Laporan Skenario 2 Fix-1
-
Upload
apriliadamaningrum -
Category
Documents
-
view
194 -
download
4
Transcript of Laporan Skenario 2 Fix-1
LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL
BLOK NEOPLASMA
SKENARIO II
BENJOLAN DI PAYUDARA
Kelompok A7 :
Alifa Rizka A (G0011011)
Amirul Zakiya Bravery (G0011019)
Dea Saufika Najmi (G0011063)
Drajat Fauzan Nardian (G0011065)
Fila Apriliawati (G0011093)
Gisti Respati R (G0011101)
Pertiwi Ramadhany (G0011157)
R A Sitha Anisa P. (G0011161)
Stefanus Bramantyo W (G0011201)
Yusiska Wahyu Indrayani (G0011215)
Riyan Angga Putra (G0011179)
Tutor : Novan Adi S, dr.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neoplasma ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan
, tidak terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus- menerus.
Sel neoplasma mengalami transformasi , oleh karena mereka terus-
menerus membelah. Pada neoplasma, proliferasi berlangsung terus
meskipun rangsang yang memulainya telah hilang.
Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Ini
adalah jenis kanker paling umum yang diderita kaum wanita. Kaum pria
juga dapat terserang kanker meskipun kemungkinannya jauh lebih rendah.
Pada wanita kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua setelah
kanker mulut rahim.
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 2:
Seorang wanita 45 tahun, seorang pekerja di perusahaan batik,
dirujuk ke dokter ahli bedah dengan benjolan di payudara kirinya.
Benjolan ini baru dirasakan 6 bulan terakhir, makin bertambah besar
dan kadang-kadang disertai nyeri.
Saat penderita di SMA pernah mengalami operasi tumor
payudara kanan yang dinyatakan jinak. Setelah operasi penderita
disarankan oleh dokter untuk melakukan SADARI secara rutin. Terdapat
riwayat keluarga, Ibu dan kakak penderita meninggal dengan tumor
payudara. Suami penderita adalah perokok berat.
Pemeriksaan dokter didapati: benjolan pada mammae sinistra
kuadran lateral atas terdapat perubahan gambaran sebagian kulit seperti
kulit jeruk, retraksi puting susu dan teraba benjolan berdiameter lebih
kurang 1,5 cm, solid, terfiksir dan tidak berbatas jelas dengan jaringan
sekitarnya. Bekas operasi pada mammae kanan tidak tampak jelas. Pada
pemeriksaan aksila kiri dan kanan tidak didapati adanya kelainan..
Dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang sebelum
tindakan mastektomi kiri. Selanjutnya jaringan hasil operasi dikirim ke
Laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan histopatologi dan
immunohistokimia untuk mendapat diagnosa pasti.
Hipotesis: Pasien tersebut menderita karsinoma mammae.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi neoplasma? Bagaimana perbandingannya dengan
pertumbuhan normal?
2. Bagaimana patofisiologis dan patogenesis neoplasma?
3. Apa perbedaan neoplasma jinak dan ganas?
4. Apa saja faktor risiko dan kausa neoplasma?
5. Bagaimana proses metastase neoplasma?
6. Bagaimana gejala-gejala neoplasma secara umum?
7. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk screening neoplasma?
8. Bagaimana cara mendiagnosis neoplasma?
9. Bagaimana cara pencegahan neoplasma?
10. Bagaimana cara penatalaksanaan neoplasma?
11. Bagaimana mekanisme proses perbaikan jaringan?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi neoplasma dan perbandingannya dengan pertumbuhan
normal.
2. Mengetahui patofisiologis dan patogenesis neoplasma.
3. Mengetahui perbedaan neoplasma jinak dan ganas.
4. Mengetahui faktor risiko dan kausa neoplasma.
5. Mengetahui proses metastase neoplasma.
6. Mengetahui gejala-gejala neoplasma secara umum.
7. Mengetahuipemeriksaan yang dapat dilakukan untuk screening neoplasma.
8. Mengetahuicara mendiagnosis neoplasma.
9. Mengetahui cara pencegahan neoplasma.
10. Mengetahuicara penatalaksanaan neoplasma.
11. Mengetahui mekanisme proses perbaikan jaringan.
D. Manfaat Pembelajaran / Learning Objective (LO)
Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan definisi dan epidemiologi neoplasma
2. Menjelaskan macam faktor dan risiko penyebab neoplasma
3. Menjelaskan gejala dan tanda (local symptom, systemic symptom, and
metastatic symptom)
4. Menjelaskan macam-macam proses dan diagnosis neoplasma.
5. Menjelaskan macam-macam treatment pada neoplasma.
6. Menjelaskan upaya pencegahan yang bisa dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Neoplasma dan Perbedaannya dengan Pertumbuhan Normal
Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru, adalah masa
abnormal dari sel sel yang mengalami proliferasi (Price, 2005).
Sel sel Neoplama berasal dari sel sel yag sebelumnya adalah sel sel
normal, namun selama mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh
derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang
tidak berkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak
bergantung pada pengawasan homeostasis sebagian besar sel tubuh lainnya
(Price, 2005).
Pertumbuhan sel neoplastik biasanya bersifat progresif dan tidak
melakukan tujuan yang bersifat adaptasi yang menguntungkan hospes, tetapi
lebih sering membahayakan, walaupun rangsangan yang menyebabkan
neoplasma telah dihilangkan neoplasma tetap tumbuh dengan progresif (Price,
2005).
B. Neoplasma Jinak dan Ganas
Neoplasma dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu neoplasma jinak dan
ganas. Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma sering
disebut tumor. Suatu tumor dikatakan jinak (benigna) apabila gambaran
makroskopik dan mikroskopiknya mengisyaratkan bahwa tumor tersebut akan
tetap terlokalisasi, tidak menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat
dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal. Sedangkan suatu tumor dikatakan
ganas (maligna) jika menunjukkan bahwa lesi dapat menyerbu dan merusak
struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis), serta dapat
menyebabkan kematian. Tumor ganas secara kolektif disebut kanker (Robbins,
2007).
