Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

89
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 BLOK PSIKIATRI MENGAMUK Disusun Oleh : Kelompok 11 Tutor: Bulan Kakanita H, dr. Aulia Khoirunnisa G0011044 Hera Amalia U G0011106 Johanna Tania G0011122 Naila Shofwati P G0011146 Ratna Oktaviani G0011164 Sani Widya F G0011190 Rika Ernawati G0011172 Bayu Prasetyo G0011050 Maestro Rahmandika G0011130 Wahyu Pamungkas G0011208 Selvia Anggraeni G0011194

Transcript of Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK PSIKIATRI

MENGAMUK

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Tutor:

Bulan Kakanita H, dr.

PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2013

Aulia Khoirunnisa G0011044

Hera Amalia U G0011106

Johanna Tania G0011122

Naila Shofwati P G0011146

Ratna Oktaviani G0011164

Sani Widya F G0011190

Rika Ernawati G0011172

Bayu Prasetyo G0011050

Maestro Rahmandika G0011130

Wahyu Pamungkas G0011208

Selvia Anggraeni G0011194

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sdr. A, 20 tahun, laki-laki, karyawan swasta, dibawa ke UGD Rumah Sakit Jiwa

oleh orang tua dan saudara-saudaranya karena mengamuk, merusak barang-barang di

rumah, dan mengancam akan membakar rumahnya. Pasien juga merasa dimusuhi

oleh orang tua dan saudara-saudaranya, bahkan khawatir makanan atau minumannya

diberi racun oleh mereka. Menurut orang tuanya, pasien mulai tampak perubahan

tingkah laku sejak 2 minggu sebelumnya karena merasa rekan-rekan kerjanya tidak suka

dan memusuhinya, sehingga pasien tidak mau masuk kerja. Orang tuanya menduga,

pasien mengalami stress yang berat setelah tidak bekerja. Dari riwayat keluarga

diketahui bahwa adik laki-laki ibunya juga pernah mengalami gangguan serupa.

Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan status mental pada pasien

didapatkan halusinasi auditorik dan thought insertion, insight (tilikan diri) derajat 1.

B. Rumusan Masalah

1. Mengetahui patofisiologi dari keluhan pasien.

2. Mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan pada kasus dalam skenario.

3. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis pada kasus dalam skenario.

4. Mengetahui diagnosis banding dari keluhan pasien dalam skenario.

5. Mengetahui penatalaksanaan yang tepat untuk pasien pada kasus dalam skenario.

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

BAB II

DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

Jump 1: Klarifikasi istilah dan konsep

1. Stress : segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri yang bila tidak

diatasi dengan baik, akan mengganggu keseimbangan hidup dari manusia.

2. Halusinasi auditorik : persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya

stimulus eksternal yang nyata.

3. Thought insertion : keyakinan bahwa beberapa pikirannya adalah bukan miliknya,

telah ditanamkan ke dalam pikirannya oleh kekuatan dari luar.

4. Insight derajat 1 : penyangkalan penuh terhadap penyakit yang diderita.

Jump 2: Menetapkan/ mendefinisikan masalah

1. Seorang pria, usia 20 tahun, karyawan swasta.

2. Keluhan utama: mengamuk, merusak barang-barang di rumah, dan mengancam akan

membakar rumahnya.

3. Pasien merasa dimusuhi oleh orang tua dan saudara-saudaranya, khawatir makanan atau

minumannya diberi racun

4. Menurut orang tuanya: pasien mulai tampak perubahan tingkah laku sejak 2 minggu

sebelumnya karena merasa rekan-rekan kerjanya tidak suka dan memusuhinya, pasien

tidak mau masuk kerja.

5. Orang tua menduga pasien stress berat setelah tidak bekerja.

6. Riwayat keluarga: adik laki-laki ibunya pernah mengalami gangguan serupa.

7. Pemeriksaan fisik: tidak ada kelainan.

8. Pemeriksaan status mental: halusinasi auditorik, thought insertion, dan insight derajat 1.

Jump 3: Analisis masalah

1. Bagaimana epidemiologi dan faktor risiko dari kasus pada skenario? (belum terjawab)

2. Apa etiologi kasus pada skenario? (belum terjawab)

3. Apa saja jenis halusinasi?

4. Halusinasi: persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan stimulus eksternal

yang nyata; menghayati gejalagejala yang dikhayalkan sebagai hal yang nyata. Jenisjenis

halusinasi:

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

a. halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika mulai jatuh

tertidur, secara umum bukan tergolong fenomena patologis

b. halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika seseorang mulai

terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena patologis

c. halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara orang meski

dapat saja berupa suara lain seperti musik, merupakan jenis halusinasi yang paling

sering ditemukan pada gangguan psikiatri

d. halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa bentuk jelas (orang)

atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya), sering kali terjadi pada gangguan medis

umum

e. halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali terjadi pada gangguan

medis umum

f. halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak enak sebagai

gejala awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan medis umum

g. halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti phantom libs (sensasi anggota tubuh

teramputasi), atau formikasi (sensasi merayap di bawah kulit)

h. halusinasi somatik: sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam tubuhnya, lebih

sering menyangkut organ dalam (juga dikenal sebagai cenesthesic hallucination)

i. halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan obyek terlihat lebih kecil

(micropsia) (Nuhriawangsa, 2004).

4. Bagaiman hubungan penyakit yang diderita pasien dengan riwayat keluarga? (belum

terjawab)

5. Apa saja jenis gangguan jiwa? Gangguan jiwa apa yang diderita pasien? (belum

terjawab)

6. Apa pengertian sehat secara mental?

Sehat atau normal adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental, dan sosial

secara penuh dan bukan semata-mata berupa absennya penyakit atau keadaan

lemah tertentu. (Menurut WHO). Beberapa ciri orang yang Sehat-Normal yakni

Menurut Maramis, terdapat enam kelompok sifat yang dapat dipakai untuk

menentukan ciri-ciri pribadi yang Sehat-Normal, adalah sebagai berikut :

a. Sikap terhadap diri sendiri : menerima dirinya sendiri, identitas diri yang

memadai, serta penilaian yang realistis terhadap kemampuannya.

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

b. Cerapan (persepsi) terhadap kenyataan : mempunyai pandangan yang realistis

tentang diri sendiri dan lingkungannya.

c. Integrasi: kesatuan kepribadian, bebas dari konflik pribadi yang melumpuhkan

dan memiliki daya tahan yang baik terhadap stres.

d. Kemampuan : memiliki kemampuan dasar secara fisik, intelektual, emosional,

dan social sehingga mampu mengatasi berbagai masalah.

e. Otonomi : memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang memadai, bertanggung

jawab, mampu mengarahkan dirinya pada tujuan hidup.

f. Perkembangan dan perwujudan dirinya : kecenderungan pada kematangan yang

makin tinggi (Maramis, 2009).

7. Bagaimana cara menilai status mental?

Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan

tentang keseluruhan pengamatan pemeriksa dan kesan tentang pasien psikiatrik saat

wawancara, yang meliputi penampilan, pembicaraan, tindakan, persepsi, dan pikiran selama

wawancara.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL HAL YANG HARUS DIKERJAKAN

1. Deskripsi Umum

a. Penampilan (istilah yang biasa

digunakan: tampak sehat, sakit, agak

sakit, kelihatan tua, kelihatan muda,

kusut, seperti anak-anak, kacau, dsb.)

Mengamati bentuk tubuh, postur,

ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, dan

kuku, tanda kecemasan.

b. Perilaku dan aktivitas psikomotor

(manerisme, tiks, gerakan stereotipik,

hiperaktivitas, agitasi, retardasi,

fleksibilitas, rigiditas, dll.)

Mengamati dan/ atau memeriksa cara

berjalan, gerakan, dan aktivitas pasien.

c. Sikap terhadap pemeriksa (bekerja

sama, bersahabat, menggoda, apatis,

bermusuhan, merendahkan, dll.)

Mengamati dan merasakan sikap dan

jawaban pasien saat wawancara psikiatrik.

2. Mood dan Afek

a. Mood (emosi yang meresap dan terus- Menanyakan tentang suasana perasaan

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

menerus mewarnai persepsi seseorang

terhadap dunia. Digambarkan dengan

depresi, kecewa, mudah marah,

cemas, euforik, meluap-luap,

ketakutan, dsb.)

pasien.

b. Afek (respon emosional pasien yang

tampak, digambarkan sebagai

meningkat, normal, menyempit,

tumpul, dan datar)

“Bagaimana perasaan Anda akhir-akhir

ini?” (pertanyaan terbuka)

“Apakah Anda merasa sedih?” (pertanyaan

tertutup)

c. Keserasian (serasi afek atau tidak

serasi afek)

Mengamati variasi ekspresi wajah, irama dan

nada suara, gerakan tangan, dan pergerakan

tubuh.

Mengamati keserasian respon emosional

(afek) terhadap masalah subjektif yang

didiskusikan pasien.

3. Pembicaraan

(digambarkan dalam kecepatan produksi

bicara dan kualitasnya; seperti banyak

bicara, tertekan, lambat, gagap,

disprosodi, spontan, keras, monoton,

mutisme, dsb.)

Mengamati selama proses wawancara

Logorrhea: bicara yang banyak sekali,

bertalian, dan logis.

Flight of idea: pembicaraan dengan kata-

kata yang cepat dan terdapat loncatan dari

satu ide ke ide yang lain, ide-ide cenderung

meloncat/ sulit dihubungkan.

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Asosiasi longgar: pergeseran gagasan-

gagasan dari satu subjek ke subjek lain yang

tidak berhubungan, jika berat, pembicaraan

menjadi kacau atau membingungkan

(inkoheren).

4. Gangguan Persepsi

(Halusinasi, ilusi, depersonalisasi,

derealisasi)Menanyakan tentang gangguan persepsi yang

pernah atau sedang dirasakan oleh pasien.

“Apakah Anda pernah mendengar suara

atau bunyi lain yang tidak dapat didengar

oleh orang lain?”

“Apakah Anda dapat atau pernah melihat

sesuatu yang tampaknya tidak dilihat orang

lain?”

5. Pikiran

a. Proses atau bentuk pikiran (termasuk

di sini realistik, nonrealistik, autistik,

irasional, dll.)

b. Isi pikiran (waham, preokupasi,

obsesi, fobia, dsb.)

Waham kejar: “Apakah Anda merasa

orang-orang memata-matai Anda?”

Waham cemburu: “Apakah Anda takut

pasangan Anda tidak jujur? Bukti apa yang

Anda miliki?”

Waham bersalah: “Apakah Anda merasa

bahwa Anda telah melakukan kesalahan

yang berat? Apakah Anda merasa pantas

mendapat hukuman?”

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

“Apakah Anda merasa pikiran Anda

disiarkan sehingga orang lain dapat

mendengarnya?” (waham siar pikir).

“Apakah Anda merasa pikiran/ kepala Anda

telah dimasuki oleh kekuatan atau sumber

lain di luar?” (waham sisip pikir).

“Apakah Anda merasa bahwa pikiran Anda

telah diambil oleh kekuatan atau orang

lain?” (waham penarikan pikiran).

