Farter Dislipid Dan Ggk

38
TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOTERAPI 2 DISLIPIDEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIS DISUSUN OLEH KURNIA PUSPA HARLEYNDA G1F011015 NUFI ATTOBIBAH G1F011045 INTAN DIAH PERTIWI G1F011069 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO

description

farmasi

Transcript of Farter Dislipid Dan Ggk

Page 1: Farter Dislipid Dan Ggk

TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOTERAPI 2

DISLIPIDEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIS

DISUSUN OLEH

KURNIA PUSPA HARLEYNDA G1F011015

NUFI ATTOBIBAH G1F011045

INTAN DIAH PERTIWI G1F011069

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2014

Page 2: Farter Dislipid Dan Ggk

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau

penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar

kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita,

2004) . Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah

atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Hartono,

2000).

Banyak penelitian hingga saat ini menemukan bahwa prevalensi dislipidemia sebagai

penyebab morbiditas, mortalitas, dan biaya pengobatan yang tinggi. World Health Organization

memperkirakan dislipidemia berhubungan dengan kasus penyakit jantung iskemik secara luas,

serta menyebabkan 4 juta kematian per tahun. Survei MONICA (Monitoring Trends and

Determinant in Cardiovascular Disease Survey) yang dilakukan pada populasi usia 25-64 tahun

di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan adanya peningkatan dislipidemia dari 13,4% menjadi

16,4%. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah dislipidemia seringkali tidak disertai

gejala sehingga masyarakat kurang waspada akan bahayanya (Anonim,2012).

Penderita dengan penyakit ginjal kronis cenderung mengalami progresivitas seiring

dengan perjalanan waktu, hal ini dapat terjadi oleh karena kelainan pada struktur ginjal yang

makin memburuk dengan makin melanjutnya kerusakan ginjal yang akhirnya menjadi Gagal

Ginjal Kronis (GGK). Fungsi ginjal sangat dipengaruhi oleh adanya berbagai faktor resiko yang

disertai penyakit dasar seperti penyakit Diabetes Melitus, hipertensi, merokok dan dislipidemia.

(K/DOQI, 2002). Dislipidemia yang utama pada penderita gagal ginjal kronis adalah

meningkatnya kadar trigliserida (hipertrigliserida). Kurang lebih dari 30% penderita mengalami

hipertrigliserida yang merupakan salah satu ciri yang menonjol pada gagal ginjal kronis, hal

tersebut disebabkan oleh karena kurang berfungsinya Lipoprotein Lipase (LPL) dan Hepatik

Trigliserid Lipase (HTGL) Banyaknya kasus yang mengalami hipertrigliserida sangat bervariasi

diantara penderita yang dilaporkan, terutarna pada penderita-penderita dialisis, dirnana

hipertrigliserida ditemukan pada 30% - 70%. Kadar kolesterol total dan LDL dalam batas normal

Page 3: Farter Dislipid Dan Ggk

dan kadar HDL menurun, sedangkan Cohen dan Lindall menemukan adanya peningkatan

kolesterol dan lipida total (hiperlipidemia). Profil lipida penderita gagal ginjal kronis sangat

dipengaruhi oleh pola makan yang dapat diukur dengan indeks masa tubuh (Mohan,1996).

Terjadinya dislipidemia pada penderita GGK merupakan salah satu faktor resiko untuk

terjadinya penyakit kardiovaskular dan merupakan penyebab utama kematian dimana

insidensnya bervariasi kurang lebih 50% pada penderita yang telah lama menjalani terapi

hemodialisis.

Page 4: Farter Dislipid Dan Ggk

BAB II

PATOFISIOLOGI

Spektrum dislipidemia pada pasien dengan CKD (cronic kidney disease) dan dialisis

berbeda dari populasi umum. Kejadian ini melibatkan semua kelas lipoprotein dan menunjukkan

variasi yang cukup besar tergantung pada tahap CKD. Tampaknya ada sebuah perubahan

bertahap ke profil lipid uremik sebagai akibat memburuknya fungsi ginjal, yang kemudian

perubahan oleh penyakit bersamaan seperti diabetes dan sindrom nefrotik. Terlepas dari

perbedaan kuantitatif, perubahan besar secara kualitatif dalam lipoprotein dapat diamati, seperti

oksidasi dan modifikasi LDL, yang membuat partikel-partikel yang lebih aterogenik.

Pada CKD, etiologi dislipidemia dapat tercermin lebih akurat dalam profil

apolipoprotein. Tingkat apoA-I dan apoA - II sering berkurang, menghasilkan penurunan

produksi HDL-C. Selain itu, ApoC-III berfungsi untuk metabolisme LDL-C dan very low-

density lipoprotein kolesterol (VLDL-C) berada dalam kadar tinggi. Akumulasi apoB

mengandung partikel VLDL juga penting dalam pengembangan dan pemeliharaan dislipidemia

di CKD (Attman, 1998). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan katabolisme dan

pembersihan trigliserida kaya apoB mengandung lipoprotein meliputi: 1) mengurangi aktivitas

lipolitik enzim; 2) kelainan komposisi lipoprotein dalam mencegah mengikat reseptor yang

sesuai; dan 3) penurunan penyerapan lipoprotein dari sirkulasi (Attman, 2003). Pengikatan dan

penyerapan lipoprotein dapat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah stres oksidan yang terlihat di

CKD sehingga modifikasi oksidatif dari lipoprotein menyebabkan penurunan serapan oleh tepat

reseptor dan aterosklerosis berikutnya (Quaschning, 2001). Singkatnya ,beberapa faktor

mengganggu penyerapan triglyceride kaya apoB mengandung lipoprotein oleh hati dan perifer,

menghasilkan peningkatan sirkulasi lipoprotein aterogenik (Attman, 1993).

