Pbl Blok 19, Karvas -2

48
Sindroma koroner akut (STEMI) Oleh : Shannaz 102008038(kel.A4) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna no.6, Jakarta Barat e-mail : [email protected] Pendahuluan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation 1

description

pbl 19

Transcript of Pbl Blok 19, Karvas -2

Sindroma koroner akut

(STEMI)

Oleh :

Shannaz

102008038(kel.A4)

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna no.6, Jakarta Barat

e-mail : [email protected]

Pendahuluan

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan

untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina

pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark

miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan

infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation

myocardial infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan

presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia

nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah

NSTEMI; sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.

1

Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak

total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan

vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan

penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi

obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk

mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh

ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.

Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak

aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan infark

miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut kontinum, di mana

plak pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah miokardium. UA dan

NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk membedakan mereka dari

akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi

dan gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang

Q atau menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah infark

menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah yang menentukan

ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 60-85% kasus, dalam periode akut NSTEMI

menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak tersumbat. Hal ini merupakan alasan

terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis dalam gangguan ini.1

2

Anamnesis

Ada 6 aspek penting dalam anamnesis yang baik, yaitu :

Identitas Pasien, yaitu Nama lengkap, Tempat/tanggal lahir, Status perkawinan,

Pekerjaan, Alamat, Jenis kelamin, Umur, Agama, Suku bangsa, dan pendidikan

Keluhan Utama, yaitu keluhan paling utama yang menyebabkan pasien memutuskan

untuk periksa ke dokter.

Riwayat penyakit sekarang, berupa :

o Kapan mulai muncul gangguan tersebut

o Frekuensi serangan

o Sifat serangan, akut/kronis/intermittent

o Durasinya, lama menderitanya

o Sifat sakitnya, sakitnya seperti apa

o Lokasinya, dimana letak pasti skaitnya, apakah disitu saja atau berpindah-pindah

o Perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya

o Hubungan dengan fungsi fisiologis yang lain, adakah gangguan fisiologis yang

lain, yang ditimbulkan oleh gangguan tidur, banyaknya keringat yang keluar dsb

o Akibat yang timbul, masih dapat bekerja, atau hanya tiduran saja

Riwayat penyakit dahulu, yakni :

1. Mengenai kemungkinan adanya riwayat penyakit sebelumnya. Pernakah pasien

menderita keluhan yang sama di waktu-waktu dahulu, atau keluhan yang mirip

dengan yang sekarang dirasakan.

3

2. Mengenai kemungkinan riwayat penyakit yang pernah diderita dengan melihat

diagnosis banding penyakit yang sekarang ini.

3. Kemungkinan pasien menderita penyakit yang serius di waktu-waktu yang lain.

Apakah pasien pernah dirawat inap di rumah sakit, sebelumnya.

Riwayat kesehatan Keluarga, menanyakan keadaan anggota keluarga mulai dari umur,

jenis kelamin, keadaan kesehatan (masih hidup/ meninggal), jika masih hidup sehat/sakit

apa, jika sudah meninggal apa penyebab meninggalnya.

Riwayat penyakit menahun keluarga, apakah pasien atau ada anggota keluarga pasien

yang menderita penyakit misalnya alergi, asma, tuberculosis, arthritis, hipertensi,

jantung, ginjal, lambung, kencing manis(DM), penyakit liver, stuke dll.

Diagnosa terutama didapatkan dari anamnese mengenai riwayat penyakit, karena diagnosa pada

tipikal angina sering kali berdasarkan adanya keluhan sakit dada yang mempunyai cirri khas

sebagai berikut :

i. letaknya, seringkali pasien merasakan adanya sakit dada di daerah sternum atau

dibawah sternum, atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri

kadang-kadang dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan.

ii. Kualitas sakit dada pada angina biasanya timbul pada waktu melakukan aktivitas. Sakit

dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina

dapat timbul pada waktu tidur malam

iii. Lamanya serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 – 5 menit, walaupun perasaan

tidak enak di dada masih dapat terasa setelah sakit dada hilang, bila sakit dada

4

berlangsung lebih dari 20 menit , mungkin pasien mendapat serangan infark miokard

akut dan bukan disebabkan angina pectoris biasa.

