Tutorial Blok 9 Malaria

download Tutorial Blok 9 Malaria

of 41

description

Laporan Tutorial, Problem Base Learning, Kuliah, Kedokteran

Transcript of Tutorial Blok 9 Malaria

Skenario A Blok 9Tn. Budi

Tn. Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. Setelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas. Ia diberi obat antimalaria chloroquine dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal. Walaupun telah minum obat chloroquine sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++)I. Klarifikasi Istilah

1. Demam: suatu keadaan dimana adanya peningkatan suhu tubuh di atas normal2. Menggigil: Tubuh gemetar secara involunter, seperti demam. (Dorland, 28 hal: 984)

3. Obat antimalaria chloroquine : adalah obat golongan skizontisid yang sangat efektif dan merupakan 4-aminokuinolon yg digunakan secara meluas untuk mencegah atau mengakhiri serangan malaria vivax, malaria ovale, atau falciparum yang sensitive.4. Pemeriksaan apusan darah perifer: Salah satu teknik diagnosis malaria yang paling diyakini dan dapat menemukan jenis serta stadium dari parasit Plasmodium.

5. Plasmodium falciparum: protozoaparasit, salah satu spesiesPlasmodiumyang menyebabkan penyakitmalariapada manusia.II. Identifikasi Masalah1. Tn.Budi, 30 tahun, setelah 1 bulan pindah dari Jawa ke Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual.

2. Tn. Budi diberi obat antimalaria chloroquine dan obat simptomatis.

3. Ia juga melakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal.

4. Gejala tidak berkurang walaupun telah minum obat chloroquine sesuai petunjuk dokter (main problem)5. Hasil pemeriksaan Laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++)

III. Analisis Masalah

1. Tn.Budi, 30 tahun, setelah 1 bulan pindah dari Jawa ke Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual.

a. Bagaimana pengaruh perpindahan daerah dari Jawa ke Papua dengan gejala yang dialami oleh Tn. Budi? Jawab:

Tn. Budi yang mengalami gejala-gejala malaria diduga memiliki hubungan dengan perpindahannya ke Papua. Papua merupakan salah satu daerah dengan angka kejadian malaria yang tinggi di Indonesia. Menurut survey oleh depkes RI (2008-2009), provinsi Papua Barat merupakan provinsi dengan API (Annual Parasite Insidence) tertinggi di Indonesia. Berikut adalah peta stratifikasi malaria tahun 2009 di Indonesia.

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009

Tingginya kejadian malaria ini dapat didukung oleh kondisi lingkungan di Papua yang masih alami (banyak hutan, perbukitan, dan perairan) dapat mendukung perkembangan nyamuk Anopheles sebagai perantara dari Plasmodium. Selain itu, iklim Indonesia yang tropis sangat mendukung perkembangan Plasmodium. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan di daerah terpencil seperti Papua yang masih rendah juga dapat mempengaruhi kejadian malaria.

Papua merupakan daerah endemis tingkat tinggi, sedangkan jawa tengah adalah endemis malaria tingkat sedang.Endemik adalah suatu keadaan di mana penyakit secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat atau populasi tertentu. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah, karena transmigran yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi. Suhu dan curah hujan juga berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya, penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau. Air hujan yang menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk malaria juga bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya.

b. Bagaimana patofisiologi gejala-gejala yang dialami Tn.Budi sesuai dengan skenario? Jawab:

Demam :

Infeksi parasit ( Reaksi imun (antigen-antibodi) ( Pirogen eksogen ( Merangsang pirogen endogen (leukosit) ( Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) ( Memacu pelepasan asam arakidonat ( sintesis prostaglandin E2 ( Mencapai hipotamalus ( set point pada termostat hipotalamus ( Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas ( Suhu meningkat ( Demam.

Mekanisme mengigil :

Jika terjadi perubahan Set-point pusat pengatur suhu hipotalamus yang tiba-tiba dari nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal ( akibat penghancuran jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi ), biasanya dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh dapat mencapai set-point suhu yang baru. Pada saat ini suhu darah masih jauh lebih rendah dari Set-point pengatur suhu hipotalamus, oleh karena itu akan terjadi reaksi umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut akan mengigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu tubuhnya mungkin telah diatas normal. Mengigil dapat berlanjut sampai akhirnya suhu tubuh mncapai set-point hipotalamus.

*pengeluaran panas lebih besar daripada pemasukan ( termostat ( menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh ( menggigil

Mekanisme berkeringat :

Berkeringat pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menurunkan suhu tubuh. Ketika tersmostat hipotalamus merasa telah cukup penaikan suhu tubuh, maka suhu inti akan dikembalikan pada sushu normal yaitu 370C, akan tetapi baru suhu pada hipotalamus yang kembali normal, belum pada anggota tubuh yang lain. Oleh karena itu, tubuh akan melakukan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga panas dapat dikeluarkan dan suhu tubuh kembali normal.

Sakit Kepala :

Sakit kepala dalam kasus ini disebabkan oleh sekresi mediator inflamasi seperti TNF yang berlebih akibat dari pengaktifan makrofag oleh pirogen eksogen ( selanjutnya akan membentuk prostaglandin ( mempengaruhi pusat simpatis pada hipotalamus posterior ( vasokontriksi pembuluh darah pada lapisan otak ( sakit kepala.

Selain itu juga karena anemia yang menyebabkan anoksia jaringan sehingga transport oksigen ke otak menurun.

Mual

Infeksi plasmodium kompleks parasit-antibodi difagisitosis oleh makrofag dengan opsonisasi Ab ( mengaktivasi Th produksi limfokin & IFN mengaktivasi monosit sekresi vasoaktifamin Histamin 2 ( H2) sekresi asam lambung >> nausea

Splenomegali => menekan lambung=>rasa mual=>rasa tidak nyaman pada perut

c. Mengapa keluhan timbul setelah 1 bulan tinggal di Papua?Jawab:

Melalui gigitan nyamuk Anopheles, sporozoit masuk aliran darah selama 0,5-1 jam menuju hati untuk berkembang biak. Selanjutnya berpuluh-puluh ribu merozoit masuk ke dalam darah dan masuk ke dalam eritrosit untuk berkembang biak menjadi tropozoit. Skizon eritrosit pecah (disebut sporulasi), sambil membesarkan puluhan merozoit sebagian skizon masuk kembali ke eritrosit baru dan sebagian lagi membentuk mikro dan makro gametosit. Gametosit akan terisap oleh nyamuk Anopheles saat menghisap darah penderita untuk memulai fase sporogoni.

Masa inkubasi P. falciparum biasanya 10 sampai14 hari

Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 17 hari pada suhu 23o C dan 10 11 hari pada suhu 25o C 28o C.

Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2.000 2.500 meter. Tempat perindukannya bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk anopheles betina menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5 3 km dari tempat perindukannya, kecuali jika ada tiupan angin kencang bisa terbawa sejauh 20 30 km. Nyamuk anopheles juga dapat terbawa mobil, pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah non-endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 5 minggu.Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium, dalam hal ini yaitu plasmodium falciparum dengan masa inkubasi 7-14 hari. Jadi, kemungkinannya adalah vektor yang membawa parasit tersebut menyerang Tuan Budi pada hari ke 16-22 di Papua. 2. Tn. Budi diberi obat antimalaria chloroquine dan obat simptomatis.

a. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antimalaria chloroquine?

Jawab:

Untuk kelangsungan hidupnya Plasmodium falciparum memerlukan zat makanan yang diperoleh dengan cara mencerna hemoglobin dan vacuola makanan yang bersifat asam. Hemoglobin yang dicerna selain menghasilkan asam amino yang menjadi nutrient bagi parasit, juga menghasilkan zat toksik yang disebut ferryprotoporphyrin (FP IX). Klorokuin dan antimalaria yang mengandung cincin quinolin lainnya membentuk kompleks dengan FP IX dalam vacuola. Kompleks obat-FP IX tersebut sangat toksik dan tidak dapat bergabung membentuk pigmen. Toksin kompleks obat-FP IX meracuni vacuola menghambat ambilan ( intake ) makanan sehingga parasit mati kelaparan. Kompleks klorokuin-FP IX juga mengganggu permeabilitas membrane parasit dan pompa proton membrane. Mekanisme kerja yang lain adalah dengan berinterkelasi dengan DNA parasit dan menghambat DNA polimerase (kuinin). Klorokuin juga bersifat basa lemah sehingga, masuknya klorokuin ke dalam vakuola makanan yang bersifat asam akan meningkatkan pH organel tersebut. Perubahan pH akan menghambat aktivitas aspartase dan cysteinase protease yang terdapat di dalam vakuola makanan sehingga metabolisme parasit terganggu.Untuk pemakaian oral tersedia garam klorokuin fosfat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg yang masing-masing setara dengan 150 mg dan 300 mg bentuk basanya; juga tersedia bentuk sirup klorokuin fosfat 50mg/5mL. Untuk pengobatan malaria, dosis awalnya ialah 10mg/kgBB klorokuin basa, dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgBB klorokuin basa pada 6, 12, 24, dan 36 jam berikutnya sehingga tercapai dosis total 30 mg/kgBB dalam 2 hari. Untuk malaria yang terinfeksi dengan P.vivax atau P.ovale, 5 mg/kgBB klorokuin basa diulang pemberiannya pada hari ke 7 dan hari ke 14. Untuk malaria berat, dimana pemberian oral tidak memungkinkan, maka diberian klorokuin HCl parenteral. Klorokuin Hcl, tersedia dalam bentuk larutan 50 mg/mL yang setara dengan 40 mg/mL klorokuin basa. Obat ini diberikan secara IV dengan kecepatan tetap tidak melebihi 0,83 mg/kgBB klorokuin basa per jam atau dengan suntikanSK atau IM berulang dengan dosis tidak melebihi 3,5 mg/kgBB klorokuin basa sampai tercapai dosis total 25 mg/kgBB klorokuin basa. Untuk profilaksis pada orang sewasa diberikan klorokuin fosfat per oral 500 mg setiap minggu, dimulai 1 minggu sebelum masuk daerah endemic dan diteruskan sampai 4 minggu meninggalkan daerah tersebut. Pada anak digunakan 8,3 mg/kgBB klorokuin fosfat dengan cara pemberian yang sama.

b. Apa saja jenis-jenis obat antimalaria? Jawab:

Berdasarkan rumus kimianya, obat-obat antimalaria dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Alkaloida chinchona : kina, kinidin.

2. 4-aminokuinolin : klorokuin, amodiakuin.

3. 8-aminokuinolin : primakuin, kinosid.

4. Diaminopirimidin : pirimetamin, trimetoprim.

5. Sulfanamida : sulfadoksin,sulfadiasin, sulfalen. ;Sulfon dapson.

6. 9-aminoakridin : mepakrin.

7. Biguanida : proguanil, klorproguanil, siklo guanil.

8. Tetrasiklin : tetrasiklin, doksisiklin, minosi kiln.

9. Antibiotik lain : klindamisin, enitromisin

10. 4-metanolkuinolin : meflokuin.

11. Penantren metanol : halofantrin.

12. Seskuiterpen lakton : qinghaosu. ;Seskuiterpen peroksid : yingzhaosu.

13. Pironaridin

14. Lain-lain

Berdasarkan efek atau kerja obat pada stadia parasit, obat-obat antimalaria dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Skizontizid jaringan primeryang membasmi parasitpraeritrosit:proguanil, pirimetamin2. Skizontizid jaringan sekunderyang membasmi parasiteksoeritrosit:primakuin3. Skizontizid darahyang membasmi parasitfase eritrosit:kina, klorokuin, amodiakuin4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual.Primakuinadalah gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untukP.vivax, P.malariae, P.ovaleadalahkina, klorokuin,danamodiakuin5. Sporontosidmencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk anopheles:proguanil,primakuin.Obat-obat antimalaria yang dipakai biasanya adalah klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, tetrasiklin, dan primakuin.

Plasmodium Falciparum1. P. falciparumresisten pada golongan aminokuinolon (klorokuin, amodiakuin).

2. Tanpa komplikasi, bisa diberikandrug of choicekombinasiartemisin(artesunat-amodiakuin) selama 3 hari.

3. Kombinasiartemisinlainnya adalahartemeter-lumefantrindandihidroartemisinin-piperakuin. Bila terjadi kegagalan dapat diberikan kombinasikinadandoksisiklin3. Ia juga melakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal.

a. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal? Jawab:

Apusan tetes darah tebal dan tipis

Jenis pemeriksaan apusan darah:

1. Apusan darah tipis

Ciri-ciri sediaan apusan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.

2. Apusan darah tebal

Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apusan darah tipis, jumlah selnya lebih banyak dalam satu lapang pandang, dan bentuknya tidak sama seperti pada sediaan darah tipis.Darah cukup diambil di perifer karena hanya diperlukan beberapa tetes. Apusan darah perifer ini harus dilakukan keduanya, karena apusan darah perifer tebal ini sifatnya adalah mempercepat identifikasi dari adanya infeksi/ gametosit, sedangkan apusan darah perifer tipis ini untuk memberikan gambaran morfologi eritrosit dan parasite yang lebih jelas ( untuk menentukan jenis spesies dr plasmodium )b. Apa tujuan dari pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal?

Jawab:

1. Apusan darah tipis

Tujuan: memberikan gmbaran morfologi eritrosit dan parasite yang lebih jelas / untuk melihat identifikasi spesies plasmodium

2. Apusan darah tebal

Tujuan: sebagai penapisan untuk mencari ada tidaknya infeksi/ gametosit

c. Bagaimana cara pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal? Jawab:1. Disiapkan semua peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam pengambilan sample darah.

