Laporan Tutorial Skenario 3.doc
-
Upload
doctarisya -
Category
Documents
-
view
396 -
download
65
description
Transcript of Laporan Tutorial Skenario 3.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit pulpa pada gigi anak bermacam-macam seperti resorbsi akar
patologik yang dibagi menjadi resorbsi akar patologik interna dan resorbsi akar
patologik eksterna serta pulpitis yang dibagi menjadi pulpitis irreversible dan
pulpitis reversible. Pada penyakit pulpa gigi anak biasanya ditemukan akar yang
teresorbsi akibat adanya diferensiasi makrofag sebagai odontoklas sehingga akan
meresorbsi sementum, permukaan akar, dan dentin akar. Resorbsi interna terjadi
pada gigi vital sedangkan resorbsi eksterna pada gigi nonvital dengan peradangan
yang meluas dan berlanjut resorbsi tulang di sekitarnya. Resorbsi akar juga
bisa dikarenakan pemakaian orthodonti, inflamasi, sistemik, dan idiopatik.
Perforasi pada pulpa yang menyebabkan terjadinya penyakit pulpa dapat
disebabkan karena adanya karies yang terlalu dalam dan trauma mekanis pada saat
preparasi cavitas.
Perawatan pulpa pada gigi sulung dapat dianggap upaya preventif karena
gigi yang telah dirawat dengan berhasil dapat dipertahankan dalam keadaan
nonpatologis sampai saat tanggalnya yang normal. Dengan demikian, lengkung
geligi dapat dipertahankan dalam keadaan utuh, fungsi pengunyahan
dipertahankan, infeksi dan peradangan kronis dapat dihilangkan sehingga
kesehatan jaringan mulut yang baik dapat dipertahankan. Untuk mencapai tujuan
ini, telah dikembangkan beberapa perawatan endodontik konservatif sebagai
perawatan alternatif selain pencabutan gigi.
Perbedaan yang nyata mengenai anatomis pulpa pada gigi sulung perlu
kita ketahui untuk menunjang keberhasilan perawatan yang akan kita lakukan
khususnya untuk perawatan pulpa konservatif, perawatan hanya dilakukan sampai
sebatas kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa vital pada saluran akar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah diagnosis dan rencana perawatan dari kasus pada skenario
perawatan gigi sulung?
1
2. Termasuk dalam resorbsi apakah kasus pada skenario tersebut?
3. Apa saja macam-macam perawatan pada gigi sulung?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui diagnosis dan rencana perawatan dari kasus pada skenario
perawatan gigi sulung.
2. Mengetahui macam resorbsi dari kasus pada skenario.
3. Mengetahui macam-macam perawatan pada gigi sulung.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pulpa Gigi
Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi.
Jaringan ini adalah jaringan pembentuk, penyokong dan merupakan bagian
integral dari dentin yang mengelilinginya. Fungsi primer pulpa adalah formatif
yakni membentuk odontoblas dan odontoblas ini tidak hanya membentuk dentin
melainkan berinteraksi pula dengan epithelium dentalis untuk memulai
pembentukan email di masa awal perkembangan gigi (Richard E. Walton, 2001)
Terbukanya pulpa paling sering disebabkan oleh karies, tetapi dapat pula
disebabkan oleh trauma dari suatu benturan atau selama preparasi kavitas.
Terbukanya pulpa disebabkan oleh karies terjadi lebih sering pada gigi-gigi susu
daripada gigi-gigi tetap karena gigi-gigi susu mempunyai rongga pulpa yang
relatif lebih besar, tanduk pulpa lebih menonjol dan email serta dentin yang lebih
tipis. Terbukanya pulpa karena karies akhirnya diikuti oleh infeksi pulpa,
sedangkan terbukanya pulpa karena trauma diikuti oleh infeksi, jika pulpa yang
terbuka terkontaminasi saliva. Pulpa yang terinfeksi menjadi meradang dan dan
dapat terjadi nekrose pulpa; jika infeksi menyebar ke tulang alveolar, gigi tetap
yang sedang berkembang dapat terkena. Karena alasan-alasan ini, gigi susu
dengan pulpa terbuka jangan dibiarkan tanpa perawatan dan gigi molar susu lebih
sering memerlukan perawatan pulpa, daripada gigi anterior susu (Andlaw R.J,
1992).
