) Perubahan Sistem     Endokrin

Hormon plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang

diproduksi oleh plasenta. Penurunan human placental lactogen,

estrogen, dan progesteron, serta placental enzyme insulinase membalik

efek diabetik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada saat

nifas. Human chorionic gonadotropin menurun dengan cepat dan

menetap 3 jam hingga 7 hari postpartum dan sebagai pemenuhan

mamae pada hari ke-3 postpartum.

Hormon pituitari

Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui

menurun dalam waktu dua minggu. FSH dan LH meningkat pada fase

konsentrasi folikuler pada minggu ketiga, dan LH tetap rendah sebelum

ovulasi terjadi.

Hormon oksitosin

Selama kala 3 persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta,

dan selanjutnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi,

mengurangi tempat plasenta dan perdarahan. Pada wanita yang

menyusui akan merangsang oksitosin kembali dan membantu uterus

kembali ke bentuk normal dan merangsang pengeluaran air susu.

Hipotalamik pituitari ovarium

Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi

lamanya menstruasi. Seringkali menstruasi pertama bersifat anovulasi

karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.

6) Perubahan   Sistem   Kardiovaskular

Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan

pervaginam hemokonsentrasi akan naik, dan pada seksio sesaria

hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.

Setelah melahirkan shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah ibu relatif

bertambah dan keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung dan

dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitium cordial.

7) Perubahan   Sistem   Hematologi

Pada hari pertama postpartum kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit

menurun, tetapi terjadi peningkatan visikositas sehingga meningkatkan

faktor pembekuan darah. Jumlah hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan

sangat bervariasi pada awal postpartum sebagai akibat dari volume darah,

volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah.

15

Page 17: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

d. Bagaimana interpretasi dan mekanisme lokia yang banyak?

Lokia rubra atau lokia kruenta terdiri dari darah segar, sel-sel desidua, sisa-

sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.

PPP → lokia banyak mengandung darah.

4. a. Bagaimana interpretasi perdarahan 500 mL dan keluar bekuan darah?

Kehilangan 500 mL atau lebih darah setelah selesainya kala 3 persalinan

didefinisikan sebagai perdarahan pascapersalinan (PPP). Perdarahan

postpartum primer (early postpartum hemmorrhage) yang terjadi dalam 24

jam setelah anak lahir dapat disebabkan oleh atonia uteri, retensio plasenta,

sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Perdarahan yang lebih dari normal

dapat menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun,

pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi < 90 mmHg dan

nadi > 100 x/menit)

b. Bagaimana mekanisme perdarahan 500 mL dan keluar bekuan darah?

Usia tua, gemeli → elastisitas uterus menurun dan overdistensi uterus →

atonia uterus → kontraksi uterus melemah → arteri spiralis tetap terbuka →

darah akan terus mengalir dari tempat implantasi plasenta (plasenta ada 2)

→ perdarahan pada kavum uterus → terbentuk blood clot → keluar

pervaginam → perdarahan dengan bekuan darah.

c. Apa komplikasi perdarahan 500 mL dan keluar bekuan darah?

Syok hipovolemik

Anemia

Sheehan syndrome

Iskemik miokard

Kematian maternal

Komplikasi tersering adalah anemia. Apabila anemia tidak ditatalaksana

dengan baik maka PPP dapat menganggu penyembuhan pada masa nifas,

proses involusi uteri, dan laktasi.

5. Bagaimana interpretasi dan mekanisme pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Nilai Normal Pada Kasus Interpretasi

Keadaan

umum

Kompos

mentis

Penurunan

kesadaran dan

pucat

Anemia

Perdarahan → anemia →

perfusi O2 ke jaringan ↓ →

penurunan kesadaran

dan pucat.

16

Page 18: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

TB

BB

155 cm

50 kg

IMT = 20, 81

→ Normal, tidak ada KEP

Temp

BP

HR

Perifer

36,5-37,2 oC

120/80 mmHg

80-100 x/menit

Hangat

35,9 oC

100/60 mmHg

112 x/menit

Dingin

Hipotermi

Hipotensi

Takikardia

Anemia

Syok ringan

Perdarahan → hipovolemia →

rangsang saraf simpatis →

kontriksi arteriol, kontriksi vena,

↑ kontraksi otot jantung →

takikardia.

Hipovolemia → redistribusi

curah jantung dan volume

darah selektif → perfusi

dipusatkan ke organ vital →

perifer dingin.

Uterus

Abdomen

Pertengahan

antara

umbilicus dan

simpisis pubis

Tegang dan

keras

Setinggi

umbilikus dan

lembut

Lembut dan

tidak tegang

Atoni uteri dan PPP

Gemeli → overdistensi uterus

→ atoni uteri → gangguan

penutupan pembuluh darah di

tempat implantasi plasenta →

perdarahan di kavum uterus →

menumpuknya koagulasi darah

→ uterus gagal berinvolusi →

uterus teraba setinggi umbilikus

dan lembut, abdomen lembut

dan tidak tegang.

Vagina Tidak ada

laserasi

Laserasi

derajat 2 pada

perineum

Robekan pada mukosa vagina,

kulit perineum, fasia dan otot-

otot korpus perinea, tetapi tidak

mengenai otot sfingter ani.

6. Bagaimana interpretasi dan mekanisme pemeriksaan laboratorium?

Pemeriksaan Nilai Normal Pada Kasus Interpretasi

Hb 9,8 - 12,3 g/dL 7,2 g/dL Anemia

MCV 80 - 97 fL 99,0 fL Normal

Perdarahan → anemia

normokrom normositer

Leukosit 5.000 - 10.000 3.200/mm3 Menurun

17

Page 19: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Perdarahan → lokia

banyak → leukosit ↓

Trombosit 150.000 - 400.000 131.000/mm3 Menurun

Perdarahan → trombosit ↓

INR 0,8 - 1,2 1,3 Meningkat

Perdarahan → viskositas

darah ↓ → faktor

pembekuan darah ↓

APTT 23 - 39 detik 39 detik Normal

Natrium 135 - 155 mEq/dL 138 mEq/dL Normal

Kalium 3,6 - 5,5 mEq/dL 3,5 mEq/dL Normal

Urea 2,6 - 5,5 mmol/dL 5,2 mmol/dL Normal

Kreatinin 45 - 90 µmol/dL 64 µmol/dL Normal

7. Bagaimana DD pada kasus ini?

PPP e.c. Atoni Uteri PPP e.c. Sisa PlasentaPPP e.c. Robekan

Jalan Lahir

Gejala primer:

a. Uterus tidak

berkontraksi dan

lembek

b. Perdarahan segera

setelah anak lahir

(perdarahan

pascapersalinan

primer)

Gejala sekunder:

a. Syok (tekanan darah

rendah, denyut nadi

cepat dan kecil,

ekstremitas dingin,

gelisah, mual, dan

lain-lain)

Gejala primer:

a. Plasenta atau

sebagian selaput

(mengandung

pembuluh darah)

tidak lengkap

b. Perdarahan segera

Gejala sekunder:

a. Uterus berkontraksi

tetapi tinggi fundus

tidak berkurang

Gejala primer:

a. Perdarahan segera

b. Darah segar yang

mengalir segera

setelah bayi lahir

c. Uterus kontraksi

baik

d. Plasenta baik

Gejala sekunder:

a. Pucat

b. Lemah

c. Menggigil

8. Bagaimana penegakkan diagnosis dan WD pada kasus ini?

Penegakkan diagnosis

Anamnesis

(1) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien

(kemungkinan diagnosis)

18

Page 20: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

(2) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab

munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)

(3) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit

tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)

(4) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)

(5) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan

pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)

Riwayat Obstetri

1. Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus, banyaknya,

baunya, keluhan waktu haid, HPHT.

2. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa, usia

mulai hamil.

3. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.

a. Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada

abortus, retensi plasenta.

b. Riwayat persalinan meliputi: tua kehamilan, cara persalinan,

penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan

anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu

lahir.

c. Riwayat nifas meliputi: keadaan luka, apakah ada pendarahan, ASI

cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan

kontraksi.

d. Riwayat kehamilan sekarang.

- Hamil muda, keluhan selama hamil muda.

- Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat

badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan

tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.

e. Riwayat antenatal care meliputi: dimana tempat pelayanan,

beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

1. Suhu badan. Suhu biasanya meningkat sampai 38 0C dianggap normal.

Setelah satu hari suhu akan kembali normal (36 – 37 0C), terjadi

penurunan akibat hipovolemia.

2. Denyut nadi. Nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi

hipovolemia yang semakin berat.

3. Tekanan darah. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan

hipovolemia.

19

Page 21: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

4. Pernafasan. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi

tidak normal.

Pemeriksaan Khusus:

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi

dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:

1. Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta

tertahan), ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).

2. Sistem vaskularisasi:

a. Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8

jam berikutnya.

b. Tensi diawasi tiap 8 jam.

c. Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.

d. Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan.

e. Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek

koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem reproduksi:

a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum,

kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan

posisinya serta konsistensinya.

b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,

banyak dan bau.

c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi,

luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas.

d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.

e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.

f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan

fungsi sebelum kehamilan (sub involusi).

4. Traktus urinarius.Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi

miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain.

5. Traktur gastrointestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.

6. Integritas ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

Pemeriksaan Penunjang

1. Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang.

2. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan

jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16 gr/dl, saat

hamil: 10-14 gr/dl. Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%.

Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3, saat hamil 5.000-

15.000).

20

Page 22: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

3. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pascapartum.

4. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.

5. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split

fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin

partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa

protrombin memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya

jaringan plasenta yang tertahan.

Working diagnosis

Perdarahan pascapersalinan et causa atoni uteri

9. Bagaimana epidemiologi PPP?

Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara

langsung di Amerika Serikat diperkirakan 7 - 10 wanita tiap 100.000 kelahiran

hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari

kematian ini disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan (PPP). Di negara

industri, PPP biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab kematian

maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi.

Di Indonesia, sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,

sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi PPP terlambat

sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umumnya sudah memburuk,

akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia

(2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka

tersebut disebabkan oleh PPP. Kematian ibu akibat PPP 45% terjadi pada 24

jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir

dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.

10. Bagaimana etiologi dan faktor resiko PPP?

Perdarahan dari tempat implantasi plasenta

- Hipotoni sampai atoni uteri

Akibat anestesi

Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)

Partus lama, partus kasep

Partus presipitatus/partus terlalu cepat

Persalinan karena induksi oksitosin

Multiparitas

Korioamniotis

Pernah atoni sebelumnya

21

Page 23: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Kehamilan kembar/gemeli

Overdistensi uterus

Lemahnya kontraksi uterus (atonia uteri)

a.spiralis yang seharusnya tertutup akibat kontraksi uterus, tetap terbuka

Darah mengalir melalui bekas melekatnya plasenta ke cavum uteri

PPP

Hb ↓Bekuan darah menumpuk di dalam

uterus

Keluarnya bekuan darah > 500 cc

Abdomen lembek

Usia tua (37 tahun)

takikardia

Partus lama

Fundus uteri teraba setinggi pusat

WBC dan platelet ↓

anemia Perfusi O2 dan nutrisi ke jaringan ↓

Hipoksia jaringan perifer

Wajah Pucat dan kaki dingin

Kompensasi dengan ↑ HR

- Sisa plasenta

Kotiledon atau selaput ketuban tersisa

Plasenta susenturiata

Plasenta akreta, inkreta, perkreta

Perdarahan karena robekan

- Episiotomi yang melebar

- Robekan pada perineum, vagina, dan serviks

- Ruptura uteri

Gangguan koagulasi

Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan di atas, misalnya pada

kasus trombofilia, sindrom HELLP, preeklampsia, solusio plasenta,

kematian janin intrauterin, dan emboli air ketuban.

11. Bagaimana patofisiologi PPP?

12. Bagaimana manifestasi klinis PPP?

22

Page 24: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah

tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan

karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi bertindak sebagai anti

pembekuan darah.

Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan

atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

Fundus uteri naik

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam kavum uteri dan

menggumpal serta kegagalan involusi uteri akibat atonia.

Terdapat tanda-tanda syok

Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,

gelisah, mual, dan lain-lain.

13. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

Tatalaksana perdarahan

1) Sikap tendelenburg

2) IVFD: ringer laktat (untuk mencegah terjadinya syok akibat perdarahan)

3) Oksigenasi (O2)

4) Transfusi darah

Tatalaksana atonia uterus

Rangsang kontraksi uterus dengan cara:

Masase fundus uterus (searah jarum jam), sampai uterus menjadi keras dan

merangsang puting susu.

Bila belum efektif, diberikan oksitosin. Beri oksitosin 20 U secara im atau iv

(dalam 1000 ml ringer laktat).

Kompresi bimanual eksterna dan interna (selama 2-5 menit).

Kompresi aorta abdominalis.

Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan

operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus)

atau melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa:

Ligasi arteria uterina atau arteri ovarika

Operasi ransel B lynch

Histerektomi supravaginal

Histerektomi total abdominal

Pencegahan

- Persiapan sebelum lahir (lihat keadaan umum, atasi anemia jika pada

23

Page 25: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

kehamilan ibu mengalami anemia).

- Mengenal faktor predisposisi PPP (faktor usia, kehamilan kembar, janin

yang besar, partus yang lama, dan lain-lain).

- Persalinan harus selesai dalam 24 jam.

- Kehamilan risiko tinggi harus melahirkan di RS.

14. Bagaimana komplikasi PPP?

1) Syok hemoragik

Akibat perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran

akibat banyaknya darah yang keluar. Gangguan sirkulasi darah ke seluruh

tubuh akibat perdarahan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila

hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan

kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian

korteks renal. Bila hal ini terus terjadi dapat menyebabkan kematian ibu.

2) Anemia

Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan

perubahan hemostasis dalam darah, termasuk hematokrit darah. Anemia

dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan

tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.

3) Sindrom Sheehan

Hal ini terjadi akibat jangka panjang dari perdarahan pascapersalinan

sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat

menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat

mempengaruhi sistem endokrin.

15. Bagaimana prognosis PPP?

Bonam

Bila syok dapat diatasi dan keadaan umum ibu membaik.

16. Bagaimana KDU pada kasus ini?

Tingkat kemampuan 3

3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:

pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan

dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan

(kasus gawat darurat).