Tumor jinak hanya bersifat ekspansif atau mendesak karena masih
memiliki kapsul. Sedangkan pada tumor ganas, sel-selnya dapat melepaskan
diri dari kelompoknya. Sel-sel tersebut dapat mengeluarkan enzim yang dapat
menghancurkan protein atau matriks di sekitarnya. Kemudian sel-sel tersebut
bergerak secara amuboid dan menginvasi jaringan sekitarnya. Setelah itu sel-
sel tersebut menerobos jaringan sekitarnya itu, menempel di pembuluh darah
atau limfe, menembus dinding pembuluh, dan masuk ke aliran darah atau limfe
untuk selanjutnya hinggap di jaringan lain (metastase) (Robbins, 2007).
Secara mikroskopis, neoplasma jinak ditandai dengan sel yang
berdiferensiasi baik yang sangat mirip dengan padanannya yang normal.
Lipoma terdiri atas sel lemak matur yang dipenuhi oleh vakuola lemak di
dalam sitoplasmanya, dan kondroma terbentuk dari sel tulang rawan matur
yang menyintesis matriks tulang rawan normal, yang merupakan bukti
terjadinya diferensiasi morfologik dan fungsional. Pada tumor jinak yang
berdiferensiasi baik, mitosis sangat jarang ditemukan dan konfigurasinya
normal (Robbins, 2007).
Sedangkan neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi beragam dari sel
parenkim, dari yang berdiferensiasi baik sampai yang sama sekali tidak
berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel yang tidak
berdiferensiasi dikatakan besifat anaplastik. Sel anaplastik memperlihatkan
pleomorfisme (yaitu variasi yang nyata dalam bentuk dan ukuran). Umumnya
inti sel sangat hiperkromatik dan besar. Ukuran dan bentuk inti selnya pun
sangat beragam. Yang lebih penting, mitosis banyak ditemukan dan jelas
atipikal (Robbins, 2007).
Jadi, secara garis besar, ada tiga hal yang dapat digunakan untuk
membedakan neoplasma jinak dan ganas, yaitu size (ukuran sel), staining
(pengecatan), shape (bentuk), dan mitosis patologis.
C. Patogenesis dan Patofosiologi neoplasma dan karsinogenesis
C.
(Widjono, 2011)
Terdapat enam perubahan fisiologik yang mendasar yang secara bersama
sama memungkinkan tumbuh dan berkembangnya sel sel ganas :
1. Mandiri dalam hal hal sinyal pertumbuhan
2. Tidak sensitif terhadap sinyal sinyal penghambat pertumbuhan
3. Mampu menghindar dari apoptosis
4. Berkemampuan replikasi yag tidak terbatas
5. Kemampuan angiogenesis yang berkesinambunagn
6. Mampu menyusup ke jaringan lain dan bermetastasis
(Karsono, 2006)
Acquired (environmental)DNA damaging agentschemicalsradiationviruses
NORMAL CELL
DNA Damage
Mutations in the genome of somatic
cells
Activation of growth-
promotingoncogenes
Alterations of genes that regulate apoptosis
Inactivations of cancer
suppressor genes
Expression of altered gene products
and loss of regulatory gene products
Malignant neoplasm
Clonal expansion
Additional mutations (progression)
Heterogenity
Inherited mutations in:
- Genes affecting DNA repair
- Genes affecting cell growth or apoptosis
Failure ofDNA repair
SuccessfulDNA repair
Neoplasma mempengaruhi hospes melalui berbagai cara. karena
neoplasma jinak tidak melakukan invasi atau metastase, maka kesuliatan yang
timbul bersifat lokal berkisar dari ringan sampai fatal (price, 2005).
Masalah lokal yag disebabkan oleh neoplasma jinak dapat menyebabkan
penyumbatan berbagai bagian tubuh. Sebuah vena atau bagian dari saluran
pencernaan dapat tersumbat oleh neoplasma jinak yang tumbuh didalamnya.
Neoplasma jinak dapat menjadi tukak dan infeksi, dan dapat menimbulkan
perdarahan yang berarti (price, 2005).
Neoplasma ganas dapat melakukan apapun yang dilakukan oleh
neoplasma jinak, tetapi biasanya jauh lebih agresif dan destruktif oleh karena laju
pertumbuhan neoplasma ganas yang umumnya lebih cepat, kemampuannya
menginvasi dan merusak jaringan jaringan lokal, dan menyebar untuk membentuk
metastasis yang lebih jauh. Pasien dengan kanker stadium lanjut sering tampak
seperti menderita malnutrisi berat, keadaan ini disebut kakeksia tumor. Kumpulan
keadaan ini mungkin akibat efek sitokinin yang dihasilkan tumor atau sebagai
bagian respons tumor. Biasanya seorang pasien dengan kanker stadium lanjut
yang sudah lemah ini akhirnya meninggal akibat pneumonia atau sepsis sistemik
(Price, 2005)
Karsinogenesis adalah proses banyak tahap pada tingkat genotipe dan
fenotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya
pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan metatasis jauh. Sifat
ini diperoleh secara bertahap, suatau fenomena yang disebut tumor progression.
Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik
yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan
DNA. Perubahan genetik yang mempermudah tumor progression melibatkan tidak
saja gen pengendali pertumbuhan, tetapi juga gen yang mengendalikan
angiogenesis, invasi dan metatasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses
penuaaan normal yang membatasi pebelahan sel (price, 2005).
Penyakit kanker pada dasrnya merupakan penyimpangan gen yang
menimbulkan proliferasi berlebihan, progresif dan irreversibel.Knudson
menyatakan bahwa karsinogenesis memerlukan dua hit. Proses pertama
menyangkut inisiasi dan karsinogen penyebab disebut inisiator. Proses kedua,
yang menyangkut pertumbuhan neoplastik adalah promosi dan agennya disebut
promoter. Sekarang dipercaya bahwa sebenarnya terjadi hit multipel (lima atau
lebih) dan berbagai faktor dapat menyebabkan hit ini. setiap hit menghasilkan
perubahan pada genom dari sel terpapar yang ditransmisikan kepada progeninya
(sel turunannya yang disebut sebagai klon neoplastik). Periode antara hit pertama
dan berkembangannya kanker klinis disebut sebagai lag periode (Kumar, 2003).
Mula-mula sel normal mengalami kerusakan DNA karena paparan zat
perusak DNA didapat (lingkungan) baik berupa kimiawi, radiasi, maupun virus.