Pasien dengan CKD memiliki ukuran partikel dan komposisi yang berbeda daripada

mereka yang tidak menderita CKD. Secara umum, terjadi peningkatan kadar trigliserida (TG)

pada pasien dengan CKD, yang meliputi ApoB kaya TG mengandung VLDL dan intermediate-

density lipoprotein (IDL) karena terjadi pengurangan aktivitas lipoprotein lipase. Selain itu,

pasien dengan CKD memiliki perbedaan ukuran partikel LDL-C dan kadar oxLDL yang lebih

tinggi. OxLDL merupakan LDL yang teroksidasi akibat terpapar oleh oksigen reaktif. Selain itu,

Page 5: Farter Dislipid Dan Ggk

sebagian besar pasien hemodialisis (HD) memiliki kadar TG serum yang tinggi dan kadar high-

density lipoprotein (HDL) yang rendah meskipun kadar kolesterol total dan LDL normal. Pasien

CKD dan pasien yang menjalani HD juga memiliki kelainan pada apoprotein yakni adanya

peningkatan kadar apoB, apoE dan ApoC-III serta penurunan kadar ApoA-I dan ApoA-II

(Omran, 20130.

Di antara pasien dialisis, mereka yang menjalani dialisis peritoneal (PD) memiliki

kelainan lebih pada profil lipid dibandingkan mereka yang diobati dengan HD. Pasien dengan

PD menunjukkan faktor risiko dislipidemia lebih tinggi termasuk peningkatan LDL-C, TG,

lipoprotein (a), atauHDL rendah. Kolesterol HDL rendah (HDL-C) dan tingginya lipoprotein

yang mengandung apoB dikaitkan dengan peningkatan aktivitas protein mentransfer kolesterol

ester ditemukan pada pasien ini. Banyak etiologi potensial terjadinya peningkatan atherogenisitas

dari LDL pada pasien dengan stadium 5 CKD telah diusulkan, seperti afinitas menurun untuk

reseptor LDL dengan peningkatan serapan oleh reseptor scavenger, peningkatan terjadinya

oksidasi LDL, peningkatan filtrasi oleh endotelium karena ukuran LDL yang lebihdan afinitas

yang lebih besar untuk mengikat arteri proteoglikan dinding (Omran, 2013)

Hipertrigliseridemia

Trigliserida plasma mulai meningkat dalam stadium awal CKD dan menunjukkan

konsentrasi tertinggi pada sindrom nefrotik dan pada pasien yang menjalani dialisis, terutama

dialisis peritoneal (PD). Trigliserida plasma sebagian besar ditemukan dalam dua jenis

lipoprotein pada individu normal yaitu kilomikron yang produksi dalam usus untuk

pengangkutan asam lemak dalam makanan dan VLDL yang diproduksi dalam hati untuk

pengangkutan asam lemak endogen. Akumulasi trigliserida merupakan suatu akibat baik dari

tingkat produksi trigliserida yang tinggi dan tingkat katabolik yang rendah. Peningkatan produksi

lipoprotein kaya trigliserida adalah akibat dari gangguan toleransi karbohidrat dan meningkatkan

sintesis VLDL hati. Menurunnya tingkat katabolik kemungkinan disebabkan oleh penurunan

aktivitas dua lipase endotelium terkait , yaitu LPL dan lipase trigliserida hati yang memiliki

fungsi fisiologis utama yaitu membelah trigliserida menjadi FFA untuk produksi energi atau

penyimpanan. Penyebab penurunan aktifitas lipase dalam uremia diperkirakan terjadi karena

menipisnya persediaan enzim yang disebabkan oleh sering heparinisasi pada pasien yang

menjalani hemodialisis (HD), peningkatan rasio apoC-III/apoC-II dalam plasma, dan adanya

Page 6: Farter Dislipid Dan Ggk

inhibitor lipase lainnya dalam plasma. ApoC-II adalah aktivator dari LPL, sedangkan ApoC-III

adalah inhibitor dari lipoprotein lipase (LPL). Peningkatan rasio apoC-III/apoC-II biasanya

karena peningkatan APOC-III dalam plasma yang tidak proporsional. Gangguan aktivitas lipase

di uremik plasma juga dapat disebabkan oleh penurunan sintesis LPL sebagai akibat dari

hiperparatiroidisme sekunder atau penekanan kadar insulin (Bonnie, 2007). Proses katabolisme

yang tidak lengkap merupakan hasil dari akumulasi sisa partikel (sisa-sisa chylomicron dan IDL)

yang berkontribusi terhadap heterogenitas lipoprotein kaya trigliserida dalam plasma dengan

tempat asal, ukuran, komposisi, dan derajat atherogenicity yang berbeda (Bonnie, 2007).

High-Density Lipoprotein (HDL)

Pasien dengan CKD umumnya mengalami penurunan konsentrasi kolesterol HDL

plasma dibandingkan dengan individu nonuremic. Selain itu, distribusi subfraksi HDL berbeda.

karena kadar apo-AI rendah dan penurunan aktivitas LCAT, esterifikasi kolesterol bebas dan

perubahan HDL3 menjadi HDL2 berkurang pada uremia. Penurunan kemampuan HDL untuk

membawa kolesterol menyebabkan adanya penurunan transportasi kolesterol terbalik dari sel-sel

perifer ke hati, sehingga membebani pembuluh darah dengan kolesterol dan mengakibatkan

aterosklerosis (Bonnie, 2007).

Komponen penting lainnya dari HDL adalah paraoxonase, enzim yang menghambat

oksidasi LDL. aktivitas paraoxonase plasma akan berkurang pada pasien dengan CKD, sehingga

mengakibatkan LDL dan mungkin juga HDL mengalami oksidasi. Selain itu, infeksi terkait atau

uremia terkait inflamasi mungkin akan mengubah HDL dari bentuk antioksidan menjadi partikel

pro-oksidan (Bonnie, 2007).

Low-Density Lipoprotein (LDL)

Tinggnya konsentrasi kolesterol LDL plasma adalah umum terjadi pada sindrom nefrotik

tapi bukan merupakan ciri khas dari pasien dengan CKD, terutama pasien yang menjalani HD.

Namun demikian, terjadi perubahan kualitatif LDL pada pasien dengan CKD dan pasien dialisis.