V. Hipotesis

24

Page 26: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Anamnesis:

Ny. Rima, 36 tahun, G1P1A0Konsumsi fero sulfat dan asam folat sebagai profilaksis anemiaHb 10,9 g/dL pada usia kehamilan 38 minggu

Riwayat persalinan:

Pertumbuhan fetus dan cairan amnion dalam batas normalLahir spontan pada usia kehamilan 38 minggu 4 hariKedua plasenta lahir komplitDiberi cairan melalui kanula intravenaLokia banyak pascapersalinanPerdarahan 500 mL dengan bekuan darah

Pemeriksaan fisik:

Penurunan kesadaran dan pucatTB = 155 cmBB = 50 kgTemp = 35,9 oC BP= 100/60 mmHgHR = 112 x/menitKulit (perifer) dinginUterus teraba setinggi umbilikus dan lembutAbdomen lembut dan tidak tegangInspeksi vagina didapat robekan derajat dua pada perineum yang sudah dijahit dengan perdarahan masif.

Pemeriksaan lab:

Hb= 7,2 g/dLMCV= 99,0 fLLeukosit= 3.200/mm3Platelet= 131.000/mm3INR= 1,3APTT= 39 detikNatrium= 138 mEq/dLKalium= 3,5 mE1/dLUrea= 5,2 mmol/dLKreatinin= 64 µmol/dL

Ny. Rima, 36 tahun, G1P1A0,mengalami perdarahan pascapersalinan

(PPP) karena atoni uteri

Ny. Rima, 36 tahun, G1P1A0, mengalami perdarahan pasca persalinan (PPP)

karena atoni uteri dengan predisposisi usia tua dan gemeli.

VI. Kerangka Konsep

VII. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues

1. Kehamilan kembar

2. Fisiologi masa nifas

3. Perdarahan pascapersalinan (PPP)

BAB III

SINTESIS

25

Page 27: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

3.1 Kehamilan Kembar

Definisi

Kehamilan kembar atau kehamilan multiple adalah suatu kehamilan dengan

dua janin atau lebih. Kehamilan multiple dapat berupa kehamilan ganda/gemeli (2

janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya.

Kehamilan multiple terjadi jika dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi (dizigotik)

atau jika satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua

embrio (monozigotik).

Superfetasi adalah fertilisasi dan perkembangan ovum ketika janin telah berada

di dalam uterus. Sedangkan superfekundasi adalah fertilisasi ovum melalui

inseminasi setelah ovum difertilisasi. Superfekundasi mengacu kepada pembuahan

dua ovum dalam jangka waktu pendek, namun bukan pada waktu koitus yang sama

dan tidak harus oleh sperma pria yang sama.

Gambar 1. Kehamilan kembar (Gemeli)

Epidemologi

Frekuensi kembar monozigotik relative konstan di suluruh dunia, yaitusekitar

4 per 1000 kelahiran. Sebaliknya, frekuensi kembar dizigotik bervariasi dalam setiap

ras di suatu negara dan dipengaruhi oleh usia ibu (meningkat dari 3 per 1000

kelahiran pada ibu berusia di atas 20 tahun hingga 14 per 1000 kelahiran pada ibu

berusia 35 – 40 tahun) serta paritas. Di Indonesia, terdapat satu kasus kembar siam

untuk setiap 200.000 kelahiran.

a. Ras

Angka kelahiran kembar mendekati 1 dari 90 kehamilan di AmerikaUtara.

Insiden lebih tinggi terjadi di Afrika yaitu 1 dari 20 kelahiran. Di Asia gemelli

jarang terjadi.Di Jepang misalnya 1 per 155 kelahiran.

b. Hered itas

26

Page 28: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Wanita kembar non-identik memberikan kemungkinan bayi kembar 1 dari 60

kelahiran. Sebaliknya seorang ayah yang kembar non-identik memiliki

kemungkinan bayi kembar hanya 1 dari 125 kelahiran.

c. Us ia maternal dan riwayat kehamilan

Wanita berusia 35 – 40 tahun dengan empat anak atau lebih, memiliki

kemungkinan melahirkan anak kembar tiga kali lipat dibanding wanita berusia

20 tahun.

d. Tinggi dan berat badan ibu

Kembar non-identik lebih sering terjadi pada wanita bertubuh besar dan tinggi

dibandingkan pada wanita yang bertubuh kecil. Hal ini mungkin lebih terkait

dengan status gizi daripada ukuran tubuh itu sendiri.

e. Obat-obat penyubur dan kemajuan teknologi

Kehamilan multipel lebih sering terjadi pada wanita yang mengkonsumsi obat-

obat fertilitas selama menjalani induksi ovulasi. Konsumsi clomiphene citrate

memiliki kemungkinan melahirkan anak kembar 5 – 12% dan kurang dari

1%memperoleh kehamilan triplet atau lebih. Hampir 20% kehamilan akibat

konsumsi gonadotropin merupakan kehamilan kembar ganda dan sekitar 5%

merupakan kembar triplet atau lebih. Risiko kehamilan kembar juga

meningkat pada proses transfer embrio dan superovulasi.

Fisiologi

Kehamilan kembar memiliki fisiologi sebagai berikut:

a. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gr lebih ringan dari

janin tunggal.

b. Berat badan bayi baru lahir pada gemeli di bawah 2500 gr, triplet di bawah

2000 gr, quadriplet di bawah 1500 gr, dan quintuplet di bawah 1000 gr.

c. Berat badan masing-masing janin dari kehamilan kembar tidak sama,

umumnya antara 50 sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi

darah tidak sama, maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yang lainnya.

d. Pada kehamilan ganda monozigotik

Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan janin yang lain,

karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari

perdarahan.

Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi

monstrum, seperti akardiakus, dan kelainan lainnya.

Dapat terjadi sindroma transfusi fetal, pada janin yang mendapat darah

lebih banyak terjadi hidramnion, polistemia, edema dan pertumbuhan

yang baik. Sedangkan janin kedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi,

oligohidrami dan mikrokardia, karena kurang mendapat darah.

e. Pada kehamilan kembar dizigotik

27

Page 29: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu tumbuh sampai cukup

bulan.

Janin yang mati bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda), atau pada

kehamilan yang agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus papyraseus

atau kompresus.

Etiologi

Bangsa, hereditas, umur, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap

kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur. Juga obat klomid dan hormon

gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan

menyebabkan kehamilan dizigotik. Faktor-faktor tersebut dan mungkin pula faktor

lain dengan mekanisme tertentu menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de.

Graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Kemungkinan pertama

dibuktikan dengan ditemukannya 21 korpora lutea pada kehamilan kembar.

Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika glut-telur

vang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu dan jika semua embrio yang

kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari

satu. Pada kembar yang berasal dari satu telur, faktor bangsa, hereditas, umur dan

paritas tidak atau sedikit sekali mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu.

Diperkirakan sebabnya ialah: faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil

konsepsi.

Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula

terbentuk, menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion, 2 korion, dan 2

plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik. Bila faktor penghambat terjadi

setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk, maka akan terjadi kehamilan

kembar dengan 2 amnion, sebelum primitive streak tampak, maka akan terjadi

kehamilan kembar dengan 1 amnion. Setelah primitive streak terbentuk, maka

akan terjadi kembar dempet dalam berbagai bentuk.

Klasifikasi Kehamilan Kembar

a. Kehamilan kembar monozigotik.