2. Ujung jari yang akan diambil darahnya, hendaknya diremas/diurut lebih dahulu untuk mengumpulkan darah ke ujung jari.

3. Usaplah ujung jari yang akan ditusuk menggunakan kapas alkohol 70 % dan biarkan kering angin (jangan ditiup).

4. Tusuklah ujung jari tersebut menggunakan blood lancet steril.

5. Teteskan darah yang keluar pada obyek glass. Upayakan pada minimal 2 buah obyek glass (satu untuk sediaan tipis satu lagi untuk sediaan tetes tebal)

6. Usaplah bekas tusukan lancet menggunakan kapas kering.

7. Untuk sediaan darah tipis lakukan penggeseran darah pada obyek glass tersebut menggunakan deck glass atau obyek glass lain, sedangkan untuk sediaan darah tebal, lebarkanlah sampel darah kira-kira selebar 1,5 cm. Keringkanlah di udara.

8. Lakukanlah pewarnaan dengan larutan Giemsa 1 : 9, selama kurang lebih 5 10 menit. (Pada sediaan darah tipis, sebelum diwarnai hendaknya dilakukan fiksasi menggunakan larutan methanol selama 1 menit. Sedangkan pada sediaan darah tebal hendaknya dilakukan proses hemolisis sampai sempurna sebelum diwarnai).d. Adakah pemeriksaan lain selain pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal? Jawab:

Beberapa jenis metode pemeriksaan parasit Plasmodium ini diantaranya :

1. Pemeriksaan mikroskopis.

Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan untuk menemukan parasit Plasmodium secara visual dengan melakukan identifikasi langsung pada sediaan darah penderita. Termasuk di dalam jenis pemeriksaan mikroskopis ini adalah pemeriksaan QBC(Quantitative Buffy Coat). Pada pemeriksaan QBC dilakukan pewarnaan fluorescensi dengan Acridine Orange yang memberikan warna spesifik terhadap eritrosit yang terinfeksi oleh parasit Plasmodium. Plasmodium akan mengikat zat warna Acridine Orange sehingga dapat dibedakan dengan sel lain yang tidak terinfeksi. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat membedakan spesies dan tidak dapat melakukan hitung jumlah parasit.

2. Pemeriksaan immunoserologis.

Pemeriksaan secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi antigen maupun antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.

a. Deteksi antigen spesifik.

Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit Plasmodium yang ada dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih diantaranya adalah :

- Radio immunoassay

- Enzym immunoassay

- Immuno cromatography

b. Deteksi antibodi.

Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang berlangsung.

Beberapa teknik deteksi antibodi ini antara lain :

- Indirect Immunofluoresense Test (IFAT)

-Latex Agglutination Test

- Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa

3. Sidik DNA.

Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium4. Gejala tidak berkurang walaupun telah minum obat chloroquine sesuai petunjuk dokter.

a. Mengapa gejala tidak berkurang? Jawab: Kemungkinan terbesar adalah resistansi chloroquine akibat mutasi genetik plasmodium falciparum dan dosis obat yang subkuratif. b. Bagaimana resistensi plasmodium falciparum bisa terjadi? Jawab:

Mekanisme resistensi obat oleh pgh1 : Terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan strain sensitive terhadap klorokuin. Jumlah uptake klorokuin ke dalam vakuola makanan Plasmodium sama antara strain sensitif dan strain resisten. Namun, dalam strain resisten terjadi over-expressed pada pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi klorokuin dari vakuola makanan ke dalam sitoplasma sebesar 40-50 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif. Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada Plasmodium falciparum.Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi klorokuin: Resistensi terhadap klorokuin dalam Plasmodium falciparum dapat terjadi secara multigenik dan terjadi pada gen pengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen pfcrt ( Plasmodium Falciparum Chloroquine Resistance Transpoter) terletak pada kromosom 7. Adanya mutasi pada gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi pada tranporter kedua yaitu pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level resistensi terhadap obat tersebut.Mutasi gen pfmdr1: Mutasi pada gen pengkode transporter kedua ini terjadi karena mutasi gen pfcrt sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip (allele), yaitu genotip K1 dan genotip 7G8. Mutasi pada genotip K1 berupa perubahan basa tunggal pada nukleotida ke 754, yaitu basa adenine (A) menjadi Timin (T) sehingga terjadi perubahan asam amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8 mengalami mutasi pada nukleotida 1094,3598,3622 dan 4234. Namun, pfmdr1 bukanlah semata-mata faktor penyebab resistensi klorokuin. Terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan faktor geografi.c. Apa tindak lanjut apabila terjadi resistensi Plasmodium falciparum?Jawab:

1. Pilihan I : Hari I : Kloroquin 10 mg/kgBB peroral Primaquin 0,75 mg/kgBB peroral

Hari II : Kloroquin 10 mg/kgBB peroral

Hari III : Kloroquin 5 mg/kgBB peroral

2. Pilihan II : Bila penderita sudah menyelesaikan pengobatan pilihan I dimana pada periksa ulang hari 4 atau hari 5 sampai 28 penderita belum sembuh atau kambuh, yaitu :

Hari I : Sulfadoksin 25 mg/kgBB ; pirimetamin 1,25 mg/kgBB.

Hari II : Primaquin 0,75 mg/kgBB

3. Pilihan III : Bila penderita sudah menyelesaikan pengobatan pilihan II dan pada periksa ulang hari 4 atau hari 5 sampai 28 belum sembuh atau kambuh, yaitu :

Hari I -VI : Kina 30 mg/kgBB/hari dibagi3 dosis

Hari I : Primaquin 0,75 mg/kgBB, dosis tunggal.

5. Hasil pemeriksaan Laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++)

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan Lab? Jawab:

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa penderita mengalami malaria tropika karena di dalam darahnya terdapat Plasmodium falciparum. Klasifikasinya sebagai berikut:1. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP.

2. (+) SD ditemukan 1-10 parasit/100 LP

3. (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP

4. (+++) SD ditemukan 1-10 parasit/1 LP

5. (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP*LP(Lapang Pandang)Jika dilihat dari pemeriksaan apusan darah perifer tipis cara identifikasinya sebagai berikut:

b. Bagaimana Plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria? Jawab :

Masa inkubasi Plasmodium falciparum adalah sekitar 7-14 hari. Plasmodium yang masuk ke aliran darah akan berkembang biak di hati, kemudian menyerang sel-sel darah merah yang diproduksi. Lama kelamaan akan terjadi ruptur dan pengeluaran sel darah merah terinfeksi secara besar-besaran ke sirkulasi darah, disertai keluarnya sejumlah metabolit hasil invasi protozoa; yang akan mengakibatkan timbulnya gejala-gejala malaria. Sebagian protozoa tetap tinggal di jaringan hati untuk melanjutkan proses berkembang biak; demikian seterusnya sampai siklus tadi berulang kembali. Sebagian kecil lagi akan berkembang menjadi gametosit, yaitu calon Plasmodium baru yang dapat menjadi penular apabila memasuki tubuh nyamuk dan bereproduksi.

c. Apa saja penyebab malaria?Jawab:

Penyebab malaria adalah Plasmodium spp, suatu protozoa. Ada beberapa macam species Plasmodium yang diketahui menginfeksi manusia, yaitu:

1. P. vivax: merupakan species dengan distribusi terluas (80% kasus malaria), meliputi daerah beriklim tropis, subtropis, sampai iklim sedang.