Proporsi sdLDL dan IDL yang dianggap sangat aterogenik, meningkat. sdLDL adalah subtipe

dari LDL yang memiliki kecenderungan tinggi untuk berpenetrasi ke dinding pembuluh darah,

menjadi teroksidasi, dan memicu terjadinya proses aterosklerosis. IDL adalah metabolit

menengah VLDL yang biasanya lebih terdegradasi ke LDL dengan pembelahan trigliserida oleh

Page 7: Farter Dislipid Dan Ggk

lipase (lihat bagian Hipertrigliseridemia). Karena penurunan aktivitas enzim lipase trigliserida

hati pada pasien HD mengakibatkan terganggunya perubahan IDL menjadi LDL dan IDL

terakumulasi dalam plasma. IDL dan sdLDL memiliki afinitas tinggi untuk makrofag, yang

berfungsi untuk menghantarkan makrofag masuk ke dinding pembuluh darah untuk ikut serta

dalam pembentukan sel busa dan plak aterosklerotik. kadar apoB plasma, yang merupakan

apolipoprotein utama dari LDL dan IDL, yang sangat berkorelasi dengan tingkat lipoprotein ini

(Bonnie, 2007).

(Bonnie, 2007)

Page 8: Farter Dislipid Dan Ggk

BAB III

PENATALAKSANAAN TERAPI

1. Penatalaksanaan non farmakologik

Meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain seperti

berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan mengurangi asupan

alkohol. Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan kadar

trigliseridaa dan meningkatkan kadar HDL kolesterol serta sedikit menurunkan kadar

LDL kolesterol.

a. Terapi Nutrisi Medis

Selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan dislipidemi, oleh karena itu

disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan

jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol

total yang tinggi dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh dan meningkatkan

asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda ( mono unsaturated fatty acid =

MUFA dan poly unsaturated fatty acid = PUFA). Pada pasien dengan kadar trigliserida

yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alkohol dan lemak.

b. Aktivitas fisik

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar

HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas dan

Page 9: Farter Dislipid Dan Ggk

meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan

berat badan. Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :

Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit.

Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung

selama 20-30 menit.

Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama 5-10 menit.

Frekuensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan seperti diutarakan

diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap

aerobik. Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kondisi dan kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terus-menerus (Anwar,

2004).

Guidline Terapi

c

Page 10: Farter Dislipid Dan Ggk
Page 11: Farter Dislipid Dan Ggk

(Levin, 2008)

Terapi nonfarmakologi

(Kasiske, et al., 2003)

Page 12: Farter Dislipid Dan Ggk

2. Terapi Farmakologi

Agen-agen farmakologi yang digunakan untuk terapi hipertkolesterolemia meliputi statin,

inhibitor transporter reuptake kolesterol, sequestrabts asam empedu, niasin, fibrat dan minyak

ikan omega-3 (Toth, 2010). Meskipun setiap golongan obat memiliki mekanisme aksi yang

berbeda, namun secara umum obat-obatan tersebut dapat menunjukkan efeknya terhadap nilai

LDL. Guidline terapi mengindikasikan untu populasi secara umum, terapi LDL sebagai target

dapat diberikan baik secara monoterapi maupun kombinasi (Anonim, 2002).

. HMG-CoA Reduktase Inhibitor (Statins)

Telah diketahui bahwa obat-obatan statin merupakan obat-obatan hiperlipidemik yang

secara umum paling banyak diresepkan dan banyak penelitian yang dilakukan dengan jumlah

besar, secara acak dan bersifat prospektif menunjukkan bahwa penggunaannya berhubungan

dengan penurunan kejadian penyakit karsiovaskular (Baigent, 2005). Sebagai satu kelompok,

obat-obatan ini adalah yang paling mudah bertoleransi dan paling efektif untuk menurunkan

kadar LDL oleh karena itu, statin paling banyak digunakan untuk menurunkan kadar lemak

dalam darah. Statin merupakan dasar utama dalam terapi hiperkolesterolemia dengan bukti

menunjukkan adanya penurunan kejadian CHD dan penyebab seluruh kematian. Derajat

penurunan resiko sebanding (directly proportional) dengan penurunan kadar LDL-C (Ridker,

2001).

Obat-obat golongan HMG-CoA reductase inhibitor (statins) terdiri dari lovastatin

(Mevacor), pravastatin, Simvastatin (Zocor), fluvastatin (Lescol), atorvastatin (Lipitor),

rosuvastatin dan Cerivastatin (Baycol). Lovastatin, simvastatin, dan pravastatin berasal dari

jamur . Fluvastatin, atorvastatin, dan cerivastatin terbuat dari bahan sintetik. Lovastatin dan

simvastatin merupakan lactone yang tidak aktif dan mereka harus dihidrolisis untuk mendapat

bentuk hydroxyacids yang mempunyai kemampuan farmakologik. Dengan demikian

lovastatin dan simvastatin dapat dipertimbangkan sebagai obat awal. Hidolisis dari bentuk

lactone yang tidak aktif terjadi dalam sel hepatosit. Pravastatin, fluvastatin, atorvastatin, dan

cerivastatin ada dalam bentuk aktif.

Page 13: Farter Dislipid Dan Ggk

Mekanisme kerja dan metabolisme obat

Penghambat HMG-KoA reduktase bekerja dengan jalan menghambat 3-hydroxy-3

methylglutaryl koenzim A yaitu enzim yang mengontrol sintesakolesterol. Hal ini disebabkan

adanya serangkaian proses yang pada akhirnya mengakibatkan peningkatan kualitas reseptor

LDL pada sel-sel hepatosit sehingga mempercepat pembersihan LDL dari dalam plasma.

Selain terjadi peningkatan pembersihan LDL dari dalam darah dengan adanya peningkatan

jumlah reseptor, perlu diketahui statin juga mengurangi produksi dan mengubah pembersihan

LDL oleh sel-sel hepar. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan dari kadar trigliserida

yang dapat dinilai yaitu apabila obat ini digunakan.

Masing-masing obat mempunyai dua bagian yang berfungsi terstruktur yaitu :

Salah satu dari obat berfungsi meniru struktur koenzim A dan enzim HMG-KoA

reduktase.

Bagian yang lain menyerupai struktur dari produk yang masih belum jadi misalnya

hydroxymethyl glutarat dan diubah menjadi mevalonat.

