Skenario 4 Cath Fix

44
Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Tahanan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jl.Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510 Catherine Dorinda Candawasa 10.2011.293 _____________________________________________________________ _____________ PENDAHULUAN Seorang laki-laki, pasien lama anda, datang ke tempat praktek anda, ia menyapa dengan baik seperti biasanya, dan kemudian meminta tolong kepada anda melakukan sesuatu. Kakak kandungnya saat ini sedang diperiksa oleh kejaksaan karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi, dengan status tahanan. Ia sebenarnya menderita penyakit jantung yang telah lama dideritanya, penyakit lever, dan penyakit pada lutut kanannya (osteochondritis genu) sehingga ia mengalami hambatan dalam berjalan. Pasien lama anda tersebut menunjukan kepada anda data-data medik dari kakaknya. Pasien lama anda tersebut mendengar bahwa di Jepang terdapat seorang profesor ortopedi yang sangat mahir dalam menangani penyakit lututnya. Oleh karena itu ia meminta kepada anda untuk dapat membuatkan surat pengantar berobat ke profesor di Jepang tersebut. PEMBAHASAN PERAWATAN TAHANAN Bagian Pertama Penerimaan 1

description

nmnm

Transcript of Skenario 4 Cath Fix

Page 1: Skenario 4 Cath Fix

Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Tahanan

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)

Jl.Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510

Catherine Dorinda Candawasa

10.2011.293

__________________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Seorang laki-laki, pasien lama anda, datang ke tempat praktek anda, ia menyapa

dengan baik seperti biasanya, dan kemudian meminta tolong kepada anda melakukan sesuatu.

Kakak kandungnya saat ini sedang diperiksa oleh kejaksaan karena diduga telah

melakukan tindak pidana korupsi, dengan status tahanan. Ia sebenarnya menderita penyakit

jantung yang telah lama dideritanya, penyakit lever, dan penyakit pada lutut kanannya

(osteochondritis genu) sehingga ia mengalami hambatan dalam berjalan. Pasien lama anda

tersebut menunjukan kepada anda data-data medik dari kakaknya. Pasien lama anda tersebut

mendengar bahwa di Jepang terdapat seorang profesor ortopedi yang sangat mahir dalam

menangani penyakit lututnya. Oleh karena itu ia meminta kepada anda untuk dapat

membuatkan surat pengantar berobat ke profesor di Jepang tersebut.

PEMBAHASAN

PERAWATAN TAHANAN

Bagian Pertama Penerimaan

Pasal 5

(1) Setiap penerimaan tahanan di RUTAN/Cabang RUTAN, LAPAS/Cabang LAPAS

atau tempat tertentu wajib:

a. didaftar; b. dilengkapi surat penahanan yang sah yang dikeluarkan oleh pejabat

yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan yang

bersangkutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

(2) Penerimaan tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku bagi tahanan

sipil.

1

Page 2: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 6

(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:

a. pencatatan;

1) surat perintah atau surat penetapan penahanan; 2) jati diri; 3)

barang dan uang yang dibawa.

b. pemeriksaan kesehatan;

c. pembuatan pasphoto;

d. pengambilan sidik jari; dan

e. pembuatan Berita Acara Serah Terima Tahanan.

(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a harus

dilakukan dalam buku register yang disediakan sesuai dengan tingkat

pemeriksaannya.

Bagian Ketiga Penempatan

Pasal 7

Penempatan tahanan ditentukan berdasarkan penggolongan:

a. umur;

b. jenis kelamin;

c. jenis tindak pidana;

d. tingkat pemeriksaan perkara; atau

e. untuk kepentingan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan.

Bagian Keempat

Tata Cara Penerimaan, Pendaftaran dan Penempatan

Pasal 8

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan, pendaftaran dan penempatan

tahanan di RUTAN/Cabang RUTAN, LAPAS/ Cabang LAPAS dan tempat tertentu

diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 9

Perawatan tahanan meliputi perawatan jasmani dan rohani yang dilaksanakan

berdasarkan program perawatan.

2

Page 3: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 10

(1) Program perawatan bagi tahanan harus sesuai dengan bakat, minat, dan

bermanfaat bagi tahanan dan masyarakat.

(2) Program perawatan bagi tahanan dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) jam sehari.

