Laporan Tutorial Blok 8 Skenario 3
-
Upload
errindeakusuma -
Category
Documents
-
view
71 -
download
1
description
Transcript of Laporan Tutorial Blok 8 Skenario 3
LAPORAN TUTORIAL
BLOK INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS
SKENARIO III: DEMAM SETELAH OPERASI
KELOMPOK XIII
AGUNG BUDI SURISTIO G0013010
AISYAH NOORATISYA G0013012
ANISA HASANAH G0013032
BEPRIYANA YUNITANINGRUM G0013058
BERTINA SURYA ARYANI G0013060
DITA PURNAMA ASBIANTARI G0013076
EDWINA AYU DWITA G0013082
JEA AYU YOGATAMA G0013124
MUSA AL AZZAM G0013164
NOVIA HARTANTI G0013180
RICKY IRVAN ARDIYANTO G0013200
SHANAZ QISTHINA G0013216
TUTOR : LELI SAPTAWATI, dr., Sp.MK.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO III
DEMAM SETELAH OPERASI
Seorang perempuan berusia 37 tahun dirawat di rumah sakit sejak 7 hari
yang lalu karena operasi hernia inkarserata. Setelah operasi, kondisi penderita
baik dan tidak demam. Akan tetapi, 5 hari setelah operasi penderita demam,
daerah bekas operasi tampak bengkak, kemerahan dan terasa nyeri. Saat ini dari
daerah bekas operasi keluar cairan purulen.
Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Tanda vital tekanan darah
120/70 mmHg, frekuensi nadi 116 kali/menit, suhu tubuh axiler 39,7°C , frekuensi
nafas 20 kali/menit. Pemeriksaan laboratorium Hb 11 g/dl, lekosit 18.000/µl.
Dokter curiga penderita mengalami sepsis dan selanjutnya melakukan
pengambilan sampel untuk kultur darah dan kultur pus. Setelah itu diberikan
antibiotik empirik ampisillin-sulbactam intravena.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Seven Jump
Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:
1. Hernia incarserata: Hernia incarserata atau strangulata adalah bila isi
hernia terjepit oleh cincin hernia, tidak dapat kembali ke dalam rongga
perut disertai akibatnya berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.
(Pramana, et al, 2014). Hernia incarserata memberikan tanda-tanda
ileus obstriktivus. (eprints.undip.ac.id)
2. Purulen: Mengandung nanah / pus, disebut juga pyogenous. (Dorland,
2012). Cairan purulen menunjukkan infeksi peritoneum atau abses
pelvis. (Taber, 1994)
3. Sepsis: infeksi bakteri yang menyebar luas ke banyak daerah pada
tubuh, dengan infeksi yang disebarkan lewat darah di suatu jaringan ke
jaringan lain dan menyebabkan kerusakan yang luas (Guyton, 2007).
Sepsis terjadi saat respons berlebih sistem imun tubuh terhadap infeksi
bakteri (www.nlm.nih.gov)
4. Kultur darah: tes untuk mendeteksi kuman seperti bakteri atau jamur
dalam darah. Kebanyakan kultur darah untuk memeriksa bakteri yang
ada di dalamnya. Ketika seseorang memiliki gejala infeksi seperti
demam tinggi atau menggigil dan dokter mencurigai kuman telah
menyebar ke dalam darah, maka dengan kultur darah dapat menentukan
jenis kuman yang menyebabkan infeksi.
5. Kultur pus: suatu metode untuk memperbanyak bakteri dari pus dengan
mengembangbiakan dalam suatu media khusus dalam kondisi
laboratorium untuk mengetahui kuman penyebab pus. (Siahaan, 2011).
Kultur pus biasanya menggunakan pewarnaan gram bakteri dan
digunakan untuk kultur bakteri aerob maupun anaerob.
Langkah II: Menentukan / mendefinisikan masalah
Permasalahan dalam skenario ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengapa setelah operasi kondisi pasien baik, namun setelah 5 hari bekas
operasi menjadi bengkak, kemerahan, nyeri?
2. Apa yang menyebabkan keluarnya cairan purulen dari tubuh pasien?
3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan
fisik pasien?