Akibat yang penting dari pengghambatan biosintesis kolesterol dalam sel-sel hepatosit

adalah pengurangan jumlah cadangan kolesterol. Mekanisme homeostasis dalam sel-sel

hepatosit akan meningkatkan kualitas kerja dari reseptor LDL di membran sel, dan LDL

dibersihkan dari sirkulasi lebih cepat. Penyerapan saluran pencernaan terhadap obat-obatan ini

bervariasi dari 31% (lovastatin) sampai lebih dari 90% (fluvastatin). Semua golongan statin

diutamakan bekerja di hepar. Obat-obatan ini berikatan dengan protein plasma cukup kuat

(>95%) kecuali pravastatin, dimana hanya berikatan dengan protein plasma di bawah 50%.

Efek Terhadap Lemak

Statin adalah golongan yang paling efektif yang tersedia untuk menurunkan atau

mengurangi kadar LDL dalam darah. Sebagai tambahan mereka tidak mempunyai efek yang

cukup kuat untuk meningkatkan kadar HDL sebaik mereka menurunkan kadar trigliserida

seperti yang dilaporkan pada pasien dengan hipertrigliseremia. Ketika diberikan dalam dosis

tunggal sehari-hari, statin (kecuali atorvastatin) menghasilkan penurunan LDL yang lebih

besar jika diberikan pada sore hari. Kemampuan atorvastatin tidak dipengaruhi waktu

Page 14: Farter Dislipid Dan Ggk

pemberian pada pemberian dosis hariannya. Beberapa obat dengan pemberian dosis

maksimum menghasilkan perbedaan dalam memberikan efek terhadap jumlah penurunan

LDL. Dosis maksimum dari atorvastatin (80mg/hr) terbukti memberikan penurunan LDL

sampai 58% pada penderita hiperkolesterolemia. Hal ini lebih besar daripada penurunan LDL

dengan dosis maksimum dari golongan statin yang lain. Peningkatan dari penurunan LDL

oleh atorvastatin dimungkinkan oleh karena waktu paruhnya yang lebih panjang.

Meskipun semua kelompok obat-obatan statin dihasilkan untuk menurunkan kadar LDL

yang meningkat, atorvastatin, pravastatin, dan simvastatin juga dihasilkan untuk menurunkan

kadar trigliserida pada orang dengan peningkatan trigliserida atau LDL yang bersamaan.

Golongan statin tidak dipakai untuk penurunan trigliserida jika dimana LDLnya normal.

Fluvastatin pada dosis maksimum 40 mg menghasilkan penurunan LDL yang bertahap (32%.

Cerivastatin dan pravastatin pada dosis maksimum dapat menurunkan LDL rata-rata sampai

28%.

Pada pemilihan golongan statin, harus diketahui bahwa tidak selalu penting untuk

mendapatkan penurunan LDL yang maksimal dari kemampuan yang dapat diturunkan oleh

obat. Tujuan yang diharapkan dari terapi tergantung pada kadar awal dari LDL dan kadar

akhir yang diinginkan. Untuk pasien dengan peningkatan LDL yang sangat tinggi, maka

penggunaan dosis yang tinggi dari atorvastatin mungkin dibutuhkan. Sebagian besar pasien

dengan peningkatan LDL yang tidak terlalu besar, penggunaan obat lain dengan dosis lebih

rendah dari biasanya sudah cukup.

Kontraindikasi penggunaan statin yaitu pasien yang menderita kolestasis dan penyakit

hepar. Selain itu, dalam kondisi tertentu statin juga mungkin menyebabkan miopati.

Peningkatan kreatinin kinase (CK) indicator penting untuk kejadian miopati yang terinduksi

oleh statin. Meskipun secara keseluruhan, kejadian miopati dengan peningkatan kreatinin

kinase serum selama penggunaan statin adalah rendah. Kegagalan untuk mengenali miopati

dan melanjutkan terapi dapat menyebabkan terjadinya rhabdomylisos, myoglubinuria, dan

gagal ginjal akut (Pierce, 1990). Miopati umumnya terjadi pada pasien dengan masalah

pengobatan kompleks dan/atau pasien dengan polifarmasi. Miopati dapat muncul lebih sering

ketika penggunaan statin dikombinasikan dengan beberapa jenis obat seperti siklosporin,

Page 15: Farter Dislipid Dan Ggk

golongan fibrat, antibiotic makrolid, obat-obat anti fungi, dan asam nikotinat (Goldman, 1989;

Warnner, 1997).

Efek samping

Efek kurang baik yang paling utama dari golongan statin adalah sebagai berikut:

a. Efek Samping Utama

Hepatotoksik

Hepatotoksik diwujudkan dalam bentuk peningkatan transasaminase. Hal ini

berhubungan dengan dosis, biasanya tidak berhubungan dengan gejala (symptom),

dan akan hilang atau pulih kembali dengan penghentian obat secara bertahap.

Frekuensi timbulnya efek samping ini kurang lebih 1%. Hepatotoksik yang muncul

biasanya berhubungan secara langsung dengan mekanisme kerja obat, yaitu

penghambatan terhadap 3-hydroxy-3-methylglutaryl koenzim A reduktase.

Peningkatan transaminase yang sedang tidak membenarkan penghentian terapi.

Bagaimanapun juga peningkatan transaminase yang persisten dengan nilai tiga kali

diatas ambang batas normal membenarkan penghentian obat. Setelah terjadi

peningkatan transaminase, pemberian ulang obat dengan dosis yang lebih rendah

harus dipertimbangkan. Pengawasan rutin dari kadar transaminase direkomenasikan

untuk 6 sampai 12 minggu setelah terapi. Hepatotoksik lebih mudah terjadi pada

orang yang sering mengkonsumsi obatobat lain yang bersifat hepatotoksik atau orang

yang mengkonsumsi alcohol secara rutin.

Miopati

Miopati, mengarah pada kelemahan yang sangat, myalgia, dan peningkatan

kreatin kinase. Pada studi evaluasi klinis lovastatin yang cukup luas, didapatkan

bahwa frekuensi kejadian miopati berhubungan dengan pemberian dosis lovastatin

yaitu 0,24%, dengan pemberian dosis 40mg/hari. Tidak ada bukti yang menjamin

untuk mengatakan bahwa frekuensi terjadinya miopati berbeda untuk tiap

orang.Miopati telah dilaporkan lebih sering terjadi jika lovastatin digunakan

bersamaan dengan cyclosporin A (dilaporkan ada 30% kejadian miopati),

gemfibrozil (5%), asam nikotinat (3%), atau erithromycin.