6. Sensorium dan Kognitif

a. Kewaspadaan dan tingkat kesadaran

(sadar, pengaburan, somnolen, stupor,

koma, letargi, keadaan fugue)

Pengamatan dan pemeriksaan secara objektif

(kuantitatif dengan Glasgow Coma Scale)

b. Orientasi (waktu, tempat, orang, dan

situasi)

Menanyakan tentang waktu, tempat, orang,

dan situasi: “Sekarang hari apa? Tanggal

berapa? Siang/ malam? Jam berapa

sekarang? Di mana kita saat ini? Kerjanya

apa?”

“Siapa yang mengantar/ menunggui Anda?

Anda kenal mereka?”

“Bagaimana suasana saat ini? Ramai?”

c. Daya ingat (daya ingat jauh/ remote

memory, daya ingat masa lalu yang

Menilai daya ingat dengan menanyakan data

masa anak-anak, peristiwa penting yang

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

belum lama/ recent past memory,

daya ingat yang baru saja/ recent

memory, serta penyimpanan dan daya

ingat segera/ immediate retention and

recall memory).

terjadi pada masa muda.

Peristiwa beberapa bulan lalu.

Peristiwa beberapa hari yang lalu, apa yang

dilakukan kemarin, apa yang dimakan untuk

sarapan, makan siang, dsb.

d. Konsentrasi dan perhatian Meminta pasien untuk mengulangi enam

angka maju kemudian mundur.

Mengulang tiga kata, segera dan 3-5 menit

kemudian.

Pasien diminta mengurangi 7 secara

berurutan dari angka 100. Pasien diminta

mengeja mundur suatu kata sederhana.

e. Kapasitas membaca dan menulis Pasien diminta membaca dan mengikuti apa

yang diperintahkan serta menulis kalimat

sederhana tapi lengkap.

f. Kemampuan visuospasial Pasien diminta mencontoh suatu gambar,

seperti jam atau segilima.

g. Pikiran abstrak Menanyakan arti peribahasa sederhana,

persamaan, perbedaan benda.

h. Sumber informasi dan kecerdasan

(dengan memperhitungkan tingkat

pendidikan dan status sosial ekonomi

pasien)

Pasien diminta menghitung uang kembalian

setelah dibelanjakan, jarak antarkota.

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

7. Pengendalian Impuls

(Impuls seksual, agresif, atau lainnya) Menanyakan tentang riwayat pasien sekarang

dan mengamati perilaku pasien selama

wawancara

8. Pertimbangan dan Tilikan

Derajat tilikan (kesadaran dan pengertian

pasien bahwa mereka sakit):

1) Penyangkalan penyakit sama sekali

2) Agak menyadari tetapi sekaligus

menyangkal

3) Menyadari tetapi melemparkan

kesalahan pada orang lain

4) Menyadari bahwa penyakitnya

disebabkan oleh sesuatu yang tidak

diketahui pada diri pasien

5) Tilikan intelektual: menerima bahwa

pasien sakit dan disebabkan oleh

perasaan irasional atau gangguan

tertentu pada diri pasien sendiri tanpa

menerapkan pengetahuan tersebut

untuk pengalaman masa depan

6) Tilikan emosional sesungguhnya:

kesadaran emosional tentang motif

dan perasaan dalam diri pasien dan

orang yang penting dalam

kehidupannya.

Menanyakan kemampuan pasien dalam

aspek pertimbangan social, misalnya saat

terjadi kebakaran (pertimbangan).

Menanyakan kesadaran dan pengertian

pasien tentang penyakitnya (tilikan).

“Tahukah Anda kenapa dibawa/ datang ke

sini?”

“Apakah Anda membutuhkan pengobatan/

perawatan?”

“Apakah perawatan Anda di Rumah Sakit ini

merupakan kesalahan?”

9. Reliabilitas Menilai kebenaran atau kejujuran pasien

dalam melaporkan suatu situasi atau

masalahnya

(Susilohati, et.al., 2013)

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Mengamuk, merusak barang, mengancam membakar rumah

Di rumah: merasa dimusuhi, khawatir diracun

Di kantor: merasa rekan kerja tak suka dan memusuhiTak mau kerja stress

8. Apa saja faktor pemicu dan faktor pemberat stress? Bagaimana manajemen stress?

(belum terjawab)

9. Apa hubungan stress yang dialami pasien dengan gejala yang ditimbulkan? (belum

terjawab)

10. Apa saja diagnosis banding berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dari kasus pada

skenario? (belum terjawab)

11. Apa saja diagnosis banding berdasarkan onset dari kasus pada skenario? (belum

terjawab)

12. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan? (belum terjawab)

13. Bagaimana cara menentukan diagnosis multiaksial? (belum terjawab)

14. Apa tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari kasus pada skenario? (belum

terjawab)

15. Bagaimana mekanisme stress?

TEKANAN FRUSTASI KONFLIK KRISIS

Stressor

Alarm Reaction

Resistence Eustress (Normal)

Exhaustion

Distress

Jump 4: Menginventarisasi secara sistematik berbagai penjelasan yang didapatkan

pada jump 3

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri
Page 13: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Jump 5: Merumuskan tujuan pembelajaran

1. Bagaimana epidemiologi dan faktor risiko dari kasus pada skenario?

2. Apa etiologi kasus pada skenario?

3. Bagaiman hubungan penyakit yang diderita pasien dengan riwayat keluarga?

4. Apa saja jenis gangguan jiwa? Gangguan jiwa apa yang diderita pasien?

5. Apa saja faktor pemicu dan faktor pemberat stress? Bagaimana manajemen stress?

6. Apa hubungan stress yang dialami pasien dengan gejala yang ditimbulkan?

7. Apa saja diagnosis banding berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dari kasus pada

skenario?

8. Apa saja diagnosis banding berdasarkan onset dari kasus pada skenario?

9. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan?

10. Bagaimana cara menentukan diagnosis multiaksial?

11. Apa tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari kasus pada skenario?

Jump 6: Mengumpulkan informasi-informasi baru (Belajar mandiri)

Jump 7: Melakukan sintesis dan pengujian informasi yang telah terkumpul

1. Bagaimana epidemiologi dan faktor risiko dari kasus pada skenario?

Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah.

Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia.

Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja

akhir atau awal masa dewasa.

Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun

sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih

tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan

daerah rural (Sadock, 2003).

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama

ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien

skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan

penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia

yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008).

Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi

seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara

laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-

nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36

tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan

yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki

(Durand & Barlow, 2007).

Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut:

1.Riwayat skizofrenia dalam keluarga

2.Kembar identik

Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100%

(Videbeck, 2008).

3.Struktur otak abnormal

Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan, Magnetic

Resonance Imaging (MRI), dan Positron Emission Tomography (PET) dalam 25 tahun

terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita

skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki

jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Carpenter, 2000).

2. Apa etiologi kasus pada skenario?

Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia,

antara lain:

Faktor Genetik

Menurut Maramis (2009), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia.

Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia

terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%;

bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita

skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua

telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.

Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut

quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh

beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga

mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang

mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang

memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).

Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut

neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu

sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas

neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan

sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa

aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa

neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan

peranan (Durand & Barlow, 2007).

Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin

kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang

patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005).

Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga

mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-

kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan,

dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand &

Barlow, 2007).

Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005), keluarga pada

masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua

terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk

berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau

tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

3. Bagaiman hubungan penyakit yang diderita pasien dengan riwayat keluarga?

Faktor Genetik

Menurut Maramis (2009), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal

ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia

terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 -

1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang

menderita skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%;

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 –

86%.

Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative

trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa

gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga

mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang

mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk

mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota

keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).

4. Apa saja jenis gangguan jiwa?

1. Gejala Gangguan Psikologis Pada KESADARAN & KOGNISI

A. Gejala Gangguan Mental Pada Kesadaran

Kesadaran adalah suatu kondisi kesigapan mental individu dalam menanggapi rangsang dari

luar maupun dari dalam. Gangguan kesadaran seringkali merupakan pertanda kerusakan

organik pada otak. Terdapat berbagai tingkatan kesadaran,

yaitu:

1. Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal dari kesigapan mental individu dalam

menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya. Individu mampu memahami apa

yang terjadi pada diri dan lingkungannya serta bereaksi secara memadai.

2. Apatia: adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu berespon lambat

terhadap stimulus dari luar. Orang dengan kesadaran apatis tampak tak acuh terhadap situasi

disekitarnya.

3. Somnolensi: adalah suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung tidur. Orang

dengan kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan bereaksi lambat terhadap stimulus

dari luar.

4. Sopor: adalah derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan kesadaran sopor nyaris

tidak berespon terhadap stimulus dari luar, atau hanya memberikan respons minimal terhadap

perangsangan kuat.

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

5. Koma: adalah derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan koma tidak dapat

bereaksi terhadap rangsang dari luar, meskipun sekuat apapun perangsangan diberikan

padanya.

6. Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu tidak mampu

berpikir jernih dan berespon secara memadai terhadap situasi di sekitarnya. Seringkali

individu tampak bingung, sulit memusatkan perhatian dan mengalami disorientasi.

7. Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan fungsi kognitif yang

luas. Perilaku orang yang dalam keadaan delirium dapat sangat berfluktuasi, yaitu suatu saat

terlihat gaduh gelisah lain waktu nampak apatis. Keadaan delirium sering disertai gangguan

persepsi berupa halusinasi atau ilusi. Biasanya orang dengan delirium akan sulit untuk

memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu)

8. Kesadaran seperti mimpi (Dream like state): adalah gangguan kualitas kesadaran yang

terjadi pada serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam keadaan ini tidak menyadari apa

yang dilakukannya meskipun tampak seperti melakukan aktivitas normal. Perlu dibedakan

dengan tidur berjalan (sleep walking) yang akan tersadar bila diberikan perangsangan

(dibangunkan), sementara pada dream like state penderita tidak bereaksi terhadap

perangsangan.

9. Twilight state: keadaan perubahan kualitas kesadaran yang disertai halusinasi. Seringkali

terjadi pada gangguan kesadaran oleh sebab gangguan otak organik. Penderita seperti berada

dalam keadaan separuh sadar, respons terhadap lingkungan terbatas, perilakunya impulsif,

emosinya labil dan tak terduga.

B. Gejala Gangguan Mental Pada Kognisi

Adalah kemampuan untuk mengenal/mengetahui mengenai benda atau keadaan atau situasi,

yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas intelegensi seseorang.

Termasuk dalam fungsi kognisi adalah; memori/daya ingat, konsentrasi/perhatian, orientasi,

kemampuan berbahasa, berhitung, visual-spatial, fungsi eksekutif, abstraksi dan taraf

intelegensi.

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Gejala Gangguan Mental Pada Perhatian / Konsentrasi:

Adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas mental pada pengalaman tertentu. Gangguan

perhatian meliputi ketidakmampuan memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian

ataupun mengalihkan perhatian. Pada gangguan kesadaran khususnya pada delirium ketiga

ranah perhatian tersebut terganggu. Terdapat beberapa jenis gangguan perhatian/konsentrasi,

yaitu:

1. Distraktibilitas: adalah ketidakmampuan individu untuk memusatkan dan mempertahankan

perhatian. Konsentrasinya sangat mudah teralih oleh berbagai stimulus yang terjadi

disekitarnya. Lazim ditemui pada gangguan cemas akut dan keadaan manik.