2.2 Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih
walaupun penyebabnya dihilangkan. Lambat atau cepat pulpa akan menjadi
nekrosis. Pulpitis ireversibel sering kali merupakan akibat atau perkembangan dari
pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang
luas selama prosedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma
3
atau penggerakan gigi dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan
pulpitis ireversibel (Richard E. Walton, 2001)
Perawatan dapat dilakukan dengan pilihan antara konservasi (melalui
beberapa bentuk perawatan pulpa) atau pencabutan. Metode perawatan meliputi
pulp capping dan pulpotomi, pulpektomi biasanya dianggap tidak praktis karena
sulit untuk mendapatkan arah masuk ke saluran akar pada mulut anak-anak yang
kecil dan karena kompleksnya saluran akar molar susu (Andlaw R.J, 1992).
2.3 Perawatan Pulpa Gigi Anak
Terdapat beberapa metode dalam perawatan pulpa gigi anak. Secara umum
pulpotomi merupakan prosedur dimana seluruh pulpa bagian mahkota dibuang
dengan tujuan menghilangkan semua jaringan pulpa yang terinfeksi, pulpa di
bagian akar kemudian dirawat dengan cara-cara lain, menurut teknik yang
dipakai. Sedangkan pulp capping adalah suatu tindakan perawatan dengan
mengaplikasikan bahan pelindung pada pulpa baik secara langsung maupun tidak
langsung (pada selapis tipis dentin) dengan tujuan untuk mempertahankan
vitalitas pulpa. Prosedur pulp capping biasa dilakukan pada gigi dengan pulpa
terbuka karena trauma mekanis (direct) dan pada gigi-gigi dengan karies yang
dalam yang menyisakan selapis tipis dentin diatas kamar pulpa (indirect).
Sedangkan untuk prosedur pulpotomi ini biasanya dilakukan pada pasien dengan
pulpitis ringan dan pasein dengan gigi dengan bentuk foramen apikalnya masih
lebar. (Akbar, 1989).
Pulpotomi dilakukan terutama pada gigi-gigi vital dengan pulpa terbuka
lebih besar dari yang diindikasikan untuk perawatan pulp capping. Untuk pulpa
vital telah dikembangkan 2 cara yaitu formokresol pulpotomi dan devitalisasi
formokresol. Sedangkan untuk pulpa non vital dapat dilakukan metode pulpotomi
mortal. Dalam aplikasinya, untuk perawatan pada pulpa vital yang biasa
digunakan adalah pulpotomi formokresol. Hal ini disebabkan karena metode ini
cepat dan dapat diselesaikan dalam satu kali kunjungan serta memilki tingkat
keberhasilan yang tinggi. Pada pulpotomi devital atau biasa disebut mumifikasi
4
ini hanya dapat digunakan pada kasus-kasus tertentu saja (Akbar, 1989; Tarigan
R, 1994).
5
BAB III
PEMBAHASAN
SKENARIO PERAWATAN GIGI SULUNG
Seorang anak laki-laki umur 8 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan
gigi belakang bawah kanan sakit cekot-cekot sejak 3 hari yang lalu. Hasil
pemeriksaan klinis diperoleh gigi 85 karies profunda perforasi, tes termis positif,
sisa mahkota masih bisa dibuatkan restorasi tetap. Hasil pemeriksaan radiografi
diperoleh akar gigi 85 resorbsi lebih dari sepertiga apikal tetapi kurang dari 2/3
apikal. Tidak ada furcation involvement, tidak ada kelainan periapikal dan ada
benih gigi permanen pengganti. Dokter gigi merencanakan untuk dilakukan
perawatan pulpa.