Kehamilan kembar yang terjadi dari satu telur disebut kembar monozigotik

atau disebut juga identik, homolog, atau uniovuler. Jenis kehamilan kedua

anak sama, rupanya sama atau bayangan cermin; mata, kuping, gigi,

rambut, kulit dan ukuran antropologik sama. Sidik jari dan telapak sama,

atau terbalik satu terhadap lainnya. Satu bayi kembar mungkin kidal dan

yang lainnya biasa karena lokasi daerah motorik di korteks serebri pada

kedua bayi berlawanan. Kira-kira satu per tiga kehamilan kembar monozigotik

mempunyai 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta. Kadang-kadang 2 plasenta

28

Page 30: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

tersebut menjadi satu. Keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan kembar

dizigotik. Dua pertiga mempunyai 1 plasenta, I korion, dan 2 amnion.

Pada kehamilan monoamniotik, kematian bayi sangat tinggi karena lilitan

tali pusat.

Gambar 2. Pembuahan monozigot dan dizigot

b. Kehamilan kembar dizigotik.

Kira-kira dua pertiga kehamilan kembar dizigotik yang berasal dari 2 telur;

disebut juga heterolog, binovuler, atau fratenal. Jenis kelamin sama atau

berbeda, berbeda seperti anak-anak lain dalam keluarga. Kembar dizigotik

mempunyai 2 plasenta 2 korion dan 2 amnion. Kadang-kadang 2 plasenta

menjadi satu.

Gambar 3. Korion dan amnion pada gemelli

c. Conjoined twin, Superfekundasi dan Superfetasi

Conjoined twins atau kembar Siam adalah kembar dimana janin melekat

satu dengan yang lainnya. Misalnya torakofagus (dada dengan dada),

abdomenofagus (perlekatan kedua abdomen), kraniofagus (kedua kepala).

Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi

29

Page 31: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

yang sama pada 2 koitus yang dilakukan dengan jarak waktu pendek.

Kehamilan demikian ini sukar dibedakan dengan kehamilan kembar dizigotik.

Pada tahun 1910 oleh Archer dilaporkan bahwa seorang wanita kulit putih

yang melakukan koitus berturut-turut dengan seorang kulit putih dan

kemudian dengan seorang Negro melahirkan bayi kembar dengan satu bayi

berwarna putih dan yang lainnya berupa mullato. Superfetasi adalah kehamilan

kedua yang terjadi beberapa minggu atau beberapa bulan setelah keltamilan

pertama terjadi. Keadaan ini pada manusia belum pernah dibuktikan, akan tetapi

dapat ditemukan pada kuda.

Diagnosis

1. Gejala dan tanda

Hidramnion banyak ditemukan pada kehamilan ganda, sehingga adanya

hidramnion harus menimbulkan kewaspadaan. Gangguan yang biasanya muncul

pada kehamilan akan meningkat pada kehamilan kembar. Efek kehamilan

kembar, yaitu: tekanan pada pelvis yang lebih berat dan lebih awal, nausea, sakit

punggung, varises, konstipasi, hemoroid, distensi abdominal dan kesulitan

bernafas. Aktivitas fetus lebih banyak dan persisten. Diagnosis kehamilan

kembar 75% ditemukan secara fisik. Tanda-tanda yang harus diperhatikan pada

kehamilan kembar antara lain:

1. Anamnesis

Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tua kehamilan

Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil

Uterus terasa lebih cepat membesar

Pernah hamil kembar atau ada riwayat keturunan kembar

2. Inspeksi dan palpasi

Uterus lebih besar (> 4cm) dibandingkan usia kehamilannya;

Gerakan janin terasa lebih sering

Berat badan ibu bertambah secara signifikan, namun bukan disebabkan

oleh edema atau obesitas;

Polihidramnion;

Ballotement lebih dari satu fetus;

Banyak bagian kecil yang teraba;

Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin.

3. Auskultasi

Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan dengan

perbedaan kecepatan setidaknya 10 dpm;

Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi.

2. Laboratorium

30

Page 32: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Nilai hematokrit dan hemoglobin serta jumlah seldarah merah menurun,

berhubungan dengan peningkatan volume darah.Anemia mikrositik hipokrom

sering kali muncul pada kehamilan kembar. Pada trimester kedua, kebutuhan

fetus terhadap besi (Fe) melebihi kemampuan maternal untuk mensuplai Fe 7.

Pada tes toleransi glukosa sering kali didapat gestasional DM dan

gestasional hipoglikemi. Pada kehamilan kembar, chorionic gonadotropin pada

urin, estriol dan pregnanendiol meningkat. Kehamilan kembar juga dapat

didiagnosis dengan pemeriksaan peningkatan serum alfa fetoprotein ibu,

meskipun pemerisaan ini tidak berdiri sendiri.

3. Ultrasonografi

Sonografi dapat dilakukanpada awal minggu 6 – 7 postmenstrual dengan

vaginal probe. Dengan pemeriksaan USG yang teliti,kantung gestasional yang

terpisah dapat diidentifikasi pada awal kehamilan kembar. Identifikasi masing-

masing kepala fetus harus dapat dilakukan dalam bidang tegak lurus sehingga

tidak tertukar dengan potongan lintang badan janin dengan kepala janin yang

kedua. Scanning sonograf harus mampu mendeteksi semua bagian janin.

Gambar 4. Kembar dizigot pada kehamilan 6 minggu dilihat dengan ultrasonografi

Diagnosis Pasti

Diagnosis pasti gemelli adalah jika ditemukan:

Terabanya 2 kepala, 2 bokong, dan satu/dua punggung;

Terdengarnya dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan

kecepatan minimum 10 denyut per menit;

Sonogram pada trimester pertama;

Roentgen foto abdomen. Namun cara ini sudah jarang dilakukan karena

adanya bahaya penyinaran.

Manifestasi Klinik

31

Page 33: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati

Batas toleransinya dan seringkali terjadi partus prematurus. Usia kehamilan makin

pendek dengan makin banyaknya janin pada kehamilan kembar. Kira-kira 25% bayi

kembar, 50% bayi triplet, dan 75% bayi kuadruplet lahir 4 minggu sebelum

kehamilannya cukup-bulan. Lama kehamilan rata-rata untuk kehamilan kembar 260

hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari.

Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan kembar bertambah,

sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain. Frekuensi

hidramnion kira-kira sepuluh kali lebih besar pada kehamilan kembar daripada

kehamilan tunggal. Hidramnion menyebabkan uterus regang, sehingga dapat

menyebabkan partus prematurus, inersia uteri, atau perdarahan postpartum.

Frekuensi pre-eklampsia dan eklampsia juga dilaporkan lebih sering pada

kehamilan kembar. Hal ini diterangkan dengan penjelasan bahwa keregangan uterus

yang berlebihan menyebabkan iskemia uteri. Solusio plasenta dapat terjadi setelah

bayi pertama lahir, sehingga menyebabkan salah satu faktor kematian yang tinggi

bagi janin kedua. Keluhan karena tekanan uterus yang besar dapat terjadi, seperti

sesak napas, sering kencing, edema, dan varises pada tungkai bawah dan vulva.

Berhubung uterus regang secara berlebihan, ada kecenderungan terjadinya

inersia uteri. Tetapi, keadaan ini diimbangi oleh bayi yang relatif lebih kecil, sehingga

lamanya persalinan tidak banyak berbeda dari persalinan kehamilan tunggal.