2. Inatensi selektif: adalah ketidakmampuan memusatkan perhatian pada obyek atau situasi

tertentu, biasanya situasi yang membangkitkan kecemasan. Misalnya seorang dengan fobia

tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek atau situasi yang memicu fobianya.

3. Kewaspadaan berlebih: adalah pemusatan perhatian yang berlebihan terhadap stimulus

eksternal dan internal sehingga penderita tampak sangat tegang.

Gejala Gangguan Mental Pada Orientasi

Orientasi adalah kemampuan individu untuk mengenali obyek atau situasi sebagaimana

adanya. Dibedakan atas orientasi personal/orang, yaitu kemampuan untuk mengenali orang

yang sudah dikenalnya. Orientasi ruang/spatial, yaitu kemampuan individu untuk mengenali

tempat dimana ia berada. Orientasi waktu, yaitu kemampuan individu untuk mengenali secara

tepat waktu dimana individu berada. Sesuai dengan ranah yang terganggu maka dibedakan

gangguan orientasi orang, tempat dan waktu. Gangguan orientasi sering terjadi pada

kerusakan organik di otak.

Gejala Gangguan Mental Pada Memori / Daya Ingat

Memori adalah proses pengelolaan informasi, meliputi perekaman – penyimpanan – dan

pemanggilan kembali. Terdapat beberapa jenis gangguan memori/daya ingat, yaitu:

1. Amnesia: adalah ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh pengalaman

masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik di otak, misalnya; pada

kontusio serebri. Namun dapat juga disebabkan faktor psikologis misalnya pada gangguan

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

stres pasca trauma individu dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis.

Berdasarkan waktu kejadian, amnesia dibedakan menjadi:

a. Amnesia anterograd, yaitu apabila hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi

setelah titik waktu kejadian. Misalnya: seorang pengendara motor yang mengalami

kecelakaan, tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi setelah kecelakaan.

b. Amnesia retrograd, yaitu hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi sebelum titik

waktu kejadian. Misalnya, seorang gadis yang terjatuh dari atap dan mengalami trauma

kepala, tidak mampu mengingat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum kecelakaan tersebut.

2. Paramnesia: Sering disebut sebagai ingatan palsu, yakni terjadinya distorsi ingatan dari

informasi/pengalaman yang sesungguhnya. Dapat disebabkan oleh faktor organik di otak

misalnya pada demensia. Namun dapat juga disebabkan oleh faktor psikologis misalnya pada

gangguan disosiasi.

Berdasarkan rentang waktu individu kehilangan daya ingatnya, dibedakan menjadi:

1. Memori segera (immediate memory): adalah kemampuan mengingat peristiwa yang baru

saja terjadi, yakni rentang waktu beberapa detik sampai beberapa menit.

2. Memori baru (recent memory): adalah ingatan terhadap pengalaman/informasi yang terjadi

dalam beberapa hari terakhir.

3. Memori jangka menengah (recent past memory): adalah ingatan terhadap peristiwa yang

terjadi selama beberapa bulan yang lalu.

4. Memori jangka panjang: adalah ingatan terhadap peristiwa yang sudah lama terjadi

(bertahun tahun yang lalu)

2. Gejala Gangguan Psikologis Pada EMOSI / PERASAAN

Emosi adalah suasana perasaan yang dihayati secara sadar, bersifat kompleks, melibatkan

pikiran, persepsi dan perilaku individu. Secara deskriptif fenomenologis emosi dibedakan

antara mood dan afek.

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Gejala Gangguan Mental Pada Mood

Mood adalah suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang mewarnai

persepsi seseorang terhadap kehidupannya.

1. Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang normal, yakni individu mempunyai

penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan irama hidupnya.

2. Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai dengan kesedihan

dan kemurungan. Individu secara subyektif mengeluhkan tentang kesedihan dan kehilangan

semangat. Secara obyektif tampak dari sikap murung dan perilakunya yang lamban.

3. Mood disforia: menggambarkan suasana perasaan yang tidak menyenangkan. Seringkali

diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel, atau bosan.

4. Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara perfasif memperlihatkan semangat dan

kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas kehidupan. Perilakunya menjadi

hiperaktif dan tampak enerjik secara berlebihan.

5. Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan.

6. Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan yang meluap luap.

Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat psikostimulansia.

Gejala Gangguan Mental Pada Afek

Afek adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat ekspresi wajah,

pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh). Afek mencerminkan situasi

emosi sesaat.

1. Afek luas: adalah afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang luas dengan

sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara maupun gerakan tubuh,

serasi dengan suasana yang dihayatinya.

2. Afek menyempit: menggambarkan nuansa ekspresi emosi yang terbatas. Intensitas dan

keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat dilihat dari ekspresi wajah dan bahasa

tubuh yang kurang bervariasi.

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

3. Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi emosi yang

tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton dan bahasa tubuh yang sangat

kurang.

4. Afek mendatar: adalah suatu hendaya afektif berat lebih parah dari afek menumpul. Pada

keadaan ini dapat dikatakan individu kehilangan kemampuan ekspresi emosi. Ekspresi wajah

datar, pandangan mata kosong, sikap tubuh yang kaku, gerakan sangat minimal, dan irama

suara datar seperti ’robot’.

5. Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari ekspresi emosi yang terlihat dari

keserasian antara ekspresi emosi dan suasana yang dihayatinya.

6. Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak cocok dengan

suasana yang dihayati. Misalnya seseorang yang menceritakan suasana duka cita tapi dengan

wajah riang dan tertawa tawa.

7. Afek labil: Menggambarkan perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba tiba, yang tidak

berhubungan dengan stimulus eksternal.

3. Gejala Gangguan Psikologis Pada PERILAKU MOTORIK

Perilaku adalah ragam perbuatan manusia yang dilandasi motif dan tujuan tertentu serta

melibatkan seluruh aktivitas mental individu. Perilaku merupakan respons total individu

terhadap situasi kehidupan. Perilaku motorik adalah ekspresi perilaku individu yang terwujud

dalam ragam aktivitas motorik. Berikut ini diuraikan berbagai ragam gangguan perilaku

motorik yang lazim dijumpai dalam praktek psikiatri, yaitu:

1. Stupor Katatonia: penurunan aktivitas motorik secara ekstrim, bermanifestasi sebagai

gerakan yang lambat hingga keadaan tak bergerak dan kaku seperti patung. Keadaan ini dapat

dijumpai pada skizofrenia katatonik.

2. Furor katatonia: suatu keadaan agitasi motorik yang ekstrim, kegaduhan motorik tak

bertujuan, tanpa motif yang jelas dan tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Dapat

ditemukan pada skizofrenia katatonik, seringkali silih berganti dengan gejala stupor

katatonik.

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

3. Katalepsia: adalah keadaan mempertahankan sikap tubuh dalam posisi tertentu dalam

waktu lama. Individu dengan katalepsi dapat berdiri di atas satu kaki selama berjam jam

tanpa bergerak. Merupakan salah satu gejala yang bisa ditemukan pada skizofrenia katatonik.

4. Flexibilitas cerea: keadaan sikap tubuh yang sedemikian rupa dapat diatur tanpa

perlawanan sehingga diistilahkan seluwes lilin.

5. Akinesia: menggambarkan suatu kondisi aktivitas motorik yang sangat terbatas, pada

keadaan berat menyerupai stupor pada skizofrenia katatonik.

6. Bradikinesia: perlambatan gerakan motorik yang biasa terjadi pada parkinsonisme atau

penyakit parkinson. Individu memperlihatkan gerakan yang kaku dan kehilangan respons

spontan.

4. Gejala Gangguan Psikologis Pada PROSES BERPIKIR

Gejala gangguan mental pada proses berpikir adalah sebagai berikut:

1. Proses pikir primer: terminologi yang umum untuk pikiran yang dereistic, tidak logis,

magis; secara normal ditemukan pada mimpi, tidak normal seperti pada psikosis.

2. Gangguan bentuk pikir/arus pikir: asosiasi longgar: gangguan arus pikir dengan ideide

yang berpindah dari satu subyek ke subyek lain yang tidak berhubungan sama sekali; dalam

bentuk yang lebih parah disebut inkoherensia.

3. Inkoherensia: pikiran yang secara umum tidak dapat kita mengerti, pikiran atau kata keluar

bersama-sama tanpa hubungan yang logis atau tata bahasa tertentu hasil disorganisasi pikir.

4. Flight of Ideas / lommpat gagasan: pikiran yang sangat cepat, verbalisasi berlanjut atau

permainan kata yang menghasilkan perpindahan yang konstan dari satu ide ke ide lainnya;

ide biasanya berhubungan dan dalam bentuk yang tidak parah, pendengar mungkin dapat

mengikuti jalan pikirnya.

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

5. Sirkumstansial: pembicaraan yang tidak langsung sehingga lambat mencapai point yang

diharapkan, tetapi seringkali akhirnya mencapai point atau tujuan yang diharapkan, sering

diakibatkan keterpakuan yang berlebihan pada detail dan petunjuk-petunjuk.

6. Tangensial: ketidakmampuan untuk mencapai tujuan secara langsung dan seringkali pada

akhirnya tidak mencapai point atau tujuan yang diharapkan.

5. Gejala Gangguan Psikologis Pada ISI PIKIR

Di sini yang terganggu adalah buah pikirannya atau keyakinannya dan bukan cara

penyampaiannya. Dapat berupa miskin isi pikir, waham, obsesi, fobia, dan lainlain.

Kemiskinan Isi Pikir yaitu pikiran yang hanya menghasilkan sedkit informasi dikarenakan

ketidakjelasan, pengulangan yang kosong, atau frase yang tidak dikenal.

Waham atau Delusi yaitu satu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru,

berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak konsisten dengan

intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau

dengan jalan penyajian fakta. Jenis-jenis waham:

a. Waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh (contoh: makhluk angkasa luar

menanamkan elektroda di otak manusia)

b. Waham sistematik: keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu

tema/kejadian (contoh: orang yang dikejar-kejar polisi atau mafia)

c. Waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada

atau menuju kiamat

d. Waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi tubuh (contoh: yakin otaknya

meleleh)

e. Waham paranoid: termasuk di dalamnya waham kebesaran, waham kejaran/persekutorik,

waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

f· Waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya

adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.

g· Waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang menandai seorang paranoid, yang mengira

bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau yang mendorong agar dia

gagal dalam tindakannya. Kepercayaan ini sering dirupakan dalam bentuk komplotan yang

khayali, dokter dan keluarga pasien dicurigasi bersamasama berkomplot untuk merugikan,

merusak, mencederai, atau menghancurkan dirinya.

h· Waham rujukan (delusion of reference): satu kepercayaan keliru yang meyakini bahwa

tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah, membahayakan, atau akan menjahati

dirinya.

i· Waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya

dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:

1. thought withdrawal: waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang lain atau kekuatan lain

2. thought insertion: waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang lain atau kekuatan lain

3. thought broadcasting: waham bahwa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain, tersiar di

udara

4. thought control: waham bahwa pikirannya dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan lain

5. waham cemburu: keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang

pasangan yang tidak setia

6. erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang

sangat mencintainya

Obsesi: satu ide yang tegar menetap dan seringkali tidak rasional, yang biasanya dibarengi

satu kompulsi untuk melakukan suatu perbuatan, tidak dapat dihilangkan dengan usaha yang

logis, berhubungan dengan kecemasan.