Page 16: Farter Dislipid Dan Ggk

Teratogenik

Efek teratogenik didapatkan dari hasil eksperimen pada binatang yang

diberi lovastatin dan fluvastatin dan bukan pravastatin atau simvastatin.

Bagaimanapun juga jika dilihat dari sirkulasi sintesa kolesterol pada sel yang

sedang tumbuh menunjukkan adanya gangguan, semua obat-obatan ini harus

dipertimbangkan karena berbahaya bagi kandungan. Pada hasil evaluasi 134

orang yang memakai lovastatin atau golongan statin lain pada kumpulan ibu

hamil menunjukkan terjadinya insiden 4% yang lahir dengan memiliki kelainan

kongenital (Manson JM, et al). Frekuensi ini tidaklah lebih tinggi tetapi

Bagaimanapun juga dengan jumlah laporan yang terbatas pada kehamilan yang

terpapar dengan statin, dari data ini kita hanya dapat menyimpulkan bahwa

kelainan kongenital pada wanita hamil yang memakai golongan statin 3 –4 kali

lebih besar dibandingkan kelompok yang tidak memakai golongan statin.

Dyspepsia

Rash dan eksem seluruh tubuh

Rash dan eksem pada seluruh tubuh telah dilaporkan sebagai salah satu efek

samping dari simvastatin yang jarang terjadi. Hal ini muncul dikarenakan hambatan

pada sintesa kolesterol di stratum korneum kulit, sehingga kemungkinan semua

kelompok statin dapat menyebabkan masalah ini. Efek samping merugikan yang

paling umum dari kelompok statin ini adalah dyspepsia, nyeri ulu hati, dan rasa tidak

nyaman pada perut. Hal ini terjadi pada 4% orang-orang yang mendapat terapi

kelompok statin.

Penggunaan Statin

Pada Juni 2011, US Food and Drug Administration (FDA) menyatakankan bahwa

simvastatin 80 mg hanya digunakan pada pasien yang memiliki toleransi terhadap dosis ini

sedikitnya setelah 12 bulan penggunaan tanpa adanya kejadian miopati. Berdasarkan

pernyataan ini, simvastatin 80 mg tidak noleh diberikan untuk pengobatan awal pasien

termasuk pasien yang telah mendapatkan simvastatin dosis rendah, pasien yang tidak

memperoleh control yang kuat pada dosis harian simvastatin 40mg simvastatin harus diubah

ke statin dengan potensi lebih tinggi. Interaksi farmakokinetik obat dengan obat dan obat

Page 17: Farter Dislipid Dan Ggk

dengan makanan telah di identifikasi sebagai salah satu factor yang berkontribusi terhadap

adanya adverse drug reaction dari terapi golongan statin. Selain itu FDA juga mewajibkan

untuk merubah informasi dari simvastatin untuk menambahkan kontraindikasi baru pada

penggunaan itraconazole, ketoconazole, posaconazole, erythromycin, clarithromycin,

telithromycin, human immunodeficiency virus protease inhibitors, nefazodone, gemfibrozil,

cyclosporine, dan danazol. Selain itu, penggunaan harian 10 mg simvastatin tidak boleh

digunakan dengan verapamil atau diltiazem, dan simvastatin 20 mg/ hari tidak boleh dengan

amiodarone, amlodipine, atau ranolazine.

Asam Empedu Sequestran

Dua obat golongan cholestyramine (Questran, Questran light, LoCholest Light, dan

Prevalite) mempunyai kegunaan untuk mengurangi kadar LDL dalam plasma. Asam empedu

sequestrant telah digunakan sejak tahun 1960. Pada tahun 1980 mereka merupakan obat

utama untuk menurunkan kadar LDL dalam darah. Sekarang ini fungsi itu telah diambil alih

oleh penghambat HMG-KoA reduktase, yang mempunyai kemampuan toleransi dan dalam

penurunan LDL lebih tinggi. Akhir-akhir ini asam empedu sequestrant adalah obat tambahan

Page 18: Farter Dislipid Dan Ggk

yang digunakan untuk menurunkan LDL apabila kelompok statin tidak mampu.Untuk obat-

obat ini mempunyai efek sistemik yang minimal karena mereka tidak diserap di saluran

pencernaan. Pengikat asam empedu adalah satu-satunya obat penurun kolesterol yang

direkomendasikan oleh National Cholesterol Education Program untuk anak-anak. Obat ini

juga satu-satunya obat yang dapat digunakan pada kehamilan. Baik cholestyramine maupun

colestipol tersedia dalam bentuk powder yang dicampur dengan air kemudian ditelan.

Colestipol juga tersedia dalam bentuk tablet 1 g.

Mekanisme Kerja

Obat-obatan ini dapat meningkatkan jumlah reseptor LDL dan meningkatkan

pembersihan LDL dari dalam plasma. Pengikat asam empedu bekerja untuk mencegah

sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Mekanisme homeostatis yang kedua adalah

meningkatkan konsentrasi kolesterol intraseluler. Pertama meningkatkan reseptor LDL pada

membran sel di hepar, hal ini mempercepat pembersihan LDL dari dalam plasma. Kedua

meningkatkan aktivitas HMG-KoA reduktase sehingga meningkatkan sintesa kolesterol di

sel-sel hepar.

Efek Pada Kadar Lipoprotein Plasma

Data terbaik mengenai kegunaan pengikat asam empedu didapatkan dari Lipid Research

Clinics Coronary Prymary Prevention Trial (LCR-CPPT). Didapatkan adanya penurunan

kadar LDL pada penggunaan cholestyramine dalam penelitian.Selain mengurangi kadar LDL,

cholestyramine juga mempengaruhi kadar Kadar Lipoprotein Plasma lainnya terutama VLDL.

Adanya hipertrigliserida sebagai efek samping dari penggunaan pengikat asam empedu, Efek

ini mungkin cukup bermakna pada orang yang dasarnya mengalami peningkatan trigliserida

dan mendapatkan cholestyramine.