4. Mengapa pasien mengalami sepsis?
5. Apa saja ciri-ciri sepsis?
6. Apa tujuan dokter mengambil sampel kultur darah dan kultur pus?
7. Bagaimana cara mencegah terjadinya infeksi daerah operasi?
8. Kapan saja pengambilan sampel kultur darah dan kultur pus?
9. Apa tujuan pasien diberikan antibiotik empirik ampisillin-sulbactam
intravena?
10. Apa yang dimaksud dengan sakit sedang?
11. Bagaimana cara penanganan sepsis?
Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara
mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang didapatkan saat di rumah
sakit. Saat masuk rumah sakit, tidak didapatkan tanda-tanda penyakit
lain selain penyakit yang diderita, namun setelah beberapa hari
perawatan pasien tersebut menderita penyakit infeksi selain penyakit
yang diderita.
2. Pembentukan pus dapat terjadi bila netrofil dan makrofag menelan
sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik., pada dasarnya semua
netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah
beberapa hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga
yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati,
makrofag mati, dan cairan dari jaringan. Campuran tersebut dinamakan
pus atau cairan purulent. (Guyton, Arthur C, 2007)
3. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium:
Tekanan darah: 120/70 mmHg normal.
Frekuensi nadi: 116x/menit takikardi. Normal: 80-100x/menit.
Suhu tubuh axiller: 39,70C tinggi. Normal: 36,5-37,50C.
Frekuensi nafas: 20x/menit normal. Normal: 16-20x/menit.
Hb: 11g% normal. Normal: 11,5-16,5g%.
Lekosit: 18.000/µL lekositosis. Normal: 4.000-11.000/µL.
Trombosit: 190.000/µL normal. Normal: 150.000-350.000/µL.
4. LO
5. Sepsis jika organisme yang masuk berjumlah sangat besar dan jika
organisme tersebut cukup resisten, maka sistem makrofag dapat
ditaklukan. Hal ini mengakibatkan organisme tersebut dapat menetap di
dalam darah, dan menimbulkan gejala-gejala malese, kelemahan, dan
tanda-tanda demam, menggigil, dan sebagainya. (Price & Wilson,
2006)
Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah pasien yang
memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut :
a. Suhu >38°C atau <36°C
b. Denyut jantung >90 denyut/menit
c. Respirasi >20/menit atau PaCO2 <32 mmHg
d. Hitung leukosit >12.000/mm3 atau <10% sel imatur (band)
(A.Guntur H, 2009)
6. LO
7. Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
a. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik
dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
b. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
c. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat,
nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
d. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur
invasif.
e. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol
penyebarannya.
(Ducel, G. et al., 2002)
8. LO
9. LO
10. LO
11. LO
Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan permasalahan pada langkah III
Pencegahan dan pengendalian
Infeksi nosokomial dan sepsis
5 hari kemudian, infeksi daerah operasi
Kondisi baik, tidak deman
Operasi
Pasien wanita hernia inkarserata
Skema 1. Bagan rumusan masalah
Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
1. Mengapa setelah operasi kondisi pasien baik, namun setelah 5 hari
bekas operasi menjadi bengkak, kemerahan, nyeri?
2. Apa yang menyebabkan keluarnya cairan purulen dari tubuh pasien?
3. Apa saja ciri-ciri sepsis?
4. Kapan saja pengambilan sampel kultur darah dan kultur pus?
5. Apa tujuan pasien diberikan antibiotik empirik ampisillin-sulbactam
intravena?
6. Apa saja jenis-jenis antibiotik?
7. Apa yang dimaksud dengan sakit sedang?
8. Bagaimana cara penanganan sepsis?
Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri)
Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
1) Penyebab kondisi pasien setelah operasi baik namun setelah 5 hari
demam, mengalami pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah
operasi
Demam yang terjadi merupakan efek sistemik dari inflamasi yang
terjadi atau dengan kata lain demam termasuk dalam SIRS
(SystemicInflammatoryResponseSyndrome). Demam merupakan akibat
dari perubahan yang terjadi pada set point. Perubahan set poin disebabkan
oleh pirogen, baik eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen bisa berupa
produk mikroba, toksin mikroba, atau mikroba utuh. Adapun pirogen
endogen adalah berupa sitokin, seperti IL-1, IL-6, TNF, IFN, dan CNTF.
(Kasperetal, 2005)
Kemerahan dan pembengkakan pada daerah operasi merupakan
manifestasi dari perubahan vaskuler yang terjadi selama inflamasi akut.
