Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

13
LAPORAN PRAKTIKUM SATOP 1 Oleh: FITRI MEI IRMAWATI GALANG SUSILO B GRETA CHRISTIVANI HARDHANI PUTRI H IKA PUSPITASARI DR ILMU & TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Page 1: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

LAPORAN PRAKTIKUM

SATOP 1

Oleh:

FITRI MEI IRMAWATI

GALANG SUSILO B

GRETA CHRISTIVANI

HARDHANI PUTRI H

IKA PUSPITASARI DR

ILMU & TEKNOLOGI PANGAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

III. TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

A. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum acara III Transfer Massa Uap Air Selama

Pengeringan ini adalah untuk mengetahui laju transfer massa uap air selama

pengeringan.

B. Tinjauan Pustaka

1.Tinjauan Bahan

Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah

pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.

Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris

tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang

ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi

singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin.

Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat

terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia (Anonima,2010).

Pada proses pengolahan ubi kayu, cara pengeringan baik dengan alat

pengering buatan ataupun secara alami (penjemuran) banyak dilakukan. Alat-

alat pengering buatan yang banyak dipakai adalah rotary dryer, drum dryer,

dan flash dryer. Rotary dryer, bahan yang akan dikeringkan dimasukkan ke

dalam drum berputar, sementara itu udara panas ditiupkan kedalam dryer baik

secara berlawanan arah atau searah. Rotary dryer dapat dipergunakan untuk

mngeringkan partikel-partikel yang agak kasar, misalnya chips atau pallet.

Drum dryer biasanya terdiri dari dua buah rol berputar berlawanan arah.

Ibagian dalam drum atau roll tersebut dialirkan uap atau udara panas,

sedangkan bahan yang akan dikeringkan dituangkan di permukaan luar roll.

Bahan tersebut ikut berputar an dimampatkan karena tertekan oleh roll-roll

yang berputar berlawanan arah tersebut. Bahan kering biasanya berupa

lempeng aau flakes yang harus ditumbuk lagi untuk dijadikan tepung. Alat ini

Page 3: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

banyak dipakai dalam pembuatan pati modifikasi dan total sugar. Flash dryer

biasa digunakan dalam pengeringan tepung tapioca. Tepung basah

disemprotkan lewat nozzle ke dalam alat pengering, sementara itu udara panas

disemprotkan ke dalam alat berlawanan arah atau tangensial terhadap arah

masuknya bahan. Pengeringan dengan alat ini jauh lebih baik dan merata

dibandingkan alat-alat yang lain (Cokroadikusumo, 1992).

Pemarut dengan motor listrik berfungsi untuk memarut bahan setelah

dikupas,sehingga menjadi bahan yang siap digunakan.Cara kerjanya sebagai

berikut, pertama kupas bahan dan disiapkan di bak penampung. Lalu mesin

dihidupkan,dan dimasukkan bahan ke lubang masukan. Bahan ditampung,

setelah dipakai hendaknya dibersihkan agar awet (Anonimb,2010).

Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan

dan perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi,pertumbuhan

mikroorganisme akan diperlambat. Dehidrasi akan menurunkan tingkat

aktivitas air yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakannya),berat dan volume pangan.Prinsip

utama dari dehidrasi adalah penurunan kadar air untuk mencegah aktivitas

mikroorganisme. Pada produk, seperti sayuran terlebih dahulu dilakukan

proses pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum dikeringkan. Pengecilan

ukuran akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga akan mempercepat

proses pengeluaran air. Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya

diblansir untuk menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan

warna pangan menjadi coklat. Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah

sinar matahari merupakan suatu metode pengeringan tertua. Proses penguapan

air berjalan lambat, sehingga pengeringan dengan cara penjemuran hanya

dilakukan didaerah yang iklimnya panas dan kering. Bahan yang

dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan

lalat. Metode pengeringan lainnya telah dikembangkan oleh

industri pangan, dan biasanya cocok untuk digunakan pada produk pangan

tertentu. Contohnya adalah pengeringan semprot dan pengeringan dengan

menggunakan pengering model terowongan. Pengeringan semprot (spray

Page 4: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

drying) cocok digunakan untuk pengeringan bahan pangan cair seperti susu

dan kopi (dikeringkan dalam bentuk larutan ekstrak kopi). Cairan

yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu nozzle (semacam saringan

bertekanan) sehingga keluar dalam bentuk butiran (droplet) cairan yang sangat

halus. Butiran ini selanjutnya masuk kedalam ruang pengering yang dilewati

oleh aliran udara panas. Evaporasi air akan berlangsung dalam hitungan detik,

meninggalkan bagian padatan produk dalam bentuk tepung.