Kompulsi: kebutuhan dan tindakan patologis untuk melaksanakan suatu impuls, jika ditahan

akan menimbulkan kecemasan, perilaku berulang sebagai respons dari obsesi atau timbul

untuk memenuhi satu aturan tertentu.

Fobia: ketakutan patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi

berhubungan dengan stimulus atau situasi spesifik yang mengakibatkan keinginan yang

memaksa untuk menghindari stimulus tersebut.

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

6. Gejala Gangguan Psikologis Pada PERSEPSI

Persepsi adalah sebuah proses mental yang merupakan pengiriman stimulus fisik

menjadi informasi psikologis sehingga stimulus sensorik dapat diterima secara sadar.

Beberapa contoh gangguan persepsi:

1. Depersonalisasi: satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan subyektif

dengan gambaran seseorang mengalami atau merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai

tidak nyata atau khayali (asing, tidak dikenali)

2. Derealisasi: perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak nyata

3. Ilusi: satu persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal yang nyata

4. Halusinasi: persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan stimulus eksternal

yang nyata; menghayati gejalagejala yang dikhayalkan sebagai hal yang nyata. Jenisjenis

halusinasi:

j. halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika mulai jatuh tertidur,

secara umum bukan tergolong fenomena patologis

k. halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika seseorang mulai

terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena patologis

l. halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara orang meski

dapat saja berupa suara lain seperti musik, merupakan jenis halusinasi yang paling

sering ditemukan pada gangguan psikiatri

m. halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa bentuk jelas (orang)

atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya), sering kali terjadi pada gangguan medis

umum

n. halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali terjadi pada gangguan

medis umum

o. halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak enak sebagai

gejala awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan medis umum

p. halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti phantom libs (sensasi anggota tubuh

teramputasi), atau formikasi (sensasi merayap di bawah kulit)

q. halusinasi somatik: sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam tubuhnya, lebih

sering menyangkut organ dalam (juga dikenal sebagai cenesthesic hallucination)

r. halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan obyek terlihat lebih kecil

(micropsia)

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

7. Gejala Gangguan Psikologis Pada TILIKAN

Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya dan arti dari

suatu situasi (termasuk di dalamnya dari gejala itu sendiri). Dalam arti luas, tilikan sering

disebut sebagai wawasan diri, yaitu pemahaman seseorang terhadap kondisi dan situasi

dirinya dalam konteks realitas sekitarnya. Dalam arti sempit merupakan pemahaman pasien

terhadap penyakitnya. Tilikan terganggu artinya kehilangan kemampuan untuk memahami

kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi dirinya. Jenis-jenis

tilikan:

1. Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya

2. Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya

3. Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

4. Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namum tidak memahami

penyebab sakitnya

5. Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktorfaktor yang berhubungan dengan

penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya

6. Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi

untuk mencapai perbaikan. Itulah rangkuman gejala-gejala gangguan psikologis yang terjadi

pada manusia (Yager et al., 2000).

8. Gejala Gangguan Psikologis Pada Penampilan

Pada penampilan perhatian terutama ditujukan kepada adanya keistimewaan atau keanehan

dari penampilan sampai yang sekecil – kecilnya dicatat , sehingga orang ketiga akan mudah

mengenal dari apa yang kita luiskan secara rinci misalnya :

1. Pakaian dan kerapiannya

2. Sikap dan gerakan

3. Cacat , ketidakmampuan , dan deformitas

4. Ciri khas bicara

5. Tanda jenis kelamin

6. Agresi

7. Superego dan ego ideal

8. Hubungan dengan pemeriksa

9. Pengaruh terhadap pemeriksa

10. Hubungan terhadap penyakitnya

11. Kepercayaan diri

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

12. Toleransi

9. Gejala Gangguan Psikologis Pada Pertimbangan

Pertimbangan adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak sesuai

dengan situasi tersebut

Jenis – jenis pertimbangan :

1. Pertimbangan kritis

2. Pertimbangan otomatis

3. Pertimbangan yang lemah

10. Gejala Gangguan Psikologis Pada Tidur

Gangguan tidur atau tidur yang abnormal merupakan masalah yang sering ditemui di

berbagai bidang kedokteran , terutama psikiatri .

Jenis – jenis gangguan tidur :

1. Insomnia : insomnia inisial , middle insomnia , late insomnia

2. Hipersomnia nonorganik

3. Narkolepsi

4. Sleep atack

5. Katapleksia

6. Sleep paralysis

7. Halusinasi hipnagogik

8. Kleine-leven syndrome

9. Sleep apnea

10. Apnoe sentral

11. Apnoe obstruktif

12. Enuresis nonorganik

13. Night terror

14. Somnabulisme

15. Gangguan rencana tidur – bangun (Maslim, 2001).

11. Gejala Gangguan Psikologis Pada Perhatian

Perhatian adalah sejumlah usaha keras yang digunakan untuk memusatkan pada bagian

tertentu dari sebuah pengalaman; kemampuan untuk memusatkan pada kegiatan tertentu;

kemampuan untuk berkonsentrasi. Perhatian adalah kesadaran dan keinginan mengarahkan

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

energy mental terhadap satu objek atau komponen dari pengalaman yang kompleks, dalam

waktu yang bersamaan mengesampingkan fikiran atau emosinya.

Kesigapan perhatian (vigilance = vigilans = vigilitas) merupakan suatu kenyataan bahwa arah

arus energy dalam keadaan terkendali.

Jenis Gangguan

1. Hipovigilitas pengendalian perhatian kurang dari biasanya.

2. Hipervigilitas; pengendalian perhatian lebih dari biasanya; perhatian yang berlebihan

dan dipusatkankepada semua rangsangan dari dalam maupun luar, secara sekunder

akibat keadaan paranoid. Suatu kewaspadaan berlebih yang manifestasinya jadi

pengamatan terus menerus pada lingkungan yang menunjukkan adanya bahaya.

3. Avigilitas; pengendalian perhatian sama sekali tidak ada.

4. Pengalihan perhatian (Distractibility), ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian;

perhatian beralih pada rangsangan luar yang tidak ada hubungannya atau tidak

penting. Ketidakmampuan mempertahankan perhatian; berpindah dari satu topic ke

topic yang lain hanya disebabkan hal sepele.

5. Tidak memperhatikan secara selektif (selective inattention); perhatian dihambat pada

hal-hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan (ansietas); perhatian individu

dirintangi pada daerah perhatian yang menjadi sumber ansietas.

13. Gejala Gangguan Psikologis Pada Ingatan

Ingatan atau memory merupakan suatu fungsi di mana informasi yang disimpan di otak

kemudian didapatkan kembali secara disadari.

Ingatan atau memory, merupakan kemampuan untuk membangkitkan kembali kesan,

pengalaman dan apa yang sudah dipelajari di masa lampau, yang menyangkut 3 pokok proses

mental;

1. Registrasi, yaitu kemampuan merasakan, mengenal dan mengeluarkan informasi di

susunan saraf pusat

2. Retensi, kemampuan menahan atau menyimpan informasi yang sudah diregistrasi

3. Recall, kemampuan untuk mendapatkan kembali informasi yang sudah disimpan, atas

kehendak.

Jenis Gangguan

1. Amnesia, suatu gangguan daya ingat (bisa seluruhkanya, sebagian atau temporer)

yang manifestasinya dalam ketidakmampuan mengingat secara parsial maupun total

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

dari pengalaman masa lampau. Bisa diartikan pula sebagai kehilangan daya ingat

yang patologis, suatu fenomena di mana area pengalaman menjadi tidak bisa dicapai

alam sadar. Ada beberapa bentuk yaitu amnesia retrogard (amnesia untuk kejadian

yang terjadi sebelum waktu tertentu) dan amnesia anterograd (amnesia untuk kejadian

yang terjadi sesudah waktu tertentu); amnesia disosiatif yang gambaran untamanya

adalah kehilangan daya ingat biasanya terhadap kejadian yang baru sangat penting

yang tidak disebabkan oleh gangguan mental organic, dan sangat sukar diterangkan

oleh adanya kelelahan atau lupa yang biasa.

2. Hipamnesia, suatu penurunan derajat retensi dan recall.

3. Hiperamnesia, meningkatnya retensi dan recall.

4. Eidetic image, memori visual yang hamper seperti halusinasi yang menggembirakan

(riang).

5. Paramnesia, daya ingat yang palsu dengan adanya penyimpangan dari recall.

14. Gejala Gangguan Psikologis Pada Intelegensi

Intelegensi adalah kemampuan untuk mengerti, mengingat kembali, mengerahkan dan

menggabungkan secara konstruktif apa yang sudah dipelajari sebelumnya dalam menghadapi

situasi yang baru.

Jenis gangguan

1. Retardasi mental, fungsi intelektual secara umum dibawah normal yang bisa terjadi

pada saat lahir atau pada masa perkembangan anak-anak. Belajar, penyesuaian

social, proses pematangan terganggu dan sering disertai gangguan emosi. Derajat

retardasi umumnya diukur dengan IQ (Intelligence Quotient).

Adapun beberapa jenis retardasi mental, diantaranya:

a.Idiot, yaitu retardasi mental tingkat yang paling rendah, suatu inteligensi setingkat

dengan anak umur 3 tahun ke bawah.

b.Imbelsi, retardasimental dengan tingkat inteligensi setara dengan anak umur 3-6

tahun.

c.Debil (Moron), retardasi mental tingkat paling tinggi setingkat dengan inteligensi

anak umur 6-9 tahun.

d.Idiot-savant, anak dengan retardasi mental yang mampu menunjukkan kecakapan

mental yang luar biasa, umumnya menyangkut pemecahan teka-teki yang sulit atau

hitung menghitung berdasarkan angka dan tanggalan.

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

2. Demensia, sering juga dimasukkan ke gangguan inteligensi selain pada gangguan

ingatan. Diartikan sebagai kemunduran fungsi intelektual secara global dan organik

tanpa adanya gangguan kesadaran yang mengabut.

a. Diskalkulia, hilangnya kemampuan untuk hitung-menghitung yang tidak

disebabkan oleh adanya ansietas atau gangguan dalam konsentrasi.

b. Disfagia, kehilangan kemampuan menulis dengan huruf miring, hilangnya

susuanan kata-kata.

3. Pseudodemensia, suatu gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak

disebabkan oleh disfungsi mental organic, paling sering disebabkan oleh depresi.

4. Berfikir kongkrit, berfikir menurut apa yang tersirat, secara terbatas menggunakan

kiasan tanpa mengerti arti dengan perbedaan kecil, berfikir hanya satu dimensi.

