lp GGK

17
KONSEP TEORITIS GGK A. ANATOMI FISIOLOGIS B. KONSEP TEORITIS PENYAKIT 1. DEFINISI Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal ( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2. hal. 1443. Jakarta: EGC). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ERSD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana, kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2. hal. 1448. Jakarta: EGC). Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yanng bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit (Suyono RF, hal. 21. 2001). Kesimpulan: Gagl ginjal kronis merupakan suatu sindrom klinis yang bersifat menahun, progresif dan irreversible yang

Transcript of lp GGK

Page 1: lp GGK

KONSEP TEORITIS GGK

A. ANATOMI FISIOLOGIS

B. KONSEP TEORITIS PENYAKIT

1. DEFINISI

Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum

dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal ( Brunner & Suddarth. 2001. Buku

Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2. hal. 1443. Jakarta: EGC).

Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ERSD) adalah gangguan

fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana, kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah) ( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2.

hal. 1448. Jakarta: EGC).

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan

fungsi ginjal yanng bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini

terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit (Suyono RF, hal. 21. 2001).

Kesimpulan:

Gagl ginjal kronis merupakan suatu sindrom klinis yang bersifat menahun,

progresif dan irreversible yang disebabkan oleh penurunan filtrasi glomerulus kurang

dari 50ml/menit yang akan mengakibatkan terjadinya uremia.

2. ETIOLOGI

1) DM

2) Glomerulonefritis kronis

3) Pielonefritis

4) Hipertensi yang tidak dapat dikontrol

5) Obstruksi traktus urinarius

6) Penyakit ginjal polikistik

7) Gangguan vaskuler

Page 2: lp GGK

8) Infeksi

9) Medikasi

10) Agens toksik (timah, kadmium, merkuri dan kromium)

( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2.

hal. 1448. Jakarta: EGC)

3. PATOFISIOLOGIS

Penurunan GFR

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk

pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin

akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan

meningkat.

Gangguan klirens renal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah

glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah

yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)

Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan

urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon ginjal yang sesuai

terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Terjadi

penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung

kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin-

angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain

memiliki kecenderungan kehilangan garam yang akan mencetuskan resiko hipotensi

dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium

yang semakin memperburuk status uremik. Dengan semakin berkembangnya

penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat

ketidak mampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH3-) dan mengabsorbsi

Page 3: lp GGK

natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga

terjadi.

Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk

terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI. Eritropoetin

merupakan suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum

tulang untuk memproduksi sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin

menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan napas sesak.

Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal

balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR,

maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar

kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun

dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi

parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada

tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vit. D (1,25-

dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat diginjal menurun seiring dengan

berkembangnya gagal ginjal.

Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.

( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2.

hal. 1448-1449. Jakarta: EGC)

4. MANISFESTASI KLINIS

Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi

uremia, maka pasien akan memperlihatkan tanda dan gejala. Keparahan tanda dan

gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang

mendasari dan usia pasien.

1) Manifestasi kardio faskuler

Page 4: lp GGK

Hipertensi

Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)

Edema periorbital

Friction rub pericardial

Pembesaran vena leher

2) Manifestasi integumen

Warna kulit abu-abu mengkilat

Kulit kering bersisik

Pruritus

Ekimosis

Kuku tipis dan rapuh

Rambut tipis dan kasar

3) Manifestasi pulmoner

Krekels

Sputum kental dan liat

Napas dangkal

Napas kussmaul

4) Manifestasi gastrointestinal

Napas berbau amonia

Ulserasi dan perdarahan mulut

Anoreksia, mual, muntah

Konstipasi dan diare

Perdarahan saluran GI

5) Manifestasi neurologi

Kelemahan dan keletihan

Konfusi

Disorientasi

Kejang

Kelemahan pada tungkai

Rasa panas pada telapak kaki

Perubahan perilaku

Page 5: lp GGK

6) Manifestasi muskuloskeletal

Kram otot

Kekuatan otot hilang

Fraktur tulang

Foot drop

7) Manifestasi reproduktif

Amenore

Atrofi testikuler

( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah.

Vol.2. hal. 1450. Jakarta: EGC)

5. KOMPLIKASI

1. Hiperkalemia

2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung

3. Hipertensi

4. Anemia

5. Penyakit tulang

( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah.

Vol.2. hal. 1449. Jakarta: EGC)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Urin

- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)

- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,

lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,

Hb, mioglobin, porfirin

- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat

- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular

dan rasio urin/serum sering 1:1

Page 6: lp GGK

- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun

- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi

natrium

- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan

glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

b. Darah

- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir

- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl

- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin

- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2

- Natrium serum : rendah

- Kalium: meningkat

- Magnesium;

- Meningkat

- Kalsium ; menurun

- Protein (albumin) : menurun

c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg

d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi

pada saluran perkemihan bagian atas

f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,

hematuria dan pengangkatan tumor selektif

g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskular, masa.

h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

7. PENATALAKSANAAN (Arif Mansjoer, hal 534)

1) Keperawatan

Page 7: lp GGK

a. Mengutamakan keselamatan pasien dengan selalu memasang sampiran

tempat tidur agar pasien tidak terjatuh.

b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya

diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat

edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan,

urine serta pencatatan keseimbangan cairan.

c. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendaah Protein). Diet rendah protein (20-240

gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari

uremia serta menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari

kalium dan garam.

d. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,

keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada

tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi.

e. Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah

hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari

pemasukan kalium yang banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat

kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat

ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan

garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam

kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.