Pada pengeringan menggunakan pengering model terowongan (tunnel drying),

udara panas dihembuskan melewati produk didalam ruang pengering yang

berbentuk terowongan. Contoh produk yang dikeringkan dengan cara ini

adalah potongan sayuran kering (Anonimc,2010).

2. Tinjauan Teori Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan di dalam persentase berat

terhadap bahan basah.Berat bahan kering adalah berat bahan setelah

mengalami pemanasan beberapa lama sehingga beratnya konstan. Pada proses

pengeringan,air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya

diuapkan,meskipun demikian hasil yang diperoleh dinamakan bahan

kering.Suhu udara selain berkaitan dengan kelengasan nisbi udara juga dapat

berpengaruh langsung terhadap kadar air hasil pertanian.Meningkatnya suhu

pada kelengasan nisbi yang tetap dapat mengakibatkan berkurangnya nilai

kadar air hasil pertanian (Pratomo,1979).

Kadar air suatu bahan akan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa

jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya

proses pengeringan. Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam 2

cara yaitu berdasarkan bahan kering (dry basis) dan bahan basah (wet basis).

Kadar air secara dry basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan

tersebut dengan berat bahan keringnya. Sedangkan wet basis adalah

perbandingan antara berat air di dalam bahan dengan berat bahan mentah

(Anonime,2010).

Energi atau massa dapat dipindahkan dari satu benda ke benda lain atau

lebih umum dari satu sistem ke sistem lain. Perpindahan massa ini disebut

Page 5: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

transfer massa. Energi adalah suatu kuantitas yang kekal, dapat berubah bentuk

dan dapat pindah dari sistem satu ke sistem yang lain tetapi jumlah

keseimbangannya adalah tetap (Sutrisno, 1982).

Mekanisme terjadinya pengeringan adalah energi panas yang diserap

oleh bahan akan digunakan untuk melepaskan air dalam bahan sehingga terjadi

transfer massa uap air dari bahan ke udara sekitar. Transfer massa didefinisikan

sebagai migrasi konstituen fluida atau suatu komponen dari campuran. Migrasi

tersebut terjadi akibat perubahan physical equilibrium dan sistem karena

perbedaan konsentrasi (Anonimd, 2010).

Pengeringan adalah suatu proses penguapan kandungan air dari suatu

produk, sampai mencapai kandungan air kesetimbangan. Air yang diuapkan

tersebut, merupakan air bebas yang terdapat pada permukaan produk maupun

air terikat yang berada dalam produk. Pada proses penguapan air tersebut,

membutuhkan energi. Dengan meningkatnya energi dalam wadah pengeringan

produk, maka terjadi penguapan yang diikuti dengan pengikatan kandungan air

pada udara pengering.Pada prinsipnya, pengeringan dipengaruhi oleh

kecepatan udara pengering, suhu udara pengering dan kelembaban udara

(Nababan,2010).

Untuk merancang alat pengering diperlukan data karakteristik

pengeringan bahan yang akan dikeringkan. Data karakteristik pengeringan

adalah spesifik untuk setiap bahan padat yang dikeringkan dan diperoleh

dengan melakukan pengukuran pada percobaan pengeringan. Namun demikian

data karakteristik pengeringan yang tersedia sangat terbatas seperti limbah

padat tapioka. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan

data karakteristik pengeringan limbah padat tapioka. Penelitian tentang proses

pengeringan limbah padat tapioka belum banyak dilakukan. Dedi dkk (2009)