Dengan anamnese yang baik dan teliti sudah dapat disimpulkan mengenai tinggi rendahnya

kemungkinan penderita tersebut menderita angina pectoris stabil atau kemungkinan suatu angina

pectoris tidak stabil. Ada 5 hal yang perlu digali dari anamnese mengenai angina pectoris yaitu :

Lokasinya

Kualitasnya

Lamanya

factor pencetus

factor yang bisa meredakan nyeri dada tersebut.2

Riwayat penyakit sekarang

Laki-laki berusia 50 tahun, sesak nafas dan nyeri dada di ulu hati yang menjalar ke rahang

dan lengan kiri. Timbul pada saat sedang kerja lembur di kantor dan menghilang beberapa

menit kemudian kalau beristirahat.

Riwayat penyakit dahulu

1. Pasien diketahui menderita hipertensi,NIDDM,dan kolesterolemia

2. 5 tahun yang lalu pasien menjalani operasi Bypass femoral-poplitea kiri

Riwayat penyakit keluarga

Ayah pasien meninggal mendadak pada usia 55 tahun

5

Pemeriksaan fisik

Frekuensi nadi : 116 kali/menit

Tekanan darah : 170/105 mmHg

Frekuensi nafas: 22 kali/menit

Pulse oxymetri :94% (udara ruangan)

Pada auskultasi , terdengar suara vesikuler di seluruh lapangan paru, irama jantung regular

dengan suara gallop S4, tidak ada murmur atau rubs.

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat, seringkali ekstemitas pucat disertai keringat

dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya

STEMI.

Pemeriksaan penunjang

EKG

Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan EKG 12 lead.

Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan angina pectoris. Depresi atau

elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan adanya angina dan menunjukkan suatu ischemia

pada beban kerja yang rendah. 

6

Penderita AMI dapat mempunyai gambaran EKG yang berbeda-beda:

  1. EKG normal atau nonspesifik

  2. Perubahan gelombang ST-T berupa depresi ST atau T terbalik (inverted)

  3. EKG yang spesifik, yaitu terjadi perubahan-perubahan yang khas berupa adanya elevasi ST,

perubahan gelombang T, dan timbulnya gelombang Q patologis.

Gambaran pada EKG 1 dan 2 disebut infark bukan gelombang Q (Qwave infarction)

Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku. Dari segi biaya, tes

ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo. Untuk mendapatkan informasi yang

optimal, protocol harus disesuaikan untuk masing-masing penderita agar dapat mencapai

setidaknya 6 menit. Selama EKG, frekwensi, tekanan darah harus dimonitor dengan baik dan

direkam pada tiap tingkatan dan juga pada saat abnormallitas segmen ST. metode yang dipakai

pada uji beban yaitu dengan menggunakan treadmill dan sepeda statis. Interpretasi EKG uji latih

beban yang paling penting adalah adanya depresi dan elevasi segmen ST lebih dari 1 mm.

Biasanya uji latih beban dihentikan bila mencapai 85% dari denyut jantung maksimal

berdasarkan umur, namun perlu diperhatikan adanya variabilitas yang besar dari denyut jantung

maksimal pada tiap individu. Indikasi absolute untuk menghentikan uji beban adalah penurunan

7

tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg dari tekanan darah awal meskipun beban latihan naik

jika diikuti tanda ischemia yang lain : angina sedang sampai berat , ataxia yang meningkat,

kesadaran menurun, tanda-tanda penurunan perfusi seperti sianosis. Pada penderita yang tidak

bisa di diagnosa dengan uji latih beban berdasarkan EKG, maka dilakukan uji latih beban dengan

pencitraan. Isotop yang biasa digunakan adalah thalium-210.

Foto RO thoraks

Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal, tetapi pada pasien

hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan kadang – kadang tampak adanya klasifikasi

arkus aorta.3

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaaan enzim jantung

Enzim jantung sangat berguna untuk mendeteksi adanya kerusakan otot jantung. Menurut

ACC/AHA dan ESC 2007 ada tiga enzim jantung yang perlu diperiksa, yaitu cardiac troponin (

cTnT, cTnI), CKMB, dan mioglobin. Peningkatan dua kali nilai batas atau normal

menunjukkan adanya nekrosis jaringan (infark miokard).