(3) Program perawatan tahanan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

HAK DAN KEWAJIBAN TAHANAN

Bagian Pertama Hak Tahanan Paragraf 1 Ibadah

Pasal 11

(1) Setiap tahanan berhak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya masing-masing di dalam RUTAN/ Cabang RUTAN dan

LAPAS/Cabang LAPAS.

(2) Bagi tahanan dalam RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang LAPAS,

pelaksanaan ibadah dilakukan di dalam kamar blok masing-masing.

(3) Dalam hal tertentu tahanan dapat melaksanakan ibadah bersama-sama di tempat

ibadah yang ada dalam RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS.

Pasal 12

(1) Setiap RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS ditempatkan

petugas pembinaan keagamaan.

(2) Penempatan petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disesuaikan dengan

keperluan tiap-tiap RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS yang

berdasar atas pertimbangan Kepala RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang

LAPAS.

(3) Apabila petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dari lingkungan RUTAN

tidak mencukupi, maka petugas dapat didatangkan dari luar RUTAN/Cabang RUTAN

atau LAPAS/ Cabang LAPAS yang telah mendapat persetujuan dari Departemen

Agama.

Pasal 13

Sarana dan prasarana peribadatan disediakan oleh RUTAN/Cabang RUTAN atau

LAPAS/Cabang LAPAS .

3

Page 4: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 14

Setiap tahanan berhak mendapatkan perawatan rohani dan perawatan jasmani.

Pasal 15

(1) Perawatan rohani dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan rohani kepada

tahanan.

(2) Penyuluhan rohani sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berupa ceramah

penyuluhan dan pendidikan agama.

Pasal 16

(1) Perawatan jasmani dilaksanakan dengan memberikan kegiatan olahraga.

(2) Kegiatan olah raga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa olah

raga perorangan, permainan dan sejenisnya yang bertujuan untuk menjaga atau

meningkatkan kesehatan dan kesegaran fisik.

Pasal 17

Jadwal dan materi perawatan rohani dan perawatan jasmani sebagaimana dimaksud q

dalam Pasal 15 dan Pasal 16 ditetapkan oleh Kepala RUTAN/Cabang RUTAN atau

LAPAS/Cabang LAPAS secara berkala sesuai dengan keperluan.

Pasal 18

Sarana dan prasarana perawatan rohani dan jasmani disediakan oleh RUTAN/Cabang

RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS .

Pasal 19

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 diatur

lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 20

(1) Bagi tahanan dapat diberikan kesempatan mengikuti pendidikan dan pengajaran.

(2) Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi tahanan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dapat berupa:

a. penyuluhan hukum; b. kesadaran berbangsa dan bernegara; dan c. lainnya sesuai

dengan program perawatan tahanan.

4

Page 5: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 21

(1) Setiap tahanan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

(2) Pada setiap RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS disediakan

poliklinik beserta fasilitasnya dan ditempatkan sekurang-kurangnya

seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

(3) Dalam hal RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS belum ada

tenaga dokter atau tenaga kesehatan lainnya, maka pelayanan kesehatan

dapat minta bantuan kepada rumah sakit atau Puskesmas terdekat.

Pasal 22

(1) Pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter RUTAN/ Cabang RUTAN atau

LAPAS/Cabang LAPAS.

(2) Dalam hal dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhalangan,

maka pelayanan kesehatan tertentu dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan lainnya.

Pasal 23

(1) Pemeriksaan kesehatan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam

1 (satu) bulan dan dicatat dalam kartu kesehatan.

(2) Dalam hal ada keluhan mengenai kesehatan, maka dokter atau tenaga

kesehatan RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang LAPAS wajib melakukan

pemeriksaan terhadap tahanan.

(3) Dalam hal hasil pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dan ayat (2) ditemukan adanya penyakit menular atau yang

membahayakan, maka tahanan tersebut wajib dirawat secara

khusus.

(4) Perawatan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24

(1) Dalam hal tahanan yang sakit memerlukan perawatan lebih lanjut,

maka dokter atau tenaga kesehatan RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang

LAPAS memberikan rekomendasi kepada Kepala RUTAN/Cabang RUTAN atau

5

Page 6: Skenario 4 Cath Fix

LAPAS/ Cabang LAPAS agar pelayanan kesehatan dilakukan di rumah sakit

di luar RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS .

(2) Pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) harus mendapat izin dari instansi yang menahan dan Kepala RUTAN/Cabang

RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS.

(3) Dalam hal keadaan darurat, Kepala RUTAN/Cabang RUTAN atau

LAPAS/Cabang LAPAS dapat mengirim tahanan yang sakit ke rumah sakit tanpa izin

instansi yang menahan terlebih dahulu.

(4) Dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam, petugas

pemasyarakatan memberitahukan pengiriman tahanan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) kepada instansi yang menahan.

(5) Tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang dibawa dan dirawat di rumah

sakit harus dikawal oleh petugas kepolisian.

(6) Biaya perawatan kesehatan di rumah sakit dibebankan kepada negara.

Pasal 25

(1) Dalam hal ada tahanan yang meninggal dunia karena sakit, maka Kepala

RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS segera memberitahukan

kepada pejabat instansi yang menahan dan keluarga tahanan yang meninggal,

kemudian dimintakan surat keterangan kematian dari dokter serta dibuatkan berita

acara.

(2) Apabila penyebab meninggalnya tidak wajar, maka Kepala RUTAN/Cabang

RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS segera melapor kepada kepolisian setempat

guna penyelidikan dan penyelesaian visum et repertum dari dokter yang berwenang

dan memberitahukan kepada pejabat instansi yang menahan serta keluarga dari

tahanan yang meninggal.

Pasal 26

(1) Jenazah tahanan yang tidak diambil keluarganya dalam waktu 2x24

(dua kali dua puluh empat) jam sejak meninggal dunia, dan telah diberitahukan secara

layak kepada keluarga atau ahli warisnya, maka penguburannya dilaksanakan oleh

6

Page 7: Skenario 4 Cath Fix

RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang LAPAS dengan dibuatkan berita

acara.

(2) Pengurusan jenazah dan pemakamannya harus diselenggarakan secara layak

menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.

(3) Segala biaya pemakaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanggung oleh

negara.

Pasal 27

(1) Barang-barang milik tahanan yang meninggal dunia, harus segera diserahkan

kepada keluarga atau ahli warisnya dengan dibuatkan Berita Acara Penyerahan.

(2) Apabila barang-barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam tenggang

waktu 6 (enam) bulan tidak ada yang menerima, maka barang tersebut menjadi milik

negara atau dimusnahkan.

(3) Dalam hal barang-barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengandung bibit

penyakit yang berbahaya, segera dimusnahkan dengan dibuat berita acara.

Pasal 28

(1) Setiap tahanan berhak mendapatkan makanan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(2) Tahanan warga negara asing, diberikan makanan yang sama seperti tahanan yang

lainnya, kecuali atas petunjuk dokter dapat diberikan makanan jenis lain sesuai

dengan kebiasaan di negaranya yang harganya tidak melampaui harga makanan

seorang sehari.

(3) Setiap tahanan yang sakit, hamil, atau menyusui berhak mendapat makanan

tambahan sesuai dengan petunjuk dokter.

(4) Anak dari tahanan wanita yang dibawa ke dalam RUTAN/ Cabang RUTAN atau

LAPAS/Cabang LAPAS diberi makanan dan makanan tambahan sesuai dengan

petunjuk dokter paling lama sampai anak berumur 2 (dua) tahun.

(5) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) telah berumur 2 (dua)

tahun harus diserahkan kepada bapak atau sanak keluarganya, atau pihak lain atas

persetujuan ibunya.

Pasal 29

(1) Petugas RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS yang mengelola

7

Page 8: Skenario 4 Cath Fix

makanan bertanggung jawab atas:

a. kebersihan makanan dan dipenuhinya syarat-syarat kesehatan makanan

dan gizi

b. pengadaan, penyimpanan, dan penyiapan makanan; dan

c. pemeliharaan peralatan makanan dan peralatan masak.

(2) Ketentuan mengenai pengelolaan makanan diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Menteri.

Pasal 30

(1) Setiap tahanan dapat menerima makanan dan atau minuman dari keluarganya atau

pihak lain setelah mendapat izin dari petugas Satuan Pengamanan RUTAN/Cabang

RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS.

(2) Makanan dan atau minuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum

diserahkan kepada tahanan, harus diperiksa terlebih dahulu oleh Petugas.

Pasal 31

Setiap tahanan yang berpuasa diberikan makanan dan atau minuman tambahan.