telah melakukan penelitian eksperimental untuk memperoleh data karakteristik

limbah padat tapioka dan data karakteristik pengeringan yang diperoleh

kemudian dimodelkan menggunakan model empiris yang ada di literatur. Hasil

pemodelan yang telah dilakukan oleh Dedi dkk adalah parameter model

empiris. Dari hasil penelitian tersebut masih perlu dilakukan penelitian untuk

Page 6: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

mendapatkan parameter-parameter perpindahan massa pada proses

pengeringan limbah padat tapioka. Sejumlah peneliti telah mengembangkan

model matematik untuk mendapatkan parameter perpindahan massa pada

proses pengeringan diantaranya adalah Marek Markowski (1997) yang

melakukan penelitian untuk mengevaluasi koefisien perpindahan massa pada

pengeringan sayuran, Antti Hukka (1999) melakukan penelitian untuk

mendapatkan koefisien perpindahan massa dan difusivitas efektif pada

pengeringan Nordic softwood, Ireneusz Bialobrzewski (2007) dengan

penelitiannya menentukan koefisien perpindahan massa pada pengeringan

seledri, sedangkan Amendola et al (2007) pada pengeringan pisang dan

Srinivas Kannan (2008) pada pengeringan pengeringan serbuk gergaji

melakukan penelitian untuk mendapatkan difusivitas efektif. Berdasarkan hasil

studi literatur yang telah dilakukan tentang permodelan proses pengeringan,

pada kebanyakan model hanya didasarkan pada peristiwa perpindahan massa

dalam padatan. Pengembangan model pengeringan yang melibatkan peristiwa

perpindahan massa pada sisi udara pengering belum banyak dilakukan. Oleh

karena itu perlu dilakukan penelitian untuk studi simulasi atau permodelan

peristiwa peristiwa perpindahan massa untuk proses pengeringan dengan

mempertimbangkan perpindahan massa pada sisi udara pengering untuk proses

pengeringan limbah padat tapioka. Hasil pengembangan model akan divalidasi

dengan data pengeringan limbah padat tapioka yang telah dilakukan oleh Dedi

dkk untuk memperoleh parameter model. Hasil permodelan ini diharapkan

dapat digunakan untuk memprediksi karakteristik pengeringan limbah padat

tapioka Permasalahan yang dihadapi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Limbah padat industri tapioka dalam jumlah yang sangat besar menimbulkan

polusi bagi lingkungan terutama bau bila tidak ditangani secara baik, proses

pengeringan natural dengan memanfaatkan sinar matahari tidak mampu

mengatasi laju kenaikan volume limbah padat industri tapioka terutama pada

musim hujan, dan penelitian untuk percobaan pengeringan limbah padat

industri tapioka belum banyak dilakukan sehingga data karakteristik

pengeringannya sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk

Page 7: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

mengembangkan model matematis proses pengeringan limbah padat tapioka di

dalam tray dryer dengan memperhatikan resistansi permukaan

(Kurniady,2010)

C. Metodologi

1. Alat dan Bahan

a. Pisau

b. Penggiling

c. Timbangan

d. Pengering

e. Ubi Kayu

f. Baskom

g. Pisau

h. Stop watch

2. Cara Kerja

Ubi kayu dikupas,ditimbang masing-masing 200 gr sebanyak 2 bagian. Bagian satu diiris tipis yang atu digiling

Dihamparkan dalam rak pengering yang telah diketahui beratnya dan keringkan dalam pengering selama 2 jam

Tiap 30 menit bahan ditimbang beserta rak pengering

Laju Transfer ditentukan selama proses pengeringan

Page 8: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Percobaan

Tabel 3.1 Transfer Massa Uap Air pada Ubi Kayu Rajang dan Parut

Waktu Pengeringan

Jumlah air yang diuapkan (gr) Laju transfer massa uap air

(gr H2O/jam)

Ubi Kayu Rajang

Ubi Kayu Parut Ubi Kayu Rajang

Ubi kayu parut

0,5 jam 75 100 150 200

1 jam 25 20 50 40

1,5 jam 15 5 30 10

2 jam 30 30 70 60

Sumber : Laporan Sementara

2. Pembahasan

Pengeringan adalah suatu proses penguapan kandungan air dari

suatu produk, sampai mencapai kandungan air kesetimbangan. Air yang

diuapkan tersebut, merupakan air bebas yang terdapat pada permukaan

produk maupun air terikat yang berada dalam produk. Pada percobaan

digunakan ubi kayu sebagai produk yang akan dihitung laju transfer

masanya. Ubi kayu yang digunakan mendapat dua perlakuan. Perlakuan

pertama, ubi kayu diiris tipis,sedang perlakuan kedua ubi kayu diparut atau

dihaluskan. Ubi kayu yang digunakan sebanyak 200 gr. Lalu dikeringkan

dalam alat pengering, yang tiap setengah jam dihitung massanya.