3.1 Diagnosa dan Rencana Perawatan
Diagnosa dari kasus pada skenario adalah pulpitis ireversibel, berdasarkan
keluhan pasien yakni sakit cekot-cekot sejak 3 hari yang lalu serta berdasarkan
pemerikasaan klinis yakni gigi 85 karies profunda perforasi, tes termis positif.
Rencana perawatan dari kasus pada skenario adalah pulpotomi vital,
berdasarkan tidak adanya keluhan pasien terhadap alergi anastesi. Pulpotomi vital
adalah pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami infeksi namun
tetap meninggalkan jaringan pulpa pada saluran akar yang sehat dan vital dengan
melakukan anastesi kemudian memberikan medikamen diatas pulpa yang
diamputasi agar pulpa bagian radikuler tetap vital.
3.2 Resorbsi Akar Patologik
Kerusakan akar yang parah dapat terjadi bila kerusakan sudah mencapai
pulpa, sehingga sangat sulit untuk dirawat dan biasanya memerlukan ekstraksi
gigi. Resorpsi akar terjadi akibat diferensiasi makrofag menjadi odontoklas yang
akan meresorpsi sementum permukaan akar serta dentin akar. Tingkat
keparahannya bervariasi dapat dilihat dari bukti-bukti berupa lubang mikroskopis
6
yang dapat menyebabkan kehancuran pada permukaan akar. Resorpsi akar dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Resorbsi interna
Resorbsi akar patologik interna merupakan indikasi adanya
peradangan pada pulpa vital yang disebabkan oleh pulpitis kronis.
Resorbsi ini terjadi di dalam saluran akar dan dapat terjadi akibat
adanya trauma, karies, atau prosedur iatrogenik seperti preparasi yang
salah.
2. Resorbsi eksterna
Resorbsi akar patologik eksterna terjadi di sekitar apeks gigi dan
merupakan indikasi pulpa non vital dengan peradangan yang meluas
berlanjut resorbsi tulang di sekitarnya.
3. Resorbsi permukaan
Resorbsi yang terjadi secara patologis pada permukaan akar karena
aktivitas osteoklas terhadap respon dari injuri ligamen periodontal atau
sementum.
4. Resorbsi akibat inflamasi
Karena infeksi jaringan pulpa yang akan merangsang aktivitas
osteoklas.
5. Resorbsi akibat tekanan
Resorbsi ini terjadi misalnya pada perawatan
orthodonti. Rangsangan terhadap aktivitas osteoklas akibat tekanan yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya resorbsi, tekanan tersebut
membangkitkan pelepasan sel-sel monosit dan pembentukan osteoklas dan
terbentuklah resorbsi.
6. Resorbsi sistemik
Resorbsi akibat gangguan sistemik seperti gangguan endokrin.
7. Resorbsi idiopatik
7
Resorbsi ini terjadi pada satu gigi atau beberapa gigi dan
resorbsinya lambat, biasanya bertahun-tahun, dan bisa terjadi cepat dan
agresif melibatkan jaringan dengan jumlah besar.
Resorbsi akar yang terjadi pada kasus di skenario tersebut
merupakan resorbsi interna. Hal ini dikarenakan gigi 85 mengalami karies
profunda perforasi, dimana hal ini bisa menjadi pemicu terjadinya pulpitis
kronis yang merupakan penyebab utama dari resorbsi interna.
3.3 Macam-macam Perawatan Gigi Sulung
Perawatan pulpa pada gigi sulung berbeda dengan perawatan pulpa pada
gigi permanen karena morfologi gigi sulung yang lebih kecil dan ruang pulpa
yang besar. Ada beberapa perawatan pulpa pada gigi anak, yakni pulp capping,
pulpotomi dan pulpektomi.