Penegakan diagnosis infark miokard dapat ditegakkan bila ditemukan 2 dari 3 kriteria: nyeri

dada khas infark, peningkatan enzim jantung dan terdapat evolusi EKG khas infark.

Pemeriksaan profil lemak darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan

gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti kolesterol dan/atau diabetes

mellitus.4,5

8

 Working diagnosis

Pada pasien STEMI, gejala prodromal dapat teridentifikasi. Berdasarkan bukti yang ada,

aktivitas berat tiba-tiba(terutama pada pasien yang inaktif) dan stress emosional dapat

merangsang timbulnya STEMI.

Accelerating angina dan rest angina, dua bentuk dari Unstable Angina Pectoris, mungkin

berujung menjadi STEMI. Hipotensi, peningkatan kebutuhan oksigen karena stenosis

aorta, demam, takikardia, dan agitasi juga dapat menyebabkan nekrosis miokardia.

Periodisitas Sirkadian. Onset dari STEMI disebut sebagai periodisitas sirkadian, dengan

insidens tertinggi antara pukul 6 pagi sampai siang. Ritme sirkadian dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Pada pagi hari, onset STEMI dihubungkan dengan adanya peningkatan

kadar katekolamin dan kortisol di dalam darah dan juga peningkatan agregasi platelet. 1,7,8

Gejala Prodromal

Gejala prodromal biasanya ditandai dengan adanya ketidaknyamanan pada dada,

menyerupai angina klasik, tapi terjadi pada saat istirahat atau aktivitas yang ringan,

sehingga dapat juga dikatakan sebagai Unstable Angina hanya saja lebih berat dan

berlangsung lebih lama. Rasa nyeri di dada pada STEMI bervarasi intensitasnya, pada

kebanyakan pasien, nyeri yang hebat dan tidak dapat ditoleransi. Nyeri yang dirasakan

berkepanjangan dan lebih dari 30 menit dan berlangsung biasanya sampai beberapa jam.

Rasa nyeri di dada dideskripsikan seperti di cekik, tertekan, beban berat, diremas-remas

pada daerah dada. Walaupun ketidaknyamanan secara tipikal digambarkan sebagai

tercekik atau terasa berat, tapi juga dapat digambarkan seperti tertusuk, atau rasa

terbakar. Rasa nyeri biasanya terdapat di retrosternal, menjalar pada kedua sisi anterior

9

dada, dengan perdileksi lebih pada bagian dada kiri. Seringkali rasa nyeri dapat dirasakan

pada lengan kiri, rasa kesemutan pada siku kiri, tangan, dan jari-jari. Pada beberapa

kasus, rasa nyeri STEMI dimulai pada daerah epigastrium sehingga seringkali

menyebabkan salah diagnosis. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke bahu, ekstermitas atas,

leher, rahang, dan regio interscapular, dan bisanya rasa nyeri dominan di sebelah kiri

badan. Opiate(morfin), biasanya dapat mengurangi rasa sakit. Rasa sakit pada STEMI

biasanya disebabkan oleh karena rangsangan saraf pada daerah infark.

Rasa nyeri seringkali menghilang tiba-tiba ketika aliran darah ke daerah infark

kembali normal. Rasa mual dan muntah dapat terjadi, karena stimulasi dari refleks vagal

atau stimulasi reseptor ventrikel kiri sebagai bagian dari Bezold Jarisch Reflex. Gejala

seperti ini biasanya terjadi pada pasien dengan Inferior STEMI dibandingkan dengan

anterior STEMI. Gejala lain yang sering juga timbul adalah merasa lelah, cemas, pusing,

palpitasi, keringat dingin, dan merasa suram. 6,7

Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :

1.      Emosi

2.      Stress

3.      Kerja fisik terlalu berat

4.      Hawa terlalu panas dan lembab

5.      Terlalu kenyang

6.      Banyak merokok

Faktor resiko

Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu

factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.

10

 a. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi

    Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka

bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: Merokok, Konsumsi alcohol,

Infeksi, Hipertensi sistemik, Obesitas, Kurang olahraga dan Penyakit Diabetes.

 b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya: Usia, jenis

kelamin, riwayat keluarga, ras, geografi, tipe kepribadian dan  kelas sosial.

Etiologi

Penyebab dari angina pectoris antara lain : ateroskelerosis, spasme pembulu koroner, latihan

fisik,pajanan terhadap dingin, makan makanan berat dan stress.