Pasal 32

Setiap orang dilarang memberikan makanan dan atau minuman kepada tahanan yang

dapat menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan dan ketertiban.

Pasal 33

Mutu dan jumlah bahan makanan untuk kebutuhan tahanan harus sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 34

(1) Setiap tahanan berhak menyampaikan keluhan tentang perlakuan pelayanan

petugas atau sesama tahanan kepada Kepala RUTAN/ Cabang

RUTAN atau Kepala LAPAS/Cabang LAPAS.

8

Page 9: Skenario 4 Cath Fix

(2) Keluhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan apabila perlakuan

tersebut benar-benar dirasakan dapat mengganggu dalam mengikuti program-program

perawatan, pelayanan, keamanan, dan ketertiban.

(3) Keluhan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis dengan tetap memperhatikan

tata tertib RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS.

(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian dan penyelesaian keluhan diatur lebih

lanjut dengan Keputusan Menteri.

Bahan Bacaan dan Siaran Media Massa

Pasal 35

(1) Setiap RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS menyediakan

bahan bacaan atau media massa lainnya.

(2) Bahan bacaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan program

perawatan tahanan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(3) Jadwal pelayanan dan tata cara peminjaman bahan bacaan ditetapkan oleh Kepala

RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS .

Pasal 36

Dalam hal tahanan membawa sendiri atau memperoleh dari orang lain bahan bacaan

atau media massa elektronika, harus mendapat izin terlebih dahulu dari Kepala

RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS .

BERAKHIRNYA MASA PERAWATAN TAHANAN

Pasal 48

(1) Perawatan tahanan berakhir karena:

a. adanya putusan hakim yang membebaskan atau melepaskan terdakwa dari segala

tuntutan hukum;

b. adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan terhadap terdakwa telah

dieksekusi untuk menjalani pidana di LAPAS;

c. masa penahanan atau perpanjangan penahanannya telah habis; atau

d. meninggal dunia.

9

Page 10: Skenario 4 Cath Fix

(2) Tahanan yang telah berakhir masa perawatannya sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) wajib:

a. dikeluarkan dari RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang LAPAS ;

b. dicatat dalam buku register; dan

c. diambil sidik jarinya.

(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b meliputi:

a. putusan hakim yang membebaskan atau melepaskan terdakwa, putusan hakim yang

menjatuhkan pidana, dan terdakwa diperintahkan menjalani pidana, keputusan Kepala

RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS yang membebaskan

terdakwa atau surat keterangan kematian yang dibuat

oleh dokter;

b. jati diri;dan

c. berita acara.

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 49

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan

mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas, dan tanggung

jawab perawatan tahanan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum

diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu

sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian

baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang

cukup banyak jumlahnya.

Etika Kedokteran dalam KODEKI

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA 1

Kewajiban Umum :

10

Page 11: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai

dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis

maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah

memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan

menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji

kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah

diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan

medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai

rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

11

Page 12: Skenario 4 Cath Fix

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup

makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan

kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan

yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik

maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat

yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien :

Pasal 10

Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia

wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit

tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.

12

Page 13: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

Kaidah moral kedokteran

Jenis hubungan dokter pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran,

sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan

atau rambu-rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di

dalam prinsip moral profesi, yaitu : 2

a) Autonomy (menghormati hak-hak pasien)

b) Beneficence (berorientasi pada kebaikan pasien)

c) Non-maleficence (tidak mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien)

d) Justice (meniadakan diskriminasi)

e) Veracity (kebenaran informasi)

f) Fidelity (kesetiaan)

g) Privasi (menghormati hak pribadi)

h) Confidentiality (menjaga kerahasiaan)

Keempat prinsip teratas sering dikelompokkan sebagai prinsip dasar hubungan

dokter-pasien, sedangkan sisa dibawahnya dikelompokkan sebagai prinsip

turunan. Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai

ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules

dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah : 3

a. Prinsip autonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,

terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Pasien berhak

menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, dan

membiarkan pasien demi dirinya sendiri sebagai mahluk bermartabat.