1. Pulp Capping
Pulp capping merupakan suatu aplikasi selapis atau lebih material
pelindung atau bahan untuk perawatan di atas pulpa yang terbuka,
misalnya hidroksida kalsium, yang akan merangsang pembentukan dentin
reparatif (Harty, 1995). Sedangkan menurut Tarigan (2002), pulp capping
adalah suatu tindakan perlindungan terhadap pulpa vital dengan cara
memberikan selapis tipis material proteksi pada pulpa yang hampir
terbuka (masih tertutup selapis tipis dentin). Kalsium Hidroksida biasanya
digunakan pada pulp capping karena dapat merangsang pembentukan
dentin sekunder secara lebih efektif dibandingkan bahan-bahan lain (Glass
dan Zander, 1949). Teknik perawatan pulp capping dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu secara tidak langsung (indirek) dan secara langsung
(direk).
Pulp Capping Indirek
Yakni memberi material proteksi pada dentin yang terinfeksi diatas
pulpa yang belum terbuka. Indikasi : Karies yang dalam dimana lapisan
dentin diatas pulpa sudah sedemikian tipis tanpa gejala inflamasi.
8
Kontraindikasi : adanya sakit spontan, adanya tanda kondisi patologik
klinis maupun radiograf.
Tahapan: - rontgen gigi daerah kerja untuk mengetahui kedalaman karies
- Isolasi daerah kerja
- Buka dan bersihkan karies dengan bur fisur, irigasi kavitas, lalu
keringkan
- Tempatkan basis kalsium hidroksida pada dentin di dasar
kavitas
- Tutup dengan semen fosfat, lalu restorasi
Pulp Capping Direk
Pemberian material terapitik pada pulpa yang terbuka untuk
merangsang terbentuknya barrier/ dentin reparatif. Indikasi: pulpa vital
yang terbuka kecil (pin point) dengan diameter kurang dari 1 mm, untuk
gigi tetap muda yang pembentukan akar dan apeksnya belu sempurna.
Kontra indikasi: sama dengan pulp capping indirect.
Tahapan: - preparasi dan bersihkan karies dengan bur
- irigasi lalu keringkan kavitas
- letakkan bahan kalsium hidroksida pada pulpa yang terbuka
dan biarkan kering
- tutup dengan semen fosfat dan tambalan sementara.
- setelah 6 minggu, apabila reaksi pulpa terhadap panas dan
dingin normal, restorasi dengan restorasi tetep.
Tujuan pulp capping, yaitu:
1. Melindungi pulpa dari bahan tumpatan
2. Kelengkapan suatu tumpatan, membantu pengobatan, dan membantu
melekatkan tumpatan
3. Memberkan fungsi protektif terutama berupa pencegahan kuman atau
toksinnya, yang umumnya berada di sekitar tumpatan, memasuki
tubulus dan mengiritasi pulpa.
9
4. Untuk menutupi dentin hang terbuka
5. Melindungi pulpa dari iritasi bahan tumpat
6. Mempertahankan vitalitas pulpa. (Ford, 1993 dan Andlaw, 1992)
Bahan-bahan yang digunakan dalam perawatan pulp capping, yakni :
1. Semen zinc oxide eugenol. Semen ZOE yang terdiri dari serbuk zinc
oxide dicampur dengan cairan eugenol, kemudian diaduk sehingga
menghasilkan suatu massa dengan konsistensi pasta.
2. Kalsium Hidroksida. Pada dasarnya kalsium hidroksida merupakan
powder yang lunak dan tidak berbau, namun kalsium hidroksida juga
tersedia dalam bentuk pasta, yaitu bila dicampur dengan champorated
para chlorophenol, metakresil asetat, metal selulosa, garam normal,
atau hanya dengan air murni.