5. Berfikir abstrak, mampu mengerti perbedaan kecil arti, berfikir secara multidimensi

dengan kemampuan menggunakan kiasan dan dugaan secara serasi (Nurhiawangsa,

2004).

5. Apa saja faktor pemicu dan faktor pemberat stress? Bagaimana manajemen stress?

Stres dan penyesuaian diri

Stres adalah istilah dari ilmu kedokteran yang secara harfiah diartikan sebagai tekanan

atau ketegangan yang memiliki kecenderungan mengganggu tubuh. Dari sudut pandang

psikologi, stres dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang mengganggu kita untuk

beradaptasi atau mengatasi suatu masalah (Santrock, 2003).

Stres bisa datang dari lingkungan, tubuh atau pikiran kita sendiri. Stres dari

lingkungan mungkin disebabkan karena kebisingan, polusi, keramaian, situasi kacau, dan

segala macam ancaman lain. Stres dari tubuh disebabkan oleh kondisi sakit, luka, ketegangan

tubuh, atau penyakit-penyakit metabolik tertentu (Santrock, 2003).

Sumber stress psikologis

Sumber atau pembangkit keadaan stress disebut stressor. Stressor dapat menimbulkan

beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stress, yaitu frustasi, konflik, tekanan atau

krisis.. Ini dapat dirasakan sebagai unsur dari luar. Oleh individu, stressor itu dipersepsikan

sebagai tanda ancaman atau kebutuhan; keadaan eksitasi itu sendiri dapat menjadi stressor

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

apabila melebihi batas intensitas tertentu. Kita dapat mengatakan, bahwa bagi pasien kita,

omongan yang tidak menyenangkan merupakan salah satu stressor, dan berbagai perasaan

kesal, sakit kepala dan mual merupakan manifestasi keadaan stress sebagai respons atas

stressor itu. Pada penelitian lebih lanjut atas pasien tersebut terungkap bahwa pendekatan

oleh teman-temannya juga merupakan stressor baginya, meskipun biasanya manusia

merasakan pendekatan oleh teman-teman sebagai hal yang menyenangkan. Nampak disini,

bahwa suatu rangsang dapat dirasakan sebagai hal yang menyenangkan pada orang satu, dan

sebagai stressor pada orang lain; bahkan pada waktu tertentu, sesuatu jenis rangsang tertentu

dapat menyenangkan pada waktu ini dan merupakan stressor di waktu lain. Ini

menggambarkan suatu kenyataan penting: bahwa sifat stressor bukan inherent terletak pada

jenis rangsangan, melainkan pada penanggapan rangsangan itu oleh organisme (Maramis,

2009).

(1) Frustasi

Timbul bila ada aral melintang (stresor) antara kita dan tujuan kita, misalnya bila kita mau

berpiknik lantas kemudian hujan deras atau mobil mogok, atau mangga di pohon keliatan

enak sekali bagi si anak, tetapi tiba-tiba keluar seekor anjing yang galak (Maramis, 2009).

(2) Tekanan

Juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari biarpun kecil tetapi bila

di tumpuk-tumpuk dan berlangsung terus menerus (stresor jangka panjang), dapat

menimbulkan stress yang hebat. Tekanan, seperti juga frustasi dapat bersal dari dalam atau

luar individu (Maramis, 2009).

(3) Konflik

Terjadi apabila kita tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam atau tujuan. Memilih

yang satu berarti tidak tercapai tujuan yang lain. Ibarat kita ada disimpang jalan tetapi kita

tidak dapat memilih ke kiri atau ke kanan, misalnya seorang pemuda ingin menjadi seorang

dokter, tetapi sekaligus takut akan tanggungjawab kelak bila sudah jadi ( konflik mau-tak-

mau atau pendekatan pengelakan). Atau jika kita harus memilih antara sekolah terus atau

menikah; mengurus rumah tangga atau terus aktif dalam organisasi; antara tugas dan ambisi

istri atau ibu kesenangan sekarang atau ideologi, orang tua atau panggilan (konflik

pendekatan ganda) (Maramis, 2009).

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

(4) Krisis

Adalah keadaan karena stresor mendadak dan besar sehingga menimbulkan stress pada

seorang individu atau kelompok, misalnya : kematian, kecelakaan, penyakit yang

memerlukan operasi, masuk sekolah untuk pertama kali. Terdapat banyak tempat dengan

banyak krisis (konsentrasi krisis), misalnya ruang gawat darurat di rumah sakit, kamar

bersalin, kamar bedah, taman kanak-kanak dan tingkat pertama pada suatu fakultas pada

minggu- minggu pertama tahun kuliah baru, desa yang kena bencana alam dan kekurangan

makanan sesudahnya, atau bila kemudian bantuan makanan datang (tadi krisis karena tidak

ada makanan, kemudian krisis karena tiba-tiba ada makanan) (Maramis, 2009).

Contoh lain lagi adalah konflik yang terjadi bila kita harus memilih antara beberapa hal yang

semuanya tidak kita inginkan, misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur,

menikah dengan orang yang tidak simpatik atau kemungkinan tidak menikah sama sekali;

berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai pengecut (konflik pengelakan ganda)

(Lubis, B. 1989).

Konflik merupakan pertentangan dalam diri, dan dapat dilihat bahwa konflik meningkatkan

ketegangan – seringkali suatu ketegangan yang menganggu dan tidak menyenangkan,

sehingga berupa stress (Lubis, B. 1989).

Konflik intrapsikik yaitu konflik antara komponen-komponen jiwa itu sendiri, yang bukan

merupakan konflik yang disadari, bukan yang dihayati nyata sevagai pergumulan batin antara

dorongan, motif atau keinginan, melainkan konflik nirsadar (Lubis, B. 1989).

Manajemen Stres

Bila stres dirasakan sebagai permasalahan yang mengganggu aktivitas dan kualitas

kehidupan, maka penting dilakukan penanganan dengan segera terhadap stres tersebut dengan

manajemen pengelolaan yang baik dan pendekatan yang menyeluruh (holistic), yakni

mencakup pengelolaan secara fisik (organobiologik), psikologi-psikiatri, psikososial, dan

psikoreligious. Secara garis besar terdapat dua tahap, yaitu tahap pencegahan dan terapi

(Santrock, 2003).

Tahap pencegahan agar seseorang tidak jatuh ke dalam stres, maka diperlukan gaya

hidup yang sehat, hidup teratur, serasi, selaras, dan seimbang secara horizontal antara dirinya

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

dan sesama orang lain dan lingkungan sekitarnya, serta secara vertikal antara diriny dan

penciptanya Allah SWT, yang menciptakan alam semesta (Santrock, 2003).

Tahap terapi, meliputi terapi somatik dan intervensi psikososial. Terapi somatik

adalah penanganan gangguan stres dengan menggunakan obat-obatan (psikofarmaka) yang

berguna untuk memulihkan gangguan fungsi pada neurotransmitter (sinyal penghantar) di

susunan saraf pusat otak. Cara kerja psikofarmaka adalah jalan memutuskan jaringan atau

sirkuit psikoneuroimunologi, sehingga stresor psikososial yang mengenai seseorang tidak lagi

mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ tubuh lainnya. Obat-

obatan yang sering digunakan dalam penanganan stres dan gangguan lain yang terkait

dengan stres adalah golongan psikotropika, seperti obat anti psikotik, obat anti anxieta, obat

anti depresan, dan lain-lain. Selain itu dapat juga dengan pendekatan somatik yang bisa

dilakukan dengan terapi elektrokonvulsi dan psikosurgeri (Santrock, 2003).

Pada seseorang yang mengalami stres, selain diberikan pengelolaan dengan terapi

somatik, seperti terapi psikofarmaka, terapi elektro konvulsi dan terapi psikosurgeri, juga

penting diberikan pendekatan dengan terapi psikososial termasuk psikoterapi keluarga

(Santrock, 2003).

Kehidupan yang seimbang adalah pertukaran antara melakukan segala sesuatu yang

ingin kita lakukan dan melakukan segala hal yang harus kita lakukan. Sering kali kita

menginginkan yang terbaik untuk kedua-duanya, tetapi kita tidak memahami bahwa kita

harus berusaha menyeimbangkan prioritas yang kadang saling bertentangan (Santrock, 2003).

Pendekatan Agama (Religi)

Dewasa ini perkembangan terapi di dunia kedokteran sudah berkembang ke arah

pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian ternyata tingkat religiusitas

seseorang erat hubungannya dengan daya tahan dalam menghadapi problematika kehidupan

yang merupakan stresor psikososial. Dalam perkembangan manusia seutuhnya ternyata

perkembangan biologis, psikologis, dan sosial (biopsychosocial devlopment) berkembang

sejajar (paralel) dengan perkembangan spiritual seseorang (Santrock, 2003).

Pentingnya agama dalam kesehatan juga dapat dilihat dari batasan Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO, 1984) yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan

salah satu unsur penting dari pengertian sehat seutuhnya. Para peneliti seperti Harrington A

(1996) dan Monakow V. Goldstein (1997) mencoba mencari hubungan antara ilmu

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

pengetahuan (neuroscientific concepts) dengan dimensi spiritual yang masih dianggap belum

jelas, namun diyakini adanya hubungan tersebut dalam presentasinya yang berjudul Brain and

Religion diyakini adanya titik ketuhanan (God Spot) dalam susunan saraf pusat. Sebagai

contohnya adalah ketika orang yang stres dengan gangguan kecemasan yang kemudian diberi

obat anti cemas, maka yang bersangkutan akan menjadi tenang. Namun, pada orang yang

sama dengan berdo’a dan dzikir kepada Allah SWT juga akan memperoleh ketenangan dan

kesembuhan. Hal ini memperkuat prinsip bahwa terapi medis dan terapi agama adalah saling

menguatkan (Santrock, 2003).

Pendekatan dimensi religi ini dimaksudkan membangkitkan kekuatan keimanan dan

motivasi untuk sembuh dari penyakitnya sesuai dengan agama yang diyakini seeorang.

Dalam Islam banyak digunakan pendekatan do’a dan dzikir dalam menghadapi gangguan,

stres, dan penyakit, krisis ataupun musibah yang menimpanya serta kita selalu diingatkan

bahwa apapun yang menimpa kita pada hakekatnya semua itu adlah milik Allah SWT dan

kita semua kelak akan dikembalikan kepada-Nya (Giardano, 2005).

6. Apa hubungan stress yang dialami pasien dengan gejala yang ditimbulkan?

Gejala yang ditimbulkan menunjukkan stressor telah melewati daya resistensi pasien

dan pasien mengalami exhaustion sehingga timbul gejala-gejala gangguan jiwa.

