KONSEP TEORITIS GGK
A. ANATOMI FISIOLOGIS
B. KONSEP TEORITIS PENYAKIT
1. DEFINISI
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum
dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal ( Brunner & Suddarth. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2. hal. 1443. Jakarta: EGC).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ERSD) adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana, kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) ( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2.
hal. 1448. Jakarta: EGC).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yanng bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit (Suyono RF, hal. 21. 2001).
Kesimpulan:
Gagl ginjal kronis merupakan suatu sindrom klinis yang bersifat menahun,
progresif dan irreversible yang disebabkan oleh penurunan filtrasi glomerulus kurang
dari 50ml/menit yang akan mengakibatkan terjadinya uremia.
2. ETIOLOGI
1) DM
2) Glomerulonefritis kronis
3) Pielonefritis
4) Hipertensi yang tidak dapat dikontrol
5) Obstruksi traktus urinarius
6) Penyakit ginjal polikistik
7) Gangguan vaskuler
8) Infeksi
9) Medikasi
10) Agens toksik (timah, kadmium, merkuri dan kromium)
( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2.
hal. 1448. Jakarta: EGC)
3. PATOFISIOLOGIS
Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan
meningkat.
Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Terjadi
penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin-
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
memiliki kecenderungan kehilangan garam yang akan mencetuskan resiko hipotensi
dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium
yang semakin memperburuk status uremik. Dengan semakin berkembangnya
penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat
ketidak mampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH3-) dan mengabsorbsi
natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga
terjadi.
Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI. Eritropoetin
merupakan suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum
tulang untuk memproduksi sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan napas sesak.
Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR,
maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun
dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada
tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vit. D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat diginjal menurun seiring dengan
berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah. Vol.2.
hal. 1448-1449. Jakarta: EGC)
4. MANISFESTASI KLINIS
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihatkan tanda dan gejala. Keparahan tanda dan
gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang
mendasari dan usia pasien.
1) Manifestasi kardio faskuler
Hipertensi
Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
Edema periorbital
Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher
2) Manifestasi integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering bersisik
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
3) Manifestasi pulmoner
Krekels
Sputum kental dan liat
Napas dangkal
Napas kussmaul
4) Manifestasi gastrointestinal
Napas berbau amonia
Ulserasi dan perdarahan mulut
Anoreksia, mual, muntah
Konstipasi dan diare
Perdarahan saluran GI
5) Manifestasi neurologi
Kelemahan dan keletihan
Konfusi
Disorientasi
Kejang
Kelemahan pada tungkai
Rasa panas pada telapak kaki
Perubahan perilaku
6) Manifestasi muskuloskeletal
Kram otot
Kekuatan otot hilang
Fraktur tulang
Foot drop
7) Manifestasi reproduktif
Amenore
Atrofi testikuler
( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah.
Vol.2. hal. 1450. Jakarta: EGC)
5. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
( Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikak-Bedah.
Vol.2. hal. 1449. Jakarta: EGC)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urin
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium;
- Meningkat
- Kalsium ; menurun
- Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa.
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)
7. PENATALAKSANAAN (Arif Mansjoer, hal 534)
1) Keperawatan
a. Mengutamakan keselamatan pasien dengan selalu memasang sampiran
tempat tidur agar pasien tidak terjatuh.
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya
diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan,
urine serta pencatatan keseimbangan cairan.
c. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendaah Protein). Diet rendah protein (20-240
gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari
uremia serta menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari
kalium dan garam.
d. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada
tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi.
e. Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari
pemasukan kalium yang banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat
kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat
ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan
garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.
2) Medis
a. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol
dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800
mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada saat fase nyemil.
b. Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
c. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak obat-obatan yang harus
diturunkan dosisnya karena metabolismenya toksik dan dikeluarkan oleh
ginjal.
d. Deteksi dini dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia, perkarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
e. Persiapkan dialisis dan program transplantasi. Segera disiapkan setelah
GGK di deteksi. Indikasi dilakuakan dialisis biasanyanya gagal ginjal
dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif,
atau terjadi komplikasi.
(Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Auhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Hal. 35-36. Yogyakarta: Nuha Medika).
8. PENCEGAHAN
1) Kurangi makanan yang manis jika sudah terdeteksi menderita DM agar tidak
berakhir pada GGK.
2) Ubah gaya hidup dengan berolahraga 30 menit/hari.
9. WOC
Terlampir
- fatigue- nyeri sendi
retensi Na
total CES naik
tek. kapiler naik
vol. interstisial naik
edema(kelebihan volume cairan)
preload naik
beban jantung naik
hipertrofi ventrikel kiri
sekresi protein terganggu
sindrom uremia
perpospatemia
pruritis
gang.integritas kulit
gang. keseimbangan asam - basa
prod. asam naik
as. lambung naik
resiko gangguan nutrisi
nausea, vomitus
iritasi lambung
infeksi perdarahan
gastritis
mual, muntah-ematemesis- melena
anemia
sekresi eritropoitis turun
suplai nutrisi dalam darah turunresikogangguan nutrisi
oksihemoglobin turun
suplai O2 kasar turun
gangguanperfusi jaringan intoleransi aktivitas
payah jantung kiri bendungan atrium kiri naik
tek. vena pulmonalis
kapiler paru naik
edema paru
gang. pertukaran gas
aliran darah ginjal turun
RAA turun
retensi Na & H2O naik
kelebihan vol. cairan
suplai O2 jaringan turun
metab. anaerob
timb. as. laktat naik
intoleransi aktivitas
suplai O2 ke otak turun
syncope(kehilangan kesadaran)
GFR turun
GGK
infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran kemih
reaksi antigen antibodi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan kasar iritasi / cidera jaringan
suplai darah ginjal turun hematuria
anemia
menekan saraf perifer
nyeri pinggang
urokrom tertimbun di kulit
perubahan warna kulit
produksi Hb turun
COP turun
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GGK
A. PENGKAJIAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas pasien dan penanggung
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama masuk rumah sakit
2) Keluhan utama saat pengkajian
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit sebelumnya
5) Riwayat penyakit keluarga
c. Pola Kebiasaan (14 Kebutuhan Virginia Henderson)
d. Pemeriksaan Fisik
e. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium;
- Meningkat
- Kalsium ; menurun
- Protein (albumin) : menurun
i. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
j. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
k. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
l. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
m.Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa.
n. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
2. DATA FOKUS
(DS & DO)
3. ANALISA DATA
(DS, DO, masalah)
4. RUMUAN MASALAH KEPERAWATAN
(hanya masalah keprawatan saja yang ditulis)
5. ANALISA MASALAH
(PES, proses terjadi dan akibat jika tidak ditanggulangi)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Intoleransi aktivitas
7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8. resti terjadinya infeksi
(Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Auhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Hal.40. Yogyakarta: Nuha Medika).
C. INTERVENSI
Terlampir
D. IMPLEMENTASI
Merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan( tindakan keperawatan) yang telah direncanaan dalam
rencana tindakan keperawatan (Azis Alimul, 2009).
E. EVALUASI
1. Penurunan curah jantung teratasi
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi
3. Perubahan nutrisi teratasi
4. Perubahan pola nafas teratasi
5. Gangguan perfusi jaringan teratasi
6. Intoleransi aktivitas teratasi
7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis teratasi
8. resti terjadinya infeksi dapat dihindari atau diminimalkan
(Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Auhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Hal. 35-36. Yogyakarta: Nuha Medika).