2. P. falciparum: merupakan species utama di daerah tropis dan dikenal sebagai yang paling berbahaya.

3. P. malariae: terdistribusi sporadik.

4. P. ovale: terdistribusi di Afrika Barat, Afrika Tengah, dan kepulauan di Pasifik.

dan tambahan yang baru ditemukan yaitu:

P. knowlesi: infeksi zoonosis ini baru diketahui menyerang manusia sejak 2004, dengan kasus-kasus awal ditemukan di Kalimantan Utara, Thailand, Myanmar, dan Filipina. Malaria jenis baru ini diduga sama berbahayanya dengan infeksi P.falciparum.

Adapun nyamuk Anopheles betina berperan sebagai penyebar malaria (vektor). Nyamuk akan aktif sebagai penyebar apabila sudah menggigit penderita malaria.

IV. Keterkaitan Antar Masalah

V. TOPIK PEMBELAJARAN

Pokok

BahasanWhat I

KnowWhat I don`t

KnowWhat I have to proveHow I will

Learn

Daerah Endemik MalariaDaerah UmumDaerah Spesifik.

Klasifikasi.Kaitan daerah endemik dan infeksi malariaBuku, internet dan jurnal

Malaria

PenyebabBuku, internet dan jurnal

Pemeriksann Apusan DarahProsedur

InterpretasiHasil Apusan darah membuktikan malariaBuku, internet dan jurnal

Obat Anti MalariaJenis jenis

Mekanisme kerjaPlasmodium falciparum resisten terhadap klorokuin Buku, internet dan jurnal

Resistensi dan mutasi GenetikMutasi yang dialami Plasmodium falciparum menyebabkan resistensi klorokuinBuku, internet dan jurnal

VI. SINTESIS

6.1. DAERAH ENDEMIK MALARIA

Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika. P.falciparum dan P.Malariae umumnya terdapat pada hampir semua negara dengan malaria; P.Falciparum terdapat di Afrika, Haiti, dan Papua Nugini, sedangkan P.vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya P.falciparum dan P.vivax. Dan P.ovale biasanya hanya terdapat di Afrika. Di Indonesia timur : Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax.Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009

Gambar 2. Peta Stratifikasi Malaria 2009

6.2. MALARIA

Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut. Nyamuk Anopheles Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria.

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:

1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat.

2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.

3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana.

4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.

Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi,. infeksi campuran ini biasanya terjadi terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.

CARA PENULARAN PENYAKIT MALARIA . Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:

1. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles.

2. Penularan yang tidak alamiah.

a. Malaria bawaan (congenital).

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

b. Secara mekanik.

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).

c. Secara oral (Melalui Mulut).

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh Penyakit Malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodia yang biasanya menyerang manusia Infeksi malaria pada waktu yang lalu sengaja dilakukan untuk mengobati penderita neurosifilis yaitu penderita sifilis yang sudah mengalami kelainan pada susunan sarafnya cara ini sekarang tidak pernah lagi dilakukan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan alamiah seperti adanya gametosit pada penderita, umur nyamuk kontak antara manusia dengan nyamuk dan lain-lain.

PENYEBARAN MALARIA Batas dari penyebaran malaria adalah 64LU (RuBia) dan 32LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter dibawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling Juas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik. Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat didaerah yang beriklim dingin Penyakit Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika dibagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.

Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut.

Angka kasus malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar antara 1-2 per 1000 penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih besar. Species yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium vivax Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur. GEJALA KLINIS. Adalah penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai berikut :

Demam. Demam mempunyai dua stadium yaitu : stadium frigoris (menggigil) yang berlangsung selama 20-60 menit, kemudian stadium akme (puncak demam) selama 1-4 jam, lalu memasuki stadium surodis selama 1-3 jam dimana penderita banyak berkeringat. Serangan demam ini umumnya diselingi masa tidak demam. Pada malaria tertiana demam timbul setiap 2 hari, pada malaria quartana timbul setiap 3 hari; sedangkan pada malaria tropikal demam bersifat hectic, timbul tidak teratur. Bila tidak diobati, karena kekebalan yang timbul, demam ini akan hilang dalam 3 bulan. Dan jika keadaan tubuh lemah dapat terjadi relaps. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

Nafsu makan menurun.

Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.

Pada malaria tertiana, limpa membesar mulai minggu kedua, sedangkan pada malaria tropika pada hari ke-3 sampai 4, limpa membesar karena harus menghilangkan eritrosit yang pecah. Pada infeksi kronik hepar juga akan membesar. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia). Anemia bervariasi dari ringan sampai berat. Paling berat pada infeksi plasmodium falciparum. Eritrosit juga menjadi lebih mudah melekat satu dengan yang lain dan dengan endotel, sehingga lebih mudah timbul trombus. Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu :

1. Stadium dingin (cold stage).

2. Stadium demam (Hot stage).

3. Stadium berkeringat (sweating stage).

Ketiga gejala klinis tersebut diatas ditemukan pada penderita berasal dari daerah non endemis yang mendapat penularan didaerah endemis atau yang pertama kali menderita penyakit malaria.

Di daerah endemis malaria ketiga stadium gejala klinis di atas tidak berutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita sehingga definisi malaria klinis seperti dijelaskan sebelumnya dipakai untuk pedoman penemuan penderita di daerah endemisitas. Khususnya di daerah yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrisik). Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek pada plasmodium Falciparum dan paling panjang pada plasmodium malaria. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita.

Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi. Penularan bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima arah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari dan plasmodium maJariae setelah 40 hari lebih.

Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing species parasit adalah sebagai berikut :

Plasmodium Falciparum 12 hari.

Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovale 13 -17 hari.

Plasmodium malariae 28 -30 hari.

Beberapa strain dari Plasmodium vivax mempunyai masa inkubasi yang jauh lebih panjang yakni sampai 9 bulan. Strain ini terutama dijumpai didaerah Utara dan Rusia nama yang diusulkan untuk strain ini adalah plasmodium vivax hibernans.

GEJALA KLASIK MALARIA 1. Stadium dingin. Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

2. Stadium Demam. Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi jadi dan muntah kerap terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat hasil dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya scizon darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah.

Pada plasmodium vivax dan P. ovale scizon-scizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada plasmodium malariaa, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam di ikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.

3. Stadium Berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya teljadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan scizon). Untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut.

Gejala mungkin berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadangkadang gejalanya mirip kholera atau dysentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.