Biasanya angina merupakan akibat dari penyakit arteri

koroner.

Penyebab lainnya adalah:

• Stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta)

• Regurgitasi katup aorta (kebocoran katup aorta)

• Stenosis subaortik hipertrofik

• Spasme arterial (kontraksi sementara pada arteri yang terjadi secara tiba-tiba)

• Anemia yang berat.

Patofisiologi

11

Iskemia

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang

mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat

sementara akan menyababkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan

fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolisme

aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih

tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan

siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme

anaerob(asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat

menggangu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang

berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu,

gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan

menonjol keluar setiap kali venrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan

hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami

iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi

ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya stroke volume (jumlah

darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat

sistolik akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat;

tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat.

Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.

12

Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel

tertentu.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah meningkatan ringan

tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan

respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya

nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah

merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemi cukup luas atau merupakan suatu

respons vagus.

Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dia perubahan EKG akibat perubahan

elektrofisiologi sel, yaitu Inverted T dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya

disebabkan oleh spasme arteri koroner yang berkaitan dengan elevasi segmen ST.

Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik,

dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel.

Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme pasti

bagaimana iskemia dapat menyababkan nyeri masih belum jelas. Sepertinya reseptor saraf nyeri

terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketaui,

atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium. Nyeri biasanya

digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial

lengan kiri. Tangan yang menggengam dan diletakkan di atas sternum melukiskan pola angina

klasik. Akan tetapi banyak pasien tak pernah mengalami angina yang khasi; nyeri angina dapat

menyerupai nyeri karena gangguan pencernaan atau sakit gigi. Umumnya angina dipicu oleh

aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, seperti latihan fisik, dan hilang

13

dalam beberapa menit setelah istirahat atau pemberian nitrofliserin. Angina yang lebih jarang

yaitu angina Prinzmetal lebih sering terjadi pada waktu istirahat daripada waktu bekerja, dan

disebabkan oleh spasem setempat pada arteri epikardium. Mekanisme penyebab masih belum

jelas diketahui jelas. Penderita diabetes sering mengalami “iskemia tersembunyi” dan “infark

miokardium tersembunyi” akibat neuropati otonom.

Infark

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel

ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau

nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi

oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada

nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah

infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.

Perbaikan dearah iskemia dan pemulihan aliran darah koroner dapat tercapat dengan pemberian

obat trombolitik atau Primary Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty. Apabila terjadi

perbaikan daerah iskemia, maka nekrosis daerah iskemik meningkatkan ukuran infark.

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai

seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh

bagian dalam miokardium. Infark digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding

ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah

lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum. Infark

luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakn sesuai dengan lokasi infark yaitu,

anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding posterior ventrikel kanan juga ditemukan

14

pada sekitar sepermpat kasus infark dinding inferior ventrikel kiri. Pada keadaan ini harus

dipikirkan adanya infark biventrikular.

Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi

koroner. Infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens anterior arteri

koronaria sinistra. Untuk menanggulangi komplikasi yang berkatian dengan infark miokardium,

maka penting sekali untuk mengetahui letak infark dan anatomi koroner. Misalnya, infark

dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri koronaria kanan, dan dapat disertai

berbagai derajat blok jantung. Hal ini memang dapat diramalkan sebelumnya, karena nodus AV

mendapat suplai makanan dari pembuluh darah yang juga menyuplai dinding inferior ventrikel

kiri.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama

berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar

dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul

edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung

dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terbentuk jaringan parut.

Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan

yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas.

Infark miokardim jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan

daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya

kontraksi. Secara fungsonal infark miopkardium akan menyebabkan perubahan-perubahan

seeperti pada iskemia: 1. Daya kontraksi menurun. 2. Gerakan dinding abnormal, 3. Oerbahan

daya kembang dinding ventrikel, 4. Pengurangan stroke volume, 5. Pengurangan fraksi ejeksi, 6.