Pada setengah jam pertama ubi kayu rajang mengalami penurunan

massa dari 200 gr menjadi 125 gr sehingga memiliki laju transfer sebesar

150 gr H2O/jam. Sedangkan pada ubi kayu parut mengalami penurunan

dari 200 gr menjadi 100 gr, dengan laju transfer massa sebesar 200 gr

H2O/jam. Setengah jam kedua, ubi kayu rajang mengalami penurunan

massa dari 125 gr menjadi 100 gr dengan laju transfer massa sebesar 50 gr

H2O/jam,ubi kayu parut mengalami penurunan massa dari 100 gr menjadi

80 gr dengan laju transfer massa sebesar 40 gr H2O/jam.

Pada setengah jam kedua, ubi kayu rajang memiliki laju transfer

sebesar 30 gr H20 dengan penurunan massa dari 100 gr menjadi 85 gr.

Sedangkan pada ubi kayu parut memiliki laju transfer sebesar 10 gr

Page 9: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

H2O/jam dengan penurunan massa dari 80 gr menjadi 75 gr. Di setengah

jam terakhir ubi kayu rajang mengalami penurunan massa dari 85 gr

menajdi 50 gr atau 35 gr maka diperoleh hasil laju transfer sebenar 70 gr

H20/jam. Sedangkan pada ubi kayu parut,penurunan massa sebesar 30 gr

dari 75 gr menjadi 45 gr, dan didapat laju transfer massa sebesar 60 gr

H2O/jam.

Massa ubi kayu (rajang dan parut) akan mengalami penyusutan

massa setelah dikeringkan karena terjadi transfer massa uap air dari bahan

ke udara sekitar. Tekanan H2O pada bahan yang dikeringkan lebih besar

bila dibandingkan dengan tekanan H2O udara sekitar sehingga akan terjadi

proses penguapan dimana uap air mengalir dari daerah yang bertekanan

tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah. Pada dasarnya prinsip dari

massa transfer adalah adanya perbedaan konsentrasi dan perbedaan

tekanan.

Masa uap air yang menguap pada ubi kayu parut lebih besar

daripada ubi kayu yang dirajang. Sehingga laju transfer massa pada ubi

kayu parut menjadi lebih besar. Hal ini karena luas penampang pada ubi

kayu parut lebih besar dan halus, juga porositas atau volume rongga lebih

besar sehingga mempermudah penguapan. Porositas merupakan ukuran

kekosongan suatu material dan merupakan bagian dari volume void atas

volume total.

Laju transfer massa uap air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain kadar air bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas

bahan. Suhu pengeringan yang tinggi akan mempercepat laju transfer

massa uap air. Semakin lama waktu pengeringan, air yang diuapkan juga

semakin besar. Ketebalan bahan sangatlah berpengaruh terhadap laju

transfer, karena semakin tebal bahan maka laju transfernya akan semakin

lambat dan hal ini berlaku sebaliknya.

Page 10: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

E. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara III Transfer

Massa Uap Air Selama Pengeringan ini adalah :

1. Laju transfer massa uap air pada setengah jam pertama pengeringan ubi

kayu rajang sebesar 150 gr H2O/jam, sedangkan pada ubi kayu parut

sebesar 200 gr H2O/jam.

2. Laju transfer massa uap air pada setengah jam kedua pengeringan ubi

kayu rajang sebesar 50 gr H2O/jam, sedangkan pada ubi kayu parut

sebesar 40 gr H2O/jam.

3. Laju transfer massa uap air pada setengah jam ketiga pengeringan ubi

kayu rajang sebesar 30 gr H2O/jam, sedangkan pada ubi kayu parut

sebesar 10 gr H2O/jam.