2) Medis

a. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol

dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800

mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada saat fase nyemil.

b. Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien

imunosupresif dan diterapi lebih ketat.

c. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak obat-obatan yang harus

diturunkan dosisnya karena metabolismenya toksik dan dikeluarkan oleh

ginjal.

Page 8: lp GGK

d. Deteksi dini dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan

ensefalopati uremia, perkarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang

meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa,

kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.

e. Persiapkan dialisis dan program transplantasi. Segera disiapkan setelah

GGK di deteksi. Indikasi dilakuakan dialisis biasanyanya gagal ginjal

dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif,

atau terjadi komplikasi.

(Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Auhan Keperawatan Medikal Bedah

dan Penyakit Dalam. Hal. 35-36. Yogyakarta: Nuha Medika).

8. PENCEGAHAN

1) Kurangi makanan yang manis jika sudah terdeteksi menderita DM agar tidak

berakhir pada GGK.

2) Ubah gaya hidup dengan berolahraga 30 menit/hari.

9. WOC

Terlampir

Page 9: lp GGK

- fatigue- nyeri sendi

retensi Na

total CES naik

tek. kapiler naik

vol. interstisial naik

edema(kelebihan volume cairan)

preload naik

beban jantung naik

hipertrofi ventrikel kiri

sekresi protein terganggu

sindrom uremia

perpospatemia

pruritis

gang.integritas kulit

gang. keseimbangan asam - basa

prod. asam naik

as. lambung naik

resiko gangguan nutrisi

nausea, vomitus

iritasi lambung

infeksi perdarahan

gastritis

mual, muntah-ematemesis- melena

anemia

sekresi eritropoitis turun

suplai nutrisi dalam darah turunresikogangguan nutrisi

oksihemoglobin turun

suplai O2 kasar turun

gangguanperfusi jaringan intoleransi aktivitas

payah jantung kiri bendungan atrium kiri naik

tek. vena pulmonalis

kapiler paru naik

edema paru

gang. pertukaran gas

aliran darah ginjal turun

RAA turun

retensi Na & H2O naik

kelebihan vol. cairan

suplai O2 jaringan turun

metab. anaerob

timb. as. laktat naik

intoleransi aktivitas

suplai O2 ke otak turun

syncope(kehilangan kesadaran)

GFR turun

GGK

infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran kemih

reaksi antigen antibodi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan kasar iritasi / cidera jaringan

suplai darah ginjal turun hematuria

anemia

menekan saraf perifer

nyeri pinggang

urokrom tertimbun di kulit

perubahan warna kulit

produksi Hb turun

COP turun

Page 10: lp GGK

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GGK

A. PENGKAJIAN

1. PENGUMPULAN DATA

a. Identitas pasien dan penanggung

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama masuk rumah sakit

2) Keluhan utama saat pengkajian

3) Riwayat penyakit sekarang

4) Riwayat penyakit sebelumnya

5) Riwayat penyakit keluarga

c. Pola Kebiasaan (14 Kebutuhan Virginia Henderson)

d. Pemeriksaan Fisik

e. Pemeriksaan Penunjang

a. Urin

- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)

- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,

bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan

adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin

- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat

- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular

dan rasio urin/serum sering 1:1

- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun

- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi

natrium

- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan

kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

b. Darah

Page 11: lp GGK

- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir

- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl

- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin

- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2

- Natrium serum : rendah

- Kalium: meningkat

- Magnesium;

- Meningkat

- Kalsium ; menurun

- Protein (albumin) : menurun

i. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg

j. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

k. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi

pada saluran perkemihan bagian atas

l. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,

hematuria dan pengangkatan tumor selektif

m.Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskular, masa.

n. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

2. DATA FOKUS

(DS & DO)

3. ANALISA DATA

(DS, DO, masalah)

4. RUMUAN MASALAH KEPERAWATAN

(hanya masalah keprawatan saja yang ditulis)

5. ANALISA MASALAH

(PES, proses terjadi dan akibat jika tidak ditanggulangi)

Page 12: lp GGK

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang

muncul pada pasien CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

3. Perubahan nutrisi

4. Perubahan pola nafas

5. Gangguan perfusi jaringan

6. Intoleransi aktivitas

7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis

8. resti terjadinya infeksi

(Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Auhan Keperawatan Medikal Bedah

dan Penyakit Dalam. Hal.40. Yogyakarta: Nuha Medika).

C. INTERVENSI

Terlampir

D. IMPLEMENTASI

Merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan

berbagai strategi keperawatan( tindakan keperawatan) yang telah direncanaan dalam

rencana tindakan keperawatan (Azis Alimul, 2009).

E. EVALUASI

1. Penurunan curah jantung teratasi

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi

3. Perubahan nutrisi teratasi

4. Perubahan pola nafas teratasi

5. Gangguan perfusi jaringan teratasi

Page 13: lp GGK

6. Intoleransi aktivitas teratasi

7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis teratasi

8. resti terjadinya infeksi dapat dihindari atau diminimalkan

(Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Auhan Keperawatan Medikal Bedah

dan Penyakit Dalam. Hal. 35-36. Yogyakarta: Nuha Medika).