Selanjutnya terjadi mutasi pada genom sel somatik berupa : pengaktifan onkogen
pendorong pertumbuhan, perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan, dan
penonaktifan gen supresor kanker. Kemudian terjadi ekspresi produk gen yang
mengalami perubahan dan hilangnya produk gen regulatorik. Melalui ekspansi
klonal, mutasi tambahan (progresi) dan heterogeneitas maka terbentuklah
neoplasma ganas (Kumar, 2003).
Proses transformasi sel kanker terjadi melalui pengaturan proliferasi oleh
bebrapa jenis gen yaitu:
1. Protonkogen dan onkogen
Protoonkogen berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi sel
normal. Rangsangan faktor petumbuhan ekstraselular diterima oleh
faktor pertumbuhan (gen ras) di permukaan membran (aktivasi tyrosine
kinase) dan diteruskan melalui transmembran sel (guanine nucleotide
binding protein) ke dalam sitoplasma dan ke dalam inti sel. Bila
kemudian terjadi ‘hit’ oleh karsinogen maka akan terjadi proliferasi sel
abnormal yang berlebihan dan tak terkendali, dimana protoonkogen
berubah menjadi onkogen.
2. Antionkogen
Terjadinya kanker tidak semata disebabkan oleh aktivasi onkogen tapi
dapat disebabkan juga karena inaktivasi anti onkogen (growth supressor
gen). Pada sel normal terdapat keseimbangan antara onkogen dan
antionkogen. Anti onkogen yang sudah dikenal secara umum adalah tp
53. Apabila tp 53 gagal mengikat DNA, maka kemampuan mengontrol
proliferasi menjadi hilang dan proliferasi sel berjalan terus menerus dan
tidak terkendali. Inaktivasi tp 53 dapat terjadi oleh translokasi atau
delesi. Gen tp 53 ini merupakan tumor suppressor gen yang paling
sering mengalami mutasi dalam kanker. Dalam sel – sel nonstressed ia
mempunyai waktu paruh yang singkat hanya 20 menit. Tp 53 bekerja
dengan menginduksi gen penginduksi apoptosis yaitu gen BAX.
3. Gen ‘repair’ DNA
Dalam keadaan normal, kerusakan gen akibat faktor – faktor endogen
maupun eksogen dapat diperbaiki oleh mekanisme ‘excission repair
DNA lession’. Kegagalan mekanisme ini menimbulkan DNA yang cacat
dan diturunkan pada keturunan berikutnya sebagai mutasi permanen
yang potensial menjadi kanker. Gen lain yang iktu berpengaruh secara
tidak langsung adalah sandi protein ‘check point’ (contoh ATM) yang
berfungsi mencegah perkembangan sel yang berasal dari sel cacat.
4. Gen anti apotosis
Pada berbagai sel organ tubuh terdapat kematian sel secara terprogram
yang disebut apoptosis. Seperti misalnya protein ABL yang terdapat
dalam nukleus. Ia berperan untuk memulai proses apoptosis sel yang
menderita kerusakan pada DNA. Sel nekrosis tanpa reaksi radang
dibasorbsi oleh makrofag.
5. Gen anti metastasis
Para pakar telah mengidentifikasi gen nmE1 dan nmE2 sebagai anti
metastasis. Pada bebrapa kasus insiden metastase tinggi, hilangnya
fungsi gen tertentu tampaknya berpotensi sebagai pertanda agresvitas
tumor.
6. Imunitas
Peran imunitas ikut berpengaruh dalam prose pertumbuha kanker baik
imunitas humoral maupun selular. Bukti – bukti menunjukkan bahwa
adanya keterlibatan proses imun dalam neoplasia dengan insiden tinggi
terutama pada pasien dengan imunodefisiensi dan pasien pasca
transplantasi yang diberi obat imunosupresif.
(Kumar, 2003)
D. Faktor Resiko dan penyebab neoplasma
Faktor resiko pada neoplasma secara umum adalah :
1. Umur
Makin tua maka akan mudah terpengaruh oleh karsinogen
2. Diet
Perbedaan geografis menunjukkan pula perbedaan diet
Konsumsi alkohol meningkatkan resiko karsinogenesis
3. Lingkungan
Polusi
Aktivitas seksual
4. Perubahan Genetik
(Totok, 2009)
Faktor resiko pada Kanker Payudara :
1. Umur > 30 thn
2. Melahirkan anak pertama pada usia > 35
3. Tidak kawin dan nulipara
4. Usia menars < 12
5. Usia menopause > 55 thn
6. Pernah mengalami infeksi trauma atau operasi tumor jinak
payudara
7. Terapi hormonal lama
8. Mempunyai kanker payudara kontralateral
9. Pernah menjalani operasi ginekologis misalnya tumor
ovarium
10. Pernah mengalami radiasi di daerah dada
11. Ada riwayat keluarga
12. Kontrasepsi oral pada pasien tumor payudara jinak seperti
kelainan fibrositik yang ganas
(Mansjoer et al, 2000)
Kemungkinan mutasi dapat ditingkatkan berkali kali lipat bila
seseorang terpapar dengan faktor kimia, fisik atau biologis tertentu.
Beberapa diantaranya:
1. Radiasi Ionisasi
2. Bahan kimia
3. Bahan iritan fisik
4. herediter
5. virus
(Guyton, 1997)
Juga ada yang disebut dengan karsinogen. Karsinogen adalah substansi yang
dikenal menyebabkan kanker atau setidaknya menghasilkan peningkatan insiden
kanker pada hewan atau populasi manusia.
1. Onkogen kemikal
Onkogen kemikal contohnya adalah hidrokarbon polisiklik. Tembakau,
aflatoksin, nitrosamine, agen kemoterapi, asbestos, metal berat, vinyl
chloride dll
2. Onkogen radiasi
Contohnya adalah radiasi oleh ultraviolet, X ray, radioisotope dan bom
nuklir
3. Onkogen viral
Contohnya adalah onkogen oleh virus RNA (retrovirus) seperti HIV,
dan onkogen oleh virus RNA (seperti papilloma virus, Molluscum
contangiosum, herpes simpleks, EBV, Avian, hepatitis B, CMV dsb)
4. Onkogen hormonal
Contohnya: estrogen, diethylstilbestrol (DES), steroid
5. Onkogen genetik
(Kumar, 2003)
E. Gejala Neoplasma
Neoplasma dapat menimbulkan gejala, baik lokal, metastasis, maupun
sistemik. Gejala lokal merupakan gejala pada organ tempat neoplasma itu
muncul. Beberapa gejala yang sifatnya lokal antara lain:
Gejala utama, dapat berbentukplaque, nodus atau tumor, erosi atau ulkus,
bentuk campuran, atau tanpa bentuk tertentu (hanya pada leukemia).
