Makalah Pbl Blok 19

47
Wanita 50 Tahun dengan Gejala Sindrom Koroner Akut Karinda Lado 102012434 Kelompok C5 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061 PENDAHULUAN Latar Belakang Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila terdapat gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan tidak semuanya jelas terlihat sehingga sulit untuk menentukan diagnosis. Salah satu gejala yang sering ditemui adalah angina pectoris, yaitu suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serang an sakit dada yang khas, seperti ditekan atau terasa berat didada yang seringkali menjalar kelengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivita s dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Coronary Artery Disease yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard dengan

description

reference

Transcript of Makalah Pbl Blok 19

Wanita 50 Tahun dengan Gejala Sindrom Koroner AkutKarinda Lado 102012434Kelompok C5Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510No. Telp (021) 5694-2061PENDAHULUANLatar BelakangJantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila terdapat gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan tidak semuanya jelas terlihat sehingga sulit untuk menentukan diagnosis. Salah satu gejala yang sering ditemui adalah angina pectoris, yaitu suatusindromklinis dimana pasien mendapat serangan sakitdada yang khas, seperti ditekan atau terasa berat didada yang seringkali menjalar kelengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasienmelakukan suatu aktivitas dansegera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Coronary Artery Disease yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (UAP) dimana ketiga jenis penyakit tersebut mempunyai gejala angina pectoris dan merupakan bagian dari sindroma koroner akut. Penyakit ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh darah koroner yang melayani otot-otot jantung oleh atherosclerosis yang terbentuk secara progresif. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang sindrom koroner akut khususnya STEMI.1

Rumusan MasalahSeorang perempuan berusia 50 tahun datang diantar anaknya ke IGD RS dengan keluhan nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba dan menjalar kelengan kiri sejak 3 jam yang lalu.

TujuanMakalah ini bertujuan untuk membahas etiologi, diagnosis, gejala serta penatalaksanaan ST Elevation Myocard Infark (STEMI).

PEMBAHASANAnamnesis2,3Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.Nyeri dada: bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat pasien menderita sindroma koroner akut, infark Miokard akut(IMA) atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien Sindroma Koroner Akut dan IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan Sindroma Koroner Akut.Sifat nyeri dada angina sebagai berikut : Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas. Mengindikasikan disfungsi miokard iskemik berat sebagai akibat infark sebelumnya.Sesak napas: sesak napas akibat penyakit jantung paling umum disebabkan oleh edema paru. Rasa sesak lebih jelas saat berbaring (orthopnea) atau bisa timbul tiba-tiba pada malam hari atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan mengi, dan jika sangat berat, disertai sputum merah muda berbusa.Edema: pembengkakan, biasanya akibat akumulasi cairan. Edema perifer biasanya dipengaruhi hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sakral. Jika sangat berat, bisa terjadi edema yang lebih meluas.Palpitasi: mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat atau berdebar. Tentukan provokasi, onset, durasi, kecepatan, dan irama denyut jantung, serta frekuensi episode palpitasi. Apakah episode tersebut disertai nyeri dada, sinkop, dan sesak napas?Sinkop: kehilangan kesadaran mendadak dan singkat. Sinkop dapat terjadi akibat takiaritmia, bradikardia, atau kadang-kadang, diinduksi oleh aktivitas pada stenosis aorta (juga ditemukan pada keadaan neurologis seperti epilepsi). Apa yang dapat diingat oleh pasien? Apa yang sedang dilakukan? Adakah palpitasi, nyeri dada, atau gejala lain? Adakah saksi mata? Apa yang digambarkan saksi mata? (apakah pasien tampak pucat, kemerahan saat mulai pulih, gerakan abnormal?). Apakah pasien menggigit lidah, mengalami inkontenensia urin? Seberapa cepat pasien pulih?Riwayat penyakit dahuluTanyakan faktor-faktor resiko penyakit jantung iskemik (ischaemic heart disease, IHD), misalnya merokok, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, IHD sebelumnya, penyakit serebrovaskular, atau penyakit vaskular perifer (peripheral vascular disease, PVD).Tanyakan riwayat demam reumatik. Tanyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan (endokarditis infektif). Adakah murmur jantung yang telah diketahui? Adakah penyalahgunaan obat intravena? Riwayat keluargaAdakah riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati, atau penyakit jantung kongenital dalam keluarga?Riwayat sosialApakah pasien merokok atau pernah merokok? Bagaimana konsumsi alkohol pasien? Apa pekerjaan pasien? Bagaimana kemampuan olahraga pasien? Adakah keterbatasan gaya hidup akibat penyakit? Obat-obatanTanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke jantung.