PATOGENESA DAN PATOLOGI1. Parasit berkembang biak secara aseksual dalam tubuh manusia. Sporozit masuk ke dalam darah melalui gigitan nyamuk. Setelah setengah jam masuk ke dalam hati membentuk siklus pre-eritrositer (trofosoi-schizont-merozoit). Merozoit sebagian masuk kembali ke dalam hati meneruskan siklus eksoeritrositer sedang sebagian lain masuk ke dalam darah membentuk siklus eritrositer (merozoit- tropozoit muda-tropozoit tua-Schizont-schizont pecah merozoit yang memasuki eritrosit baru). Sebagian merozoit memulai gemetogoni, membentuk mikro dan makrogametosit. Wakt antar masuknya sporezoit sampai timbulnya gejala disebut masa tunas intrinsik yang lamanya antara 8-29 hari; tergantung dari daya tahan tubuh dan spesies plasmodium (pada palsmodium falciparum sangat pendek).

2. Parasit berkembang biak secara seksual dalam tubuh nyamuk. Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet, yang akan membentuk zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak. Sporozoit ini dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk. Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung gematosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya disebut masa tunas ekstrinsik.

Manusia merupakan hospes perantara sedangkan nyamuk adalah hospes definitif untuk infeksi plasmodium ini. Siklus kehidupan aseksual (skizogoni) ditemukan pada manusia, sedangkan siklus kehidupan parasit yang seksual (sporogoni) ditemukan pada nyamuk. Dalam siklus aseksual 1 eritrosit yang terinfeksi akan menghasilkan 6-32 merozit pada setiap kejadian sporulasi. Infeksi oleh plasmodium malaria merupakan infeksi yang paling ringan, hanya eritrosit matang yang diserang, siklus aseksual berlangsung 72 jam, jadi setelah 72 jam timbul generasi baru (merozoit) yang akan menyerang eritrosit yang lain. Jumlah merozoit pun hanya 6-12 saja dari hasil sporulasi dalam 1 eretrosit. Hanya terjadi 1-2% saja eritrosit yang terinfeksi (parasitemia). Infeksi, oleh plasmodium falciparum merupakan yang terberat, karena parasit ini menyerang baik retikulosit maupun eritrosit matang, skizogoni berlangsung cepat dalam 36-48 jam.

Dari 1 eritrosit dihasilkan banyak merozoit (20-30 merozoit). Selain itu juga terjadi perubahan fisik pada eritrosit yang tidak dijumpai pada infeksi plasmodium lainnya yaitu eritrosit yang terinfeksi lebih mudah saling melekat pada endotel kapiler, membentuk trombus (aglutinasi) eritrosit yang terinfeksi jadi lebih tipis, lebih besar diameternya dan mudah pecah di dalam sistem retikuloendotelial.6.3. PEMERIKSAAN APUSAN DARAH

Tersangka malaria (berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik) harus segera dibuat preparat darah tebal dan preparat darah tipis yang kemudian dilakukan pewarnaan. Preparat darah tebal diwarnai dengan Giemsa atau Fieldstain, sedangkan preparat darah tipis diwarnaidengan Wright atau Giemsa. Pewarnaan darah tebal adalah untuk melihat plasmodia dan pewarnaan darah tipis untuk melihat perubahan bentuk eritrosit selain parasitnya. Jadi, pada preparat darah tipis dapat dibedakan antara keempat spesies plasmodium tersebut.

Plasmodium vivax : ertrosit membesar pucat dan mengandung Schaffners dot, trofozoit muda berbentuk cincin dan trofozoit matang berbentuk ameboid (bentuk vivax), hemozoin terdapat berkelompok ditengah trofozoit. Skizon yang matang membagi dirinya menjadi 14 24 merozoit. Juga bisa ditemukan gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval, hampir menutup - eritrosit yang diserang plasmodium ini.

Plasmodium malariae : eritrosit tidak membesar, tropozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang terdapat Ziemanns dot dalam eritrosit, skizon yang matang membagi dirinya menjadi 6 12 merozoit, dan merozoit tersebut tersusun atas roset. Juga bisa ditemukan gametosit jantan dan gametosit betina dengan sitoplasma yang hamper bulat.

Plasmodium falciparum : eritrosit tidak membesar, trofozoit muda (berbentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk bentuk accole dengan infeksi multiple, pigmen hemozoin tampak padat berwarna coklat tua, skizon muda dan tua/matang jarang terdapat di daerah tepi, terdapat 20 -32 merozoit yang berasal dari skizon matang yang pecah

Plasmodium ovale : eritrosit tampak membesar dan sebagian besar eritrosit berbentuk lonjong (ovale) serta dipinggir eritrosit tersebut bergerigi yang pada salah satu ujungnya ditemukan Schaffners dot yang banyak dan terbentuk sangat dini dan tampak jelas.

Pemeriksaan darah tepi harus diulang sampai 2 3 hari, sebelum menyatakan hasil negatif. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan darah yang diambil dari pungsi sumsum tulang atau pungsi limpa. Pemberian epinefrin (uji adrenalin) untuk memaksa parasit keluar karena kontraksi, meskipun dianjurkan namun hasilnya tidak selalu tetap.Berikut adalah bahan dan cara melakukan pemeriksaan darah tepi tebal dan tipis

Alat:

1. Preparat tipis/ thin film(boleh difiksasi dengan methanol2. Preparat Tebal ( Thick Film)(Tidak boleh difiksasi tetapi harus dengan hemoluse ( Rbc dihancurkan dengan H2O/ ledeng 1 cc/ 20 Tetes jadi terlihat pucat sehingga parasit dan leukosit saja yang hanya kelihatan inti jadi mudah dilihat 3. Jarum special/ khusus4. Giemsa: Buffer = 1 tetes , Ph= 7,2 (giemsa tahan 20- 24 jam)Cara Kerja

1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari jempol2. Antiseptic/ alcohol 70%3. Pijat jari agar konstriksi4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung jaringan yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua yang diambil kemudian diteteskan dipreparat6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal sehingga membentuk preparat tipis/ thin7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal

8. Tunggu 5 menit, biarkan kering sambil mengerjakan giemsa9. Masukkan Buffer ph=7,2. 3 cc/ 60 tetes dan giemsa 3 tetes pada tabung reaksi karena masing-masing preparat akan diberi 1 cc/ 20 tetes10. Tutup tabung reaksi dan aduk 7 kali supaya homogen dan jangan dikocok karena akan muncul gelembung11. Setelah 5 menit tadi preparat thin/ tipis kita fiksasi dengan methanol sebanyak 15-20 tetes sampai tertutup semua12. Sedangkan preparat thick/tebal kita hemoluse deng H2O/ ledeng/ aquades 15-20 tetes sampai tertutup semua13. Masing-massing tunggu 20 menit lagi. 14. Kemudian tumpahkan isi dengan campuran (giemsa+buffer) tadi yang dalam tabung reaksi15. Cuci kedua preparat16. Preparat bisa diamati dibawah mikroskopNote: jaukan dari sinar matahari, pastikan preparat bersih dengan cara dibakar terlebih dahulu

Untuk menentukan jenis parasit dan nilai ambang atau kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) dinyatakan dalam:

1. Tetes tebal. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP; (+) SD ditemukan 1-10 parasit/100 LP; (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP; (+++) SD ditemukan 1-10 parasit/1 LP; (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP

2. Hapusan tipis. Preparat hapusan tipis di utamakan untuk melihat jenis spesiesnya (P. vivax atau P. falcifarum atau P. malariae atau P. ovale)6.4. OBAT ANTIMALARIA

Berdasarkan cara kerjanya pada tahapan perkembangan plasmodium, anti malaria dibedakan atas : skizontosid jaringan dan darah, gametosid dan sporontosid. Dengak klasifikasi ini, antimalaria dipilih sesuai tujuan pengobatan.