15

Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, dan 7. Peningkatan tekanan akhir

diastolik ventrikel kiri

Epidemiologi

Penyakit kardiovaskular menyebabkan 12 juta kematian setiap tahunnya di dunia. Infark miokard

menjadi masalah yang serius di negara industri dan akan menjadi masalah serius juga di

negara berkembang. Di Amerika Serikat, infark miokard adalah penyebab morbiditas dan

mortalitas terbanyak. Sekitar 1,3 juta kasus infark miokard non fatal dilaporkan setiap tahun,

angka insiden tahunan sekitar 600 kasus per 100.000 penduduk. Sekitar 500.000 – 700.000

kematian yang disebabkan penyakit jantung iskemik terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.

Sepertiga pasien yang mengalami STEMI meninggal dalam waktu 24 jam setelah onset iskemia

dan banyak pasien yang bertahan dari kematian mengalami morbiditas yang nyata. Kebanyakan

kematian pasien dengan penyakit arteri koroner disebabkan oleh disritmia ventrikular maligna.

Proporsi pasien dengan NSTEMI dibandingkan STEMI mengalami peningkatan. Di Indonesia,

berdasarkan laporan hasil riset kesehatan dasar RISKESDAS Indonesia tahun 2007 yang

diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 di Jakarta, bahwa 

prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2 %.  Proporsi angka kematian berdasarkan daerah

perkotaan dalam kelompok umur 45 – 54 tahun, penyakit jantung iskemik menduduki urutan

ketiga (8,7%) sebagai penyebab kematian.8,9

Differential Diagnosis

16

PERIKARDITIS AKUT

Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium

parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis,

jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik.

Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke bahu kiri dan

kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut

nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis

dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal. Keluhan

lainnya rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau efusi perikard.

Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi

banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. Elektrokardiografi

menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada

miokarditis akan ke bawah (inversi).

Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal

atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan : leukosit, ureum, kreatinin, enzim jantung,

mikrobiologis parasitologis, serologis, virologis, patologis, dan imunologis untuk mencari

penyebab peradangan dari sediaan darah, cairan perikard atau jaringan biopsi perikard.

Ekokardiografi diharapkan untuk :

1. Menunjukkan efusi perikard, perkiraan jumlah dan lokasinya.

2. Menilai kontraktilitas ventrikel kiri (akan terganggu bila ada miokarditis).

3. Membedakan perikarditis dengan infark jantung.

17

Semua penderita perikarditis akut harus dirawat untuk menilai/observasi timbulnya

tamponade (1 dalam 10 perikarditis akut) dan membedakannya dengan infark jantung akut.

Ekokardiogarfi diperlukan untuk mengira banyaknya efusi perikard.

OAINS (obat anti inflamasi nonsteroid) dipakai sebagai dasar pengobatan medika

mentosa (mengurangi rasa nyeri dan anti-inflamasi). Kortikosteroid (oral prednisolon 60

mg/hari) diperlukan bila sakitnya tidak teratasi dengan OAINS. Punksi perikard dilakukan

untuk tindakan diagnostik. Bila timbul tamponade, maka punksi perikard dilakukan sebagai

tindakan terapi. Perikarditis rekurens (non bakterial/virus yang dibuktikan dengan PCR)

dapat diobati dengan kolkisin 1-2 mg/hari.

GASTROESOPHANGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

Etiologi : . Infeksi bakteri H. pylori.

Gerakan retrograde berlebihan asam lambung atau sekret yang mengandungempedu dan

asam yang mengandung sekresi dari duodenum dan lambung

kekerongkongan adalah efektor etiologi GERD. Refluks sekresi ini untuk beberapaderajat

ke kerongkongan adalah lazim di Amerika Serikat. Dari sudut  pandang

terapi, menginformasikan pasien yang refluxate lambung terdiri tidak hanya dari asam tetapi

juga isi duodenum (misalnya, empedu, sekresi pankreas) adalah penting.

Sebuah masalah fungsional (transien sering relaksasi LES) atau mekanis (LEShipotensi)

dari LES adalah penyebab paling umum dari GERD. Relaksasi transienLES dapat

18

disebabkan oleh makanan (kopi, alkohol, coklat, makanan berlemak),obat (beta-agonis,  nitrat,

kalsium channel blocker, antikolinergik), hormon(misalnya, progesteron), dan nikotin.

Gejala klinis: Heart burn. Heart burn adalah sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heart

burn adalah gejala yang tersering.

   Regurgitasi. Regurgitasi adalah kondisi di mana material lambung terasa dipharing.

Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Kejadian ini dapatmenyebabkan komplikasi paru-paru.

Disfagia. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.

Gejala atipikal (ekstraesofagus) seperti batuk kronik dan kadang wheezing, suara serak,

pneumonia asmpirasi, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.Data yang ada

kejadian suara serak 14,8%, bronkhitis 14%, disfagia 13,5%, dispepsia10,6%, dan asma 9,3%.

Kadang-kadang gejala GERD tumpang tindih dengan gejala klinis dispepsia sehigga keluhan

GERD yang tipikal tidak mudah ditemukan. 

PNEUMOTHORAX

Pneumotoraks spontan dapat berupa primer (terjadi pada orang tanpa klinis atau

radiologis penyakit paru-paru terlihat) atau sekunder (di mana penyakit paru-paru hadir

dan jelas). Kebanyakan individu dengan pneumotoraks spontan primer(PSP) memiliki

penyakit paru-paru yang belum diakui; banyak pengamatan menunjukkan bahwa pneumotoraks

spontan sering hasil dari pecahnya lepuh subpleural.

Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma tembus atau tumpul di dada, dengan udara

19

yang masuk ruang pleura langsung melalui dinding dada, pleuravisceral melalui penetrasi, atau

melalui alveolar yang pecah akibat dari kompresiyang tiba-tiba dada.

Etiologi: Spontaneous pneumothorax disebabkan oleh pecahnya kista (cyst) atau kantong

kecil (bleb) pada permukaan paru. Pneumothorax mungkin juga terjadi setelah luka pada

dinding dada seperti tulang rusuk yang patah, luka yang menembus apa saja (tembakan

senapan atau tusukan), invasi operasi dari dada, atau yang diinduksi dengan bebas dalam rangka

untuk mengempiskan paru. Pneumothorax dapat juga berkembang sebagai akibat dari penyakit-

penyakit paru yang mendasarinya, termasuk cystic fibrosis, chronic obstructive pulmonary

disease (COPD), kanker paru, asma, dan infeksi-infeksi dari paru-paru.

Gejala klinis : gejala-gejala dari pneumothorax termasuk nyeri dada yang biasanya mempunyai

suatu pencetusan yang tiba-tiba. Nyerinya tajam dan mungkin menjurus pada perasaan-

perasaan sesak di dada. Napas yang pendek, denyut jantung yang cepat, napas yang cepat,

batuk, dan kelelahan adalah gejala-gejala lain dari pneumothorax. Kulit mungkin

mengembangkan suatu warna kebiruan (diistilahkancyanosis) disebabkan oleh pengurangan

dalam tingkat-tingkat oksigen darah.

EMBOLI PULMONAL

Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban,

sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai

akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan

darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian

jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau

20

orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak

mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru.

Etiologi : kebanyakan kasus oleh karena bekuan darah dari vena(trombosis vena

dalam) ,terutama vena di tungkai atau panggul. Yang lebih jarang: gelembung

udara,lemak,cairan ketuban. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat

atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu

posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan

tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan

kematian.

Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi (faktor

pendukungnya) sangat jelas,

yaitu: - pembedahan

- Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama

perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api)

- Stroke

- Serangan jantung

- Obesitas

- Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul

- Persalinan

- Trauma berat

- Luka bakar

21

Gejala klinis: Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan

sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan

adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau

menyerupai gejala penyakit lainnya:

- batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)

- sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang

melakukan aktivitas

- nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau

menusuk)

- nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk-

pernafasan cepat

- takikardia. 10

Penatalaksanaan

Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris :

o Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian meningkatkan kuantitas

hidup.

o Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan demikian

meningkatkan kualitas hidup.

22

Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah : meningkatkan pemberian oksigen (dengan

meningkatkan aliran darah koroner) dan menurunkan kebutuhan oksigen (dengan mengurangi

kerja jantung).

Medikamentosa

Antitrombolitik. Penggunaan untuk menghambat terjadinya obstruksi koroner selama fase awal

penyakit berdasarkan bukti klinis dan laboratoris bahwa  trombosis mempunyai peran penting

dalam patogenesis. 

    Beta-Blocker. Penggunaan memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan resiko terjadinya

aritmia ventrikel yang serius.