Efek samping

Pengikat asam empedu tidak diserap secara sistemik, oleh karena itu hanya

menyebabkan efek sistemik yang kecil. Hal ini merupakan daya tarik utama dari obat ini.

Intoleransi gastrointestinal, interaksi obat dengan obat, dan efek yang minimal dalam

menurunkan kadar LDL-C merupakan efeksamping yang muncul akibat penggunaan

Page 19: Farter Dislipid Dan Ggk

sequestran asam empedu. Efek samping pada gastrointestinal berkaitan dengan penggunaan

obat golongan ini seperti konstipasi, nyeri abdominal, bloating, dan mual (Knapp, 2001). Pada

beberapa pasien, penggunaan sequestran asam empedu dapat meningkatkan produksi VLDL

hepatic thereby peningkatan kadat TG serum (Knopp, 1999).

Efek samping yang predominan dari obat ini adalah konstipasi. Efek samping ini

berhubungan dengan sifat fisik dari obat ini. Lipid Research Clinics Coronary Prymary

Prevention Trial (LCR-CPPT) melaporkan angka konstipasi sebesar 39% pada kelompok

cholestyramine tetapi hanya 10% pada pada kelompok plasebo dalam penelitian terhadap efek

cholestyramine terhadap penurunan kadar LDL. Jika diberikan dalam dosis besar,

kolestiramin dapat menyebabkan asidosis hiperkloremia.Sebagai catatan, kolestiramin

meningkatkan kadar trigliserida plasma, terutama pada pasien dengan dasar

hipertrigliseremia.

Interaksi Obat

Pengikat asam empedu adalah resin penukar anion, mereka potensial untuk bereaksi

dengan obat-obat anion yang diberikan bersama-sama. Interaksi tersebut antara lain dengan

wafarin, thyroxine, hydrochlorothiazide, pravastatin, fluvastatin, dan cerivastatin. Banyak

obat termasuk lovastatin dan simvastatin belum dilakukan pengujian mengenai interaksinya

dengan pengikat asam empedu, karena itu harus hati-hati saat memberikannya dengan obat

lain. Secara umum obat lain seharusnya diberikan paling tidak 1 – 4 jam setelah pengikat

asam empedu.

Obat golongan sequestran asam empedu meliputi kolestiramin, kolestipol dan

kolesevelam. Ketiganya bekerja dengan mengikat asam empedu pada intestinal, efek

utamanya adalah untuk menurunkan kadar LDL-C. Pengikatan asam empedu akan

menurunkan resirkulasi enterohepatik menghasilkan regulasi perubahan kolesterol menhadi

asam empedu di hati. Hasil dari penurunan kolesterol hepatosit mempengaruhi perubahan

ekspresi reseptor LDL yang akan menyebabkan penurunan kosentrasi LDL-C darah.

Penelitian terbesar pertama untuk membuktikan efek utama untuk menurunkan kejadian

penyakit jantung koroner, Lipid Research Clinics Coronary Primary Prevention Trial

menggunakan kolestiramin sebagai sequestran asam empedu (Denke, 1995; Beil, 1982).

Page 20: Farter Dislipid Dan Ggk

Asam Nikotinik (niasin)

Asam nikotinik merupakan obat penurun lipid yang pertama kali diperkenalkan. Oleh

karena bentuk yang lama yaitu asam nikotinik serap cepat mempunyai efek samping cukup

banyak, maka obat ini tidak banyak dipakai. Dengan diperkenalkannya asam nikotinik yang

lepas lambat (niaspan) sehingga absorpsi di usus berjalan lambat, maka efek samping menjadi

lebih kurang.

Mekanisme kerja

Obat ini diduga menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan adiposa,

dengan demikian akan mengurangai asam lemak bebas. Diketahui bahwa asam lemak bebas

yang ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan akan menjadi sumber

pembentukan VLDL. Dengan menurunnya sintesis VLDL dihati, akan mengakibatkan

penurunan kadar trigliserida dan juga kolesterol LDL plasma. Pemberian asam nikotinik

ternyata juga meningkatkan kadar kolesterol HDL bahkan merupakan obat yang terbaik untuk

meningkatkan kolesterol HDL. Oleh karena menurunkan trigliserida, menurunkan LDL dan

meningkatkan kolesterol HDL maka disebut juga sebagai broad spectrum lipid lowering agent

(Lawrence M. Tierney, J. 2002).

Efek Lipoprotein Plasma

Niasin dengan dosis 3 gr/hari sampai dengan 4,5 gr/hari dapat menurunkan LDL 20%

sampai dengan 25%, trigliserida 20% sampai dengan 50%, serta dapat meningkatkan kadar

HDL secara signifikan.

Efek Samping

Flushing

Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu perasaan panas

pada muka bahkan di badan. Untuk mencegah hal tersebut, pada penggunaan asam

nikotinik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan, misalnya

selama satu minggu 375 mg/hari kemudian ditingkatkan secara bertahap sampai dosis

maksimal sekitar 1500- 2000 mg/hari. Dengan asam nikotinik yang baru yaitu lepas

lambat, efek samping sangat berkurang.Hasil yang sangat baik didapatkan bila

Page 21: Farter Dislipid Dan Ggk

dikombinasikan dengan golongan HMG-CoA reductase inhibitor (Lawrence M. Tierney,

J. 2002).

Tachyphylaksis terjadi cepat dan pada hampir semua individu, flushing menjadi

lebih ringan setelah 1-2 minggu. Flushing yang berhubungan dengan niasin dimediasi

oleh prostaglandin, dan dapat dieliminasi atau diminalkan dengan pemberian dosis

sedang aspirin atau penghambat prostaglandin. Eksaserbasi flushing terjadi pada

komsumsi niasin bersamaan dengan mengkomsumsi makanan yang panas, hal ini

mungkin karena peningkatan kecepatan absorbsi.Oleh karena itu dianjurkan agar tidak

mengonsumsi obat bersamaan dengan makanan panas.Dengan mencegah konsumsi

dengan makanan panas, absobsi dapat lambat dan flushing dapat minimal. Untuk

meminimalkan flushing dosis awal harus kecil, jumlah 50 mg lalu kemdian ditingkatkan.

Efek samping yang mengenai kulit yang umum pada pemakaian niasin yaitu kulit kering,

ichthyosis dan acanthosis nigricans.

Gastritis

Gastritis atau ulkus peptik adalah alasan yang umum tidak digunakannya niasin.

Hal ini terjadi lebih sering pada bentuk lepas lambat utuh jika dipakai tanpa makanan.

Hepatisis terjadi sampai 3% pada individu yang diterapi dengan niasin. Niasin harusnya

diberikan dengan makanan untuk meminimalkan flushing dan sakit perut.

Derivat asam fibrat

Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan asam fibrat adalah: Gemfibrozil,

Fenofibrate, Ciprofibrate dan Bezafibrate. Fibrat diindikasikan ketika hipertrigliseridemia

(serum trigliserida ≥ 500 mg / dl) adalah kelainan lipid utama (Tabel 2), dan dapat

menurunkan kadar trigliserida hingga 30% sampai 50%. Fibrat di absorpsi dengan baik di

saluran cerna, kadar puncaknya di plasma dapat ditemukan 6 sampai 8 jam setelah di

konsumsi. Setelah diabsorpsi fibrat dieksresikan melalui urine dalam bentuk metabolitnya,

asam fibrat terkonjugasi.Rata-rata 60% dosis di eksresikan melalui urine dan 25 % nya di

eksresikan melalui feses. Asam fibrat di eliminasi dengan waktu paruh sekitar 20 jam,

sehingga di berikan dengan dosis sekali sehari . Fibrat meningkatkan kadar statin. Karena itu

dosis statin seharusnya lebih rendah jika di berikan bersamaan dengan fibrat. Dosis fibrat

harusnya juga di kurangi pada pasien dengan gagal ginjal sedang dan berat. Para ahli

merekomendasikan pemberian di pagi hari, sedangkan statin di malam hari (Collins, 2002).

Page 22: Farter Dislipid Dan Ggk

Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan oksidasi asam lemak bebas di hati ataupun

otot dan mengurangi lipogenesis dihati sehingga sekresi dari VLDL dan trigliserid hati

menjadi menurun (Collins, 2002).

Efek Samping

Efek samping yang paling sering dijumpai adalah gangguan saluran cerna pada 5%

pasien. Seperti juga pada statin, peningkatan enzim hati juga terjadi pada awal terapi tapi

tidak berlanjut. Miopati jarang dilaporkan jika fibrat digunakan sebagai terapi tunggal.

Harus dipertimbangkan risiko dan manfaatnya sebelum memberikan fibrat sebagai terapi

kombinasi (Collins, 2002). Pemakaian bersama dengan HMG-KoA reduktase inhibitor

secara bermakna meningkatkan terjadinya kondisi miopati. Fibrat diekskresikan terutama

oleh ginjal. Akibatnya, kadar serum terjadi pada pasien dengan gagal ginjal dan risiko

miopati sangat meningkat. Kombinasi fibrat dengan statin juga meningkatkan risiko

miopati , yang dapat menyebabkan rhabdomyolysis.

Meningkatkan resiko pembentukan batu empedu.

Veterans Affairs High-Density Lipoprotein Cholesterol InterventionTrial (VA-HIT)

mendapatkan bahwa gemfibrozil 1200 mg/hari dihubungkan dengan penurunan kejadian

cardiovascular sebesar 24% pada penderita diabetes yang sebelumnya telah menderita

penyakit kardiovaskuler dengan HDL rendah (<40 mg/dl) dan peningkatan trigliserida. Fibrat

biasanya meningkatkan HDL sebesar 10-15 %, namun lebih besar increasescan terjadi pada

individu-individu dengan tingkat Trigliserida yang sangat tinggi dan tingkat HDL yang sangat

rendah . Pengobatan Pencegahan primer dengan clofibrate atau gemfibrozil mengurangi risiko

Page 23: Farter Dislipid Dan Ggk

fatal dan nonfatal MI dalam dua percobaan besar, dan gemfibrozil mengurangi kematian PJK,

infark miokard nonfatal, dan stroke pada pengobatan pencegahan sekunder (Lawrence M.

Tierney, J. 2002).

Asam lemak omega-3.

Bukti epidemiologi sejak lama menunjukkan bahwa diet kaya asam lemak omega‐3

yang diperoleh dari minyak ikan menurunkan resiko kardiovaskuler. Asam lemak omega‐

3,terutama asam eikosapentanoat(EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA) mempunyai

beberapa efek pada lipid dan metabolism lipid.

Asam lemak omega‐3 menurunkan kadar lipid dengan cara menekan produksi

trigliserida dan VLDL di hati dan meningkatkan konversi VLDL menjadi LDL. Kadar

trigliserida menurun hingga 30% disertai sedikit peningkatan HDL.Suplemetasi asam lemak

omega‐3 4‐6g/hari digunakan untuk hiperkolestrolemia.Juga dapat ditambahkan pada terapi

statin atau fibrat untuk meningkatkan efektivitas penurunan lipidnya. Dosis rendah 1g/hari

digunakan untuk menurunkan risiko kardiovaskular dengan hasil penurunan mortalitas infark

miokard dan stroke 10%, dan kematian jantung mendadak 44%. Efek samping utama adalah

pada saluran cerna, berupa diare.

Selain itu asam lemak pada tipe n-3 seperti asam linoleat, DHA, dan EPA pada dosis

tinggi dapat menurunkan kadar TG pada serum sebanyak 30-40% dengan menurunkan sekresi

hepatic dari TG yang kaya lipoprotein. LDL-C mungkin akan tetap atau meningkat kadarnya

secara minimal namun tidak akan mempengaruhi kadar HDL-C. agen ini merupakan

alternative dari penggunaan obat golongan fibrat atau asam nikotinatuntuk terapi

hipertrigliseridemia dan sebagian kilomironemia. Beberapa penelitian terbaru juga

menunjukkan bahwa konsumsi n-3 asam lemak (1-2 g/hari) dalam bentik ikan, minyak ikan,

atau minyak tinggi asam linoleat menurunkan resiko kejadian penyakit koroner pada pasien

dengan CHD. Panel ATP-III mengakui bahwa asam lemak n-3 baik yang berasal dari

makanan maupun suplemen dapat digunakan sebagai pilihan terapi dalam pencegahan

sekunder (Omran, 2013).