13

Page 14: Skenario 4 Cath Fix

b. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditujukan kekebaikan pasien. Melindungi dan mempertahankan hak pasien,

mencegah terjadi kerugian, menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada

yang lain. Mengutamakan kepentingan pasien, memandang pasien tak hanya

sejauh menguntungkan dokter atau pihak lain, maksimalisasi akibat baik.

c. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non

nocere” atau “above all do no harm”. Tidak boleh berbuat jahat atau

membuat derita pasien, minimalisasi akibat buruk. Kewajiban dokter

menganut ini berdasarkan pada pasien yang dalam keadaan amat berbahaya

atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting, dokter sanggup mencegah

bahaya atau kehilangan tersebut, tindakan kedokteran tadi terbukti efektif,

manfaat bagi pasien lebih banyak dari kerugian dokter.

d. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan

keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya,

memberikan perlakuan yang sama untuk setiap orang.

Pada awalnya, hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat

paternalistik, dengan prinsip moral utama adalah beneficence. Sifat hubungan

paternalistik ini kemudian dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien, dan

dianggap tidak sesuai dengan perkembangan moral saat ini, sehingga

berkembanglah teori hubungan kontraktual. Veatch (1972) mengatakan bahwa

dokter dan pasien adalah pihak-pihak yang bebas, yang meskipun memiliki

perbedaan kapasitas dalam membuat keputusan, tetapi saling menghargai.

Hubungan kontrak seharusnya terjadi pertukaran informasi dan negosiasi sebelum

terjadinya kesepakatan, namun juga memberikan peluang kepada pasien untuk

menyerahkan pengambilan keputusan kepada dokter.2

Etika Kedokteran dalam UU No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN 4

Pasal 2

14

Page 15: Skenario 4 Cath Fix

Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai

ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan

keselamatan pasien.

Pasal 3

Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :

a. memberikan perlindungan kepada pasien;

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang

diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan

c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Pasal 29

(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di

Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi

dokter gigi.

(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran

Indonesia.

(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi

dokter gigi harus memenuhi persyaratan :

a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi

spesialis;

b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter

atau dokter gigi;

c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

d. memiliki sertifikat kompetensi; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi.

Pasal 35

15

Page 16: Skenario 4 Cath Fix

(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi

mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan

dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:

a. mewawancarai pasien;

b. memeriksa fisik dan mental pasien;

c. menentukan pemeriksaan penunjang;

d. menegakkan diagnosis;

e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;

g. menulis resep obat dan alat kesehatan;

h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;

i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan

j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah

terpencil yang tidak ada apotek.

Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia

wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37

(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh

pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran

atau kedokteran gigi dilaksanakan.

(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat. (3) Satu surat izin

praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 39

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter

atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,

16

Page 17: Skenario 4 Cath Fix

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan

pemulihan kesehatan.

Pasal 40

(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik

kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi

pengganti.

(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.

Pasal 41

(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan

menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36

wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan,

pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter

gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pasal 44

(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib

mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut

jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 46

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib

membuat rekam medis.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi

setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

17

Page 18: Skenario 4 Cath Fix

(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan

petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47

(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan

milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam

medis merupakan milik pasien.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga

kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan

kesehatan.

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 48

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib

menyimpan rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,

memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,

permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan

Menteri.

INFORMED CONSENT

Definisi Informed Consent 5

Informed à telah diberikan penjelasan/informasi

Consent à persetujuan yang diberikan kepada seseorang utk berbuat sesuatu

Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis

(pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan

tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

18

Page 19: Skenario 4 Cath Fix

1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang

mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.

585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88

butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup

besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak

pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis

serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);

2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat

non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak

pasien;

3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien

yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan

lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap

dirinya.

19

Page 20: Skenario 4 Cath Fix

Tujuan Informed Consent:

1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang

sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya

yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan

bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada

setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No.

290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3)

Informed consent dalam PerMenKes

Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/MenKes/IX/1989 tentang Persetujuan

Tindakan Medik 6

Pasal 1. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenal tindakan medik

yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut;

b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa

diagnostik atau terapeutik;

c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi

keutuhan jaringan tubuh;

d. Dokter adalah dokter umur/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis

yang bekerja di rumah sakit, pus kesmes, klinik atau praktek pero-

rangan/bersama.

Pasal 2. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Semua tindakan medik yg akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan.

(2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.

(3) persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang

bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkannya.