    Inhibitor ACE.  Pengobatan direkomendasikan untuk menurunkan mortalitas dan juga untuk

pencegahan gagal jantung dan infark miokar rekuren.

    Angiostensin receptor blockers (ARB). Pada pasien AMI dengan

komplikasi LV dysfunction atau gagal jantung klinis yang tak toleran dengan inhibitor ACE.

Tatalaksana umum

Tata laksana awal berupa pemberian MONA: morfin, oksigen, nitrit dan aspirin.

 1. Morphin. Obat ini mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan menurunkan preload.

Morfin diberian dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis

total 20 mg.

 2. Oksigen. Terapi diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Oksigen

sebaiknya di berikan dengan masker oksigen atau nasal prong

23

 3. Nitrat. Obat ini untung mananggulangi spasme arteri koroner dan menurunkan miokard akan

oksigen dengan menurunkan tekanan baik preload maupun afterload. Menyebabkan relaksasi

dari otot polos pembuluh darah melalui stimulasi dari prosuk cyclic guanosine monophosphate

intraseluler, mengakibatkan penurunan tekanan darah. Nitrat sublingual dapat di berikan dengan

aman dengan dosis 0,4 md dan dapat di berikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.

 4. Aspirin.  Menghambat sisitem cyclooxygenase, menurunkan level dari tromboxane A2, yang

merupakan aktifator platelet yang poten. Diberikan aspirin dengan dosis 160 atau 325 mg setiap

hari.

Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti iskhemia.

1. Penyekat Beta

Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan

oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di

arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan

timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain : atenolol, metoprolol, propranolol,

nadolol.

2. Nitrat dan Nitrit

Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom angina

pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan

kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume

ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah

terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai

24

nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12 jam. Obat golongan nitrat dan nitrit

adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.

3. Kalsium Antagonis

obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang akan

menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh

darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard

dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah

amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil.

 

1. Terapi Farmakologis untuk mencegah Infark miokard akut

Terapi antiplatelet, obatnya adalah aspirin diberikan pada penderita PJK baik

akut atau kronik kecuali ada kontra indikasi, maka penderita dapat diberikan

tiiclopidin atau clopidogrel.

Terapi Antitrombolitik, obatnya adalah heparin dan warfarin. Penggunaan

antitrombolitik dosis rendah akan menurunkan resiko terjadinya ischemia pada

penderita dengan factor resiko .

Terapi penurunan kolesterol, simvastatin akan menurunkan LDL ( low density

lipoprotein ) sehingga memperbaiki fungsi endotel pada daerah atheroskelerosis

maka aliran darah di arteria koronaria lebih baik.

Non – medikamentosa

1. Revaskularisasi Miokard

25

Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan ringan yang stabil.

Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap serius, keluhan nyeri dada menjadi lebih sering

dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila gejala tidak dapat dikontrol dengan terapi

farmakologis yang memadai, maka tindakan invasive perlu dikerjakan.

Revaskularisasi bedah (CABG ; coronary artery bypass surgery).

Ada 2 indikasi utama CABG yaitu prognostik dan simptomatik

- pembedahan (CABG) pada beberapa keadaan seperti stenosis signifikan pada arteri koroner

kiri, stenosis signifikan pada proksimal dari 3 arteri koroner,

- stenosis yang signifikan pada 2 arteri koroner utama, termasuk stenosis proksimal pada LAD

memberikan prognosis yang lebih baik dibanding terapi medikal.

- Percutaneus coronary intervention (PCI)

- Angioplasti dengan atau tanpa “stenting” dan CABG dapat mengurangi angina.

Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung

antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan

naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan

menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan

kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah. Pengontrolan gula darah.

Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius.11,12,13

Komplikasi

1.Disfungsi Ventrikular

26

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan ketebalan

pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular

dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan

atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut,

hasil ini berasal dari ekspansi infark al; slippage serat otot disrupsi sel miokard normal dan

hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen

noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark.

Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,

dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan

hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.

Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE

dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal

jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

2. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di Rumah Sakit

pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang

tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada

pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

3. Edema Paru Akut

Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan miokard

infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru. Seiring

27

dengan semakin parahnya gagal bentrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh paru

meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam jaringan

intersitium da rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi paru juga

meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenannya peningkatan beban kerja bagi sisi kanan

jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya menyebabkan sisi kanan

jantung akan mengalami kegagalan.