7. Apa saja diagnosis banding berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dari kasus pada

skenario? (Pada nomor 8)

8. Apa saja diagnosis banding berdasarkan onset dari kasus pada skenario?

DIAGNOSIS BANDING

1. PSIKOTIK AKUT

a. Epidemiologi

Menurut sebuah studi epidemiologi internasional, berbeda dengan skizofrenia,

kejadian nonaffective timbul psikosis akut 10 kali lipat lebih tinggi di negara

berkembang daripada di negara-negara industri. Beberapa dokter percaya bahwa

gangguan yang mungkin paling sering terjadi pada pasien dengan sosioekonomi yang

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

rendah, pasien dengan gangguan kepribadian yang sudah ada sebelumnya ( paling

sering adalah gangguan kepribadian histrionik, narsistik, paranoid, skizotipal, dan

ambang ), dan orang yang pernah mengalami perubahan kultural yang besar

( misalnya imigran ).

b. Etiologi

Didalam DSM III faktor psikososial bermakna dianggap menyebabkan

psikosis reaktif singkat, tetapi kriteria tersebut telah dihilangkan dari DSM IV.

Perubahan dalam DSM IV menempatkan diagnosis gangguan psikotik singkat

didalam kategori yang sama dengan banyak diagnosis psikiatrik utama lainnya yang

penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis kemungkinan termasuk gangguan yang

heterogen.

Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar di jumpai pada

pasien dengan gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau

psikologis terhadap perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih faktor stres berat,

seperti peristiwa traumatis, konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan, sakit

parah, kematian orang yang dicintai, dan status imigrasi tidak pasti, dapat memicu

psikosis reaktif singkat. Beberapa studi mendukung kerentanan genetik untuk

gangguan psikotik singkat.

c. Diagnosis

Mengguanakan urutan diagnosis:

a) Onset yang akut ( 2 minggu atau kurang)

b) Adanya sindrom klinik yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka ragam

dan berubah cepat, atau “skizophrenia-like” = gejala skizofrenia yang khas)

c) Adanya stress akut

d) Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung

Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi criteria episode manic

atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala afektif

individual dapat menonjol

Tidak ada penyebab organic (Maslim, 2001).

F23.0 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala Skizofrenia

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Pedoman diagnosis

a) Onset harus akut ( 2 minggu atau kurang)

b) Harus adda beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis dan

intesnsitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama

c) Harus ada keanekaragaman emosional yang sama beraneka ragamnya

d) Walaupun gejala beraneka ragam, tidak ada satupun dari gejala itu ada secara cukup

konsisten dapat memenuhi criteria skizofrenia atau episode manic atau episode depresif

(Maslim, 2001).

F23.1 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala Skizofrenia

Pedoman diagnosis

a) Memenuhi criteria a) b) c) diatas yang khas untuk gangguan psikotik akut

b) Disertai gejala-gejala yang memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia (F20.-) yang

harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis psikotik

itu secara jelas

c) Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus

diubah menjadi skizofrenia (Maslim, 2001).

F23.2 Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (skizofrenia-like) akut

Pedoman diagnosis

a) Onset harus akut ( 2 minggu atau kurang)

b) Disertai gejala-gejala yang memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia (F20.-) yang

harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis psikotik

itu secara jelas

c) Kriteria psikosis polimorfik akut tidak terpenuhi

d) Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus

diubah menjadi skizofrenia (Maslim, 2001).

d. Penatalaksanaan

Menjaga keselamatan penderita dan orang yang merawatnya:

Page 37: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

a. Keluarga atau teman harus menjaga penderita

b. Pastikan kebutuhan dasar terpenuhi

c. Jangan sampai mencederai penderita

Mengurangi stres dan stimulasi:

a. Jangan mendebat pikiran psikotik

b. Hindari konfrontasi dan kritik, kecuali hal itu perlu untuk mencegah perilaku yang

membahayakan

Agitasi yang membahayakan penderita dan keluarga atau masyarakat memerlukan

hospitalisasi atau pengamanan

Medikasi:

a. Pemberian antipsikotik akan mengurangi gejala psikotik

- Haloperidol 2 – 5 mg, sampai 3 kali sehari

- Klorpromazin 100 – 200 mg, sampai 3 kali sehari

b. Gunakan dosis terendah yang dapat mengatasi

c. Obat antianxietas dapat digunakan bersama dengan antipsikotik untuk mengontrol

agitasi akut

- Lorazepam 1 – 2 mg, sampai 4 kali sehari

d. Lanjutkan pemberian antipsikotik setidaknya sampai 3 bulan setelah gejala mereda.

e. Monitor efek samping pengobatan

Konsultasi:

a. Pada kasus efek samping yang berat atau ada demam, rigiditas dan hipertensi, stop

semua obat antipsikotik dan pertimbangkan

b. Jika mungkin pertimbangkan konsultasi untuk semua kasus baru gangguan psikotik

(Dharmono, 2001).

e. Prognosis

Pasien biasanya sembuh sempurna dalam beberapa hari, dan prognosis jangka

panjangnya baik, walaupun pasien berisiko untuk mengalami episode singkat di masa

mendatang bila mengalami stress yang cukup bermakna (Tomb, 2004).

Page 38: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

2. SKIZOFRENIA

a. Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai

daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh

dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia

remaja akhir atau awal masa dewasa.

Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun

sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih

tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan

daerah rural (Sadock, 2003).

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama

ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien

skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan

penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia

yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008).

Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi

seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar

0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara

laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-

nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36

tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan

yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki

(Durand & Barlow, 2007).

b. Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab

skizofrenia, antara lain:

Faktor Genetik

Menurut Maramis (2009), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia.

Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia

terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%;

bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita

Page 39: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua

telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.

Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut

quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh

beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga

mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang

mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami

skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang

memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).

Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut

neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu

sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas

neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan

sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa

aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa

neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan

peranan (Durand & Barlow, 2007).

Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin

kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang

patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005).

Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga

mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-

kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan,

dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand &

Barlow, 2007).

Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005), keluarga pada

masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua

terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk

berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau

tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

Page 40: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

c. Diagnosis

Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III

Persyaratan normal untuk diagnosis skizofrenia adalah:

Dari gejala-gejala di bawah ini harus ada paling sedikit satu gejala yang sangat jelas

(dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang jelas) :

a) - thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun

kualitasnya berbeda; atau

- thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam

pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya

(withdrawal); dan

- thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum

mengetahuinya.

b) - delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

tetentu dari luar; atau

- delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar; atau

- delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu

kekuatan dari luar;

(tentang dirinya : secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau

pikiran, tindakan, atau penginderan khusus);

- delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat

khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

c) halusinasi auditorik :

- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,

atau

- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang

berbicara), atau

- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d) waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak

wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau poltik

tertentu, atau kekuatan dan kemampuan dia atas manusia biasa (misalnya mampu

mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

Page 41: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham

yang mengambang maupun yang setangah berbentuk tanpa kandungan afektif yang

jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau

apabila terjadi setiap hari selama bermunggu-minggu atau berbulan-bulan terus

menerus;

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang

berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas cerea (waxy flexibility), negativisme, mutisme, dan

stupor;

h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan

diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa

semua hal tersebut tidak dsebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu

satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nopsikotik prodromal);

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

(overall quality) dari beberapa aspek perilaku peribadi (personal behaviour),

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,

sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara

social (Maslim, 2001).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi

psikososial.

Terapi Biologis

Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan

menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi

dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang

digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua

obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol

(haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa

kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang

sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi

Page 42: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan

(Durand & Barlow, 2007).

Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada

penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy (ECT)

diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok

perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di

berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.

Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar

karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita

skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum

prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang

sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan

ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita

kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot

yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik (Durand & Barlow, 2007).

Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak Moniz (1935, dalam

Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu proses operasi primitif

dengan cara membuang “stone of madness” atau disebut dengan batu gila yang dianggap

menjadi penyebab perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam

proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar.

Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita

kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

Terapi Psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di

dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara

historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang

mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi

terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial

terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga (Durand & Barlow, 2007).

Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini,

beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator

dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan feedback

tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang

Page 43: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta

dalam kemampuan berkomunikasi.

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Terapi ini

digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama

keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa

mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali.

Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan

perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan

untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan

tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian,

seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata

campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-

kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi

secara individual.

e. Prognosis

Kekambuhan pasien skizofrenia adalah istilah yang secara relatif merefleksikan

perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien dan atau lingkungannya. Tingkat

kekambuhan sering di ukur dengan menilai waktu antara lepas rawat dari perawatan terakhir

sampai perawatan berikutnya dan jumlah rawat inap pada periode tertentu (Pratt, 2006).

Keputusan untuk melakukan rawat inap di rumah sakit pada pasien skizofrenia adalah

hal terutama yang dilakukan atas indikasi keamanan pasien karena adanya kekambuhan yang

tampak dengan tindakan seperti ide bunuh diri atau mencelakakan orang lain, dan bila

terdapat perilaku yang sangat terdisorganisasi atau tidak wajar termasuk bila pasien tidak

mampu memenuhi kebutuhan dasar berupa makan, perawatan diri dan tempat tinggalnya.

Selain itu rawat inap rumah sakit diperlukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan diagnostik

dan stabilisasi pemberian medikasi (Durand & Barlow, 2007).

Perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang (recurrent), apapun bentuk subtipe

penyakitnya. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada pasien skizofrenia yang hidup bersama

anggota keluarga yang penuh ketegangan, permusuhan dan keluarga yang memperlihatkan

kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan dipengaruhi juga oleh stress dalam

kehidupan, seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan. Keluarga merupakan

bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien dengan skizofrenia.

Keluarga berperan dalam deteksi dini, proses penyembuhan dan pencegahan

kekambuhan. Penelitian pada keluarga di Amerika, membuktikan bahwa peranan keluarga

Page 44: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

yang baik akan mengurangi angka perawatan di rumah sakit, kekambuhan, dan

memperpanjang waktu antara kekambuhan.

Meskipun angka kekambuhan tidak secara otomatis dapat dijadikan sebagai kriteria

kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, tetapi parameter ini cukup signifikan dalam

beberapa aspek. Setiap kekambuhan berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan

keluarganya, yakni seringkali mengakibatkan perawatan kembali/rehospitalisasi dan

membengkaknya biaya pengobatan.