Perubahan vaskuler tersebut berupavasodilatasi pembuluh darah disekitar
lokasi inflamasi. Hal ini menyebabkan darah yang mengalir ke tempat
tesebut menjadi lebih banyak, sehingga daerah sekitar lokasi inflamasi
tampak kemerahan. Selain mengalami vasodilatasi, permeabilitas vaskuler
pembuluh darah juga meningkat. Peningkatan ini mengakibatkan
kebocoran cairan dan protein ke jaringan sekitar inflamasi, sehingga
daerah tersebut mengalami pembengkakan. (Kumaret.al , 2007)
2) Penyebab timbulnya cairan purulen
Yaitu bakteri anaerobik, bakteri yang tidak membutuhkan oksigen
untuk kelangsungan hidupnya. (Guntur, 2009)
3) Ciri-ciri sepsis
Tanda SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
ditemukan 2 dari gejala berikut :
e. Suhu >38°C atau <36°C
f. Denyut jantung >90 denyut/menit
g. Respirasi >20/menit atau PaCO2 <32 mmHg
h. Hitung leukosit >12.000/mm3 atau <10% sel imatur (band)
Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif
terhadap organism dari tempat tersebut). Sepsis berat adalah sepsis yang
berkaitan dengan disfungsi organ, kelianan hipoperfusi atau hipotensi.
Kelainan hipoperfusi meliputi asidosis laktat, oligouria, dan perubahan
akut pada status mental. (Guntur, 2009)
Sepsis ditandai dengan gejala SIRS dan kuman penyebab infeksi.
Gejala tambahan berupa gangguan perfusi organ :
1. Perubahan status mental.
2. Hipoksemia, PaO2<72 mmHg dengan FiO2 21%
3. Peningkatan kadar laktat plasma.
4. Oliguria (produksi urin <30ml atau 0,5 ml/kg selama minimal 1 jam)
4) Kultur darah dan kultur pus
Pengambilan sampel untuk kultur darah adalah sebelum pemberian
antibiotik pada pasien dan setelah 3 hari pemberian antibiotik dihentikan,
hal ini bertujuan untuk menilai kerja antibiotik. Sedangkan untuk
pengambilan sampel untuk kultur pus adalah sebelum diberikan antibiotik
empirik.
5) Antibiotik empirik dan tujuan pemberian antibiotik empirik ampisillin-
sulbactam
Antibiotik empirik adalah suatu pemberian terapi antibiotik pada
pasien-pasien yang masuk GICU didasarkan pada persangkaan kuman
serta tempat dan sumber infeksinya sampai didapatkannya hasil kultur dan
resistensi. Tujuan pemberiannya adalah untuk menurunkan mortilitas,
menurunkan timbulnya resistensi, menurunkan kejadian superinfeksi, dan
menurunkan biaya pemakaian antibiotik. (Mahendra, 2013)
Pada septikemia yang belum diketahui penyebabnya, diperlukan
anti mikroba yang berspektrum luas sementara menunggu hasil
pemeriksaan mikrobiologi. Ampisilin aktif terhadap berbagai kuman
gram-positif dan gram-negatif dan beberapa jenis kuman anaerob.
Kombinasi dengan sulbaktam tidak mengubah aktivitas ampisilin, tetapi
memperluas spektrumnya mencakup kuman penghasil betalaktamase yang
intrinsik termasuk galur peka terhadap ampisilin dan kuman anaerob
termasuk B.fragilis. (Gunawan, 2012)
6) Jenis antibiotik
Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerja
senyawa tersebut. Ada lima kelompok antibiotika berdasarkan mekanisme
kerjanya:
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri,
mencakup golongan Penisilin, Sefalosporin, Basitrasin,
Vankomisin, Sikloserin.
2. Antibiotik yang menghambat/ mengganggu fungsi selaput/
membrane sel bakteri, mencakup Polimiksin.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel bakteri,
mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan
Makrolid, Aminoglikosid, Tetrasiklin, Kloramfenikol,
Linkomisin.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri,
mencakup golongan Quinolone, Rifampisin.
5. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel bakteri, mencakup
golongan Sulfonamide, Trimetoprim, Asam p-AminoSalisilat
(PAS), Sulfon. (Wilianti, 2009)
7) Definisi sakit sedang
Menurut http://repository.usu.ac.id , ada beberapa skala nyeri yang
dapat digunakan. Pada umumnya skala ini dibagi atas skala kategorik
(tidak sakit,sakit ringan, sakit sedang, dan sakit berat). Ataupun
penggunaan skala yang digambarkan sebagai garis horizontal atau vertical
yang ujung-ujungnya diberi nilai “0” menandakan tidak ada nyeri dan
“10” menandakan nyeri yang hebat.
Verbal Rating Scale.
Verbal Rating Scale terdiri dari beberapa nomor yang
menggambarkan tingkat nyeri pada pasien. Pasien ditanya bagaimana sifat
dari nyeri yang dirasakannya. Peneliti memilih nomor dari skor tingkat
nyeri tersebut dari apa yang dirasakan pasien. Skor tersebut terdiri dari
empat poin yaitu :
o 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya.
o 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya.
o 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya.
o 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan
tangan, wajah merintih atau menangis.
Keempat poin ini secara luas digunakan oleh klinisi untuk menentukan
tingkat kebenaran dan keandalan. Untuk pasien yang memiliki gangguan
kognitif, skala nyeri verbal ini sulit digunakan.
Visual Analogue Scale
Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan
Visual Analog Scale (VAS). Skala berupa suatu garis lurus yang
panjangnya biasaya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran verbal
pada masing-masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka
10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang
dan 7-10 = nyeri berat.
Gambar 1. Visual Analogue Scale
Wong Baker Faces Pain Scale
Banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau
keterbatasan verbal. Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan mimik
wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang
dirasakannya.
Gambar 2. Wong Baker Faces Pain Scale
8) Penanganan sepsis
1. Stabilisasi pasien langsung
Yaitu pemulihan abnormalitas yang membahayakan jiwa
pasien (ABC: airway, breathing, circulation) dengan :
a. Pemberian resusitasi (kristaloid atau koloid) untuk
mempertahankan stabilitas hemodinamik.
b. Intubasi diperlukan untuk memberikan kadar oksigen lebih
tinggi
c. Ventilasi mekanis dapat membantu menurunkan konsusi
oksigen oleh otot pernapasan dan peningkatan ketersediaan
oksigen untuk jaringan lain.
d. Terapi empirik gabungan yang agresif dengan cairan
(ditambah kristaloid atau kaloid) dan inotrop/vasopressin
(dopamine, dobutamin, fenilefrin, epinefrin atau
norepinefrin) jika peredaran darah terancam dan adanya
penurunan tekanan darah.
2. Pemberian antibiotik yang adekuat
Agen antimikroba tertentu dapat memperburuk keadaan
pasien dengan menyebabkan pelepasan LPS lebih banyak sehingga
menimbulkan lebih banyak masalah bagi pasien. Antimikrobial yang
tidak menyebabkan pasien memburuk adalah : karbapenem,
seftriakson, serefim, glikopeptida, aminoglikosida dan quinolon.
Perlu segera diberikan terapi empirik dengan antimikrobial,
artinya bahwa diberikan antibiotika sebelum hasil kultur dan
sensitivitas tes terhadap kuman didapatkan. Pemberian antimikrobial
secara dini diketahui menurunkan perkembangan syok dan angka
mortalitas. Setelah hasil kultur dan sensitivitas didapatkan maka
terapi empirik dirubah menjadi terapi rasional sesuai dengan hasil
kultur dan sensitivitas, pengobatan tersebut akan mengurangi jumlah
anti yang diberikan sebelumnya.
3. Fokus infeksi awal harus dieleminasi
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya
untuk infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan
atau potong jaringan yang gangrene.
4. Pemberian nutrisi yang adekuat
Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat
penting berupa makro dan mikronutrien. Makronutrien terdiri dari
omega 3 dan golongan nukleutida yaintu glutamine sedangkan
mikronutrien berupa vitamin dan trace element.