4. Fibrilasi atrium

Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat yang

membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan ventrium berkontraksi

lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal.

Irama abnormal ini dapat terjadi secara sporadis atau menetap. Selama fibrilasi atau

berdebar, kontraksi atrium begitu cepat sehingga dinding atrium hanya bergetar, sehingga darah

tidak dipompa secra efektif ke ventrium. Pada fibrilasi, irama atrium tidak beraturan sehingga

irama ventrium juga tidak beraturan, dalam debar, irama atrium dan ventrium biasanya teratur.

Untuk kedua hal di atas, detak ventrium lebih lambat daripada atrium karena nodus

atrioventrikular dan simpul His tidak dapat mengatur impuls elektrik seperti kecepatan rata-rata

dan hanya beberapa detik hingga empat detik impuls berlangsung. Sedangkan detak ventrium

terlalu cepat untuk terisi secara penuh. Sehingga jumlah darah yang dipompa keluar ke jantung

tidak memadai, tekanan darah jatuh dan gagal jantung bisa terjadi.7

Prognosis

28

Pada 25 % episode infark miokard akut, kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit

setelah serangan. Risiko kematian tergantung pada banyak faktor, termasuk usia penderita,

riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya, adanya penyakit lain-lain dan luasnya infark.

Mortalitas serangan akut naik dengan meningkatnya umur. Kematian kira-kira 10-20% pada usia

di bawah 50 tahun dan 20% pada usia lanjut.

 Akute Miocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan jantung

dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan

sehingga berakibat adanya gangguan pada organ-organ tubuh.

Pencegahan

Cara terbaik untuk mencegah terjadinya angina adalah merubah faktor-faktor resiko:

• Berhenti merokok

• Mengurangi berat badan

• Mengendalikan tekanan darah, diabetes dan kolesterol.

 Peran diet dan olahraga dalam pencegahan penyakit kardiovaskular aterosklerotik telah

mapan. Pendidikan penduduk umum mengenai kebiasaan makan sehat dan olahraga teratur akan

mengurangi prevalensi beberapa faktor risiko penyakit jantung koroner. Untuk pasien dengan

faktor risiko refrakter terhadap intervensi gaya hidup, pendidikan dapat

meningkatkan kepatuhan dengan terapi yang diresepkan. 14

29

Daftar pustaka

1. Pendahuluan/latar belakang,19 september 2011, diunduh dari:

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/

jantung-dan-pembuluh-darah-cardiovaskular/2010/11/15/sindrom-koroner-akut-

definisi-patogenesis/

2. Anamnesis pasien, 19 september 2011, diunduh dari:

http://srigalajantan.wordpress.com/2011/03/27/askep-angina-pektoris/ .

3. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2006.h.1615-

24.

4. Pemeriksaan, 20 september 201,diunduh dari:

http://fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=DIAGNOSIS+DAN+TERAPI+AKUT+MIOKARD+INFARK+DENGAN+ST+ELEVASI

30

5. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2006.h.1615-

24.

6. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevatiin myocardial infarction:pathology,

pathophysiology and clinical features. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes

DP. Braunwald’s heart disease textbook of cardiovascular medicine. 8th Ed.

Volume 2. Philadelphia: Saunders Elsevier.,2008.h.1216-22.

7. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2006.h.1615-

24.

.

8. Etiologi,epidemiologi, 19 september 2011,diunduh dari:

http://www.scribd.com/doc/51633102/STEMI-case-2-new-1

9. A. Price Slvya, M. Wilson Lorraine. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses

penyakit. Edisi 6 Vol -1. Jakarta .Tahun 2006. Hal 576-591

10. Differential-diagnosis,22 september 2011,diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/150215-differential .

11. FKUI , Farmakologi dan Terapi.Edisi – 5. Balai penerbit FKUI .Jakarta . Tahun

2007 .Hal 367-372

12. Tatalaksana umum , 25 september 2011, diunduh dari :

http://fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=DIAGNOSIS+DAN+TERAPI+AKUT+MIOKARD+INFARK+DENGAN+ST+ELEVASI

13. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

31

Edisi ke-4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2006.h.1744-

1745

14. Treatmeant , surgical care and education, 21 september2011, diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/150215-treatment

32