Pemeriksaan Fisik2Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstermitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/ atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/ atau hipotensi).Tanda fisik lain pada disfungsi vetrikular adalah S4 dan S3 gallop penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu 38 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat :a. Apakah pasien tampak sakit berat?b. Apakah pasien kesakitan, tertekan, nyaman, muntah, cemas, berkeringat, pucat, sianosis, atau takipnea?c. Apakah perfusi pasien cukup ataukah perifer teraba dingin?d. Adakah stigmata kolestiroma atau merokok?e. Adakah anemia atau sianosis ata parut bedah (misalnya bekas CABG)?f. Nadi: perhatikan kecepatan, irama, isi dan sifat. Apakah nadi perifer teraba dan sama kuat?g. TD: apakah sama di kedua lengan?h. JVP : meningkat atau tidak?i. Gerak dada: apakah mengembang simetris?j. Apakah nyeri timbul/diperberat bila dada ditekan?k. Auskultasi: apakah lapang paru bersih? Adakah bunyi tambahan-ronki, rub, atau wheexing? Periksa bunyi jantung untuk mencari murmur, gesekan perikard dan irama gallop.l. Periksa edema perifer, pergelangan tungkai dan sakrum. Abdomen: adakah nyeri tekan, tahanan, nyeri lepas, bisingm. Usus,organomegali atau aneurisma? Adakah keluaran urin? SSP: adakah kelemahan, defisit fokal?n. EKG sangat vital dalam diagnosis MI

a. Inspeksi: inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat menggambarkan lokasi iktus cordis atau apical impulse (PMI : Point of maximal Impulse) atau yang lebih jarang lagi, gerakan pada ventrikel kiri pada S3 atau S4 sisi kiri.b. Palpasi: gunakan palpasi untuk memastikan karakteristik iktus cordis. Palpasi juga berguna untuk mendeteksi thrills dan gerakan ventrikel pada S3 dan S4. Dengan inspeksi dan palpasi kita dapat menemukan gerakan ventrikel yang sinkron dengan bunyi jantung ketiga dan keempat yang patologis. Untuk menemukan impuls ventrikel kiri, raba denyut apeks secara lembut dengan satu jari tangan. Pasien harus berbaring dengan sebagian tubuh berada dalam posisi miring pada sisi kiri tubuh nya, mengembuskan napas, dan menghentikan napas nya sebentar. Dengan membuat tulisan X dengan spidol pada apeks kordis, kita dapat melihat gerakan ini.c. Auskultasi: minta pasien untuk memutar sebagian tubuhnya ke sisi kiri hingga berada dalam posisi dekubitus lateral kiri yang akan membuat ventrikel kiri lebih dekat dengan dinding dada. Letakkan ujung sungkup dari stetoskop dengan ringan pada daerah iktus cordis. Posisi ini menegaskan atau memperjelas bunyi S3 serta S4 sisi kiri dan bising mitral, khusus nya pada stenosis mitral. Bunyi S4 (bunyi atrial atau atrial gallop) terdengar tepat sebelum bunyi S1. Bunyi ini bernada rendah dan redup, dan terdengar paling jelas dengan ujung sungkup stetoskop. Bunyi S4 kadang-kadang terdengar pada orang yang kelihatannya normal, khususnya pada atlit yang terlatih dan kelompok usia yang lebih lanjut. Lebih sering kali bunyi ini terjadi karena peningkatan tahanan terhadap pengisian ventrikel sesudah terjadinya kontraksi atrium. Peningkatan tahanan (resistensi) ini berkaitan dengan berkurangnya kelenturan (bertambahnya kekakuan) pada miokard ventrikel. Penyebab bunyi jantung S4 sisi kiri meliputi penyakit jantung hipertensif, penyakit arteri koroner, stenosis aorta, dan kardiomiopati. Bunyi S4 sisi kiri terdengar paling jelas di daerah apeks pada sisi lateral kiri. Bunyi S4 sisi kanan lebih jarang ditemukan, terdengar di sepanjang tepi kiri bawah sternum atau bawah proc.xiphoideus. Bunyi ini sering terdengar lebih keras dibanding bunyi inspirasi. Penyebab S4 sisi kanan meliputi hipertensi pulmonal dan stenosis pulmonal.d. Tekanan Vena Jugularis ( JVP ; Jugular Venous Pressure )JVP mencerminkan tekanan dalam atrium kanan atau tekanan vena sentral. Dinilai dari V.Jugularis Interna dextra. JVP merupakan keadaan elevasi ketika titik osilasi tertinggi atau meniscus pulsasi vena jugularis biasanya terlihat pada pasien yang normovolemik. Pada pasien yang hipovolemik JVP akan rendah, dan pada pasien yang hipervolemik JVP akan tinggi.