3. Bermacam-macam bahan untuk basis diantaranya :
Semen Seng Fosfat (ZP)
Semen seng fosfat umumnya yang kuat dan keras tetapi mengititasi
pulpa. Terdiri atas bahan bubuk-cair, bubuknya biasanya adalah
oksida seng dan cairannya adalah asam ortho phosporik, garam-
garam logam dan air. Pemakaian utama dan tradisional dari bahan
ini adalah untuk merekatkan restorasi-restorasi pengecoran gigi
dan juga sebagai bahan basis bila diperlukan kekuatan compresi
yang besar. Semen posphat yang baru diaduk sangat mengiritasi
pulpa dan tanpa perlindungan varnish atau jenis bahan basis
lainnya dapat menyebabkan kerusakan pulpa yang irreversible.
Sifat semen ini mudah dimanipulasi memiliki kekuatan yang besar
dari suatu basis, dapat menahan dari trauma mekanis dan memberi
perlindungan yang baik dari rangsangan panas tetapi semen ini
mudah pecah dan tidak baik untuk tambalan sementara.
Semen Polikarboksilat
Merupakan semen gigi yang baru dan memberi perlekatan yang
baik pada komponen kalsium dari struktur gigi. Walaupun sulit
10
dimanipulasi, memiliki potensi untuk adhesi klinis ke ion kalsium
pada email dan dentin. Karena bahan ini cenderung cepat
mengeras, tidak dilakukan upaya mengaduk semen hingga
menyerupai konsisten pasta pada semen zinc phospat. Bubuk
semen ini sama dengan semen seng phospat bubuk mengandung
oksida seng dan sejumlah kecil oksida magnesium. Pada saat ini
oksida magnesium sering digantikan dengan oksida stanic dan
stanius flourida untuk memodifikasi waktu pengerasan dan
meningkatkan kekuatan dan karakteristik manipulasinya.
Cairannya adalah asam poliakrilik dan air. pH semen
polikarboksilat, pada awalnya mirip dengan pH semen seng fosfat
tetapi respon pulpanya mirip dengan semen ESO. Suatu penjelasan
yang mungkin untuk tingkat iritasi yang rendah adalah ukuran
molekul poliakrilik yang besar membatasi penetrasi melalui dentin
dan penarikannya terhadap protein yang dapat membatasi difusinya
melalui tubulus dentin.
Semen Silikophospat
Semen ini merupakan hibrid kombinasi dari semen sing fosfat dan
semen silikat, sering disebut sebagai semen silikofosfat. Semen ini
terdiri dari 90% semen silikat dan 10 % semen seng fosfat. Dengan
adanya kandungan florida dalam bagian silikat dari bubuk tersebut,
semen ini memberikan pencegahan karies sekunder. Dari titik
pandang sifat anti kariesnya, seng siliko fosfat sering merupakan
bahan semen pilihan untuk mulut kariesnya tinggi. Aksi untuk
perlindungan pulpa adalah sama dengan seng fosfat.
4. Bahan tumpatan sementara, antara lain :
a. Cavit G ( ESPE / premier USE) merupakan bahan yang
mengandung calcium sulfat polifynil chlorida asetat. Bahan ini
bersifat ekspansiv waktu mengeras, karena penggunaanya mudah
dan mempunyai kerapatan yang baik dengan dinding kavitas,
11
digunakan untuk waktu antar kunjungan yang singkat, kekuatan
komprehensifnya yang rendah dan mudah hilang oleh pemakaian.
Cara meletakkan kekavitas adalah sebagaian demi sebagian pada
dinding kavitas dengan instrument plastis (system incremental),
kelebihan bahan dibuang dan permukaan tumpatan dihaluskan
dengan kapas basah. Setelah penumpatan sebaiknya gigi tidak
dipakai untuk mengunyah paling tidak selama 1 jam. Menurut
Wilrdman (1971). Kualitas penutupan cavit G kelihatannya
berdasarkan kemampuan bahan untuk mengembang saat mengeras.