Penanganan Persalinan

Kehamilan kembar perlu perhatian khusus. Rekomendasi untuk

penatalaksanaan intrapartum meliputi hal berikut [4t]: tersedianya tenaga profesional

yang mendampingi proses persalinan, tersedia produk darah untuk transfusi, dan

tersedianya obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian janin intrauterine dan

melakukan manipulasi intrauterine. Pemberian ampsilin 2 g juga disiapkan setiap 6

jam jika terjadi persalinan prematur untuk mencegah infeksi neonatus.

Sebelum persalinan:

Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan

mencegah komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan

pemeriksaan ulangan harus lebih sering (1 x seminggu pada kehamilan lebih

dari 32 minggu)

Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari,

karena akan merangsang partus prematurus.

Pemakaian korset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya terasa

lebih ringan.

Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.

Presentasi dan Posisi

32

Page 34: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Pada kehamilan kembar, dokter harus mampu menghadapi semua

kombinasi presentasi janin. Presentasi yang paling sering adalah kepala-kepala

(42%), kepala-bokong (27%), sisanya kepala-lintang (18%), bokong-bokong (5%)

dan lain-lain (8%). Hal yang perlu menjadi perhatian adalah posisi ini selain kepala-

kepala adalah tidak stabil baik sebelum maupun selama proses persalinan.

Jika presentasi janin adalah kepala-kepala dan tidak ada komplikasi, dapat

dilakukan partus pervaginam. Jika presentasi janin kepala-bokong, maka janin

pertama dapat partus vaginam dan janin kedua dapat dilakukan versi luar sehingga

presentasinya kepala kemudian dilakukan partus pervaginam atau dilakukan

persalinan sungsang. Apabila presentasi janin pertama bukan kepala, kedua janin

dilahirkan per abdominam.

Proses Persalinan

Kala I diperlakukan seperti biasa jika bayi I letaknya memanjang/membujur.

Karena sebagian besar persalinan kembar adalah premature, maka pemakaian

sedative perlu dibatasi. Episiotomi mediolateral dikerjakan untuk memperpendek

kala II dan mengurangi tekanan pada bayi.

Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar vaginal untuk

mengetahui letak dan keadaan janin kedua. Jika letak janin memanjang, selaput

ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan untuk menghindari prolaps

funikuli. Ibu dianjurkan meneran atau dilakukan tekanan terkendali pada fundus uteri

agar bagian bawah janin masuk dalam panggul. Janin kedua turun dengan cepat

sampai ke dasar panggul dan lahir spontan karena jalan lahir telah dilalui bayi

pertama.

Jika janin kedua dalam posisi lintang, denyut jantung janin tidak teratur,

terjadi prolaps funikuli, solusio plasenta atau persalinan spontan tidak terjadi dalam

15 menit, maka janin perlu dilahirkan dengan tindakan obstetrik karena risiko akan

meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam hal letak lintang dicoba mengadakan

versi luar, namun jika tidak berhasil maka segera dilakukan versi-ekstraksi tanpa

narkosis. Pada janin dengan letak memanjang dapat dilakukan ekstraksi cunam

pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada letak sungsang. Seksio sesaria dapat

dilakukan pada kehamilan kembar atas indikasi janin pertama letak lintang, prolaps

funikuli dan plasenta previa.

Masuknya dua bagian besar dari janin ke dalam panggul sangat luas.

Kesulitan ini diatasi dengan mendorong kepala atau bokong yang belum masuk

benar ke dalam rongga panggul keatas untuk memungkinkan janin yang lain lahir

lebih dulu.

Kesulitan lain yang mungkin terjadi adalah interlocking. Janin pertama dalam

letak sungsang dan janin kedua dalam presentasi kepala. Setelah bokong lahir,

33

Page 35: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

dagu janin pertama tersangkut pada leher janin kedua. Jika keadaan ini tidakdapat

dilepaskan, dilakukan dekapitasi atau seksio sesaria.

Segera setelah bayi kedua lahir, ibu disuntikkan oksitosin 10 IU dan tinggi

fundus uteri diawasi. Jika tampak tanda-tanda plasenta lepas, maka plasenta

dilahirkan dan diberi 0,2 mg methergin. Kala IV diawasi secara cermat dan cukup

lama agar perdarahan post partum dapat diketahui dini dan dapat segera ditangani.

Interval antara lahirnya bayi pertama dan kedua biasanya 5 – 15 menit,

dengan waktu rata-rata 11 menit. Kelahiran bayi kedua yang kurang dari 5 menit

setelah bayi pertama akan menimbulkan trauma persalinan. Sementara kelahiran

bayi kedua yang lebih dari 30 menit dapat menimbulkan insufisiensi uteroplasental,

karena berkurangnya volume uterus dan juga dapat terjadi solusio plasenta sebelum

bayi dilahirkan.

Kompl ikasi

Komplikasi pada ibu dan janin pada keadaan hamil kembar lebih besar

dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Angka kematian parinatal pada kehamilan

kembar cukup tinggi. Kembar monozigotik 2,5 kali lebh tinggi dari pada angka

kematian kembar dizigotik. Risiko terjadinya abortus pada salah satu fetus atau

keduanya tinggi. Pada trimester pertama kehamilan reabsorbsi satu janin atau

keduanya mungkin terjadi. Anemia sering kali ditemukan pada kehamilan kembar

karena kebutuhan nutrisi yang tinggi serta peningkatan volume plasma yang tidak

sebanding dengan peningkatan sel darah merah mengakibatkan kadar hemoglobin

menjadi turun.

Pada tahun 2006 Angka kejadian persalinan prematur di Amerika (umur

kehamilan 37 minggu) pada kehamilan kembar sebesar 61%. Angka ini jauh

melampaui kehamilan tunggal premature yaitu sebesar 11%.

Frekuensi terjadinya hipertensi, preklamsia dan eklamsia meningkat pada

kehamilan kembar. Perdarahan antepartum karena permukaan plasenta yang jelek

pada kehamilan kembar sehingga plasenta mudah terlepas. Kematian yang paling

umum terjadi pada salah satu janin adalah membelitnya tali pusar. Bahaya yang

perlu diperhatikan pada kematian satu janin adalah koagulopati konsumtif berat yang

dapat mengakibatkan disseminated intravascular coaglopathy.

Berat badan lahir rendah lebih sering ditemukan pada kehamilan kembar

dari pada kehamilan tunggal. Sebanyak 59% dari kelahiran kembar memiliki berat

badan lahir rendah (< 2500 g) Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan janin yang

terbatas serta persalinan preterm. Pada kehamilan kembar juga memungkinkan

terjadi hambatan pertumbuhan intra urin. Pada kehamilan dizigotik, perbedaan

ukuran yang mencolok biasanya disebabkan oleh plasentasi yang tidak sama. Satu

34

Page 36: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

tempat plasenta menerimasuplai darah yang lebih baik dibandingkan yang lainnya.

Perbedaan ukuran juga bisa disebabkan oleh abnormalitas umbilikus.

Prognosis

Bahaya bagi ibu dengan kehamilan kembar lebih tinggi dari pada kehamilan

tunggal. Hal ini dikarenakan pada kehamilan kembar, ibu lebih sering mengalami

anemia, pre-eklampsia, operasi obstetrik dan perdarahan postpasrtum sehingga

prognosis untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan pada kehamilan tunggal, dimana

resiko terjadi toksemia gravidarum, hidramnion, anemia, pertolongan obstetri operatif

dan perdarahan post partum lebih tinggi. Angka kematian perinatal tinggi terutama

karena premature, prolaps tali pusat, solusio plasenta dan tindakan obstetrik karena

kelainan letak janin.