4. Laju transfer massa uap air pada setengah jam keempat pengeringan ubi

kayu rajang sebesar 70 gr H2O/jam, sedangkan pada ubi kayu parut

sebesar 60 gr H2O/jam.

5. Semakin lama pengeringan maka berat bahan semakin berkurang karena

terjadi penguapan melalui proses pengeringan.

6. Laju transfer dan massa yang menguap pada ubi kayu parut lebih besar

dibanding dengan ubi kayu rajang.

7. Faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air adalah kadar air

bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan, dan porositas bahan.

8. Hal yang berpengaruh pada kedua ubi tersebut adalah faktor ketebalan

dan porositas bahan.

Page 11: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

DAFTAR PUSTAKA

Anonima..2010.Singkong. http://id.wikipedia.org/singkong.diakses tanggal 13

Maret 2010 pukul 19.13 WIB.

Anonimb..2010. Pemarut Kelapa dengan Motor Listrik .www.ristek.go.id.diakses

tanggal 17 Maret 2010 pukul 18.38 WIB.

Anonimc..2010. Prinsip Pengeringan (Dehidrasi) Pangan. www.w3.org.diakses

tanggal 17 Maret 2010 pukul 18.41 WIB.

Anonimd..2010. Transfer Massa Uap Air Pengeringan. chemistry.transfer massa

uap air pengeringan.co.id. Diakses tanggal 17 Maret 2008 pukul 18.50 WIB.

Anonime..2010. Transfer Massa Uap Air Pengeringan.

www.google.com/2005/gm . diakses tanggal 13 Maret 2010 pukul

19.09 WIB.

Cokroadikusumo, S.P. 1992. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia.

Jakarta

Kurniady,Agus Aulia.2010.Permodelan Perpindahan Massa Pada Proses

Pengeringan Limbah Padat Industri Tapioka di dalam Tray

Dryer.www.scrib.com. diakses tanggal 16 Maret 2010 pukul 11.30 WIB.

Nababan,Binsan.2010.Simulasi Sebaran Suhu Udara Ruang Pengering Pada

Sistem Pengering Rumah Kaca.www.scrib.com. diakses tanggal 16

Maret 2010 pukul 11.04 WIB.

Pratomo,Moedjijarto.1979.Penggudangan Hasil Pertanian. NV.Mulana.Semarang.

Sutrisno. 1982. Fisika Dasar. ITB Press. Bandung

Page 12: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

Lampiran

Analisis Data

Σ air yang diuapkan = Massa ubi kayu mula-mula massa ubi kayu

akhir

Laju transfer uap air = ( )

( ) �

a. Ubi Kayu Rajang

o Pada 0,5 jam

Σ air yang diuapkan = 200 gr – 125 gr = 75 gr

Laju transfer uap air = 50

75

,= 150 gr H2O / jam

o Pada 1 jam

Σ air yang diuapkan = 125 gr – 100 gr = 25 gr

Laju transfer uap air = 50

25

,= 50 gr H2O / jam

o Pada 1,5 jam

Σ air yang diuapkan = 100 gr – 85 gr = 15 gr

Laju transfer uap air = 50

15

,= 30 gr H2O / jam

o Pada 2 jam

Σ air yang diuapkan = 85 gr – 50 gr = 35 gr

Laju transfer uap air = 50

35

,= 70 gr H2O / jam

b. Ubi Kayu Parut

o Pada 0,5 jam

Σ air yang diuapkan = 200 gr – 100 gr= 100 gr

Laju transfer uap air = 50

100

,= 200 gr H2O / jam

o Pada 1 jam

Σ air yang diuapkan = 100 gr – 80 gr = 20 gr

Laju transfer uap air = 50

20

,= 40 gr H2O / jam

Page 13: Laporan Transfer Uap Air ITP 09-10

Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret

2009/2010

o Pada 1,5 jam

Σ air yang diuapkan = 80 gr – 75 gr = 5 gr

Laju transfer uap air = 50

5

,= 10 gr H2O / jam

o Pada 2 jam

Σ air yang diuapkan = 75 gr – 45 gr = 30 gr

o Laju transfer uap air = 50

30

,= 60 gr H2O / jam