Cavit G adalah suatu komponen hidrofilik yang dapat mengeras
dalam susasana lembab. Karena itulah, hendaknya jangan
digunakan pada gigi vital karena dapat mengeringkan dentin dan
dengan demikian dapat menyebabkan sensitivitas pada gigi.
b. IRM (Caulk/densply,USA) merupakan bahan tumpatan sementara
yang mengandung semen zinc oxide yang diperkaya dengan resin.
Bahan ini cukup untuk baik digunakan walaupun kerapatannya
kurang bila dibandingkan dengan cavit G. teknik peletakkannya
sama dengan bahan pertama. Semen ini diindikasikan diregio yang
sukar diisolasi seperti karies interproksimal subgingiva tetapi yang
tidak memerlukan pemanjangan mahkota atau gingivektomi.
Semen ini harus tetap mempertahankan kontak proksimal atau jika
struktur gigi hanya tersisa sedikit, semen harus dikontur
sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan impaksi makanan.
c. Dentorit (dentoria laboratories Pharmatique, Jerman) merupakan
bahan tumpatan sementara dengan basis synthetic resin bebas.
Pada saat bentuknya cair, sewaktu mengaplikasikannya harus
dihindarkan dari tekanan. Biasanya langsung mengeras apabila
terkena saliva. Bahan ini mempunyai stabilitas yang sangat baik
didalam mulut dan juga sangat rapat dalam menutup kavitas
terutama bagian tepinya. Bahan ini terdiri dari tiga bentuk variasi
warna yaitu warna gading untuk pemakaian normal, warna merah
12
jambu untuk pemakaian yang keras dan warna biru untuk kasus
yang membutuhkan campuran arsenic.
2. Pulpotomi
Pulpotomi merupakan pengambilan pulpa yang telah mengalami
infeksi di dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa di bagian
radikuler. Teknik pulpotomi dibagi menjadi tiga, yaitu pulpotomi vital,
devital, dan non-vital.
Pulpotomi Vital
Pulpotomi dengan melakukan anestesi terlebih dahulu, kemudian
memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa di
radikuler tetap vital. Biasanya, bahan yang digunakan adalah formokresol
atau glutaraldehid. Formokresol mengkoagulasi protein sehingga
merupakan bakterisid yang kuat dan kaustik. Tidak merangsang
pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi jaringan pulpa
akan membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan terhadap autolisis,
dan merupakan barier terhadap serangan bakteri yang menuju daerah
apikal.
Indikasi : gigi sulung dan gigi tetap muda yang vital, tidak ada
gejala peradangan pulpa dalam kamar pulpa, terbukanya kamar pulpa saat
ekskavasi jaringan karies, gigi masih dapat dipertahankan dan minimal
didukung oleh lebih dari dua pertiga panjang akar gigi, tidak ada rasa sakit
spontan atau terus menerus, dan tidak ada kelainan pulpa klinis ataupun
radiologis.
Kontraindikasi : adanya rasa sakit spontan, adanya rasa sakit jika
diperkusi dan palpasi, adanya mobiliti yang patologik, terlihat adanya
radiolusensi di daerah perapikal dan kalsifikasi (pada radiograf), resorpsi
akar interna maupun eksterna, keadaan umum pasien kurang baik, dan
perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
Tahapan :
Kunjungan Pertama
- Foto rontgen daerah kerja
13
- Lakukan anestesi lokal dan isolasi pada daerah kerja
- Bersihkan karies, lalu olesi gigi dengan larutan yodium pada
kavitas
- Buka atap pulpa dan aputasi jaringan pulpa menggunakan
ekskavator atau bur low speed
- Irigasi dengan aquadest dan hindari penggunaan semprotan
udara agar debri tidak masuk ke saluran akar.
- Kontrol perdarahan dengan kapas kecil yang dibasahi larutan
yang tidak mengiritasi, seperti larutan salin atau aquadest
selama 3-5menit di pulp stump. Angkat kapas denga hati-hati.