Komplikasi

Orang dengan gangguan jiwa khususnya depresi dan skizofrenia memiliki risiko

tinggi melakukan bunuh diri. Risiko bunuh diri pada penderita skizofrenia yaitu sebesar

46,3% sedangkan pada pasien depresi risiko bunuh diri sebesar 26,8 %

3. GANGGUAN WAHAM

a. Epidemiologi

Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat diperkirakan 0,025 sampai 0,03

persen.gangguan waham lebih jarang dari pada skizofrenia dan gangguan afektif. Usia

onset kira-kira 40 tahun, rentang usia untuk onset dari 18 tahun sampai 90 tahunan,

terdapat lebih banyak pada wanita

b. Etiologi

Penyebab sebenarnya tidak diketahui.ada beberapa factor:

a. Faktor biologi:

• Penyakit fisik (misal: tumor otak)

• Kelainan neurologic (system limbic dan ganglia basalis)

b. Factor psikodinamik:

• Isolasi sosial

• Hipersensitif (reaksi farmasi, proyeksi dan denial)

c. Pedoman diagnosis

Page 45: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

a. Onset harus akut ( 2 minggu atau kurang)

b. Waham dan halusinasi harus sudah ada dalam sebagian besar wahtu sejak

perkembangannya keadaan psikotik yang jelas

c. Kriteria psikosis polimorfik akut dan skizofrenia tidak terpenuhi

d. Kalau waham menetap lebih dari 3 bulan lamanya, maka diagnosis harus diubah

menjadi Gangguan Waham Menetap. Apabila hanya halusinasi yang menetap lebih

dari 3 bulan lamanya, maka diagnosis diubah menjadi Gangguan Psikotik

Nonorganik Lainnya (Maslim, 2001).

d. Penatalaksanaan

Perawatan di rumah sakit dilakukan dengan tujuan:

a Pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap poada penderita untuk menentukan

apakah terdapat kondisi medis nonpsikiatirik yang menyebabkan gangguan waham

b Kemampuan untuk pengandalian impuls kekerasan seperti bunuh diri dan membunuh

c Perilaku penderita yang telah mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi dala

keluarga dan pekerjaannya

• Farmakoterapi

haloperidol, pimozide, lithium, carbamazepin, valproate, risperidon, clozail

• Psikoterapi

e. Prognosis

• 50% sembuh dengan pengobatan

• 20% pengurangan gejala

• 30% tidak ada perbaikan

• <25 % menjadi skizofrenia

• <10% menjadi gangguan mood

Faktor yang berhubungan dengan prognosis yang baik

Page 46: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

• Tingkat pekerjaan

• Penyesuaian fungsional yang tinggi

• Jenis kelamin (wanita)

• Onset sebelum usia 30 tahun

• Onset terjadi tiba-tiba

• Lama penyakit singkat

• Adanya factor pencetus

• Waham kejar, somatic dan erotic diperkirakan memiliki prognosi yang lebih baik

daripada pasien dengan wahan kebesaarn dan cemburu (Sadock et al., 2003).

4. GANGGUAN SKIZOAFEKTIF

a. Pedoman Diagnosis

Diagnosis hanya dibuat apabila gejala-gejala definitive adanya skizofrenia dan

gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan

Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan

gangguan afektif tetapi dengan episode penyakit yang berbeda

Tidak termasuk dalam diagnosis Depresi Pasca-skizofrenia

Beberapa pasien dapat menjalani episode skizofrenia berulang, baik berjenis

manic maupun depresif atau campuran. Pasien lain mengalami satu atau dua

episode skizoafektif terselip diantara episode manic atau depresif (Maslim, 2001).

F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

Pedoman diagnosis

Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektik tipe manic yang tunggal maupun

untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manic

Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu

menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak

Page 47: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala

skizofrenia yang khas (Maslin, 2001).

F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif

Pedoman diagnosis

Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektik tipe depresif yang tunggal

maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe

depresif

Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif

maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian episode depresif

Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala

skizofrenia yang khas (Maslim, 2001).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama dengan gejala-

gejala afektif bipolar campuran (Maslim, 2001).

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya

F25.9 Gangguan Skizoafektif YTT

b. Klasifikasi menurut Maramis, 2009

Terdapat 2 jenis psikosa afektif yaitu melankolia involusi dan sikosa manik-depresif.

1. Melankolia involusi

Etiologi dan epidemiologi

Psikosa ini sering didapati di negara dingin seperti USA. Timbulnya psikosa ini sering

paa wanita sesedah 45 tahun, dan pada pria sesudah umur 55 tahun. Pada usia tesebut

fungsi kelenjar-kelenjar endokrin dan reproduktif sudah mulai berkurang, sehingga

terjadi perubahan yang besar pada badan dalam aktivitas metabolisme dan vegetatatif.

Page 48: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Selain itu, periode ini penuh dengan stres psikofisiologik. Bila individu itu

sebelumnya sudah tidak mantap jiwanya, maka mudah timbul rasa cemas, depresi dan

paranoidi.

Faktor yang mempengarui dan memudahkan timbulnya melankolia involusi ialah

yang berhubungan dengan usia lanjut dalam bidangosal, psikologik dan ekonomik,

justru pada waktu api kehidupan sudah mulai padam, sehingga sering timbul rasa

cemas.

Prognosa

Prognosa penyakit ini tergantung pada lamayna penyakit dan waktu pengobatan

dimulai. Sebelum adanya terapi elektrokonvulsi, 40% sembuh sendiri, tetapi

rekonvalensi berlangsung lama sekali. Dengan terapi elektrokonvulsi 50% menjadi

sembuh dengan cepat. Makin berat gejala-gejalanya, makin jelek prognosanya.

Dengan adanya obat-obat antidepresi, prognosa menjadi lebih baik lagi dan TEK

diberi hanya bila betul-betul diperlukan, umpamanya bila sering terdapat pikiran-

pikiran bunuh diri.

2. Psikosa manik-depresif

Etiologi dan epidemiologi

Mungin ada faktor keturunan, karena 30% dari saudara penderita dengan psikosa

manik-depresof juga menderita penyakit ini, sedangka pada seluruh masyarakat

diperkirakan 5% (di Amerika Serikat; tetapi ada yang menduga sampai 15%).

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada kaum wanita dengan perbandingan 2:1. Juga

lebih banyak terdapat pada goongan sosio-ekonomi yang lebih tinggi. Terdapat lebih

banyak di negara-negara Eropa daripada di Indonesia, terutama di negara-negara

Skandinavia. Di Amerika Serikat sejak permulaan abad ini psikosa manik-depresif

tercatat berkurang.

Prognosa

Page 49: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Meskipun psikosa manik-depresif berjalan secara periodik, 25% dari para penderita

hanya mendapat satu kali serangan seumur hidup. Serangan ini biasanya berlangsung

tidak lama, tetapi gejala-gejalanya hebat, pada umumnya berupa suatu depresi dan

sering timbul setelah suatu penyakit badaniah atau stres psikologik.

Dalam hal ini prognosa berarti kemungkinan timbulnya lagi serangan yang lain.

Prognosa tergantung pada usia serangan pertama dan jenis serangan. Makin muda

orang itu mulai sakit, makin besar kemungkinan untuk mendapat serangan lagi. Bila

penderita mendaoar serangan mania, maka prognosanya lebih jelek, mungkin sekali ia

akan mendapat serangan lagi. Terdapatnya gejala yan tidak khas (atipia) seperti

hipokondirasis, depersonalisasi, gejala paranoid, juga mejelekkan prognosa. Adanya

gangguan peredaran darah takatau gejala fokal neurologik akan memberatkan

prognosa.

Psikosa manik-depresif tidak menuju ke kemunduran mental (seperti halnya dengan

skizofrenia bila terjadi serangan berulang-ulang). (Maramis,2005)

c. Penatalaksanaan

Apabila ada pikiran bunuh diri atau ide-ide membunuh diindikasikan untuk dirawat

inapkan dirumah sakit.

Terapi dalam melibatkan keluarga, pengembangan skill social dan berfokus

pada rehabilitas kognitif.

Pengobatan, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti depresan bila

memenuhi criteria diagnosis gangguan skizoafektif tipe depresif

Apabila gangguan skizoafektif tipe manic terapi kombinasi antara antipsikotik

dengan mood stabilizer (Prihatini, R, 2008).

9. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan?

CT Scan

Merupakan pemeriksaan non-invasif yang dapat melihat anatomi kepala. Indikasi

spesifiknya adalah: episode [ertama psikosis di atas umur 40 tahun, episode pertama

gangguan afektif setelah umur 50 tahun, episode pertama gangguan kepribadian yang

tak diketahui penyebabnya, katatonia persisten, anorexia nervosa (Maramis, 2009).

Page 50: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

MRI

Kelebihan dibandingkan CT scan yaitu: tidak melibatkan radiasi radioaktif, irisan dapat

dilakukan di berbagai bidang, dapat lebih baik mendiferensiasi masa putih dan masa

abu-abu otak sehingga lebih sensitive untuk kelainan anatomi otak, dan lebih baik untuk

melihat kelainan di fosa posterior dan batang otak (Maramis, 2009).

Elektroensefalografi (EEG)

Mengukur aktivitas elektrik di permukaan otak. Indikasi umum adalah pasien muda

dengan episode pertama psikosis dan pasien dengan riwayat kemungkinan cedera otak

atau gangguan neurologis (Maramis, 2009).

10. Bagaimana cara menentukan diagnosis multiaksial?

DSM IV (DSM= Diagnostic & Statistical manual of Mental disorder) adalah suatu

sistem multiaksial yang menilai pasien dalam beberapa variabel dan mempunyai lima aksis.

Aksis I dan II terdiri dari semua klasifikasi gangguan mental, 17 klasifikasi dan lebih dari 300

gangguan spesifik. Dalam banyak keadaan, pasien mempunyai suatu gangguan pada kedua

aksis (Kaplan, 2010).

Aksis I mengandung gangguan klinis dan kondisi lain yang mungkin merupakan pusat

perhatian klinis.

Aksis II mengandung gangguan kepribadian dan retardasi mental.

Aksis III menuliskan tiap gangguan fisik atau kondisi medis umum yang ditemukan di

samping gangguan mental. Kondisi fisik mungkin merupakan penyebab, akibat dari

gangguan mental, atau gangguan medis yang tidak berhubungan. Jika suatu gangguan medis

adalah sebagai penyebab atau secara penyebab berhubungan dengan suatu gangguan mental,

gangguan mental karena kondisi umumn aksis III.

Aksis IV digunakan untuk memberi kode pada masalah psikologis dan lingkungan

yang secara bermakna berperan pada perkembangan atau eksaserbasi gangguan sekarang.

Aksis V adalah skala penilaian global terhadap fungsi (GAF; global assessment of

functioning) dimana dokter mempertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional pasien selama

periode waktu tertentu. Fungsional dimengerti sebagai kesatuan dari tiga bidang utama:

fungsi social, fungsi pekerjaan, dan fungsi psikologis skala GAF, yang didasarkan pada

rangkaian kesatuan kesehatan mental dan penyakit mental, adalah skala dengan 100 poin, 100

Page 51: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang. Pasien yang memiliki tingkat

fungsional tertinggi sebelum suatu episode penyakit biasanya mempunyai prognosis yang

lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat fungsional yang rendah.

Adalah skala penilaian global terhadap fungsi-sering-disebut GAF (Global

Assesment of Functioning ) dimana dokter mempertimbangkan keseluruhan tingkat

fungsional pasien selama periode waktu tertentu ( misalnya : saat pemeriksaan atau tingkat

fungsional pasien tertinggi untuk sekurangnya 1 bulan selama 1 tahun terakhir)

Fungsional diartikan sebagai kesatuan dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi

pekerjaan dan fungsi psikologis

Fungsi berupa skala dengan 100 poin. 100 mencerminkan tingkat fungsi tertinggi

dalam semua bidang.

Tujuan diagnosis multiaksial (Maramis, 2009):

Mencakup informasi yang menyeluruh (komprehensif) sehingga dapat membantu dalam

perencanaan terapi dan pembuatan prognosis.