Jenis jenis obat antimalaria.

Klorokuin.

struktur klorokuin

Klorokuin ( 4 dietilamino-1-metil-butil-amino kuinolin) ialah turunan 4-aminokuinolin. Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak efektif terhadap parasit di jaringgan. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, plasmodium ovale dan terhadap strain Plasmodium falciparum yang sensitif klorokuin. Selain itu, untuk ketiga gamet parasit itu, klorokuin sangat efektif, kecuali untuk P. falciparum. Untuk bentuk laten jaringan, klorokuin tidak bermanfaat.

Gejala klinik dan parasitemia serangan akut malaria akan cepat dikendalikan oleh klorokuin. Demam akan hilang dalam 24 jam dan sediaan apusan darah umumnya akan negatif dalam waktu 48-72 jam. Bila tidak terjadi perbaikan sampai hari kedua, mungkin telah terjadi resistensi, khususnya P. falciparum. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan penggunaan obat lainnya. Mekanisme kerja klorokuin dijelaskan sebagai berikut. Salah satu mekanisme yang penting adalah penghambatan aktivitas polimerase heme plasmodium oleh kerja klorokuin. Polimerase heme plasmodium berperan untuk mendetoksifikasi heme-ferriprotoporphyrin IX menjadi bentuk hemozoin yang tidak toksik. Penumpukan heme pada vakuola plasmodium bersifat toksik. Heme ini merupakan senyawa yang bersifat membranolitik dan terbentuk dari pemecahan hemoglobin di vakuola plasmodium. Peningkatan di dalam parasit menimbulkan lisis membran parasit. Namun pada pasien dengan G6PG, klorokuin dapat menyebabkan haemolisis, klorokuin juga harus diberikan secara hati hati pada pasein dengan gangguan hepar, neurologik, dan gangguan saluran cerna.

Dosis awal malaria 10 mg/kgBB dilanjutkan 5 mg/kgBB pada 6, 12, 24 dan 36 jam berikutnya untuk mencapai dosis total 30mg/kgBB dalam 2 hari. Untuk malaria P. vivax atau P.ovale, 5 mg/kgBB diulang pemberiannya pada hari ke 7 dan hari ke 14. Untuk dosis profilaksis (pencegahan) pada orang dewasa diberikan klorokuin fosfat per oral 500mg / minggu dimulai 1 minggu sebelum memasuki daerah endemik dan diteruskan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Untuk anak, digunakan dosis 8,3 mg/kgBB dengan cara yang sama.

Meflokuin.

Meflokuin dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati malaria resisten klorokuin dan terutama Plasmodium falciparum banyak obat, dimana strain jenis ini banyak ditemukan di asia tenggara. Namun meflokuin tidak dimaksudkan untuk mengobati malaria falciparum yang berat. Obat ini merupakan skizontosid yang baik terhadap P. falciparum dan P. vivax. Namun tidak aktif pada fase eksoerektrosit dan gametosit. Obat ini memiliki kontra indikasi dengan kina, kuinidin, klorokuin atau halofantrin karena dapat meniingkatkan resiko kejang dan toksisitas jantung.

Dosis pengobatan malaria diberikan 15mg/kgBB peroral dengan dosis maksimal 1000-1250 mg dan 12 jam kemudian dilanjutkan dengan dosis 10mg/kgBB. Untuk profilaksis, meflokuin HCl per oral diberikan tiap minggu dimulai 1-2 minggu sebelum memasuki daerah endemik dan diakhiri 4 minggu setelh meninggalkan daerah itu.

Dosis untuk profilaksis :

a) 250 mg untuk BB > 45 kg

b) 187,5 mg untuk BB 31-45 kg

c) 125 mg untuk BB 20-30 kg

d) 62,5 mg untuk BB 15-19 kg

Proguanil.

Proguanil atau kloroguanid adalah turunan biguanid yang berefek skizontosid melalui mekanisme anti-folat. Cara kerjanya dengan cara menghentikan reproduksi parasit malaria ketika mereka memasuki sel darah merah. Obat ini mudah digunakan dan hampir tanpa efek samping. Obat ini mudah mengalami resistensi sehingga penggunaanya mulai tergeser oleh anti folat lainnya. Untuk profilaksis saat ini bersama sama dengan klorokuin pengguaanya banyak digunakan. Meskipun penggunaan monoterapi banyak mengalami resistensi, penggunaan kombinasi jarang menimbulkan resistensi. Efek neuropsikiatrik proguanil lebih ringan daripada meflokuin. Proguanil cukup aman digunakan wanita hamil. Aman pula digunakan bersama dengan klorokuin dan antavakuon.

Atovakuon.

Atovakuon merupakan hidroksi naftokuinon. Obat ini diberikan per oral. Memiliki waktu paruh 2-3 hari. Sebagian besar bentuknya dieliminasi dari tubuh dalam bentuk feses. Mekanismenya dengan cara menghambat transpor elektron pada membran mitokondria plasmodium. Kombinasi atovakuon dan proguanil dengan dosis atovakuon 200mg dan proguanil 100mg menunjukkan hasil efektif terhadap malaria falciparum ringan/sedang yang resisten terhadap klorokuin atau obat obatan lainnya.

Pirimetamin.

*struktur pirimetamin

Pirimetamin merupakan skizontosid darah kerja lambat yang dapat digunakan untuk terapi toksoplasmosis, selain juga memiliki efek antimalaria. Dalam bentuk kombinasi dengan sulfadoksin, obat ini digunakan untuk profilaksi dan supresi malaria, terutama yang disebabkan P. falciparumyang resisten terhadap klorokuin. Efek pirimetamin mirip proguanil, namun bekerja lebih cepat karena bekerja secara langsung. Mekanismenya dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase plasmodium pada kadar yang jauh lebih rendah dibandingkan kadar yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang sama pada manusia. Enzim ini bekerja dalam rangkaian sintesis purin, sehingga penghambatannya mengakibatkan gagalnya pemebelahan inti pada pertumbuhan skizon dalam hati dan eritrosit. Kombinasi dengan sulfonamide menunjukkan kerja yang sinergis karena keduanya mengganggu sintesis purin pada tahap yang berurutam. Resistensi pirimetamin dapat terjadi pada penggunaan dosis besar dan jangka lama, karena mutasi gen gen penyandi asam amino sehingga afinitas obat ini dengan enzim dihidrofolat reduktase pasmodium berkurang.

Penggunaan dosis besar dapat menybabkan animea makrositik yang serupa pada kejadian defisiensi asam folat. Sebaiknya pemberian pirimetamin dibarengi dengan pemberian suplemen asam folat. Pirimetamin tersedia dalam tablet 25 mg, selain itu juga terdapat sediaan kombinasi dengan sulfadoksin 500mg.