Gejala infiltrasi, dapat berbentuk retraksi jaringan atau organ; perlekatan
dengan jaringan atau organ sekitarnya; peau d’orange yaitu oedema kulit
karena inflitrasi kanker; satelit nodul, berupa plaque atau nodul di sekitar
tumor; nyeri karena kanker berasal dari, atau inflitrasi ke, saraf atau tulang.
Gejala tambahan, dapat berupa hipervaskularisasi, hiperemia di daerah
tumor, hipertermia, deformitas organ.
Gejala komplikasi, seperti ulserasi (ulkus pada kanker yang terletak di
permukaan, merupakan gejala utama tetapi untuk kanker termasuk
komplikasi); obstruksi saluran tubuh; nekros tumor; infeksi; fraktur pada
kanker tulang.
Umumnya pada kanker dini tidak terdapat banyak gejala, hanya terdapat lesi
yang dapat berupa plaque, erosi, atau tumor lokal saja. Oleh karena itu,
sebelum menunjukkan gejala komplikasi atau inflitrasi, kanker dapat terlihat
sebagai tumor jinak (Sukardja, 2000).
Berbeda dengan tumor jinak yang tidak memiliki kemampuan untuk
menginfiltrasi, menginvasi, atau menyebar ke tempat jauh, tumor ganas
tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi, dan penetrasi progresif ke
jaringan sekitar karena tidak membentuk kapsul yang jelas. Hal inilah yang
menyebabkan tumor ganas dapat bermetastasis ke jaringan lain. Istilah
metastasis menunjukkan terbentuknya implan sekunder yang terpisah dari
tumor primer, mungkin di jaringan yang jauh. Tidak semua tumor ganas
memiliki kemapuan metastasis yang setara. Semakin anaplastik dan besar
neoplasma primernya, semakin besar kemungkinan metastasis; namun banyak
terdapat pengecualian. Kanker yang sangat kecil diketahui dapat bermestastasis
dan, sebaliknya, sebagian kanker yang besar mungkin belum menyebar saat
ditemukan (Sukardja, 2000).
Neoplasma ganas menyebar melalui salah satu dari tiga jalur:
- Limfatik: Khas untuk karsinoma (neoplasma jaringan epitel).
Contoh: Karsinoma payudara di kuadran luar atas menyebar ke aksila.
- Hematogen: Khas pada sarcoma (neoplasma jaringan mesenkhimal). Vena
mengalami invasi, sel kanker masuk ke darah mengikuti aliran vena.
- Rongga tubuh: Neoplasma menginvasi rongga alami tubuh.
- Contoh: Karsinoma kolon menembus dinding usus dan mengalami
reimplantasi ditempat jauh dari peritoneum (Sukardja, 2000).
Gejala yang dapat timbul karena neoplasma yang bermetastasis dapat
bermacam-macam tergantung dari organ yang terkena metastase dan adanya
komplikasi. Beberapa contoh gejalanya antara lain:
Paru: Batuk, efusi pleura, pneumonitic spread, atelektase.
Hati: Nodul multiple, hepatomegali, ikterus, asites.
Otak: Sefalgia, kehilangan penglihatan, neuropelgia, koma.
Tulang: Nyeri tulang, destruksi tulang, patah tulang, paraplegia.
Kulit: Nodus kutan, nodus subkutan.
Sumsum tulang: Anemia, trombositopenia, leucopenia.
Usus: Dispepsi, asites, tumor abdomen.
Kelenjar limfe: Pembesaran kelenjar limfe, odem lengan atau tungkai
(Sukardja, 2000).
Gejala sistemik merupakan gejala yang dirasakan di seluruh tubuh. Gejala
sistemik dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
Sekresi hormon, enzim atau protein ektopik oleh sel tumor yang
mengacaukan sistem kendali tubuh.
Zat toksin dari metabolisme sel kanker atau dari adanya nekros dalam
tumor.
Monopoli nutrisi oleh sel kanker.
Komplikasi kanker (Sukardja, 2000).
F. Pemeriksaan Screening Neoplasma
Untuk mendeteksi dini adanya neoplasma atau kanker, dapat melalui
beberapa cara, seperti tumor markers dan pemeriksaan screening.
Tumor Markers
Suatu molekul atau proses atau substansi yang dapat diukur dengan
suatu pemeriksaan (assay) baik secara kualitatif dan kuantitatif pada kondisi
kanker dan prakanker. Cara mendeteksinya dengan mengetahui perubahan
kadar. Perubahan kadar tersebut diakibatkan oleh tumor maupun jaringan
normal sebagai respon terhadap tumor. Tumor marker dapat berupa DNA,
mRNA, protein bagian dari protein (seperti proses proliferasi, angiogenesis,
apoptosis) di dalam darah urin, jaringan, air liur, cairan tubuh, dan sel
sendiri.
Berdasarkan aspek kliniknya tumor marker diklasifikasikan menjadi
empat screening marker, prognosis marker, predictive marker, dan
monitoring marker. Screening marker merupakan bagian dari penanda
diagnosis. Hal yang penting diperhatikan pada penanda ini adalah
sensitivitasdan spesifitas dari tumor marker dalam menunjang diagnosis.
Prognosis marker memberikan informasi mengenai hasil pengobatan dan
tingkat keganasan dari tumornya. Predictive marker memprediksi respon
terapi sedangkan prognosis marker memprediksi terjadinya kekambuhan
atau progresi dari penyakit. Monitoring marker dipakai untuk memonitor
manfaat atau respon terapi yang diberikan.
Berdasarkan spesifitasnya maka tumor marker dapat dibedakan
menjadi: tumor specific, non-specific dan cell specific protein overexpressed
in malignant cell. Tumor specific proteins yaitu tumor marker spesifik
hanya diekspresikan oleh sel tumor tertentu. Non-specific protein
mempunyai contoh protein onkofetal yang tidak terlalu spesifikakan tetapi
cukup berguna. Cell specific protein overexpressed in malignant cell berarti
bahwa beberapa jenis protein diekspresikan secara berlebihan oleh sel
kanker tertentuyang sebenarnya merupakan ekspresi dari sel yang
mengalami diferensiasi normal sehingga kadarnya dalam serum relatif lebih
tinggi pada pasien dengan kanker.