Format yang “mudah” dan “sistematik” sehingga membantu dalam menata dan

mengkomunikasikan informasi klinis serta dalam menggambarkan perbedaan-

perbedaan individual pada pasien dengan diagnosis klinis yang sama

Antara aksis I, II, III, tidak selalu harus ada hubungan etiologi atau patogenesis.

Namun, hubungan antara aksis I-II-III dan aksis IV dapat timbal balik saling mempengaruhi.

Diagnosis Multiaksial memakai lima aksis, yaitu (Rusdi, M., 2001):

a. Aksis I:

Gangguan Klinis Kondisi Lain yang Mungkin Merupakan Pusat Perhatian Klinis

F00-F09 GANGGGUAN MENTAL ORGANIK (TERMASUK GANGGUAN

MENTAL SIMTOMATIK)

F10-F19 GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT

PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF

F20-F29 SKIZOFRENIA, GANGGUAN SKIZOTIPAL, DAN GANGGUAN

WAHAM

F30-F39 GANGGUAN SUASANA PERASAAN MOOD ATAU AFEKTIF)

Page 52: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

F40-F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN

GANGGUAN TERKAIT STRESS

F50-F59 SINDROM PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN

GANGGUAN PSIKOLOGIS DAN FAKTOR FISIK

F62-F68 PERUBAHAN KEPRIBADIAN NON-ORGANIK, GANGGUAN

KEBIASAAN ATAU IMPULS, GANGGUAN IDENTITTAS JENIS

KELAMIN, GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL,

GANGGUAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERKEMBANGAN DAN ORIENTASI SEKSUAL

F80-F89 GANGGUAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS

F90-F98 GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIONAL, ONSET

BIASANYA PADA MASA KANAK DAN REMAJA

F99 GANGGUAN JIWA YTT

KONDISI LAIN YANG MENJADI FOKUS PERHATIAN KLINIS

F54 FAKTOR PSIKOLOGIS DAN TINGKAH LAKU YANG

BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN ATAU PENYAKIT

YDK (YANG DI-KLASIFIKASI DI TEMPAT LAIN, CLASSIFIED

ESLEWHERE)

G21 PARKINSONISME SEKUNDER

G21.0: Sindrom neuroleptika maligna

G21.1 :Parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika

G24 DISTONIA

G24.0: Distonia akut akibat neuroleptika

G24.8: Tardive dyskinesia akibat neuroleptika

G25 GANGGUAN EKSTRAPIRAMIDAL DAN PERGERAKAN

LAINNYA

G25.1 : Tremor akibat obat

G25.9 :Gangguan pergerakan akibat obat

Z63.0 : Masalah hubungan dengan pasangan (partner)

Page 53: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Z63.7 : Masalah dalam hubungan yang berkaitan dengan gangguan

jiwa atau kondisi medik umum

Z63.8 : Masalah hubungan orang tua-anak

Z63.9 : Masalah dalam hubungan yang lain

F93.3 Masalah dalam hubungan antar saudara (sibling)

T74 MASALAH BERKAITAN DENGAN “ABUSE” ATAU ”NEGLECT

T74.0: Neglect of child

T74.1: Physical abuse of child or adult

T74.2: Sexual abuse of child or adult

Z91.1 Ketidakpatuhan terhadap pengobatan

Z76.5 Berpura-pura sakit dengan motivasi yang jelas (malingering)

Z72.8 Masalah berkaitan dengan gaya hidup (perilaku antisosial)

R41.8 Penurunan fungsi kongnitif berkaitan dengan usia

Z63.4 Kehilangan dan kematian anggota keluarga (bereavement)

Z55.8 Masalah berkaitan dengan pendidikan dan melek huruf

Z56.7 Masalah berkaitan dengan pekerjaan dan pengangguran

Z71.8 Konseling tentang masalah agama dan kepercayaan

F93.8 Masalah identitas pada anak dan remaja

Z60.0 : Masalah penyesuaian pada masa transisi siklus kehidupan

Z60.3 : Kesulitan akutrurasi

Z 03.2 TIDAK ADA DIAGNOSIS AKSIS I

R 69 DIAGNOSIS AKSIS I TERTUNDA

b. Aksis II (gangguan Kepribadian dan retardasi mental):

F60 GANGGUAN KEPRIBADIAN KHAS

F60.0 Gangguan Kepribadian paranoid

F60.1 Gangguan Kepribadian skizoid

F60.2 Gangguan Kepribadian Disosial

F60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil

F60.4 Gangguan Kepribadian Histrionik

F60.5 Gangguan Kepribadian Anankastik

Page 54: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

F60.6 Gangguan Kepribadian Cemas (menghindar)

F60.7 Gangguan Kepribadian Dependen

F60.8 Gangguan kepribadian Khas Lainnya

F60.9 Gangguan Kepribadian YTT.

F61 GANGGUAN KEPRIBADIAN CAMPURAN DAN LAINNYA

F61.0 Gangguan Kepribadian Campuran

F61.1 Perubahan Kepribadian yang bermasalah.

GAMBARAN KEPRIBADIAN MALADAPTIF (URAIKAN)

MEKANISME DEFENSI MALADAPTIF (URAIKAN)

F70-F79 RETARDASI MENTAL

Z 03.2 TIDAK ADA DIAGNOSIS AKSIS II

R 46.8 DIAGNOSIS AKSIS II TERTUNDA.

c. Aksis III (kondisi medis umum menurut ICD-9-CM):

Bab I A00-B99 Penyakit infeksi dan parasit tertentu

Bab II C00-D48 Neoplasma

Bab IV E00-G90 Penyakit endokrin, nutrisi, dan metabolik

Bab VI G00-G99 Penyakit susunan saraf

Bab VII H00-H59 Penyakit mata dan adneksa

Bab VIII H60-H95 Penyakit telinga dan proses mastoid

Bab IX I00-I99 Penyakit sistem sirkulasi

Bab X J00-J99 Penyakit sistem pernapasan

Bab XI K00-K93 Penyakit sistem pencernaan

Bab XII L00-L99 Penyakit kulit dan jaringan subkutan

Bab XIII M00-M99 Penyakit sistem muskuloskletal dan jaringan ikat

Bab XIV N00-N99 Penyakit sistem genitourinaria

Bab XV O00-O99 Kehamilan, kelahiran anak dan masa nifas

Bab XVII Q00-Q99 Malformasi kongenital, deformasi, kelainan kranial

Bab

XVIII

R00-R99 Gejala, tanda dan temuan klinis laboratorium abnormal

Bab XIX S00-T98 Cedera, keracunan, dan akibat kausa eksternal

Bab XX V01-Y98 Kausa eksternal dari morbiditas dan mortalitas

Page 55: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

Bab XXI Z00-Z99 Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan

pelayanan

d. Aksis IV (Masalah Psikososial dan Lingkungan)

Masalah dengan “primary support group” (keluarga)

Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial

Masalah pendidikan

Masalah pekerjaan

Masalah perumahan

Masalah ekonomi

Masalah akses ke pelayanan kesehatan

Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal

Masalah psikososial dan lingkungan lain

e. Aksis V:

GAF Scale

100-91 gejala tidak ada, fungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak

tertanggulangi

90-81 gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian

biasa

80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial

70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,

secara umum baik

60-51 gejala dan disabilitas sedang

50-41 gejala dan disabilitas berat

40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,

disabilitas berat dalam beberapa fungsi

30-21 disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi

dalam hampir semua bidang

20-11 bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam

komunikasi dan mengurus diri

Page 56: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

10-01 persisten dan  lebih serius

0 informasi tidak adekuat

11. Apa tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari kasus pada skenario? (Pada nomor 8)

Page 57: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jenis gangguan jiwa yang dialami Sdr. A adalah gangguan jiwa Psikosis. gangguan

psikosis adalah merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan

ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya. Berdasarkan onset dan

gejala klinis yang muncul, gangguan psikosis dibagi menjadi skizofrenia, gangguan

psikotik akut, gangguan waham, dan skizoafektif. Karena onset gangguan yang dialami

penderita adalah 2 minggu, dan gejala klinis yang muncul merupakan gejala klinis yang

menyerupai skizofrenia serta riwayat keluarga yang sama maka diagnosis sementara

yang dapat disimpulkan adalah gangguan psikotik skizofrenia-like. Yang utama

dibutuhkan adalah farmakoterapi anti-psikosis. jika gejala menetap dalam waktu lebih

dari 1 bulan maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.

B. Saran

1. Dibutuhkan data mengenai riwayat pasien sebelumnya, baik keadaan medik umum

maupun adanya gangguan jiwa lainnya.

2. Terapi gangguan jiwa tidak hanya bertumpu pada farmakoterapi saja, namun terapi

sosial dan kerohanian juga dibutuhkan dalam upaya penyembuhan pasien.

3. Perlu dicari etiologi yang jelas dari gangguan jiwa pasien, dan berusaha menjauhkan

dari faktor etiologi dan keadaan stress terrsebut untuk mengurangi keadaan relaps.

4. Jika suatu saat keadaan pasien mengancam jiwa dirinya sendiri maupun orang lain,

segera dibawa atau dirujuk ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan terkait.

Page 58: Laporan Tutorial Skenario 1 Psikiatri

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, Sunardi, Akhlan, R.N., dan Heryati, E. 2005. Psikiatri. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Dharmono, S. Gangguan Mental Terkait Trauma.

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/suryo.dharmono/material/gangguanmentalterkaittrauma.

pdf (diakses 17 November 2013)

Durant, Vincent M. and David H. Barlow. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. USA:

Cengage Learning.

Girdano, L A. 2005. Controlling Stress and Tension 7th edition. San Fransisco: Benjamin

Cumming.

Nurhriawangsa, Ibrahim. 2004. Simptomatologi Psikatri. Surakarta: FK UNS.

Kaplan, Harold I; Sadock, Benjamin J; Grebb, Jack A. 2010. Sinopsis Psikiatri, Jilid 1.

Binarupa Aksara:Tangerang

Lubis, B. 1989. Pengantar Psikiatri Klinik. Balai Penerbit FKUI: Jakarta

Maramis, W. F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Airlangga University Press:

Surabaya

Maslim R. 2001. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. PT Nuh Jaya :

Jakarta

Sadock, Benjamin J. dan Virginia Alcott Sadock. 2003. Kaplan & Sadock’s Synopsis of

Psychiarty Behavioral Science/ Clinical Psyhiatry Tenth Edition. USA: Lippincott Williams

& Willkins.

Prihatini, Rahayu. 2008. Gangguan Skizoafektif. elib.fk.uwks.ac.id (diakses tanggal 17

November 2013)

Santrock, John W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja Ed. 6. Jakarta : Erlangga.

Susilohati, Mardiatmi, et.al. 2013. Buku Pedoman Keterampilan Klinis untuk Semester 5:

Keterampilan Pemeriksaan Psikiatri. Surakarta: FK UNS.

Sutardjo A. Wiramihardja, 2005, Pengantar Psikologi Abnormal, Bandung : Refika Aditama

Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC

Wiraminaradja dan Sutardjo. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika

Aditama.

Yager. J. Gittin M.J. 2000. Clinical Manifestations of Psychiatric. Ed.S Sadock BJ, Sadock

VA. In Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry.7th Edition.

Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. pp: 797-802.