5. Terapi suportif
Dari hasil uji klinis Phase III oleh Eli Lilly dan Company
menunjukkan drotrecogin alfa (sebuah protein C teraktifkan
rekombinan, Zovant) menurunkan risiko relatif kematian akibat
sepsis dengan disfungsi organ akut terkait (sepsis berat) sebesar
19,4%. Zolvant merupakan antikoagulan (Guntur, 2009)
BAB III
SIMPULAN
SIMPULAN
Berdasarkan dari data yang diperoleh, ditemukan bahwa pasien tersebut
kemungkinan menderita infeksi nosokomial. Ditinjau dari riwayat operasi dan
kronologi munculnya bengkak di daerah operasi mengindikasikan bahwa
kemungkinan pasien terpapar bakteri di rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan fisik
dan laboratorium, dokter menduga bahwa pasien mengalami sepsis, oleh karena
itu, sebelum pemberian antibiotik, dokter meminta pengambilan sampel kultur
darah dan kultur pus. Setelah itu, karena bakteri yang menyebabkan infeksi belum
diketahui, pasien diberikan antibiotik empirik ampisillin-sulbactam yang memiliki
spektrum yang luas terhadap berbagai macam bakteri.
SARAN
Saran untuk kelompok tutorial kami, tutorial berjalan dengan baik, namun
masih perlu lagi untuk meningkatkan kedisiplian waktu pada pelaksanaan tutorial
karena masih terdapat pemanfaatan waktu yang kurang baik sehingga waktu
tutorial mundur. Keaktifan setiap anggota kelompok perlu ditingkatkan lagi, agar
setiap anggota dapat mengungkapkan pendapatnya baik pada pertemuan pertama
atau kedua. Kami juga harus lebih siap dalam mencari bahan sehingga diskusi
dapat berjalan dengan lancar.
Saran untuk tutor, Tutor sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Beliau
mengarahkan kami agar tutorial berjalan sebagaimana mestinya. Beliau
memberikan feedback dan pancingan-pancingan jika tutorial menemui kebuntuan
serta mengarahkan tentang hal-hal apa saja yang harus kami kuasai di dalam
skenario tersebut. Tutor juga sudah membuat batasan-batasan agar kami tidak
membahas yang bukan merupakan Learning Objective dari diskusi tutorial.
Saran untuk pihak KBK (pembuat skenario), skenario ini menarik. Dari
skenario ini, mahasiswa diingatkan untuk selalu menjaga kondisi steril saat
operasi. Semoga ke depan skenario yang dibuat lebih dapat memacu mahasiswa
untuk mencari tahu hal-hal yang menjadi Learning Objective di blok-blok
selanjutnya. Demikian saran dari kami, semoga dalam diskusi tutorial selanjutnya
bisa lebih berjalan lancar dan disiplin dalam penggunaan waktu dapat lebh kami
tingkatkan lagi. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Dorland WAN (2012). Kamus kedokteran Dorland. Edisi ke-31. Jakarta: EGC, p:
1813
Gunawan SG (2012). Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 5. Jakarta: FKUI, p: 585
Guntur A (2009). Sepsis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al (eds).
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing, pp: 2889-2894
Guyton, Arthur C. (2007) Buku ajar fisiologi kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
P: 300
Kasper, D.L., Braundwald, D., Fauci, A.S., Hauser, S.L., Longo, D.L., dan
Jameson, J.L., (2005a). Harrison’sprincipels of internal medicine.
Edisi ke-16. USA: McGraw-HillCompanies, Inc., p: 105.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. dan Mitchell, R., (2007a). Robbins
basicpathology. Edisi ke-8. USA: Elsevier.Inc, p: 34 - 43.
Mahendra A (2013). Terapi antibiotik empirik.
http://www.scribd.com/doc/139037340/TERAPI-ANTIBIOTIK-EMPIRIK.
Diakses 4 Juni 2014
Pramana TY, et al. (2014). Buku pedoman keterampilan klinis. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Siahaan EF (2011). Metode kultur pus. www.scribd.com/doc/58730777/Metode-
Kultur-Pus. Diakses 29 Mei 2014
Taber B (1994). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC, p: 510
Wilianti, Novi Pratikta (2009). Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Infeksi Saluran Kemih pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Dr.
Kariadi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Diakses pada 4 Juni 2014. Terdapat pada
eprints.undip.ac.id/8075/1/Novi_Pratikta_Wilianti.pdf
Eprints.undip.ac.id/33652/3/Bab_2.pdf – Diakses 1 Juni 2014
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/aryicle/000666.htm - Diakses 1 juni 2014
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/319564/Chapter%2520II.pdf –
Diakses 3 Juni 2014
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000102-basic-biology-of-cell-3 –
Diakses 4 Juni 2014