Terdapat banyak jenis tumor marker seperti Alfa Fetoprotein, Human
Chorionic Gonadotropin, Carcino Embryionic Antigen, Cancer Antigen 15-
3, Cancer Antigen 125, Cancer Antigen 19-9, Prostate Specific Antigen,
Beta 2-Microgobulin, Bladder Tumor Antigen, Cancer Antigen 27.29, HER-
2/neu, Lipid Associated Sialic Acid in Plasma, NMP22, Neuron Spesific
Enolase, Thyroglobulin, S-100, Cancer Antigen 72-4, dan Squamous Cell
Carcinoma Antigen. Alfa Fetoprotein pada kondisi normal biasa terdapat di
fetus,bayi, dan ibu hamil.Kadar normal 15ng/mL. Apabila terjadi kelainan
hati dan keganasan maka kadar Alfa Fetoprotein (AFP) meningkat. AFP
meningkat pula pada hepatitis akut dan kronis, kanker testis tertentu, kanker
sel germinal, kanker kolon, kanker lambung, kanker pankreas, dan kanker
paru. Beta 2-Microgobulin merupakan unit terkecil dari MHC kelas 1 dan
diperlukan u7ntuk transpor rantai berat kelas 1 dari Retikulum Endoplasma
ke permukaan sel. Kadar Beta 2-Microgobulin (B2M) akan meningkat pada
multiple myeloma, hronic lymphocytic leukimia (CLL) dan beberapa
limfoma. Cancer Antigen 19-9 pada awalnya dikembangkan untuk deteksi
kanker colorectal. Tapi lebih sensitif terhadap kanker pankreas. Kadar
normalnya kurang dari 37 U/mL. Kadar yang tinggi pada awal diagnosis
menunjukkan stadium lanjut dari kanker. Carcino Embryionic Antigen
(CEA) dalam keadaan normal terdapat pada bayi. CEA untuk memonitoring
pasien dengan kanker colorectal selama/setelah terapi, tapi tidak bisa
dipakai utnuk screening atau diagnosis. Kadar CEA lebih dari 5ng/mL
dikatakan abnormal. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) pada keadaan
normal banyak terdapat pada plasenta. Dalam tubuh orang dewasa normal
hanya berkisar antara 1-5 ng/mL dan sedikit meningkat pasca menopause
sampai 10 ng/mL. Kadar HCG meningkat pada adenokarsinoma pankreas,
tumor sel islet, kanker usus halus dan besar, hepatoma, lambung, paru,
ovarium, payudara, dan kanker ginjal. Prostate Specific Antigen adalah
tumor marker untuk kanker prostat, satu-satunya marker untuk skreening
kanker jenis umum.
Kadar PSA bukan kanker kurang dari 4ng/mL, kadar lebih dari 10
ng/mL diindikasi kanker, sedang kadar antara 4-10 ng/mL merupakan
daerah abu-abu (grey zone). (Suega, 2009)
Tumor marker adalah substansi (biasanya protein) yang dihasilkan
oleh tubuh (non tumor cell) dalam merespon pertumbuhan kanker, atau
dihasilkan oleh jaringan kanker itu sendiri. Substansi ini kemudian masuk
ke dalam sirkulasi, sehingga bisa dideteksi di dalam darah, urin, atau
jaringan (Harris et al, 2007; Kumar et al, 2006; Hanash et al, 2008).
Penemuan dan deteksi tumor marker bisa dijadikan diagnosis awal sehingga
meningkatkan keberhasilan intervensi terapi, karena jumlah tumor marker
dapat menunjukkan tahapan dari suatu pertumbuhan kanker (Danasekaran et
al, 2001). Seiring berjalannya perkembangan teknologi, banyak sekali tumor
marker yang telah ditemukan untuk jenis kanker yang berbeda (Horton et al,
2001; Lilja et al, 2008)
Sejumlah serum tumor marker telah ditentukan untuk kanker
payudara, termasuk keluarga MUC-1 dari glikoprotein musin (CA 15.3, BR
27.29, MCA, CA 549), antigen karsinoembrionik (CEA), onkoprotein
(HER-2/cerbB-2), dan sitokeratin (antigen polipeptid jataringan (TPA),
antigen polipeptid jaringan spesifik (TPS).
TesScreeningNeoplasma
Pada beberapa keadaan, tes darah tertentu dapat memberikan bukti
tambahan tentang adanya neoplasma tertentu. Yang juga penting, massa
desak ruang harus dibuktikan dan digambarkan, apakah dengan radiografi,
ultrasonografi, pemayaran radionuklida, atau dengan salah satu dari
berbagai macam tindakan endoskopi agar dapat melihat secara langsung
struktur di bagian dalam tubuh. (Price, 2006). Mamografi yaitu radiogram
jaringan lunak, merupakan pemeriksaan payudara klinis tambahan yang
penting. Mamografi dapat memberikan informasi selama penelitian yang
intensif untuk mendiagnosiskelainan. Mamografi dapat mendeteksi massa
yang terlalu kecil untuk dapat teraba dan pada banyak keadaan dapat
memberikan dugaan ada tidaknya sifat keganasan dari massa yang teraba.
G. Diagnosis Neoplasma
Cara untuk melakukan diagnosis pada pasien dengan tersangka
neoplasma adalahsebagai berikut :
Dilihat dari gambaran klinis
Adanya penyusutan progresif lemak dan massa tubuh non lemak,
melemahnya tubuh, anoreksia dan anemia. Dari anemia juga didapatkan
riwayat terdahulu atau riwayat keluarga terkena kanker.
Diagnosis laboratorium
a. Metode morfologik
Metode potong beku
Aspirasi jarum halus
Apusan sitologi
Immunohistokimia
Flow cytometry
b. Biokimiawi
Yaitu dengan penilaian kadar hormon, enzim atau penanda terkait
neoplasma.