20

Page 21: Skenario 4 Cath Fix

(4) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat

pendidikan serta kondisi dan situasi pasien

Pasal 3. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan

persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan.

(2) Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini

tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-

nyata atau secara diam-diam.

Pasal 4. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik

diminta maupun tidak diminta.

(2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila

dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan

kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi.

Pasal 5. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan

medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.

(2) Informasi diberikan secara lisan

(3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai

bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.

(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan

pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat.

Pasal 6. Permenkes No 58#MenKes/Per/IX/1989

Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus

diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri.

21

Page 22: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 7. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.

(2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan

untuk menyelamatkan jiwa pasien.

Pasal 8. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

(1) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar

dan sehat mental.

(2) Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21

tahun (duapuluh satu) tahun atau telah menikah.

Pasal 9. Permenkes No 585/Men Kes/Per/lX/1989

(1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cura tele)

persetujuan diberikan oleh wali/curator.

(2) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan

oleh orang tua/wali/curator.

Pasal 10. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

Bagi pasien di bawah umur 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak mempunyai

orang tua/wali dan atau orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh

keluarga terdekat atau induk semang (guardian).

Pasal 11. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga

terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang

memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diper Iukan

persetujuan dari siapapun.

Pasal 12. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tin-

dakan medik.

22

Page 23: Skenario 4 Cath Fix

Pasal 13. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari

pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan

surat izin prakteknya.

Pasal 14. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakan sesuai dengan program

pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat

banyak, maka persetujuan tindakan medik tidak diperlukan.

Pasal 15. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam. Peraturan Menteri

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik.

Informed consent dalam UU No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran 4

Pasal 45

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh

dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup :

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara

tertulis maupun lisan.

23

Page 24: Skenario 4 Cath Fix

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko

tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang

berhak memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),

dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus

menjelaskan beberapa hal, yaitu:

1. Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan /

pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.

2. Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.

3. Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.

4. Alternative metode perawatan / pengobatan.

5. Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan

persetujuan.

6. Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu

percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan.

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran

dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.

2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan

kedokteran tersebut.

5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif

cara pengobatan yang lain.

6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

24

Page 25: Skenario 4 Cath Fix

RAHASIA KEDOKTERAN

Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai

norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. 7

Rahasia kedokteran dibagi :

1. Rahasia pekerjaan dokter, adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus

dirahasiakan berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan setelah

menyelesaikan pendidikannya

2. Rahasia jabatan dokter, adalah rahasia dokter sebagai pejabat struktural

Dalam Sumpah Dokter Indonesia, salah satunya berbunyi : “Saya akan merahasiakan

segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya”, sedangkan Kode Etik Kedokteran

Indonesia merumuskannya sebagai “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.”

Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib simpan rahasia

kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk menyimpan segala sesuatu yang

diketahuinya selama melakukan pekerjaan di bidang kedokteran sebagai rahasia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN

1966 TENTANG WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN

Pasal 1.

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh

orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya

dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2.

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut

dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi

daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.

Pasal 3.

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:

25

Page 26: Skenario 4 Cath Fix

a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan

(Lembaran Negara tahun 1963 No.79)

b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,

pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri

Kesehatan.

Pasal 4

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang

tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-

undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif

berdasarkan pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 5.

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang

disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-

tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 6.

Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan

Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.

Pasal 7.

Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia

Kedokteran".

Pasal 8.

Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang dapat

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Namun PP tersebut diatas memberikan pengecualian sebagaimana terdapat dalam

pasal 2, yaitu apabila terdapat peraturan perundang-undangan yang sederajat (PP) atau

yang lebih tinggi (UU) yang mengaturnya lain.

26

Page 27: Skenario 4 Cath Fix

Baik UU Kesehatan maupun UU Praktik Kedokteran juga mewajibkan tenaga

kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran. Selanjutnya UU Praktik Kedokteran

memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam

pasal 48 ayat 2 UU No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran : 3

a. untuk kepentingan kesehatan pasien

b. untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum

c. permintaan pasien sendiri

d. berdasarkan ketentuan undang-undang

Ketentuan pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dipidana

oleh karena melakukan suatu perbuatan untuk menjalankan undang-undang memperkuat

peluang bagi tenaga kesehatan dalam keadaan dan situasi tertentu dapat membuka “rahasia

kedokteran” tanpa diancam pidana. Hal ini mengakibatkan “bebasnya” para dokter dan

tenaga administrasi kesehatan dalam membuat Visum et Repertum (kewajiban dalam

KUHAP) dan dalam menyampaikan pelaporan tentang statistik kesehatan, penyakit wabah

dan karantina (diatur dalam UU terkait)