- Dengan kapas steril yang dibasahi formokresol, tutup orifis
selama 5menit. Kapas jangan terlalu basah dengan menaruh
kapas pada kassa steril agar formokresol berlebih dapat diserap.
- Setelah 5 menit, kapas diangkat. Kamar pulpa akan terlihat
berwarna coklat tua kehitaman akibat proses fiksasi oleh
formokresol.
- Diatas pulp stump, letakkan campuran berupa pasta zync oxide
eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1. Diatasnya,
lakukan restorasi.
Kunjungan Kedua
Kunjungan kedua dilakukan apabila perdarahan tidak dapat
dikontrol. Pulpa ditutup dengan tambalan sementara dan
pemakaian obat-obatan untuk menghentikan perdarahan harus
dihindari karena problema perdarahan ini dapat membantu dugaan
keparahan peradangan pulpa. Pada kunjungan kedua dilakukan :
- Tambalan sementara dibongkar, lalu kapas yang mengandung
formokresol diambil dari kamar pulpa.
- Letakkan pasta campuran formokresol dan eugenol diatasnya,
letakkan semen fosfat. Tutup kavitas dengan tambalan tetap.
14
Pulpotomi Devital
Pulpotomi devital merupakan pengambilan jaringan pulpa dalam
kamar pulpa yang sebelumnya didevitalisasi, kemudian dengan pemberian
pasta antiseptik, jaringan didalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan
aseptik. Bahan devital gigi sulung yang dipakai adalah pasta para
formaldehid.
Indikasi : gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karena
karies atau trauma, pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi, pada
pasien dengan perdarahan abnormal seperti hemofilia, kesulitan dalam
menyingkirkan semua jaringan pulpa pada pulpektomi (terutama gigi
posterior), pada waktu perawatan pulpotomi vital satu kali kunjugan sulit
dilakukan karena kurangnya waktu dan pasien yang tidak kooperatif.
Kontraindikasi: kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga
restorasi tidak mungkin dilakukan, infeksi perapikal, apeks masih terbuka,
adanya tanda kelainan patologis pulpa baik secara klinis maupun
radiologis.
Tahapan :
Kunjungan pertama
- Foto rontgen dan isolasi daerah kerja
- Bersihkan karies, kemudian pasta devital parah formaldehid
dengan kapas kecil diletakkan di atas pulpa
- Tutup sementara, hindarkan tekanan pada pulpa
15
- Orangtua diberitahu untuk memberi analgesik apabila
timbul nyeri pada malam harinya.
Kunjungan kedua (seteleh 7-10 hari)
- Pasien diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau
pembengkakan, juga gigi tidak goyang.
- Daerah kerja diisolasi.
- Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta disingkirkan.
- Buka atap pulpa lalu singkirkan jaringan yang mati dalam
kavum pulpa.
- Tutup bagian yang diamputasi dengan campuran eugenol
dan pasta formokresol.
- Tutup dengan semen lalu restorasi dengan restorasi tetap.
Pulpotomi Non Vital
Pulpotomi non vital merupakan amputasi pulpa bagian mahkota
dari gigi yang non vital dan memberikan medikamen atau pasta antiseptik
untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik. Tujuannya yakni
mempertahankan gigi sulung nonvital untuk space maintainer. Bahan yang
dipakai adalah formokresol dan ChKm.
Indikasi : gigi sulung nonvital akibat karies atautrauma, gigi sulung
yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi diperlukan sebagai
space maintainer, gigi sulung yang telah mengalami dentoalveolar kronis,
dan gigi sulung patologik karena abses akut sebelumnya harus dirawat
terlebih dahulu.
Tahapan :
Kunjungan pertama
- Foto radiograf daerah kerja
- Buka atap pulpa, buang isi ruang pulpa dengan
ekskavator atau bur bulat yang besar sejauh mungkin
dalam saluran akar. Bersihkan debri dengan aquadest
lalu keringkan dengan kapas.