Contoh tumor marker: alfa fetoprotein untuk kanker hepar, CEA untuk
jar. embrionik, beta 2 microglobulin untuk CCL, Ca 15-3 untuk kanker
mammae, Ca 125 untuk kanker ovarium, Ca 72-4 untuk kanker
pankreas, Neuron Specific Enolase (NSE) untuk kanker paru dan Ca
19-9 untuk Kanker Colorectal dan Laktat Dehidrogenase (LDH).
c. Molekular
PCR
Flouroscent In Situ Hibridisation (FISH) (Robbins, 2007)
H. Profilaksis Neoplasma
Neoplasma merupakan salah satu penyebab tertinggi angka kesakitan dan
kematian. Hal ini membuat seseorang berusaha untuk mencegah terjadinya
neoplasma tersebut. Pencegahan atau yang sering kita kenal dengan istilah
profilaksis, untuk neoplasma sendiri digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Profilaksis Primer
Profilaksis primer merupakan suatu pencegahan yang dilakukan sebelum
terjadinya suatu penyakit. Misalnya, dengan mengubah gaya hidup yang
buruk menjadi gaya hidup yang sehat, tidak merokok, tidak mengonsumsi
alkohol, memilih makanan yang sehat, dan berolahraga secara rutin.
2. Profilaksis Sekunder
Profilaksis sekunder merupakan cara pencegahan yang dilakukan dengan
cara deteksi dini. Mungkin saja sudah terkena neoplasma lebih dulu, tetapi
karena deteksi yang dilakukan sedini mungkin, maka pencegahan ini cukup
efektif untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian khususnya pada
kasus-kasus seprti kanker serviks, kanker payudara, dan kanker kolorektal.
3. Profilaksis Tersier
Profilaksis tersier dilakukan melalui proses diagnosis dan pengobatan yang
tepat. Salah satu caranya adalah terapi profilaksis, yaitu dengan melakukan
pembedahan profilaktik untuk mencegah perubahan ke arah keganasan.
I. Penatalaksanaan Neoplasma
Penatalaksanaan untuk neoplasma dan kanker saat ini adalah melalu terapi.
Terapi saat ini yang paling utama adalah operasi, radioterapi, kemoterapi dan
terapi lainnya. Operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi kanker yang
bersifat lokal, sehingga jika terjadi residif lokal, metastasis jauh, dan
diseminasi sulit mengendalikannya. Sehingga terapi operasi dan radioaktif
kurang efektif. Pada kanker stadium lanjut lokal, kemoterapi sering menjadi
satu-satunya pilihan metode terapi efektif.
Operasi
Operasi dalam dunia klinis banyak sekali digunakan. Berdasarkan
tujuannya, operasi dibagi menjadi operasi diagnostik untuk menegakkan
diagnosis, operasi kuratif untuk mengangkat tumor, operasi paliatif, dan
operasi invasif minimal. Jenis operasi yang sering digunakan untuk
penatalaksanaan kanker atau neoplasma adalah operasi kuratif.
Operasi kuratif terhadap kanker epitelial adalah reseksi radikal. Reseksi
radikal adalah organ tempat tumor berada seluruhnya atau sebagian besar
berikut kelenjar limfe regionalnya diangkat en blok. Misal pada
mastektomi radikal harus diangkat secara en blok kontinu seluruh kelenjar
mammae, dan otot pektoralis mayor, pektoralis minor di bawahnya, serta
jaringan lemak infiltratif.
Operasi kuratif terhadap sarkoma adalah reseksi ekstensional.
Reseksi ekstensional harus mencakup seluruh bagian jaringan tempat
sarkoma berada dan jaringan lunak profunda di dekatmya diangkat en
blok. Misal pada rabdomiosarkoma anggota badan harus diangkat
sekaligus otot yang terkena dari origo hingga insersio bersama fasia
profundanya. Pada osteosarkoma seluruh batang tulang harus diangkat
untuk mencegah penyebaran tumor melalui sumsum tulang (Wan Desen,
2011).
Radioterapi
Radioterapi adalah media terapi kanker yang memanfaatkan energi
radioaktif dan radiasi untuk terapi tumor.
Berdasarkan derajat kepekaan radiasi, tumor dapat dibagi menjadi 3
jenis :
a. Tumor peka radiasi : limfoma, leukemia, seminoma, nefroma,
embrional, neuroblastoma
b. Tumor peka sedang radiasi : karsinoma sel skuamosa di berbagai lokasi
tubuh
c. Tumor tidak peka atau resisten radiasi : kebanyakan adenokarsinoma,
melanoma, sarkoma jaringan lunak
Karakteristik radioterapi dalam penggunaan klinis :
a. Suatu cara terapi lokal, tumor peka radiasi dapat disembuhkan
b. Radioterapi regular memiliki efek toksik yang membatasi dosisnya
c. Indikasi luas, efektivitas jelas, luas digunakan dalam terapi
kombinasi(Wan Desen, 2011).
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan penggunaan
zat kimia ataupun obat-obatan yang bertujuan untuk
membunuh/menghabisi sel-sel kanker dengan cara meracuninya.
Kemoterapi telah digunakan sebagai standard protocol pengobatan kanker
sejak tahun 1950.
Saat ini terdapat lebih dari 50 obat-obatan kemoterapi yang
digunakan. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam tubuh melalui infuse
intravena, suntikan langsung (pada otot, dibawah kulit atau pada rongga
tubuh), ataupun dalam bentuk tablet.
Tergantung jenisnya, kemoterapi dapat diberikan setiap hari, seminggu
sekali, tiga minggu sekali bahkan sebulan sekali. Biasanya antara satu
siklus kemo dengan siklus kemo lainnya diberikan jarak/jeda bagi tubuh
untuk pemulihan.
Pada pengobatan kanker, kemoterapi dapat diaplikasikan dengan 3
cara, yaitu:
a. Kemoterapi sebagai terapi utama (primer) yang memang ditujukan
untuk memberantas sel-sel kankernya.
b. Kemo sebagai terapi ajuvan (tambahan) untuk memastikan kanker
sudah bersih dan tak kembali. Biasanya diberikan pada pasien yang
baru diangkat tumornya melalui pembedahan ataupun radioterapi.
c. Kemo sebagai terapi paliatif, yaitu hanya bersifat mengendalikan
pertumbuhan tumor dan bukan untuk menyembuhkan/memberantas
habis sel kankernya. Terapi ini biasanya dilakukan untuk pasien dengan
stadium lanjut (4B) dimana kanker sudah menyebar ke organ-organ lain
dalam tubuh.