Alasan lain yang memperbolehkan membuka rahasia kedokteran adalah adanya izin atau

persetujuan atau kuasa dari pasien itu sendiri, perintah jabatan (pasal 51 KUHP), daya paksa

(pasal 48 KUHP), dan dalam rangka membela diri (pasal 49 KUHP). Selain itu etika

kedokteran umumnya membenarkan pembukaan rahasia kedokteran secara terbatas untuk

kepentingan konsultasi profesional, pendidikan, dan penelitian. Permenkes No.749a juga

memberi peluang bagi penggunaan rekam medis untuk pendidikan dan penelitian. Dalam

kaitannya dengan keadaan yang memaksa dikenal dua keadaan, yaitu pengaruh daya paksa

yang memadai (overmacht) dan keadaan yang memaksa (noodtoestand).

DAMPAK HUKUM

Setiap tindakan medis mempunyai indikasi, resiko, keuntungan dan kerugiannya

tersendiri. Dalam tindakan pengobatan pasien penderita gonorrhea (GO), penting untuk

diketahui riwayat hubungan seksual, sudah menikah belum, apakah melakukan persetubuhan

dengan lebih dari satu orang. Penting bagi dokter untuk mengingat bahwa ‘ping-pong

phenomene’ dapat terjadi pada kasus gonorrhea, maka penting untuk mengobati kedua orang

yang sudah berhubugan seksual, khususnya jika sudah menikah.

27

Page 28: Skenario 4 Cath Fix

Kewajiban Dokter – Penjelasan Tindakan Medis ( Edukasi )

Pada kasus tersebut, pasien laki-laki harus dijelaskan mengenai keuntungan dan

kerugian jika ia menjalani pengobatan tanpa mengobati juga sang istri yang kemungkinan

sudah terkena gonorrhea. Jika dokter tidak meberikan penjelasan terlebih dahulu, dokter

tersebut tidak memenuhi kewajiban dokter yang tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 5

Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989, yang menuntut dokter untk menjelaskan atau

memberikan informasi yang adekuat kepada pasien sebelum melakukan tindakan medis.

Apabila Dokter Melanggar Rahasia Kedokteran 8

Di lain pihak, jika dokter tidak menjelaskan kepada pasien bahwa penting untuk

memberitahu kepada istri pasien untuk menjalani pengobatan, tetapi dokter tersebut yang

menyampaikan informasi secara langsung kepada istri pasien tanpa persetujuan dari pasien,

dokter telah melanggar hak pasien atas rahasia rekam medis pasien.

Pasal 322 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan

ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya

dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

KUH Perdata 1365

“Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,

mewajibkan orang yang karena kesalahannnya menyebabkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut”

28

Page 29: Skenario 4 Cath Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Kode etik kedokteran. Diunduh dari www.idionline.org/wp-content/uploads/ Kode -

Etik - Kedokteran .pdf .9 Januari 2016

2. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi ke-4. Jakarta:

EGC; 2008. h. 48-56; h. 120-35.

3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T. Informed consent. Rahasia kedokteran. Dalam :

Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Pustaka Dwipar ; 2007. h. 77-83

4. UU No 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Diunduh dari http://www.ropeg-

kemenkes.or.id/documents/uu_29_2004.pdf. 6 Januari 2016

5. Informed consent. Diunduh dari www.fkunja2010.files.com/2011/02/informed-

consent.ppt. 6 Januari 2016

6. Bagian kedokteran forensik FKUI. Permenkes RI No 585/ Menkes/ PER/ IX/ 1989.

Dalam:Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta:Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran UI; 1994. h. 2-44

7. Rahasia kedokteran. Diunduh dari

http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Hukum_Kedokteran/Rahasia

%20Kedokteran%20(14).pdf . 6 Januari 2016

8. Mulyatno. KUHP. Cetakan 28. Jakarta : Bumi Aksara; 2009. h. 23–4

9. SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANANDiunduh dari http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_58_1999.pdf. 6 Januari 2016

29