Kematian bayi kedua lebih tinggi dari pada bayi pertama karena lebih sering

terjadi gangguan sirkulasi plasenta setelah bayi pertama lahir, lebih banyak terjadi

prolapsus funikuli, solusio plasenta, serta kelainan letak pada janin kedua.

3.2 Fisiologi Masa Nifas

Puerperium (masa nifas) atau periode pasca persalinan umumnya berlangsung

selama 6 – 12 minggu. Puerperium adalah periode pemulihan dari perubahan

anatomis dan fisiologis yang terjadi selama kehamilan. Puerperium dapat dibagi

menjadi :

Periode pasca persalinan: 24 jam pasca persalinan.

Periode puerperium dini: minggu pertama pasca persalinan.

Periode puerperium lanjut : sampai 6 minggu pasca persalinan.

Involusi Uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus

kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:

Iskemia Miometrium

Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus

setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan

menyebabkan serat otot atrofi.

Atrofi Jaringan

Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat

pelepasan plasenta.

Autolysis

35

Page 37: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus.

Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga

panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum

hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan

hormon estrogen dan progesteron.

Efek Oksitosin

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga

akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah

ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi

plasenta serta mengurangi perdarahan.

Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-

perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:

Involusi Tempat Plasenta

Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol

ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil,

pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.

Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas

plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh

thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut.

Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah

permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta

selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di

dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang

membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi

pada pembuangan lokia.

Perubahan Ligamen

Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu

kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen

36

Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Diameter

Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

7 hari

(minggu 1)

Pertengahan pusat

dan simpisis

500 gram 7,5 cm

14 hari

(minggu 2)

Tidak teraba 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

Page 38: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi

kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia,

jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.

Perubahan pada Serviks

Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan

berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi,

sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan

serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena

penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih

dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat

masuk.

Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh.

Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum

hamil. Pada  umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan

robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.

Lokia

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan

menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.

Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia.

Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi

basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi

asam yang ada pada vagina normal.

Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan

volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan

karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra,

sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat

sebagai berikut:

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 hari Merah

kehitaman

Terdiri dari sel desidua, verniks

caseosa, rambut lanugo, sisa

mekoneum dan sisa darah

Sanguilent

a

3-7 hari Putih

bercampur

merah

Sisa darah bercampur lendir

Serosa 7-14 hari Kekuningan/

kecoklatan

Lebih sedikit darah dan lebih banyak

serum, juga terdiri dari leukosit dan

37

Page 39: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

robekan laserasi plasenta

Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput lendir

serviks dan serabut jaringan yang

mati.

Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi

berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina

bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir

keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga

270 ml.

Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta

peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam

keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak

sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi

karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu

lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.

Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum

mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun

dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot

perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan

vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium

dengan latihan harian.

Perubahan Sistem Pencernaan

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,

diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan

cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot

polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun

demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal. Beberapa

hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:

- Nafsu makan

Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk

mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari

sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun

setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu

atau dua hari.

- Motilitas

38

Page 40: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap

selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan

anastesia bias memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan

normal.

- Pengosongan usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus

otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum,

diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan,

dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada

masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal. Beberapa cara agar

ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:

1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.

2. Pemberian cairan yang cukup.

3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.

4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

5. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau

obat yang lain.

Perubahan Sistem Perkemihan

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan

meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar

steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal

kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam

jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan

Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:

- Hemostatis internal

Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari

cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular.

Cairan ekstraselular terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan

untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan

dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah

tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan

dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi

pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.

- Keseimbangan asam basa tubuh

Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah

7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.

- Pengeluaran sisa metabolism

39

Page 41: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang

mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.

Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses

involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu

merasa sulit buang air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil

pada ibu post partum, antara lain:

1. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi

retensi urin.

2. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi

dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.

3. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan

spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga

menyebabkan miksi.

Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya

peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan

volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk

mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum.

Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. Kehilangan

cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan

berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan

cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan

metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of

pregnancy).

Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca

persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter

selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam,

lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada

gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam

kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan

dapat berkemih seperti biasa.

Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin

bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan berat badan,

bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun

demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur

pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk

membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri. Adaptasi sistem

muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:

40

Page 42: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

- Dinding perut dan peritoneum

Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali

dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus

abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari

peritoneum, fasia tipis dan kulit.

- Kulit abdomen

Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan

mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali

normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post

natal.

- Striae

Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding

abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna

melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus

abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas,

paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama

pengembalian tonus otot menjadi normal.

- Perubahan ligamen

Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang

sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti

sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang

mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.

- Simpisis pubis

Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat

menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara

lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat

tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini

dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan

ada yang menetap.

Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada pascapartum antara lain:

- Nyeri Punggung Bawah

Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering

terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem

muskuloskeletal akibatposisi saat persalinan.

- Sakit Kepala dan Nyeri Leher

Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain

bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada

ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul

akibat setelah pemberian anestasi umum.

41

Page 43: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

- Nyeri Pelvis Posterior

Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi

sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi

simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot

penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur.

Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.

- Disfungsi Simpisis Pubis

Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis

dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah

menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui

pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan

terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya

perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan

lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa

nyeri yang hebat.

- Diastasis Rekti

Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada

tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap

linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering

terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen

dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih

ke arah keturunan,sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.

- Osteoporosis akibat kehamilan

Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai

dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak

dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal,

berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk.

- Disfungsi Rongga Panggul

Disfungsi dasar panggul, meliputi :

1) Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari. Masalah

berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pasca partum adalah

inkontinensia stres.

2) Inkontinensia Alvi

Inkontinensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya sfingter

anal atau kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar panggul selama

persalinan (Snooks et al, 1985).

3) Prolaps

Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang dapat

menyebabkan peregangan dan kerusakan pada fasia dan persarafan pelvis.

42

Page 44: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Prolaps uterus adalah penurunan uterus. Sistokel adalah prolaps kandung

kemih dalam vagina, sedangkan rektokel adalah prolaps rektum kedalam

vagina (Thakar & Stanton, 2002). Gejala yang dirasakan wanita yang

menderita prolaps uterus antara lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke

bawah (saat berdiri), nyeri punggung dan sensasi tarikan yang kuat.

Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar panggul.

Perubahan Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem

endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:

1. Hormon plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh

plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan

hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah

menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun

dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post

partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.

2. Hormon pituitary

Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin

darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam

waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk

merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi

folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

3. Hipotalamik pituitary ovarium

Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan

menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada

wanita manyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan

berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada

wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah

6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

4. Hormon oksitosin

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja

terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,

hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan

kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang

produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.

5. Hormon estrogen dan progesteron

Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang

tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah.

43

Page 45: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi

perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran

kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, vulva dan vagina.

3.3 Perdarahan Pascapersalinan (PPP)

I. DEFINISI

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang

melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan

mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan

gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa

perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan postpartum

dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani

secara serius. Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang yang dapat

mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk

dalam kategori perdarahan postpartum.

II. EPIDEMIOLOGI

Kematian maternal didefinisikan sebagai kematian ibu yang ada hubungannya

dengan kehamilan, persalinan, dan nifas yakni 6 minggu setelah melahirkan. Angka

kematian maternal adalah jumlah kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup.

Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal.

Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal,

terhitung sekitar 100.000 kematian maternal setiap tahunnya. Di negara maju dan

berkembang, penyebab kematian yang paling umum adalah perdarahan berat (Tabel 1).

Tabel 1. Insiden Global Komplikasi Mayor Persalinan

Perdarahan masif terjadi sekitar 5-15 % pada wanita setelah mengalami

persalinan.3 Secara global, diperkirakan jumlah kematian maternal dunia pada tahun

2000 mencapai 529 ribu yang tersebar di Asia 47,8% (253 000); Afrika 47,4% (251 000);

44

Page 46: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Amerika Latin dan Caribbean 4% (22 000); dan kurang dari 1% (2500) di negara maju. Di

kawasan Asean Indonesia menempati urutan tertinggi dalam angka kematian maternal

yakni 390/100.000 kelahiran hidup, jauh di atas negara Asean lainnya.

III. FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI

Meskipun pendekatan resiko untuk mengantisipasi perdarahan postpartum masih

diperdebatkan karena tidak seorangpun pasti terbebas dari kemungkinan perdarahan

setelah bersalin, tetapi pendekatan resiko tetap memberikan pertimbangan agar

penanganan lebih berhati-hati dan petugas lebih siaga. Perdarahan yang masif terjadi

karena adanya abnormalitas pada keempat proses dasar, yang disingkat “4 T”, baik

tunggal ataupun gabungan: tone (kontraksi uterus yang buruk setelah persalinan), tissue

(retensi sisa hasil konsepsi atau bekuan darah), trauma (pada saluran genital), atau

thrombin (abnormalitas pembekuan darah). Beberapa faktor resiko yang berhubungan

dengan perdarahan postpartum dapat terjadi pada salah satu dari keempat mekanisme

tersebut. Faktor resiko yang memungkinkan seorang ibu bersalin mengalami pedarahan

postpartum antara lain dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 2). Walaupun setiap wanita

dapat mengalami perdarahan postpartum, adanya satu atau lebih faktor resiko dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum.

Tabel 2. Etiologi dan Faktor Resiko Perdarahan Postpartum

45

Page 47: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

IV. KOMPLIKASI

Syok terjadi bila ada hipoperfusi pada organ vital. Hipoperfusi bisa disebabkan

oleh kegagalan kerja jantung (syok kardiogenik), infeksi yang hebat sehingga terjadi

redistribusi cairan yang beredar (intravaskular) ke dalam cairan ekstravaskular (syok

septik), hipovolemia karena dehidrasi (syok hipovolemik) atau karena perdarahan banyak

(syok hemoragik). Tanda dan gejala syok hemoragik bervariasi tergantung pada jumlah

darah yang hilang dan kecepatan hilangnya darah (Tabel 3).

Tabel 3. Tanda, Gejala dan Klasifikasi Syok Hemoragik (Wanita dengan Berat Badan 60-

70 kg)

Kematian terjadi karena kegagalan multiorgan. Perdarahan hebat menyebabkan

penurunan volume sirkulasi sehingga terjadi respons simpatis. Terjadi takikardia,

kontraktilitas otot jantung meningkat dan vasokonstriksi perifer. Sementara volume darah

beredar menurun, kemampuan sel darah merah untuk mengangkut oksigen juga

menurun sedang kenaikkan kontraktilitas otot jantung membutuhkan pasokan oksigen

lebih banyak. Keadaan ini cepat memacu terjadinya kegagalan miokardium.

Vasokonstriksi perifer ditambah dengan menurunnya kemampuan darah membawa

oksigen menyebabkan terjadinya hipoperfusi dan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan

memacu metabolisme anaerob dan terjadilah asidosis. Asidosis inilah yang memacu

terlepasnya berbagai mediator kimiawi dan memacu respons inflamasi sistemik.

Keadaan ini menyebabkan terlepasnya radikal oksigen yang berakibat kematian sel.

Kematian sel menyebabkan lemahnya sistem barier mukosa sehingga mikroorganisme

dan endotoksin mudah tersebar ke seluruh jaringan dan organ. Keadaan inilah yang

mengakibatkan terjadinya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan

kegagalan multiorgan yang berakhir dengan kematian.9

Evaluasi pada pasien meliputi riwayat medis yang lengkap, seperti riwayat

koagulopati dan riwayat terapi anti koagulan, harus dilakukan. Pemeriksaan fisik yang

lengkap dapat menunjukkan adanya memar atau petekia yang luas. Pemeriksaan untuk

menilai status koagulasi dan konsultasi harus dipertimbangkan. Resiko komplikasi

perdarahan harus dicatat pada rekam medis didiskusikan dengan pasien.

46

Page 48: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

V. DIAGNOSIS

Tabel 4. Diagnosis Perdarahan Postpartum

VI. PENANGANAN

Tujuan utama penanganan perdarahan postpartum ada 3 yakni pencegahan,

penghentian perdarahan dan mengatasi syok. Pendekatan resiko, meskipun

menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat untuk diperhatikan. Setiap

ibu hamil dengan faktor resiko tinggi terjadinya perdarahan postpartum sebaiknya dirujuk

ke tempat fasilitas kesehatan yang mempunyai unit tranfusi dan perawatan intensif. Pada

penanganan perdarahan postpartum, pilihan terapi yang cepat dan tepat akan

menentukan tingkat keberhasilan. Prinsip dasar dari penanganan perdarahan postpartum

adalah haemostasis atau menghentikan perdarahan dengan cepat. Untuk memudahkan

mengingat prosedur yang harus dilakukan, akronim Haemostasis dapat digunakan.

Tabel 5. Penanganan Umum Perdarahan Postpartum

47

Page 49: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

1. Manajemen Aktif Kala III

Setiap ibu melahirkan harus mendapatkan manajemen aktif kala III. Merupakan

tindakan (intervensi) yang bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan

meningkatkan kontraksi uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan postpartum

karena atoni uteri. Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1) pemberian

uterotonika, (2) peregangan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus setelah plasenta

lahir. Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera setelah bahu depan atau

janin lahir seluruhnya. Peregangan tali pusat secara terkendali (tidak terlalu kuat)

dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat sambil ibu diminta mengejan. Jangan lupa

melakukan counter-pressure terhadap uterus untuk menghidari inversi. Lakukan masase

fundus uteri segera setelah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat, palpasi tiap

15 menit dan yakinkan uterus tidak lembek setelah masase berhenti. Rekomendasi kunci

yang dianjurkan dalam praktek untuk menekan kejadian perdarahan postpartum adalah

sebagai berikut (Tabel 6).

Pada tahun 2006 WHO mengeluarkan rekomendasi yang sama untuk

meminimalisasi morbiditas dan mortalitas maternal:

1. Manajemen aktif harus dilakukan pada semua wanita oleh dokter ahli

2. Dokter ahli harus menggunakan uterotonika (oksitosin, ergonovine,

misoprostol, dan carboprost) untuk mencegah perdarahan postpartum.

3. Klem tali pusat lebih awal hanya direkomendasikan pada bayi yang

membutuhkan resusitasi

Tabel 6. Rekomendasi Kunci Pedarahan Post Partum

48

Page 50: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

2. Uterotonika

Uterotonika utama yang dipakai dalam pencegahan dan penanganan perdarahan

postpartum adalah oksitosin dan metilergonovin. Society of Obstetricians and

Gynecologist of Canada (SOGC) Clinical Practice Guidline merekomendaskan

pemakaian oksitosin dan metilergonovin sebagai berikut (Tabel 7).