Sebelum kemoterapi dilakukan, biasanya dokter akan mengadakan
serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui kondisi penyakit pasien,
kondisi kesehatan pasien secara umum, termasuk kesehatan fungsi hati dan
ginjal pasien.
Obat-obatan Kemoterapi yang umum digunakan
a. Kanker Payudara
Pada kasus kanker payudara, obat-obatan kemoterapi biasanya
diberikan dalam bentuk cocktail-perpaduan beberapa obat, seperti:
AC: Antrasiklin & Cyclophosphamide
TC: Taxanes & Cyclophosphamide
AC+Taxol® : Antrasilin, Cyclophosphamide dan Taxol
AC biasa diberikan untuk kasus kanker payudara yang belum menyebar
ke kelenjar getah bening (4 siklus) atau sudah menyebar ke getah
bening (6 siklus). Biasanya diberikan dalam interval 3 minggu.
TC biasanya diberikan untuk wanita yang terdeteksi kanker payudara
stadium awal. Biasa diberikan dalam 4-6 siklus setiap 3 minggu. Efek
sampingnya juga lebih rendah daripada AC.
AC+Taxol biasa diberikan dalam bentuk 4 siklus AC yang diikuti oleh
4 siklus Taxol dan biasanya diberikan untuk kanker payudara yang
sudah menyebar ke getah bening.
b. Kanker Serviks
Kemoterapi biasanya merupakan standard pengobatan kanker serviks
yang sudah menyebar. Obat kemo yang paling sering digunakan adalah
Cisplatin, yang biasanya dibarengi dengan radioterapi. Ada obat-obatan
kemoterapi lainnya, seperti:
- Carboplatin
- Paclitaxel
- Fluororacil, 5-FU
- Cyclophosphamide
- Ifosfamide
c. Kanker Hati
Pada kasus kanker hati stadium lanjut, biasanya penggunaan obat-
obatan kemoterapi terbatas manfaatnya karena kebanyakan kasus
kanker hati stadium lanjut cukup resistant terhadap banyak obat
kemoterapi.
Namun demikian, kemoterapi dapat digunakan pada kasus kanker hati
stadium awal. Berikut ini adalah obat-obatan kemoterapi yang umum
digunakan di negara maju untuk mengobati kanker hati (hepatocellular
carcinoma):
Negara Urutan Pertama Urutan Kedua Urutan Ketiga
Eropa Gemcitabine Oxaliplatin Mitomycin
Amerika Serikat Gemcitabine Bevacizumab Fluororacil
Jepang Epirubicin Gemcitabine Mitomycin
Cina Fluororacil Pirarubicin Oxaliplatin
d. Kanker Paru
Pada kasus kanker paru stadium awal, kemoterapi dianggap cukup
efektif dan biasanya dibarengi dengan pengobatan lainnya, seperti:
operasi/pembedahan dan/atau radioterapi.
Untuk kasus kanker paru stadium lanjut (NSCLC), kemoterapi biasanya
menjadi opsi utama pengobatan untuk jenis kanker paru yang sudah
menyebar ataupun ukurannya terlalu besar untuk dioperasi.
Sejak tahun 2006, untuk kasus kasus kanker paru stadium lanjut,
biasanya diobati dengan kombinasi obat target terapi bevacizumab
(Avastin®) dengan obat kemo berbasis platinum, seperti: Carboplatin
ataupun Cisplatin.
e. Leukemia
Kemoterapi biasanya merupakan terapi utama untuk mengobati
leukemia, karena tidak dapat dioperasi. Untuk mengobati leukemia,
diperlukan kemoterapi yang intensif dan pasien biasanya perlu rawat
inap di rumah sakit.
Beberapa protocol regimen yang umum digunakan untuk mengobati
kasus leukemia akut adalah:
- daunomycin (Cerubidine) atau idarubicin (Idamycin)
- cytarabine (Cytosar)
Untuk kasus leukimia akut stadium lanjut, biasanya diobati dengan
transplantasi sum-sum tulang, ataupun radio-imunoterapi dan adoptive
T-cell terapi.
J. Proses Perbaikan Jaringan
Untuk mempertahankan jumlah sel, tubuh menggunakan mekanisme
homeostasis yang dilakukan dengan 3 cara:
1. Kematian
2. Proliferasi
3. Penyelesaian tahap diferensiasi pada sel
Ketika sel dalam tubuh kita ini terjejas, maka sel kita akan rusak. Ketika
sel kita mengalami kerusakan, maka ada kemungkinan proses dalam tubuh kita
ini untuk mati. Ketika sel ini mati, maka sel-sel lain yang ada di sekitarnya
akan mengalami proliferasi, untuk menghasilkan sel-sel baru. Sel-sel yang baru
ini akan berdiferensiasi menjadi sel yang matur, karena sel yang imatur akan
mengganggu proses homeostasis di dalam tubuh. Setelah proses diferensiasi
selesai maka jaringan sudah mampu untuk kembali melakukan fungsinya.
Perlu kita tahu, bahwa proses perbaikan jaringan yang sempurna hanya
mampu terjadi pada sel yang stabil dan labil, hal ini disebabkan karena fungsi
dan kemampuan dari sel tersebut.
- Sel stabil
Sel stabil sering dianggap sebagai sel yang sedang beristirahat, dengan
maksud bahwa sel ini memiliki kemampuan replikasi yang rendah. Namun,
sel ini juga memiliki kemampuan untuk bereplikasi dengan cepat ketika
terjadi cedera. Proliferasi fibroblas dan sel otot polos sangat penting dalam
proses perbaikan jaringan dan penyembuhan luka. Sel ini menyusun
parenkim pada jaringan kelenjar paling padat, yaitu: ginjal, hati, sel endotel,
dan pankreas.
- Sel labil
Sel labil adalah sel yang terus-menerus mengalami pembelahan, namun juga
terus mengalami kematian. Sel yang termasuk dari sel labil contohnya
adalah stem sel. Stem sel memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi
terhadap populasinya, sel ini mampu berproliferasi dengan kemampuan
yang tidak terbatas. Stem sel memiliki 2 kemampuan, yaitu:
1. Satu sel anak mampu mempertahankan kemampuannya untuk membelah
dalam fungsinya untuk memperbaharui dirinya.
2. Sel lain memiliki kemampuan menjadi sel nonmiotik, untuk melanjutkan
kembali fungsi normal jaringan.