Primakuin.

struktur primakuin

Primakuin atau 8-(4amino-1-metilbutilamino)-6-metakuinolin adalah turunan 8-aminokuinolin. Berbeda dengan kina, primakuin dosis terapi tidak memiliki efek lain selain efek antimalaria. Primakuin bermanfaat secara klinis terhadap penyembuhan radikal malaria vivx dan ovale, karena bentuk laten jaringan plasmodium dapat dihancurkan oleh primakuin. Obat ini obat terpilih untuk maksud ini. Primakuin tidak menekan serangan malaria vivax meskipun ia memperlihatkan efek pada fase eritrosit. Selain itu untuk serangan malaria falciparum tidak dipilih karena tidak efektif pada fase eritrosit. Namun obat ini memperlihatkan efek gametosidal terhadap ke 4 jenis plasmodium, terutama P. falciparum. Mekanisme obat ini dengan bertindak sebagai elektrofil yang bekerja sebagai mediator oksidasi-reduksi. Aktifitas ini membentuk oksigen reaktif atau mempengaruhi transportasi elektron parasit, sehingga memiliki efek anti malaria.

Di asia tenggara, beberapa strain P. vivax telah menjadi resisten terhadap primakuin. Menyembuhkan malaria dalam kasus ini memerlukan dosis tinggi 30mg primakuin selama 14 hari untuk penyembuhan radikal agar efektif membasmi skizon jaringan.

Kina.

struktur kina

Untuk terapi supresi dan pengobatan klinis, kedudukan kina telah tergeser oleh antimalaria lain yang lebih aman dan efektif seperti klorokuin. Walau demikian kina bersama pirimetamin dan sulfadoksin masih merupakan pilihan untuk strain P. falciparum yang resisten terhadap klorokuinin. Kina berefek terhadap skizontosid darah dan berefek gametositosid terhadap P. vivax dan P. malariae , tetapi tidak untuk P. falciparum. Kina memiliki efek toksis dan tidak lebih efektif dibandingkan klorokuin. Obat ini tidak digunakan untuk profilaksis malaria.

Mekanisme kerja obat ini berkaitan dengan gugus kuinolin yang dimiliknya. Obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas enzim heme polimerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat toksik bagi plasmodium.

Kina memiliki efek samping berupa sinkonisme seperti skit kepal, ganggguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual. Keracunan berat dapat terjadi gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskuler dan kulit. Lebih lanjut lagi gangguan SSP, gelisah, delirium. Pernapasan mula mula dirangsangm kemudia dihambat, kulit menjadi dingin, tensi darah menurun, akhirnya pasien dapat meninggal karena henti napas. Kina juga merangsang sel pankreas sehingga dapat terjadi hipoglikemia dan hiperinsulinemia. Pasien wanita hamil dan pasien dengan gangguan komplikasi lainnya sangat tidak aman menggunakan obat ini.

Meskipun demikian, kina digunakan untuk terapi malaria P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Untuk pengobatan ini kina harus diberikan per oral, dan tanpa komplikasi, dan biasanya dikombinasikan dengan dosiksilin atau sulfadoksin-pirimetamin. Kombinasi ini berguna untuk memperpendek masa penggunaan kina dan mengurangi efek toksisnya.

Kina sulfat diberikan 3 kali 650mg / hari selama 3-7 hari dikombinasi dengan

a) doksisilin 2 kali 100 mg/hari selama 7 hari, atau

b) dengan klindamisin 2 kali 600mg/hari selama 7 hari, atau

c) sulfadoksin-pirimetamin 3 tablet sekali pemberian per oral.

d) Untuk anak, dosis kina sulfat 10 mg/kgBB per oral setiap 8 jam.

Untuk malaria falciparum berat, diberikan kuinidin glukonat 10mg/kgBB yang dilarutkan 300 mL garam fisiologis dan diinfus 1-2 jam (dosis maksimal 600mg), kecepatan 0,02 mg/kgBB per menit. Selanjutnya diinfus sampai ada perbaikan dimana dapat diberikan kina sulfat per oral.

Halofantrin (alternatif).

struktur halofantrin

Halofantrin memiliki struktur yang mirip dangan kina. Diberikan sebagai pilihan selain kina dan meflokuin terhadap malaria akut yang resisten klorokuin dan P. falciparum yang resisten terhadap berbagai obat.

Halofantrin memiliki efektifitas tinggi sebagai skizontosid darah, namun tidak pada fase eritrosit dan gametosit. Penggunaan halofantrin terbatas, karena absorpsinya ireguler dan kemungkinan menimbulkan aritmia jantung. Obat ini tidak dapat digunakan sebagi profilaksis malaria. Efek samping yang dapat terjadi berupa mual, muntah, nyeri abdomen, diare, pruritus (gatal) dan rash(perubahan warna, tekstur atau tampilan kulit). Obat ini tidak dianjurkan untuk digunakan ibu hamil dan masa laktasi, pasien gangguan konduksi jantung serta pasien dengan penggunaan meflokuin. Pada dosis tinggi halofantrin dapat menyebabkan aretmia ventrikular bahkan kematian.

Pada pengobatan malaira faciparum diberikan 3 kali 500mg per oral tiap 6 jam, dan pemakaian dosis diulang lagi setelah 7 hari. Untuk anak diberikan 8mg/kgBB 3 kali sehari tiap 6 jam, dan diulang lagi setelah 7 hari.

Kombinasi Sulfadoksin-Pirimetamin

struktur sulfadoxine(atas)-pyrimethamine(bawah)

Obat ini efektif digunakan untuk malarian yang disebabkan P. falciparum yang sudah resisten terhadap klorokuin. Namun penggunaan rutin untuk kemo-profilaksis tidak dianjurkan karena sifatnya cenderung toksik. Obat ini bekerja dengan mencegah pembentukan asam finolinat (asam tetrahidrofolat) dari PABA pada plasmodium. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet kombinasi 500mg sulfadoksin dan 25mg pirimetamin.

Dosis tunggal per oral terhadap malaria falciparum yang resisten klorokuin :

a) 3 tablet untuk dewasa atau BB anak > 45 kg

b) 2 tablet untuk anak BB 31-45 kg

c) 1,5 tablet untuk anak BB 21-30 kg

d) 1 tablet untuk anak BB 11-20 kg

e) 0,5 tablet untuk anak BB 5-10 kg

Artemisinin

struktur artemisisnin

Obat ini merupakan senyawa trioksan yang diekstrak dari tanaman Artemisia annua. Senyawa ini menunjukkan sifat skizontosid darah yang cepat in vitro maupun in vivo sehinggga banyak digunakan pada malaria berat. Artemisinin merupakan obat paling efektif, aman, dan cepat untuk kasus malaria berat terutama yang disebabkan P. falciparum resisten klorokuin, serta efektif pada malaria serebral.