Tabel 7. Penggunaan Uterotonika

3. Misoprostol

Misoprostol adalah analog prostaglandin E1, yang banyak digunakan dalam

praktek obstetrik karena sifatnya yang memacu kontraksi miometrium. Misoprostol lebih

unggul dibanding prostaglandin lain seperti PG E2 atau PG F2α karena sifatnya yang

stabil pada temperatur kamar, murah dan mudah penggunaannya.

Adanya perdarahan postpartum setelah persalinan harus segera ditangani

dengan tepat. Penanganan lini pertama dengan pemberian uterotonika yaitu oksitosin

dan ergometrin yang dilanjutkan dengan masase uterus. Misoprostol dapat digunakan

apabila dengan metode ini perdarahan tidak dapat dihentikan. Dalam situasi di mana

uterotonika tidak tersedia, pemberian misoprostol 600 μg dapat digunakan sebagai terapi

utama perdarahan postpartum. Misoprostol dapat diberikan secara oral ataupun

sublingual.

4. Penanganan perdarahan postpartum yang telah terjadi (establihed postpartum

hemorrhage)

a. Intervensi medis

Jika dengan managemen aktif kala III perdarahan vaginal masih

berlangsung, maka harus segera diberikan 5-10 unit oksitosin secara intravena

pelan atau 5-30 unit dalam 500 ml cairan dan 0,25-0,5 mg ergometrin intravena.

Pada saat yang sama dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya sebab lain seperti adanya robekan jalan lahir atau retensi sisa plasenta.

Perhatian harus ditujukan pada cara mengatasi syok (“ABC's”) dengan

memasang venokateter besar, memberikan oksigen dengan masker, monitoring

tanda vital dan memasang kateter untuk memonitor jumlah urin yang keluar.

Monitoring saturasi oksigen juga perlu dilakukan. Darah diambil untuk

pemeriksaan rutin, golongan darah dan skrining koagulasi.

49

Page 51: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Langkah penting yang harus segera diambil adalah koreksi hipovolemia

(resusitasi cairan). Kelambatan atau ketidaksesuaian dalam memberikan koreksi

hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat perdarahan

postpartum. Meskipun pada perdarahan kedua komponen darah yaitu plasma dan

sel darah hilang, tetapi penanganan pertama untuk menjaga homeostasis tubuh

dan mempertahankan perfusi jaringan adalah dengan pemberian cairan. Larutan

kristaloid (saline normal atau ringer laktat) atau koloid harus segera diberikan

dengan jumlah 3 kali estimasi darah yang hilang, tetapi larutan kristaloid lebih

diutamakan. Dextran tidak boleh diberikan karena mengganggu agregasi platelet.

Dosis maksimal untuk larutan koloid adalah 1500 ml per 24 jam.

b. Intervensi bedah

Pasien harus diletakkan dalam posisi litotomi dengan pencahayaan yang

baik sehingga adanya robekan di perineum, vagina dan seviks dapat diidentifikasi.

Jika robekan jalan lahir dapat disingkirkan maka segera dilakukan eksplorasi

kavum uterin untuk menyingkirkan adanya retensi sisa plasenta. Jika setelah

manuver ini perdarahan masih berlangsung dan kontraksi uterus lembek, maka

atoni uteri adalah penyebab perdarahan.

Beberapa intervensi bedah yang dapat dilakukan adalah kompresi bimanual,

tampon uterus (uterine packing, tamponade test), jahitan pada placental bed,

jahitan segi empat ganda (multiple square suture), jahitan B-Lynch, ligasi arteria

uterina, ligasi arteria iliaka interna, histerektomi, tampon intraabdominal (intra–

abdominal packing) dan embolisasi arteria iliaka interna atau arteria uterina.

1. Kompresi Bimanual

Kompresi bimanual dilakukan dengan satu tangan (tangan kanan

mengepal) ditempatkan di forniks anterior dan tangan kiri mengangkat

korpus dan menekan ke arah tangan yang di dalam vagina. Cara ini

setidaknya dapat menghentikan perdarahan sementara sambil menyiapkan

langkah lainnya.

2. Tampon Uterus (Uterine Packing)

Tindakan ini dipertimbangkan bila terapi obat-obatan tidak berhasil

atau sambil menunggu tindakan operatif. Pada keadaan di mana korpus

berkontraksi baik sedang segmen bawah rahim tidak, seperti pada

plasenta letak rendah, maka tampon uterus bermanfaat. Bila seluruh

uterus lembek dan serviks terbuka lebar maka tampon tidak efektif karena

tampon tidak mendapat tahanan dari bawah. Tampon harus dipasang

dengan padat dan hanya meninggalkan bagian sedikit di dalam vagina

untuk mengangkat setelah 24 jam.

3. Histerektomi Peripartum

50

Page 52: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

Insidensi melakukan histerektomi peripartum berkisar antara 7-13

per 100.000 persalinan dan sebagian besar terjadi bersamaan dengan

seksio sesarea. Indikasi utama adalah plasenta akreta, inkreta dan

perkreta, atoni uterin, ruptur uterin, hematoma ligamentum latum, robekan

serviks luas setelah tindakan forseps, dan koriomanionitis. Sebaiknya

serviks dipotong dibawah arteria uterina. Histerektomi supraservikal dapat

dilakukan kalau dibutuhkan operasi yang lebih cepat. Teknik B-Lynch dan

teknik Lasso-Budiman, keduanya merupakan teknik yang aman,

sederhana, mudah, dan efektif untuk menghentikan perdarahan

pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Bila terjadi kegagalan,

histerektomi adalah pilihan terakhir. Kedua teknik tersebut juga merupakan

metode yang efektif untuk mempertahankan uterus dan fertilitas.

4. Tampon Intraabdominal

Histerektomi tidak menjamin bahwa perdarahan pasti berhenti.

Perdarahan bisa terjadi karena gangguan faktor pembekuan (consumptive

coagulopathy) atau manipulasi yang berlebihan. Sebuah tampon padat

ditaruh di tempat sumber perdarahan dan diangkat setelah 24 jam setelah

gangguan perdarahan terkoreksi.

5. Tranfusi Darah

Sel darah merah yang dimampatkan (Packed Red Cells, PRC) lebih

banyak digunakan untuk mengatasi syok hemoragik. Tujuan transfusi

darah pada kedaan ini adalah restorasi cairan intravaskular yang hilang

dan pemulihan kapasitas membawa oksigen oleh sel darah merah (oxygen

carrying-capacity). Kemampuan membawa oksigen sel darah merah pada

seorang individu yang sehat tidak akan terganggu sampai kadar

hemoglobin turun di bawah 6-7 g/dL. Kehilangan darah lebih dari 20-25%

atau dengan kecurigaan koagulopati memerlukan penggantian faktor

koagulasi. Pemeriksan faktor koagulasi juga diperlukan setelah pemberian

5-10 unit PRC.

51

Page 53: Skenario D Blok 17 Kel 4 (FIX)

DAFTAR PUSTAKA

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Kumala, Poppy, Dyah Nuswantari. 2009. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Leveno, Kenneth J, Cunningham, F. Gary, et al. 2003. Obstetri Williams. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

52