Sel labil banyak terdapat pada sel hemopoiesis di sumsum tulang dan
mewakili sebagian besar epitel permukaan, yaitu: pada kulit, rongga mulut,
vagina dan serviks.
Pada skenario disebutkan bahwa tokoh pernah dioperasi dan bekas operasi
tersebut kini sudah tidak tampak jelas. Hal tersebut adalah salah satu contoh
proses perbaikan jaringan yaitu penyembuhan luka. Penyembuhan luka
merupakan suatu proses yang kompleks, tetapi umumnya terjadi secara teratur.
Jenis sel khusus secara beruntun pertama-tama akan membersihkan jejas,
kemudian secara progresif membangun dasar (scaffolding) untuk mengisi
setiap defek yang dihasilkan.
Penyembuhan luka dapat dikelompokkan menjadi penyembuhan primer
dan penyembuhan sekunder. Salah satu contoh paling sederhana pemulihan
luka adalah penyembuhan suatu insisi bedah yang bersih dan tidak terinfeksi di
sekitar jahitan bedah, seperti kasus pada skenario. Proses ini disebut dengan
penyatuan primer, atau penyembuhan primer. Insisi tersebut hanya
menyebabkan robekan fokal pada kesinambungan membran basalis epitel dan
menyebabkan kematian sel epitel dan jaringan ikat dalam jumlah relatif sedikit.
Akibatnya, regenerasi epitel menonjol daripada fibrosis. Ruang insisi yang
sempit segera terisi oleh darah bekuan fibrin; dehidrasi pada permukaan
menghasilkan suatu keropeng yang menutupi dan melindungi tempat
penyembuhan.
Dalam waktu 24 jam, neutrofil akan muncul pada tepi insisi, dan
bermigrasi menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai
menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hinga 48 jam, sel
epitel dari kedua tepi irisan telah mulai bermigrasi dan berproliferasi di
sepanjang dermis, dan mendepositkan komponen membran basalis saat dalam
perjalanannya. Sel tersebut bertemu di garis tengah di bawah keropeng
permukaan, menghasilkan suatu lapisan epitel yang tidak putus.
Pada hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar dan digantikan makrofag,
dan jaringan granulasi secara progesif menginvais ruang insisi. Serat kolagen
pada tepi insisi sekarang timbul, teteapi mengarah vertikal dan tidak
menjembatani insisi. Proliferasi sel epitel berlanjut, menghasilkan suatu lapisan
epidermis penutup yang menebal.
Pada hari ke-5, neovaskularisasi mencapai puncaknya karena jaringan
granulasi mengisi ruang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan
mulai menjembatani insisi. Epidermis mengembalikan ketebalan normalnya
karena diferensiasi sel permukaan menghasilkan arsitektur epidermis matur
yang disertai dengan kreatinasi permukaan.
Selama minggu kedua, penumpukan kolagen dan proliferasi fibroblas
masih berlanjut. Infiltrasi leukosit, edema, dan peningkatan vaskularisasi telah
amat berkurang. Proses panjang “pemutihan” dimulai, dilakukan melalui
peningkatan disposisi kolagen di dalam jatingan parut bekas insisi dan regresi
saluran pembuluh darah.
Pada akhir bulan pertama, jaringan parut yang bersangkutan terdiri atas
suatu jaringan ikat sel yang sebagian besar tanpa disertai sel radang dan
ditutupi olehsuatu epidermis yang sangat normal. Namun tambahan dermis
yang hancur pada garis insisi akan menghilang permanen. Kekuatan regang
pada luka meningkat bersama perjalanan waktu.
Jika kehilangan sel atau jaringan terjadi lebih luas, seperti pada infark,
ulserasi radang, pembentukan abses, aau bahkan luka besar, proses
pemulihannya menjadi lebih kompleks. Pada keadaan ini, regenerasi sel
parenkim saja tidak dapat mengembalikan arsitektur asal. Akibatnya, terjadi
pertumbuhan jaringan granulasi yang luas ke arah dalam dari tepi luka, diikuti
dengan penumpukan matriks ekstraseluler serta pembentukkan jaringan parut.
Bentuk penyembuhan ini disebut sebagai penyatuan sekunder, atau
penyembuhan sekunder (Robbins, 2007)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Terdapat dua jenis neoplasma yaitu neoplasma jinak (benigna) dan
neoplasma ganas (maligna).
2. Terjadinya kanker membutuhkan waktu yang lama dan panjang.
3. Neoplasma dapat dicegah dengan beberapa cara.
4. Adanya gejala klinis pada neoplasma berarti sudah mencapai tahap
maligna, sehingga perlu pemeriksaan dini.
5. Gold standar diagnosis neoplasma dengan pemeriksaan histopatogi.
6. Penatalaksanaan neoplasma secara gold standar adalah dengan operasi.
7. Mastektomi pada kanker payudara diperlukan untuk mencegah
terjadinya metastase, namun terdapat indikasi khusus untuk
mastektomi.
B. Saran
1. Sebaiknya dilakukan penyuluhan untuk masyarakat tentang kanker
payudara, supaya masyarakat dapat mengenal dan mengetahui lebih
dini.
2. Setiap wanita diharapkan dapat melakukan SADARI untuk mencegah
terjadinya keganasan pada payudara.
3. Mengurangi zat-zat karsinogenik dapat dilakukan untuk mengurangi
kejadian keganasan.
DAFTAR PUSTAKA
Desen, Wan, et al. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinik. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
http://www.cancerhelps.com/kemoterapi.htm (Diakses pada tanggal
10 September 2012 pukul 19:30)
Guyton. A. C. And Hall. J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
EGC: Jakarta
Karsono, Bambang. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2003. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi
6. Jakarta: EGC
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi
7. Jakarta: EGC
Mansjoer, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Kedua Edisi Ketiga. Media
Aeusculapius FK UI: Jakarta
Price, S. A. Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC
Sukardja, I. D. G. 2000. Onkologi Klinik Edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press
Suega, Ketut, Bakta I Made. 2009. Penanda Tumor dan Aplikasi Klinik dalam
Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Totok. 2009. Dasar Dasar Neoplasma. Lab Patologi FK UGM: Yogyakarta
Widjono, Yekti W. 2011. Kuliah KBK 2011: Neoplasma. FK UNS: Surakarta.