Page 24: Farter Dislipid Dan Ggk

BAB III

KESIMPULAN

Pada CKD, etiologi disebabkan karena tingkat apoA-I dan apoA - II sering berkurang,

menghasilkan penurunan produksi HDL-C. Selain itu, ApoC-III berfungsi untuk

metabolisme LDL-C dan very low-density lipoprotein kolesterol (VLDL-C) berada

dalam kadar tinggi. Akumulasi apoB mengandung partikel VLDL juga penting dalam

pengembangan dan pemeliharaan dislipidemia di CKD

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan katabolisme dan pembersihan

trigliserida kaya apoB mengandung lipoprotein meliputi: 1) mengurangi aktivitas lipolitik

enzim; 2) kelainan komposisi lipoprotein dalam mencegah mengikat reseptor yang

sesuai; dan 3) penurunan penyerapan lipoprotein dari sirkulasi.

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang meliputi

modifikasi diet, latihan jasmani, serta pengelolaan berat badan. Tujuan terapi diet adalah

menurunkan resiko penyakit jantung koroner dengan mengurangi asupan lemak jenuh

dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi.

Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi

melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori.

Agen-agen farmakologi yang digunakan untuk terapi hipertkolesterolemia meliputi statin,

inhibitor transporter reuptake kolesterol, sequestran asam empedu, niasin, fibrat dan

minyak ikan omega-3

Page 25: Farter Dislipid Dan Ggk

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia, Jakarta.

Anonim, 2012, Dislipidemia:Peningkatan Prevalensi dan Beban Kesehatan volume 10 no 1

dalam Buletin Rasional, ISSN 1411-8742.

Anonim, 2002, National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on

Detection,Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult

Treatment Panel III), Third Report of the National Cholesterol Education Program

(NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III) final report. Circulation;106:3143-

3421.

Anwar, Bahri., 2004, Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Jantung Koroner, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Attman PO, Knight-Gibson C, Tavella M, Samuelsson O, Alaupovic P., 1998, The

compositional abnormalities of lipoproteins in diabetic renal failure., Nephrol Dial.

Transplant.;13:2833–41.

Attman PO, Samuelsson O, Alaupovic P., 1993, Lipoprotein metabolism and renal failure., Am J

Kidney Dis.;21:573–92.

Attman PO, Samuelsson O, Johansson AC, Moberly JB, Alaupovic P., 2003, Dialysis modalities

and dyslipidemia. Kidney Int Suppl.;84:S110–S112.

Page 26: Farter Dislipid Dan Ggk

Baigent C, Keech A, Kearney PM, et al., 2005, Efficacy and safety of cholesterol-lowering

treatment: prospective meta-analysis of data from 90, 056 participants in 14 randomised

trials of statins. Lancet; 366: 1267-78.

Beil U, et al., 1982, Effects of interruption of the enterohepatic circulation of bile acids on the

transport of very low density-lipoprotein triglycerides. Metabolism; 31: 438–444.

Bonnie C.H. Kwan., Florian Kronenberg., Srinivasan Beddhu., and Alfred K. Cheung., 2007,

Lipoprotein Metabolism and Lipid Management in Chronic Kidney Disease, J Am Soc

Nephrol 18: 1246–1261,

Chan, M.K., 1995, Lipoprotein Metabolism in Dialysis Patients, in Clinical Dialysis/ Third

edtion, Appleton and Lange A Simon and Schuster Co. 699-705.

Collins AJ, Robert TL, St Peter WL,Chen SC, 2002, United States Renal Data System Assesment

of the Impact of the National kidney Foundation Dialysis Outcome Quality initiative

Guideline. Am J Kidney Dis 39;889-891.

Denke MA, Grundy SM., 1995, Efficacy of low-dose cholesterol-lowering drug therapy in men

with moderate hypercholesterolemia. Arch Intern Med; 155: 393–399.

Goldman JA, et al., 1989, The role of cholesterol-lowering agents in drug-induced

rhabdomyolysis and polymyositis. Arthritis Rheum; 32: 358–359.

Hartono Andry. D. A, 2000, Asuhan Nutrisi Rumah Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Kasiske, Bertram, MD., Hennepin., dan Minneapolis, MN., 2003, Clinical Practice Guidelines

for Managing Dyslipidemias in Chronic Kidney Disease American Journal of Kidney

Diseases K/DOQI vol 41, no 4.

Knapp HH, et al., 2001, Efficacy and safety of combination simvastatin and colesevelam in

patients with primary hypercholesterolemia. Am J Med; 110: 352–360.

Knopp RH, 1999, Drug treatment of lipid disorders, N Engl J Med; 341: 498–511.

Lawrence M. Tierney, J., 2002, Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam), Salemba

Media, Jakarta

Page 27: Farter Dislipid Dan Ggk

Levin, Adeera., Brenda Hemmelgarn., dan Bruce Culleton., 2008, review: Guidelines for the

management of chronic kidney disease., CMAJ 179(11)

Omran, Jad., Ashraf Al-Dadah., dan Kevin C., 2013, Dyslipidemia in Patients with Chronic and

End-Stage Kidney Disease, Dellsperger Cardiorenal Med ;3:165–177

Pierce LR, et al., 1990, Myopathy and rhabdomyolysis associated with lovastatin-gemfibrozil

combination therapy, JAMA; 264: 71–75.

Quaschning T, Krane V, Metzger T, Wanner C., 2001, Abnormalities in uremic lipoprotein

metabolism and its impact on cardiovascular disease. Am J Kidney Dis.;38(4 suppl

1):S14–S19.

Ridker PM, et al., 2001, Measurement of C-reactive protein for the targeting of statin therapy in

the primary prevention of acute coronary events. N Engl J Med; 344: 1959–1965.

Toth PP, 2010, Drug treatment of hyperlipidaemia: a guide to the rational use of lipid-lowering

drugs, 70:1363-1379.

Wanner C, et al., 1997, Use of HMG-CoA reductase inhibitors after kidney and heart

transplantation: lipid-lowering and immunosuppressive effects. BioDrugs; 8: 387–393.