Pemeriksaan Penunjang 4,51. Elektrokardiogram (EKG)Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan EKG merupakan senter dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI terapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan 5-10 menit atau pematauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obtruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnnya gelombang R dan infark miokard non trasmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark ( mural/ tramsmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/ nontrasmural.

Gambar 1.Gambaran EKG STEMI anterior6

Gambar 2. Gambaran spesifik pada rekaman EKG7

Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalui 3 stadium : Gelombang T meninggi yg diikuti inverse gelombang T Elevasi segmen ST Munculnya gelombang Q baruPerubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokard, yaitu kurangnya aliran darah yg adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika aliran darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen dipenuhi. Jika gelombang T mengalami inverse berarti telah terjadi kematian sel miokardium (infark sejati). Elevasi segmen ST menandakan cedera miokardium. Cedera kemungkinan menggambarkan derajat kerusakan seluler yang lebih dari sekedar iskemia, tetapi kemungkinan juga bisa reversible. Segmen ST elevasi bergabung dengan gelombang T. Bedakan dengan fenomena repolarisasi awal pada orang normal atau lebih dikenal dengan elevasi titik J (junction), dimana pada elevasi titik J gelombang T tetap pada bentuk nya yang independen.Munculnya gelombang Q yang baru menunjukkan telah terjadi kematian sel miokardium yang irreversible. Keberadaan gelombang Q baru merupakan tanda diagnostic infark miokadium. Gelombang Q ada yang fisiologis ada yang patologis. Gelombang Q yang menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam. Nama nya adalah gelombang Q signifikan.Kriteria gelombang :a. Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detikb. Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus 1/3 gelombang R pada kompleks QRS yang sama