16
- Formokresol yang telah diencerkan atau CHKM
diletakkan dengan kapas kecil ke dalam ruang pulpa,
kemudian ditutup dengan tambalan sementara.
Kunjungan kedua
- Periksa gigi tidak ada rasa sakit atau tanda-tanda infeksi
- Buka tumpatan sementara, ebrsihkan kavitas, lalu
keringkan
- Letakkan pasta campuran zync oxide dengan
formokresol dan eugenol perbandingan 1:1 dalam
kamar pulpa, tekan agar pasta dapat sejauh mungkin
masuk dalam saluran akar.
- Tumpat dengan restorasi tetap.
3. Pulpektomi
Merupakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa
dan saluran akar. Pada gigi molar sulung, pengambilan seluruh jaringan
secara maekanis tidak mungkin sehubungan dengan bentuk morfolgi
saluran akar yang kompleks. Terdaat 3 teknik pulpektomi yakni
pulpektomi vital, devital, dan nonvital.
Indikasi : gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada
gigi vital/nonvital, resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal, resorpsi interna
tetapi belum perforasi akar, kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.
Kontraindikasi: bila kelainan sudah mencapai periapikal, resorpsi
akar gigi yang meluas, kesehatan umumtidak baik, pasien tidak kooperatif,
gigi goyang disebabkan keadaan patologis.
17
BAB IV
KESIMPULAN
Secara umum pulpotomi merupakan prosedur dimana seluruh pulpa bagian
mahkota dibuang dengan tujuan menghilangkan semua jaringan pulpa yang
terinfeksi, pulpa di bagian akar kemudian dirawat dengan cara-cara lain, menurut
teknik yang dipakai.
Sedangkan pulp capping adalah suatu tindakan perawatan dengan
mengaplikasikan bahan pelindung pada pulpa baik secara langsung maupun tidak
langsung (pada selapis tipis dentin) dengan tujuan untuk mempertahankan
vitalitas pulpa.
Tujuan dari Perawatan Gigi Sulung
Perawatan gigi sulung mempunyai beberapa tujuan yang diantara lainnya ialah:
1. Memertahankan gigi
2. Mencegah tanggal prematur
3. Mempertahankan lengkung gigi
4. Menghilangkan infeksi dan radang kronis
5. Mempertahankan fungsi estetik
6. Mempertahankan fungsi mastikasi
7. Mempertahankan fungsi fonetik
8. Mengurangi rasa sakit atau tidak nyaman
Indikasi dan Kontraindikasi dari Perawatan Pulpotomi
Indikasi Kontra Indikasi
gigi sulung dan gigi tetap muda yang
vital
adanya rasa sakit spontan
tidak ada gejala peradangan pulpa
dalam kamar pulpa
adanya rasa sakit jika diperkusi dan
palpasi
terbukanya kamar pulpa saat ekskavasi adanya mobiliti yang patologik
18
jaringan karies
gigi masih dapat dipertahankan dan
minimal didukung oleh lebih dari dua
pertiga panjang akar gigi
terlihat adanya radiolusensi di daerah
perapikal dan kalsifikasi (pada
radiograf)
tidak ada rasa sakit spontan atau terus
menerus
resorpsi akar interna maupun eksterna
tidak ada kelainan pulpa klinis ataupun
radiologis
keadaan umum pasien kurang baik
perdarahan yang berlebihan setelah
amputasi pulpa
19
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan R. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). 1st ed. Jakarta: Widya
Medika.
Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak: A manual of paedodontics. 2nd
ed. Alih Bahasa. Agus Djaya. Jakarta: Widya Medika, 1992: 107-113.
Richard E. Walton. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia. 3rd ed. Alih Bahasa.
Lilian Yuwono. Jakarta: EGC, 2001.
Kennedy DB. Konservasi Gigi Anak: Paediatric Operative Dentistry. 3rd ed.
Alih Bahasa. Narlan Sumawinata. Jakarta: EGC, 1993: 260-261
20