6.5. RESISTENSI DAN MUTASI GENETIK

Resistensi Plasmodium Falciparum Terhadap Klorokuin

Resistensi klorokuin adalah kemampuan parasit untuk terus hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit meskipun telah diberikan pengobatan klorokuin secara teratur baik dengan dosis standard maupun dosis lebih tinggi yang masih dapat ditolerir oleh pemakai obat. Resistensi merupakan akibat pemakaian obat yang tidak tepat.

Malaria yang resisten terhadap klorokuin dapat diketahui dengan tes in-vivo sistim 7 hari atau 28 hari, dan/atau tes in-vitro (makro atau mikro tes), sesuai dengan ketentuan WHO. Kelebihan tes in-vivo adalah dapat menentukan tingkat atau derajat resistensi, sedangkan tes in-vitro dapat dilakukan terhadap beberapa jenis obat antimalaria pada saat yang bersamaan.Resistensi parasit malaria terhadap klorokuin muncul pertama kali di Thailand pada tahun 1961 dan di Amerika serikat pada tahun 1962. Dari kedua fokus ini resistensi menyebar keseluruh dunia. Di Indonesia resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin pertama kali dilaporkan di Samarinda pada tahun 1974, kemudian resistensi ini terus menyebar dan pada tahun 1996 kasus - kasus malaria yang resisten klorokuin sudah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia.

Malaria yang resisten terhadap klorokuin biasanya dihubungkan dengan Plasmodium falciparum yang merupakan spesies terbanyak diteliti karena dallat menyebabkan komplikasi dan kematian. Di Indonesia,P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin telah dilaporkan oleh 27 propinsi, penderita yang berasal dari Bali dan DKI Jakarta merupakan kasus import. Hal ini menyebabkan pengobatan malaria falsiparum resisten klorokuin menjadi masalah yang penting. Selain itu di 11 propinsi (Aeeh, Sumatera Utara, Riau, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya) juga telah ditemukan adanya kasus P. falciparum yang resisten multidrug.

P. vivax yang resisten terhadap klorokuin sudah mulai dilaporkan( 6'') dan sedang diteliti lebih lanjut di Irian Jaya dan P. Nias8>. Penentuan kasus P. vivax resisten klorokuin tersebut berdasarkan konsentrasi klorokuin dalam darah serum yang diukur dengan cara high-performance liquid chromatography sudah melebihi 15 ng/ml 9>.Mekanisme mutasi gen terhadap resistensi beberapa macam obat:Mekanisme resistensi obat oleh pgh1 : Terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan strain sensitive terhadap klorokuin. Jumlah uptake klorokuin ke dalam vakuola makanan Plasmodium sama antara strain sensitif dan strain resisten. Namun, dalam strain resisten terjadi over-expressed pada pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi klorokuin dari vakuola makanan ke dalam sitoplasma sebesar 40-50 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif. Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada Plasmodium falciparum. Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi klorokuin:Resistensi terhadap klorokuin dalam Plasmodium falciparum dapat terjadi secara multigenik dan terjadi pada gen pengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen pfcrt ( Plasmodium Falciparum Chloroquine Resistance Transpoter) terletak pada kromosom 7. Adanya mutasi pada gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi pada tranporter kedua yaitu pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level resistensi terhadap obat tersebut. Mutasi gen pfmdr1:Mutasi pada gen pengkode tranpotrter kedua ini terjadi karena terjadi mutasi gen pfcrt sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip (allele), yaitu genotip K1 dan genotip 7G8. Mutasi pada genotip K1 berupa perubahan basa tunggal pada nukleotida ke 754, yaitu basa adenine (A) menjadi Timin (T) sehingga terjadi perubahan asam amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8 mengalami mutasi pada nukleotida 1094,3598,3622 dan 4234. Namun, pfmdr1 bukanlah semata-mata faktor penyebab resistensi klorokuin. Terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan faktor geografi.Mutasi gen dhps: Gen dhps merupakan gen bifungsional karena menghasilkan protein/ enzim PPPK dan DHPS. Gen ini terletak pada kromosom 8 dan berfungsi untuk menyandi atau mengode PPPK-DHPS (207-246 AA). Mutasi pada gen ini, dapat menyebabkan plasmodium falciparum mengalami resistensi terhadap obat antimalaria sulfadoksin. Mutasi gen dhfr:Gen dhfr terletak pada kromosom 4 dan berangkaian dengan gen TS. Gen ini tidak memiliki intron dan start kodon pada gen ini dimulai pada nukleotida 49 sedangkan stop kodonnya pada nukleotida 1873. Mutasi pada gen PPPK-DHPS ini dapat menyebabkan resistensi silang antara Pirimetamin dan Sikloguanil dan menyebabkan perubahan asam amino pada kodon: Ala16Val dan Ser108Asn.KERANGKA KONSEP

VII. KESIMPULAN

Tn. Budi, 30 tahun, tidak mengalami perbaikan kondisi setelah terserang malaria tropika, akibat resistensi obat antimalaria klorokuin, yang disebabkan mutasi genetik yang terjadi pada parasit Plasmodium falciparum.DAFTAR PUSTAKATanu, Ian. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 5. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2011. Hal 559-569.

Kumar, Vinay, et. al. Robins and Cotran PATHOLOGIC BASIS OF DISEASE. 7th International Edition. 2005. Page 401-403.Carlton, Jane M et al. Conservation of a novel vacuolar transporter in Plasmodium species and its central role in chloroquine resistance of P. falciparum.Current Opinion in Microbiology Volume 4, Issue 4, 1 August 2001, Pages 415-420. ISSN 13695274.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/20ObatAntiMalaria083.pdf/20ObatAntiMalaria083.html

Guyton,Arthur.Fisiologi Kedokteran.Edisi 11.Penerbit buku kedokteran: EGCGilles. H.M. Management of Severe and Complicated Malaria. WHO Geneva 1991. The Clinical Management of Acute Malaria, WHO Regional Publications, South -East

Asia Series No. 9. 1986.

Sutawanir. D., Metode Survei Sampel. Penerbit Karunika, UT, Jakarta 1986. Depkes RI. Malaria Direktorat Jenderal Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Menular dan Lingkungan Pemukiman, Jakarta 1995.Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGChttp://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20MALARIA.pdfhttp://binfar.depkes.go.id/download/YANFAR_UNTUK_PENYAKIT_MALARIA.pdf

Gejala tidak berkurang

Plasmodium falciparum (+++)

Diberi obat kloroquin & simptomatis

Pemeriksaan apusan darah perifer

Keluhan

(demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual)

Tn. Budi 30 tahun

Jawa Tengah ( Amarropa Papua

Tuan budi 30 thn pindah ke daerah yang lebih endemik malaria

Resiko tergigit nyamuk anopheles betina

Terinfeksi parasit

P. falciparum

Terkena malaria tropika

Mual

Sakit kepala

Gejala trias malaria

Mutasi genetik pfcrt dan pfmdr pada P.falciparum

Diberikan obat kloroluin

Klorokuin tidak bisa bekerja maksimal, resistensi obat

Gejala tidak sembuh

4