Gambar 3.Gambaran EKG dengan elevasi segmen ST8Gambar 4.Gambaran EKG dengan elevasi segmen ST8Pemeriksaan Laboratorium 5,9Petanda ( BIOMARKER) kerusakan jantungPemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac specific Troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. CTn harus digunakan petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung ( infark miokard).1. Pemeriksaan CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan mencapai puncak dalam 10 24 jam dan kembali normal dalam 2 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.2. Pemeriksaan cTn (cardiac specifik troponin) ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain, yaitu:1. Pemeriksaan Mioglobin Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen. Mioglobin ditemukan dalam sel otot rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera. Kadar mioglobin mencapai puncak nya setelah terjadi MCI selama 8-12 jam. Nilai rujukan : 12-90 ng / ml.2. Lactic dehydrogenase (LDH)LDH meningkat setelah 24-28 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.3. Pemeriksaan Kolesterol SerumKolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati serta ditemukan dalam sel darah merah, membrane sel, dan otot. Kolesterol serum digunakan sebagai indikator penyakit arteri koroner dan aterosklerosis. Hiperkolesterolemia menyebabkan penumpukan plak di arteri koroner sehingga menyebabkan miokard infark. Peningkatan kolesterol juga bisa karena obat-obatan seperti aspirin. Nilai rujukan : Nilai ideal < 200mg/dL. Risiko sedang : 200-240 mg/dL. Risiko tinggi: > 240 mg/dL. 4. Pemeriksaan Lipoprotein Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein. Fraksi lipoprotein : HDL (kelompok ) , LDL, VLDL (kelompok ). Kelompok merupakan contributor terbesar terjadi nya aterosklerosis pada penyakit arteri koroner. Kelompok membantu mengurangi deposit lemak di pembuluh darah. Nilai rujukan : HDL 29-77 mg/dL , LDL 60-160 mg/dL.5. Pemeriksaan Creatin KinaseCreatin Kinase (CK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. Creatinine Kinase (CK) meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. CK serum biasanya meningkat pada penyakit otot rangka, MCI akut, dan hipokalemia. CK memiliki 2 jenis isoenzim yaitu B dan M. Dan dapat dielektorforesis kembali menjadi 3 bagian : MM (otot rangka dan sebagian jantung), MB (jantung), dan BB (dalam otak).

Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.Angiografi koronerCoronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.

Diagnosis Kerja 5Sindroma koroner akut adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard iskemik akut tergantung derajat oklusi yang terjadi, dapat berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokard akut elevasi ST dan infark miokard akut tanpa elevasi ST. Berdasarkan kasus pada skenario, wanita tersebut di golongkan dalam infark miokard dengan elevasi ST.ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degenerative maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. Diagnosis STEMI ditegakkan bila ditemukan 2 dari 3 syarat dibawah ini:1. Angina Pectoris2. Kelainan yang bermakna pada gelombang ekg, yaitu: ditemukkannnya hiperakut T, elevasi segmen ST lebih dari 0,1 mV pada 2 sadapan atau lebih sadapan ekstremitas, lebih dari 0,2 mV pada sadapan prekordial, gelombang Q patologis dan inversi gelombang T.3. Evaluas biokimia dan kenaikan enzim jantung 2X dari batas normal

Diagnosis Banding 1,91. Angina Pektoris Tak Stabil (UAP)Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: 1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari 2. pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, laluserangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan factor presipitasi makin ringan.3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahatDiagnosa angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun dengan ataupun tanpa perubahan EKG seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adanya gelombang T yang negative kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam tahap awal seranagn, angina tidak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab angina pectoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh darah 100% makan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tidak stabil.Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi miokardium. Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.

2. NSTEMIAngina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.Pada pemeriksaan gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgroup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya.

3. Dissecting AneurismaDiseksi Aorta (aneurisma yang terbelah, hematoma yang terbelah) adalah suatu keadaan yang sering berakibat fatal, dimana lapisan dalam dari dinding aorta mengalami robekan sedangkan lapisan luarnya utuh; darah mengalir melalui robekan dan membelah lapisan tengah serta membentuk saluran baru di dalam dinding aorta.Kelainan patologi utama adalah robekan intima, dimana tempat robekan pertama disebut robekan intima primer (primary or entry intimal tear). Robekan intima primer merupakan lubang masuknya darah dari aorta. Seringkali terdapat robekan intima sekunder (re-entry tear), yang merupakan tempat keluarnya darah dari lumen palsu aorta. Re-entry tear disebut juga faktor penyembuh alami (imperfect natural cure) yang membatasi perluasan diseksi.Gejala-gejalanya antara lain nyeri yang sangat luar biasa, yang muncul secara tiba-tiba. Sebagian besar penderita menggambarkan dadanya seperti dicabik-cabik atau dirobek. Nyeri juga sering dirasakan di punggung, diantara kedua bahu. Nyeri sering mengikuti jalannya pembelahan di sepanjang aorta. Pembelahan terus berlanjut, bisa menyebabkan tertutupnya daerah dimana satu atau beberapa arteri berhubungan dengan aorta. Tergantung kepada arteri mana yang tersumbat, bisa terjadi stroke, serangan jantung, nyeri perut mendadak, kerusakan saraf yang menyebabkan kesemutan dan ketidakmampuan menggerakan anggota badan.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang khas. Pada pemeriksaaan fisik, 65% penderita memiliki denyut nadi yang lemah atau sama sekali tidak teraba di tungkai dan lengan. Diseksi aorta yang arahnya berbalik menuju ke jantung, bisa menyebabkan murmur, yang bisa terdengar melalui stetoskop. Bisa terjadi penimbunan darah di dada. Darah dari suatu diseksi yang merembes ke sekitar jantung bisa mengganggu denyut jantung dan menyebabkan tamponade jantung. Foto rontgen menunjukkan pelebaran aota pada 90% penderita yang memiliki gejala. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan USG.Adapun pengobatannya adalah penderita dirawat di ruang perawatan intensif, dimana tanda-tanda vital (denyut nadi, tekanan darah dan laju pernafasan) diawasi secara ketat. Kematian bisa terjadi dalam beberapa jam setelah terjadinya diseksi aorta. Karena itu segera diberikan obat untuk menurunkan denyut jantung dan tekanan darah sampai level yang terendah, untuk mempertahankan pasokan darah yang cukup ke otak, jantung dan ginjal.Segera setelah diberikan obat-obatan, diputuskan apakah perlu dilakukan pembedahan atau cukup dengan melanjutkan pemakaian obat-obatan. Hampir selalu dianjurkan untuk dilakukan pembedahan pada diseksi yang melibatkan aorta yang letaknya sangat dekat dengan jantung. Untuk diseksi yang letaknya lebih jauh, biasanya diatasi dengan cara melanjutkan pemakaian obat-obatan; kecuali jika diseksi menyebabkan bocornya darah dari arteri dan penderita memiliki sindroma Marfan, maka dilakukan pembedahan.

4. Perikarditis AkutPerikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal. Keluhan lainnya rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau efusi perikard.Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi). Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).

Etiologi 5,10Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh thrombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga sering mengikuti rupture plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragik. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik tersebut. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Epidemiologi 10Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini.

Patofisiologi 11,12Pembentukan AtherosklerosisSindroma Koroner Akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injur vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan juka kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptir yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yan tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epindefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Areteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Gambar 5. Patofosiologi Atherosklerosis13

IskemiaKebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metobalisme aerob menjadi metobolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob(asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat menggangu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali venrikel berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya stroke volume (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistolik akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah meningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemi cukup luas atau merupakan suatu respons vagus. Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dia perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu Inverted T dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya disebabkan oleh spasme arteri koroner yang berkaitan dengan elveasi segmen ST.1,5,10,11Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel. Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme pasti bagaimana iskemia dapat menyababkan nyeri masih belum jelas. Sepertinya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketaui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang menggengam dan diletakkan di atas sternum melukiskan pola angina klasik. Akan tetapi banyak pasien tak pernah mengalami angina yang khasi; nyeri angina dapat menyerupai nyeri karena gangguan pencernaan atau sakit gigi. Umumnya angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, seperti latihan fisik, dan hilang dalam beberapa menit setelah istirahat atau pemberian nitrofliserin. Angina yang lebih jarang yaitu angina Prinzmetal lebih sering terjadi pada waktu istirahat daripada waktu bekerja, dan disebabkan oleh spasem setempat pada arteri epikardium. Mekanisme penyebab masih belum jelas diketahui jelas. Penderita diabetes sering mengalami iskemia tersembunyi dan infark miokardium tersembunyi akibat neuropati otonom.

InfarkIskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Perbaikan dearh iskemia dan pemulihan aliran darah koroner dapat tercapat dengan pemberian obat trombolitik atau Primary Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty. Apabila terjadi perbaikan daerah iskemia, maka nekrosis daerah iskemik meningkatkan ukuran infark.Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Infark digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum. Infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakn sesuai dengan lokasi infark yaitu, anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding posterior ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar sepermpat kasus infark dinding inferior ventrikel kiri. Pada keadaan ini harus dipikirkan adanya infark biventrikular.Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner. Infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens anterior arteri koronaria sinistra. Untuk menanggulangi komplikasi yang berkatian dengan infark miokardium, maka penting sekali untuk mengetahui letak infark dan anatomi koroner. Misalnya, infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri koronaria kanan, dan dapat disertai berbagai derajat blok jantung. Hal ini memang dapat diramalkan sebelumnya, karena nodus AV mendapat suplai makanan dari pembuluh darah yang juga menyuplai dinding inferior ventrikel kiri.Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas.Infark miokardim jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsonal infark miopkardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seeperti pada iskemia: 1. Daya kontraksi menurun. 2. Gerakan dinding abnormal, 3. Oerbahan daya kembang dinding ventrikel, 4. Pengurangan stroke volume, 5. Pengurangan fraksi ejeksi, 6. Peningkatan olume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, dan 7. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.

Faktor Resiko 12Secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK yang disebut sebagai faktor PJK. Faktor faktor tersebut ada yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain : a. Usia: meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir sampai mati. Arteri yang berubah paling dini mulai pada usia 20 tahun adalah pembuluh coroner. Juga didapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur.b. Jenis Kelamin Merupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan jantung di bandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita terjadi 10 tahun lebih lama dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan kelainan jantung PJK. Namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini diduga faktor hormonal seperti estrogen melindungi wanita.c. Riwayat Keluarga dengan penyakit arterosklerosisd. Rase. Herediter Faktor faktor yang dapat dimodifikasi Hipertensi: peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal. Hiperkolesterolemia: kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah pada pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi O2 ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian. Merokok: efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Obesitas/kegemukan: obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.

Diabetes Melitus: intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi. Stress Penatalaksanaan14Terapi medikamentosa1. NitratNitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efektivitas mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah suplai oksigen deng vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut, nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isosrbid dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.2. Penyekat Beta/Beta BlokerPenyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard, meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tidak stabil menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan resiko infark sebesar 13% (p100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensi. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE.Terapi BedahTerapi Bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat dilakukan,yaitu: Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit mencapai terapi obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi kardiak Percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass graft (CABG) dapat dibuat untuk menyembuhkan iskemia berlanjut atau berulang & untuk membantu mencegah perkembangan manjadi MI atau kematian. Indikasi & metode yang disukai adalah berada diluar posedur ini, biasanya berdasarkan atas hasil dari suatu angiografi.

Terapi Reperfusi FarmaklogisReperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna.Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact to-needle) time untuk memulai terapi fibrinoltik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-baloon (atau medical contact-to-baloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah streptokinase (SK), Tissu Plasminogen Activator (tPA, alteplase), reteplase (retavase), tenekteplase (TNKase).

Indikasi untuk RevaskularisasiSecara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan pada pasien, jika: Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien. Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian. Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.

Coronary Artery BSypass Graft (CABG) Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal ke otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini memasok darah beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-bypass" arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.Pada CABG, pembuluh darah yang dipakai adalah A. Mamaria Interna, Revesed Segment dari V. Saphena Magna, A.Gastroepiploica, A.epigastrium Inferior, dan A.Radial. Biasanya CABG dilakukan untuk mereposisi 3 sampai 4 pembuluh darah yang mengalami gangguan. Pilihan yang paling baik adalah dengan menggunakan A.Mamaria Interna karena patensinya yang cukup lama.

Komplikasi 11. Disfungsi VentrikularSetelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al; slippage serat otot disrupsi sel miokard normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi