Case 2 ITP
description
Transcript of Case 2 ITP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH TEGAL
LAPORAN KASUS ANAK
SEORANG ANAK PEREMPUAN BERUSIA 9 TAHUN DENGAN
IDIOPATHIC TROMBOSITOPENI PURPURA
Pembimbing: dr. Herry Susanto, Sp.A
Disusun oleh: Andrian Dama
(030.11.025)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 11 APRIL – 17 JUNI 2016
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi laporan kasus dengan judul
“SEORANG ANAK PEREMPUAN BERUSIA 9 TAHUN DENGAN
IDIOPATHIC TROMBOSITOPENI PURPURA”
Penyusun:
Andrian Dama
030.11.025
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
periode 11 April – 17 Juni 2016
Tegal, Mei 2016
dr. Herry Susanto, Sp.A
BAB I
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa : Andrian Dama Dokter Pembimbing : dr. Herry Susanto, Sp.A
NIM : 030.11.025 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
DATA PASIEN AYAH IBU
Nama An. S Tn. M Ny. S
Umur 9 tahun 36 tahun 34 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Pangedangan, RT 24/RW 03 Adiwerna
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Pegawai Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - Rp. 4.000.000,00 -
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS
No. RM 830101
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan ayah kandung pasien pada
tanggal 23 Mei 2016, pukul 12.00 WIB, di Ruang WK Atas RSUD Kardinah.
A. Keluhan Utama : Bercak-bercak kebiruan di wajah dan kaki
B. Keluhan tambahan : Nyeri perut, mual, pusing
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang berobat ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 19 Mei 2016 pukul
00.00 dengan keluhan muncul bercak-bercak di wajah dan kaki sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Bercak berwarna merah kebiruan yang muncul secara tiba tiba dan
semakin lama semakin banyak. Sebelum timbul bercak pasien mengeluh mengalami
demam selama beberapa hari pada waktu di rumah ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit
dan dikatakan pasien sudah menurun.
Selain bercak kebiruan pasien juga mengeluh nyeri perut yang timbul setelah
demam menurun. Nyeri dirasakan di perut bagian atas seperti rasa perih. Pasien juga
mengeluh adanya mual tapi tidak disertai muntah.
Pasien belum BAB selama 3 hari. Sebelumnya dikatakan pasien BAB lancar satu
kali sehari, konsistensi padat, berwarna kuning. BAK normal, tidak disertai nyeri saat
warna kuning.
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama, Pasien
menyangkal adanya mimisan, gusi berdarah, sesak, penurunan kesadaran, batuk, pilek.
Riwayat trauma disangkal pasien.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat operasi ataupun riwayat trauma. Pasien tidak memiliki riwayat
alergi obat maupun makanan tertentu. Penyakit lain, seperti asma, penyakit jantung,
kelainan darah, dan sebagainya disangkal.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal bahwa di keluarganya menderita penyakit yang sama dan
menyangkal pernah ada yang mengidap diabetes, hipertensi, alergi, asma, maupun
penyakit jantung.
F. Riwayat Lingkungan Perumahan
Kepemilikan rumah yaitu rumah milik sendiri. Rumah berukuran 8 x 10 m, beratap
genteng, berlantai keramik, dan berdinding tembok. Dasar atap terpasang plafon. Kamar
tidur berjumlah 4, kamar mandi berjumlah 1, terdapat dapur dan terdapat ruang keluarga.
Penerangan rumah bersumber listrik dan sumber air minum dari air sumur. Jarak septic
tank dengan rumah sekitar 10 meter. Limbah rumah tangga tersalur di selokan di dalam
rumah dengan aliran lancar. Selokan dibersihkan sebulan sekali. Cahaya matahari dapat
masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan pada siang hari. Jika jendela dibuka
maka udara dalam rumah tidak pengap.
Kesan : Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi cukup, ventilasi dan
pencahayaan baik.
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien adalah seorang pegawai swasta, sedangkan ibu pasien adalah seorang
ibu rumah tangga. Ayah pasien berpenghasilan kurang lebih Rp.4.000.000,00 per bulan,.
Ayah menanggung nafkah untuk seorang istri dan 1 orang anaknya.
Kesan : Status ekonomi cukup
H. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal
Ibu rutin memeriksakan kehamilannya secara teratur satu kali setiap bulan di
bidan terdekat dengan rumah. Ibu mendapatkan suntikan TT 2x, dan rutin mengonsumsi
tablet yang diberikan oleh bidan di Puskesmas. Riwayat tekanan darah tinggi, kencing
manis, perdarahan selama hamil, kejang serta trauma saat hamil disangkal.
Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik
I. Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah Sakit
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Per vaginam, secara spontan
Masa gestasi : 40 minggu pada G1P0A0
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 3100 gram
Panjang badan lahir : Ibu lupa
Lingkar kepala : Ibu lupa
Keadaan lahir : Langsung menangis kuat, tidak pucat, dan tidak
biru
Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada
Air ketuban : Jernih
Kesan: neonatus aterm, lahir secara per vaginam, bayi dalam keadaan bugar
J. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Posyandu secara teratur sebulan
sekali dan anak dalam keadaan sehat.
Kesan : Riwayat pemeliharaan postnatal baik
K. Corak Reproduksi Ibu
Ibu P1A0, pasien merupakan anak pertama, berjenis kelamin perempuan.
L. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir 3100 gram
Berat badan sekarang 27 kg
Tinggi badan 133 cm
Senyum : Ibu tidak ingat
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak baik. Tidak ada
keterlambatan kemampuan psikomotor.
M. Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu memberikan anak ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Usia 6 bulan diberikan
ASI dan bubur susu. Usia 9 bulan diberikan ASI dengan bubur beras. Usia 1 tahun
diberikan makanan yang lunak dan buah pisang yang dilumatkan. Usia 2 tahun, anak
sudah diberikan nasi, dan lauk pauk. Pasien rutin makan 3 x sehari porsi makan cukup
banyak. Variasi makanan antara lain: nasi, lauk pauk (ayam, ikan, daging), dan sayuran.
Kesan : Kuantitas dan kualitas makanan kurang baik.
N. Riwayat Imunisasi
VAKSINDASAR (umur)
ULANGAN
(umur)
BCG 0 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, belum dilakukan imunisasi ulangan.
O. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim.
P. Silsilah/Ikhtisar Keturun
Keterangan :
: laki-laki : pasien
: perempuan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Mei 2016, pukul 11.30 WIB, di Ruang WK Atas RSUD
Kardinah.
A. Kesan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak lemas, tampak bercak berwarna kebiruan di wajah
tangan dan kaki
B. Tanda Vital
- Tekanan darah : 100/60 mmHg
- Nadi : 92 x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup
- Laju nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5ºC (aksila)
C. Data Antropometri
Berat badan sekarang : 27 kg
Tinggi badan sekarang : 133 cm
D. Status Internus
Kepala : Mesosefali, LK 51 cm
Rambut : Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-), mata cekung (-/-)
Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-)
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-) atrofi
papil lidah (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-). Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus
(-), granulasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Dinding thorax simetris
Pulmo :
Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris,retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan
Auskultasi: Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-kanan, rhonki
(-/-), wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midklavikula sinistra
Perkusi : Sulit dinilai
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar dan simetris
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, turgor kembali < 2 detik, hepar teraba 1/3 BH dan lien
tidak teraba, NT (+) dikuadran atas
Perkusi : timpani di ke 4 kuadran abdomen, Shifting dullness (-)
Inguinal : Pembesaran KGB (-)
Genitalia : Tidak ada kelainan
Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20/5/2016 pukul 10:16 WIB
HematologiPemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Hemoglobin 14 g/dL 11,2 – 15,7
Leukosit 5,4 103/uL 4,5 – 12,5
Hematokrit 38,8 % 35 – 45
Trombosit 5 103/uL 150 – 521
Eritrosit 5,3 106/uL 3,8 – 5,8
RDW 13,4 % 11,5 – 14,5
MCV 73,9 (↓) U 80 – 96
MCH 26,7 (↓) Pcg 28 - 33
MCHC 36,1 g/dl 32 – 36
Diff Count
Netrofil 79 (↑) % 50 – 70
Limfosit 16,2 (↓) % 25 – 40
Monosit 4,1 % 2 – 8
Eosinofil 0 (↓) % 2 – 4
Basofil 0,2 % 0 – 1
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 21/5/2016 pukul 10:18 WIB
HematologiPemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Hemoglobin 11,7 g/dL 11,2 – 15,7
Leukosit 7,2 103/uL 4,5 – 12,5
Hematokrit 33,4 % 35 – 45
Trombosit 10 103/uL 150 – 521
Eritrosit 4,4 106/uL 3,8 – 5,8
RDW 11,6 % 11,5 – 14,5
MCV 75,9 (↓) U 80 – 96
MCH 26,6 (↓) Pcg 28 - 33
MCHC 35 g/dl 32 – 36
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 22/5/2016 pukul 00:01 WIB
HematologiPemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Hemoglobin 11,2 3g/dL 11,2 – 15,7
Leukosit 5,4 103/uL 4,5 – 12,5
Hematokrit 32 % 35 – 45
Trombosit 12 103/uL 150 – 521
Eritrosit 4,2 106/uL 3,8 – 5,8
RDW 11,7 % 11,5 – 14,5
MCV 76 (↓) U 80 – 96
MCH 26,7 (↓) Pcg 28 - 33
MCHC 35 g/dl 32 – 36
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 24/5/2016 pukul 09:48 WIB
HematologiPemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Hemoglobin 12,1 3g/dL 11,2 – 15,7
Leukosit 8,3 103/uL 4,5 – 12,5
Hematokrit 34,6 % 35 – 45
Trombosit 182 103/uL 150 – 521
Eritrosit 4,5 106/uL 3,8 – 5,8
RDW 11,9 % 11,5 – 14,5
MCV 76,2 (↓) U 80 – 96
MCH 26,7 (↓) Pcg 28 - 33
MCHC 35 g/dl 32 – 36
GRAFIK PENINGKATAN TROMBOSIT
V. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri Pemeriksaan Status Gizi
Anak perempuan usia 9 tahun
Berat badan 27 kg
Tinggi badan 133 cm
Pertumbuhan persentil anak menurut CDC sebagai berikut:
1. BB/U= 27/29 x 100% = 93,1% (berat badan kurang menurut umur)
2. TB/U = 133/133 x 100% = 100% (tinggi badan normal menurut umur)
3. BB/TB = 27/29 x 100% = 93,1% (gizi cukup menurut berat badan per tinggi badan)
Kesan: Anak perempuan 8 tahun, status gizi cukup
Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)
Kesan : Mesosefali
Pemeriksaan Status Gizi
Status gizi : Gizi cukup
VI. DAFTAR MASALAH
- Bercak kebiruan
- Demam
- Nyeri perut
- Mual
- Malaise
VII. DIAGNOSIS BANDING
Demam, Bercak kebiruan
1. DHF
2. ITP
3. Drug-induced immune thrombocytopenia
Nyeri perut, Mual
1. Gastritis
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Idiopathic Trombositopeni Purpura
IX. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Parenteral
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Rantin 3 x ½ IV
- Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg IV
- Inj. Amoxan 3 x ½ IV
- Transfusi Trombosit 8 Unit
b. Non-medikamentosa
- Rawat inap
- Tirah baring
- Monitor tanda vital dan kesadaran
- Edukasi :
a) Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan, dan
komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
b) Menjelaskan kepada keluarga, pasien harus meningkatkan aktivitias
fisik ketika keadaan sudah stabil, sehingga antara asupan dan
pengeluaran energi harus seimbang, mengingat status gizi anak adalah
obesitas.
X. PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
XI. PERJALANAN PENYAKIT
19 Mei 2016Hari perawatan ke-0 (IGD)
20 Mei 2016Hari perawatan ke-1 (WK Atas)
S Bercak-bercak merah kebiruan di wajah dan kaki sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muncul secara tiba tiba dan semakin lama semakin banyak. Sebelum timbul bercak pasien mengeluh mengalami demam beberapa hari pada waktu di rumah ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan dikatakan pasien sudah menurun. Pasien juga mengeluh nyeri perut yang timbul setelah demam menurun. Nyeri dirasakan di perut bagian atas seperti rasa perih. Pasien juga mengeluh adanya mual tapi tidak muntah.
S Bercak-bercak merah kebiruan di wajah, tangan dan kaki, Nyeri perut (+), demam (-), mual (+), muntah (-), BAK Normal, Belum BAB 3 hr
O KU : CM/TSS/tampak lemas (+) TTV : N 112x/m, RR 30/m, S 36,5oCKepala : MesosephaliMata : CA (-/-), SI (-/-)Toraks : SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ I-II reguler, m (-), g (-)Abdomen : Supel, BU (+), ascites (-) NT (+) di kuadran atasEkstremitas atas : AD (-/-), OE (-/-)Ekstremitas bawah : AD (-/-), OE (-/-)
O KU : CM/TSS/tampak lemas (+) TTV : N 92/m, RR 20/m, S 36,3oCKepala : MesosephaliMata : CA (-/-), SI (-/-)Toraks : SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ I-II reguler, m (-), g (-)Abdomen : Supel, BU (+), ascites (-) NT (+) di kuadran atas, Hepar teraba 1/3 BHEkstremitas atas : AD (-/-), OE (-/-)Ekstremitas bawah : AD (-/-), OE (-/-)
A Diatesa Hemoragik dd ITP A Diatesa Hemoragik dd ITPP - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Rantin 3 x ½ IV- Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
IV - Inj. Amoxan 3 x ½ IV
P - IVFD RL 20 tpm- Inj. Rantin 3 x ½ IV- Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
IV - Inj. Amoxan 3 x ½ IV - Transfusi trombosit 5 Unit
21 Mei 2016Hari perawatan ke-2
23 Mei 2016Hari perawatan ke-4
S Bercak di wajah kaki dan tangan, nyeri ulu hati (+), Batuk (+) post transfuse 5 Unit, sesak, (-), demam (-), Belum BAB 5 hari, nafsu makan baik
S Demam (-), pusing (+), batuk (-), muntah (-), mual (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan baik, BAB dan BAK normal
O KU : CM/TSS/tampak lemas (+) TTV : N 100x/m, RR 24x/m, S 36,6oCKepala : MesosephaliMata : CA (-/-), SI (-/-)Toraks : SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ I-II reguler, m (-), g (-)Abdomen : Supel, BU (+), ascites (-) NT (-), Hepar teraba 1/3 BHEkstremitas atas : AD (-/-), OE (-/-)Ekstremitas bawah : AD (-/-), OE (-/-)
O KU : CM/TSS/tampak lemas (+) TTV : N 98x/m, RR 24x/m, S 36oCKepala : MesosephaliMata : CA (-/-), SI (-/-)Toraks : SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ I-II reguler, m (-), g (-)Abdomen : Supel, BU (+), ascites (-) NT (-), Hepar teraba 1/3 BHEkstremitas atas : AD (-/-), OE (-/-)Ekstremitas bawah : AD (-/-), OE (-/-)
A ITP ITPP - IVFD ASR 15 tpm
- Inj. Rantin 3 x ½ IV- Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
IV - Inj. Amoxan 3 x ½ IV - Transfusi trombosit 3 Unit
P - IVFD ASR 15 tpm- Inj. Rantin 3 x ½ IV- Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
IV - Inj. Amoxan 3 x ½ IV
24 Mei 2016Hari perawatan ke-5
25 Mei 2016Hari perawatan ke-6
S Demam (-), pusing (↓), batuk (-), muntah (-), mual (-), nyeri ulu hati (↓), nafsu makan baik, BAB dan BAK normal
S Demam (-), pusing (-), batuk (-), muntah (-), mual (-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK normal
O KU : CM/TSS/tampak TTV : N 90x/m, RR 28x/m, S 36oCKepala : MesosephaliMata : CA (-/-), SI (-/-)Toraks : SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ I-II reguler, m (-), g (-)Abdomen : Supel, BU (+), ascites (-) NT (-)Ekstremitas atas : AD (-/-), OE (-/-)Ekstremitas bawah : AD (-/-), OE (-/-)
O KU : CM/TSS/tampak lemas (+) TTV : N 98x/m, RR 24x/m, S 36oCKepala : MesosephaliMata : CA (-/-), SI (-/-)Toraks : SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ I-II reguler, m (-), g (-)Abdomen : Supel, BU (+), ascites (-) NT (-)Ekstremitas atas : AD (-/-), OE (-/-)Ekstremitas bawah : AD (-/-), OE (-/-)
A ITP ITPP - IVFD ASR 15 tpm
- Inj. Rantin 3 x ½ IV- Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
IV - Inj. Amoxan 3 x ½ IV
P - IVFD ASR 15 tpm- Inj. Rantin 3 x ½ IV- Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
IV - Inj. Amoxan 3 x ½ IV
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan epidemiologi ITP
ITP didefinisikan sebagai trombositopenia dengan sumsum tulang yang normal dan tidak
adanya penyebab lain dari trombositopenia tersebut.1 Chu et al kemudian mendefinisikan ITP
sebagai sebuah kelainan perdarahan yang didapat dan ditandai oleh 4 hal yaitu:
a. Trombositopenia, dengan trombosit berada dibawah 150.000/ul
b. Purpura dan rash
c. Sumsum tulang normal
d. Tidak adanya tanda-tanda lain dari penyebab trombositopenia yang diketahui
ITP dialami oleh 2 hingga 5 anak per 100.000 anak per tahunnya pada usia yang lebih
muda dari 15 tahun. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh beberapa peneliti seperti yang
tampak pada tabel 1. Jumlah kasus baru ITP kronis berjumlah sekitar 10 kasus per 1 juta anak
per tahunnya.1 Berdasarkan sebuah penelitian di Denmark dan Inggris ditemukan angka kejadian
ITP pada anak berjumlah 10 hingga 40 kasus dari 1 juta anak per tahunnya. Kuwait melaporkan
angka insidens yang lebih tinggi yakni berjumlah sekitar 125 kasus per 1 juta anak per tahunnya.
Puncak prevalensi pada anak berada pada usia 2 hingga 4 tahun.1 Glanz et al telah membagi
angka kejadian dari ITP berdasarkan usia seperti yang terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Proporsi dari ITP akut dan kronis berdasarkan usia2
Tabel 1. Insidensi ITP pada Anak3
Sekitar 70% hingga 80% ITP bersifat akut dan menghilang secara spontan dalam 6 bulan.
Sedangkan 20% hingga 30% sisanya dikelompokkan dalam ITP kronik. ITP kronik didefinisikan
sebagai sebuah kondisi yang ditandai dengan adanya itung jenis trombosit yang rendah selama
lebih dari 6 bulan setelah diagnosis. Dari penelitian yang dilakukan oleh Glanz et al anak yang
menderita ITP kronik cenderung lebih tua, berjenis kelamin perempuan dan memiliki trombosit
yang lebih tinggi.6 Pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun juga ditemukan perbandingan
antara perempuan dan laki-laki berjumlah sekitar 2,6 : 1.1 Penderita ITP kronis juga lebih sering
ditemukan menderita manifestasi dari penyakit kolagen vaskular baik secara klinis maupun
laboratorik.4
Klasifikasi ITP berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi 2 yaitu ITP akut untuk yang
berlangsung selama kurang dari 6 bulan dan ITP kronis untuk yang berlangsung selama lebih
dari sama dengan 6 bulan. Namun International Consensus Guidelines pada tahun 2010
mengeluarkan klasifikasi baru yaitu Newly diagnosed, persisten (durasi 3 hingga 12 bulan) dan
kronik (durasi lebih dari sama dengan 12 bulan).5
Komplikasi dari ITP yang paling parah berupa perdarahan intrakranial dan untungnya
hanya dialami oleh kurang dari 0,5 % kasus.
Etiopatofisiologi ITP
ITP ini dimulai dengan adanya infeksi virus ataupun hanya berupa paparan saja 1 hingga 4
minggu sebelumnya. Trombosit kemudian akan didegradasi terlebih dahulu oleh Antigen-
Presenting cells (APC). APC ini akan mempresentasikan antigen platelet dengan berasosiasi
dengan MHC kelas II kepada sel T helper. Sel T helper ini akan menjadi aktif dan mengeluarkan
sitokin berupa Interleukin-2 dan Interferon gamma. Sitokin-sitokin tersebut akan mengaktivasi
dan membuat sel limfosit B untuk melakukan diferensiasi menjadi sel yang memproduksi
autoantibodi. Target antigen terhadap permukaan trombosit tersebut masih belum dapat
ditentukan. Namun telah diketahui glikoprotein yang berada pada permukaan trombosit adalah
GP Iib-Iia, GPIb dan GP V.
Gambar 2. Proses pembentukan autoantibodi trombosit pada ITP7
Setelah terjadinya pengikatan antibodi terhadap permukaan trombosit, trombosit ini akan
dikenali oleh reseptor Fc dari makrofag. Makrofag ini kemudian akan memakan dan
menghancurkan trombosit tersebut. Alasan mengapa sebagian anak merespon infeksi virus
dengan kejadian autoimun tersebut masih belum diketahui. Kebanyakan infeksi virus telah
diketahui berhubungan dengan ITP seperti Epstein-Barr virus (EBV) dan HIV. ITP yang
berhubungan dengan EBV pada umumnya memiliki durasi yang pendek namun ITP yang
berhubungan dengan HIV biasanya bersifat kronik.6
Gambar 3. Proses degradasi trombosit oleh makrofag7
Selain terjadinya destruksi trombosit yang diperantarai oleh sistem imun juga ternyata
ditemukan terjadinya perubahan pada produksi trombosit. Perubahan produksi dari trombosit ini
terutama ditemukan pada ITP kronik. Perubahan ini bukan diakibatkan adanya abnormalitas dari
megakariosit. Abnormalitas ini terletak pada kadar trombopoietin plasma, yang merupakan
pertanda dari proliferasi dan maturasi dari progenitor megakariosit. Pada penelitian in vitro,
penderita ITP kronik memiliki turnover dari trombosit yang lebih rendah walaupun daya tahan
trombosit berkurang. Megakariosit yang diisolasi pada pasien menunjukkan juga adanya
pertumbuhan yang diperlambat.4
Diagnosis
Anamnesis
Manifestasi klinik klasik dari ITP adalah anak berusia 1 hingga 4 tahun yang
sebelumnya sehat akan tiba-tiba mengalami petechiae dan purpura diseluruh tubuhnya.
Orang tua sering menyatakan bahwa anak sehat kemarin dan sekarang sudah dipenuhi
dengan memar dan titik-titik kemerahan. Seringkali tampak adanya perdarahan dari gusi
dan membran mukosa, disertai dengan adanya trombositopenia yang parah (itung jenis
trombosit kurang dari 10.000/uL). Hal ini dialami oleh sepertiga dari penderita ITP akut.
Terdapat riwayat infeksi virus yang mendahului onset ITP 1 hingga 4 minggu sebelum
onset trombositopenia.6
Dari anamnesis, perlu untuk diketahui adanya gejala-gejala perdarahan dan
tingkat keparahan serta durasi perdarahan. Perlu diketahui pula gejala-gejala lain yang
dapat membantu mengeksklusi penyebab lain dari trombositopenia.
Gali lebih dalam mengenai faktor risiko untuk HIV dan gejala sistemik lain yang
dapat mengarahkan kita ke kelainan lain. Perlu juga diketahui obat-obat apa saja yang
sedang atau pernah dikonsumsi oleh pasien. Berikut disertakan tabel daftar obat yang
dapat menyebabkan trombositopenia.
Tabel 2. Obat yang Diketahui Menyebabkan Trombositopenia
Obat yang menurunkan produksi trombosit Agen kemoterapeutik Diuretik thiazide Alkohol Estrogen Kloramfenikol Radiasi pengionisasi
Obat yang menyebabkan peningkatan destruksi trombosit Sulfonamid Kuinidin dan kuinin Karbamazepin Asam valproat Heparin Digoxin
Obat yang menyebabkan perubahan fungsi trombosit Aspirin Dipyridamole
Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Pediatrics in Review. 2000. 21: 95.
Pada ITP sendiri dapat dijumpai gejala-gejala sebagai berikut:1
Gejala bersifat tiba-tiba
Purpura
Menorrhagia
Epistaksis
Perdarahan gusi
Riwayat imunisasi virus hidup belakangan ini
Riwayat penyakit virus belakangan ini
Kecenderungan untuk memar
Pemeriksaan Fisik1
Pada pemeriksaan fisik selain petechiae dan purpura tidak ditemukan
kelainan. Splenomegali sangat jarang ditemukan, begitu juga dengan limfadenopati
atau kulit yang pucat.3 Apabila ditemukan adanya splenomegali, disertai pucat dan
hiperbilirubinemia lebih dicurigai adanya anemia hemolitik.
Evaluasi tipe dan keparahan dari perdarahan dan coba eksklusi penyebab lain
dari perdarahan. Cari juga tanda-tanda penyakit hepar, trombosis, penyakit autoimun
(nefritis, vaskulitis atau artritis) dan infeksi terutama HIV.
Distribusi dari ekimosis dan tempat perdarahan dapat memberikan informasi
tambahan mengenai penyebab ekimosis. Pada kelainan hemostasis primer seperti
ITP dan kelainan trombosit lainnya dapat ditemukan ekimosis bersifat generalisata
dan terjadi di area yang tidak terpapar dengan trauma. Pada anak dengan ekimosis
generalisata dan itung trombosit yang normal perlu diteliti lebih lanjut apakah anak
sehat dan mengalami memar pada daerah yang tulangnya menonjol. Hal tersebut
dapat menandakan adanya tindak kekerasan terhadap anak.
Pemeriksaan fisik yang umum mencakup sebagai berikut:
a. Peteki yang tidak timbul ketika diraba
b. Bula pada membran mukosa
c. Purpura
d. Perdarahan gusi
e. Tanda-tanda perdarahan gastrointestinal
f. Menometorrhagia, menorrhagia
g. Perdarahan retina
h. Tanda-tanda perdarahan intrakranial, dengan defisit neurologis
i. Splenomegali yang tidak dapat diraba. Prevalensi dari limpa yang
dapat diraba pada penderita ITP sama dengan populasi yang tidak
menderita ITP (sekitar12 % pada anak)
j. Perdarahan spontan ketika itung trombosit berada dibawah 20.000/uL
Gambar 4. Berbagai manifestasi perdarahan pada ITP
Sebuah sistem klasifikasi telah digunakan untuk membagi tingkat
keparahan dari perdarahan pada ITP dengan dasar tanda dan gejala namun tidak
memasukkan itung jenis trombosit:3
1. Tidak terdapat gejala
2. Gejala ringan : memar dan petechiae, epistaksis ringan yang
sering, dan sedikit gangguan terhadap fungsi hidup sehari-hari.
3. Gejala sedang : lesi kulit dan mukosa yang lebih parah disertai
dengan epistaksis yang lebih mengganggu dan menorrhagia
4. Gejala berat : terdapat episode perdarahan (menorrhagia,
epistaksis, dan melena) yang membutuhkan transfusi atau hospitalisasi,
gejala sangat mengganggu kualitas hidup sehari-hari.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah tepi akan ditemukan adanya trombositopenia yang parah
(umumnya kurang dari 20.000/uL), waktu perdarahan memanjang dan ukuran dari
trombosit biasanya normal atau membesar. Hemoglobin dapat berkurang pada kasus-
kasus dengan epistaksis yang parah dan menorrhagia. Pada ITP akut, nilai dari
hemoglobin, leukosit dan itung jenisnya seharusnya normal.
Pemeriksaan morfologi darah tepi penting untuk dilakukan karena dengan melihat
morfologi dari sel darah merah dapat dieliminasi berbagai kelainan hemolitik pada
darah.
Pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan peningkatan megakariosit
ataupun normal. Beberapa megakariosit bahkan akan nampak imatur. Indikasi dari
aspirasi sumsum tulang adalah itung leukosit yang tidak normal atau terdapat anemia
yang tidak dapat dijelaskan, dan riwayat serta pemeriksaan fisik yang mengarahkan ke
kelainan sumsum tulang.
Pada remaja dengan onset ITP yang baru sebaiknya disarankan pemeriksaan ANA
dan pada populasi dengan risiko tinggi sebaiknya dilakukan pula pemeriksaan HIV. Dan
juga apabila dicurigai terjadi perdarahan intrakranial maka dapat dilakukan CT scan.
Diagnosa banding
Leukemia
Pasien akan mengeluhkan pula adanya rasa lelah kronis, demam, enurunan berat badan,
pucat dan rasa nyeri pada tulang. Pada pemeriksaan akan ditemukan adanya
hepatosplenomegali atau limfadenopati. Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan
adanya peningkatan itung leukosit, anemia dan adanya sel blas pada pemeriksaan
morfologi darah tepi.
Systemic Lupus Erythematous (SLE)
Terdapat manifestasi sistemik seperti rasa nyeri pada sendi atau sendi bengkak, dan
adanya butterfly rash. Juga pada pemeriksaan laboratorium tampak adanya anemia akibat
penyakit kronik yang disertai dengan itung leukosit normal.
DIC
Akan tambak adanya tanda dan gejala dari sepsis seperti demam, takikardia dan
hipotensi. Terjadi peningkatan PT dan aPTT, tampak adanya anemia mikrositik pada
pemeriksaan morfologi darah tepi dan jika dilakukan pemeriksaan D-dimer maka
hasilnya akan positif.
Wiskott-Aldrich Syndrome
Merupakan kelainan platelet kualitatif yang diwariskan pada kromosom X sehingga lebih
banyak ditemukan pada laki-laki. Akan disertai dengan eczema dan infeksi rekuren
karena adanya imunodefisiensi. Pada pemeriksaan morfologi darah tepi akan tampak
trombosit yang sangat kecil.
Tatalaksana
Tujuh puluh hingga delapan puluh persen anak dengan ITP akut akan mengalami resolusi
spontan dalam 6 bulan. Terapi nampaknya tidak memiliki efek terhadap perjalanan penyakit dari
ITP. Adapun tujuan dari terapi adalah untuk meningkatkan itung trombosit menjadi lebih dari
20.000/uL dan mencegah terjadinya perdarahan intrakranial. Terapi dengan transfusi trombosit
dikontraindikasikan karena autoantibodi dapat berikatan dengan trombosit tersebut kecuali pada
kondisi-kondisi dimana terjadi perdarahan yang mengancam nyawa.
Stasi et al memberikan 3 kategori dari pasien ITP dalam hal penanganan:
1. Pasien yang harus diberikan penanganan
Perdarahan aktif atau trombosit <10.000/uL
2. Pasien yang pemberian terapinya kontroversial
Tidak terdapat perdarahan atau perdarahan ringan dan trombosit 10.000/uL – 30.000/uL
3. Pasien yang tidak membutuhkan terapi
Tidak terdapat perdarahan dan trombosit > 30.000/uL
Pendekatan dalam terapi ITP mencakup beberapa hal sebagai berikut:
a. Edukasi dan konseling keluarga dan pasien dilakukan untuk pasien dengan gejala
minimal, ringan dan sedang. Pendekatan ini digunakan apabila perjalanan penyakit dari
ITP bersifat jinak. Pendekatan ini lebih tidak memakan biaya dengan efek samping
minimal. Pasien dan keluarga pasien dapat diberikan edukaasi mengenai:8
1. Konsumsi serat diperbanyak dan minum air juga diperbanyak untuk mencegah
konstipasi. Konstipasi dapat memicu terjadinya perdarahan gastrointestinal.
2. Berikan sikat gigi yang lembut untuk mencegah terjadinya perdarahan di gusi. Juga
himbau agar anak menyikta gigi dengan lembut dan perlahan. Juga gunakan
pelembab bibir untuk mencegah terjadinya bibir kering dan pecah-pecah.
3. Berikan pelembab kulit agar kulit anak tidak kering dan mencegah rasa gatal.
Apabila timbul rasa gatal maka anak akan cenderung menggaruk daerah yang gatal.
Hal ini dapat menyebabkan memar dan perdarahan.
4. Sebaiknya anak tidak mengikuti olahraga yang keras atau kasar.
5. Jangan sembarangan mengkonsumsi obat tanpa persetujuan tenaga medis terutama
medikasi yang dapat memicu trombositopenia.
b. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Dosis : 0,8 – 1,0 g/kg/hari selama 1 – 2 hari
Dapat memicu terjadinya peningkatan yang cepat dari trombosit pada 95% pasien
dalam 48 jam. IVIG bekerja dengan cara memicu peningkatan yang cepat dari trombosit
dengan menurunkan fagositosis makrofag. Namun kekurangan dari IVIG ini adalah
mahal dan memakan waktu. Selain itu terdapat efek samping berupa sakit kepala dan
muntah.
c. Terapi anti-D IV
Dosis: 50 – 75ug/kg selama 48 – 72 jam
Pada American Society of Hematology practice guidelines tahun 1966 tidak
direkomendasikan. Namun, ternyata dengan dosis yang lebih tinggi dari RhIg pada kasus
ITP akut menunjukkan peningkatan trombosit yang lebih cepat 24 jam daripada
pengobatan dengan steroid dan sama dengan pengobatan dengan IVIG.1
Anti-D ini hanya dapat digunakan pada pasien dengan Rh positif dimana
peningkatan trombosit ditemukan pada 80% hingga 90% pasien. Ketika diberikan anti-D
memicu terjadinya anemia hemolitik. Kompleks RBC antibodi akan berikatan dengan
makrofag melalui reseptor Fc dan mengganggu destruksi trombosit. Meski memiliki
komplikasi yang lebih sedikit dari steroid IV namun harga dari Anti-D ini jauh lebih
mahal dan juga laporan akan hemolisis intravaskular akut setelah terapi anti-D akut
pernah dilaporkan berada pada angka 1 dari 1115 pasien.
Farahmandinia et al menyarankan penggunaan anti-D ini dibandingkan dengan
penggunaan IVIG karena selain tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil
pengobatan juga harga anti-D ini lebih murah, dan tidak dibutuhkan rawat inap.
d. Kortikosteroid
Dosis prednison oral: 1 – 4 mg/kg/hari selama 2 – 3 minggu atau hingga trombosit
mencapai lebih dari 20.000/uL
Metilprednisolon IV : 10 – 30 mg/kg/hari selama 3 sampai 5 hari
Terapi kortikosteroid telah lama digunakan sebagai terapi ITP akut dan kronis.
Namun perlu diwaspadai mengenai efek samping dari terapi kortikosteroid seperti
kegagalan pertumbuhan, diabetes mellitus dan osteoporosis, glaukoma, katarak, dan
peningkatan risiko infeksi.
Beberapa penelitian telah menunjukkan keberhasilan dengan penggunaan terapi
multiagen pada pasien refrakter. Menurut sebuah penelitian penggunaan vinkristine dan
metilprednisolon hingga trombosit mencapai 50.000/uL dan siklosporin oral 2 kali sehari
hingga trombosit normal selama 3-6 bulan tampak menjanjikan namun penelitian yang
lebih besar masih dibutuhkan.1
e. Splenektomi
Splenektomi dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu saja seperti contohnya pada
anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan ITP parah yang berlangsung lebih dari
setahun dan gejalanya tidak dapat dikontrol dengan mudah serta apabila terjadi
perdarahan yang mengancam nyawa yang tidak dapat diterapi dengan transfusi platelet
dan pemberian IVIG dan kortikosteroid. Splenektomi juga dikaitkan dengan adanya
infeksi postsplenektomi.
f. Stimulasi produksi trombosit
Penelitian telah menunjukkan bahwa agen-agen yang menstimulasi langsung
produksi platelet seperti TPO receptor binding agents, eltrombopag dan romiplostim
(AMG531). Terapi ini diindikasikan pada pasien dengan ITP kronik yang sudah tidak
memberikan respon dengan terapi lainnya.
Sebagai contoh romiplostim telah berhasil digunakan sebagai terapi
trombositopenia kronik yang disebabkan oleh autoimun. romiplostim merupakan sebuah
protein yang bekerja mirip dengan thrombopoietin (TPO). Protein ini bekerja dengan
menstimulasi reseptor TPO yang berperan dalam pertumbuhan dan maturasi sel sumsum
tulang. Dengan penggunaan romiplostim ini sebanyak 60% pasien dengan ITP dapat
menghentikan penggunaan terapi lainnya.9
Namun penggunaan stimulasi produksi trombosit ini bukan tanpa efek samping.
Contoh efek samping yang mungkin terjadi adalah trombositosis, trombosis, stimulasi
pertumbuhan tumor, stimulasi pertumbuhan sel leukemi, interaksi dengan sitokin lainnya,
pembentukan autoantibodi, deplesi sel kunca, penurunan ambang rangsang untuk aktivasi
platelet, rebound worsening dari trombositopenia dan peningkatan retikulosit di sumsum
tulang.9
g. Terapi lainnya
Terapi lain yang dapat digunakan berupa siklofosfamid, danazol, dapsone,
interferon alfa, azathioprine, alkaloid vinca, splenektomi aksesorius dan radiasi lien telah
mulai diteliti. Namun data yang ada masih belum mencukupi untuk menunjukkan adanya
penurunan laju mortalitas atau perdarahan.
Pada kasus dengan perdarahan intrakranial sebaiknya dilakukan lebih dari satu
pendekatan seperti transfusi trombosit, IVIG, kortikosteroid dosis tinggi dan konsultasi
bagian bedah untuk dilakukan splenektomi.
Komplikasi
a. Hanya kurang dari 1% pasien akan mengalami perdarahan intrakranial
b. Perdarahan yang parah
c. Efek samping dari terapi seperti infeksi pneumokokus pada splenektomi
Prognosis
Kurang lebih 83% anak akan memiliki remisi spontan saat 6 bulan, hanya sekitar 20%
anak dengan ITP akut akan berkembang menjadi ITP kronis. Hanya sekitar 2% pasien yang
meninggal akibat komplikasi dari ITP. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Vranou
didapatkan hasil bahwa ternyata sebanyak 5,2% anak akan mengalami rekurensi bahkan setelah
terjadinya remisi. Interval antara 2 episode ini bervariasi yag berkisar antara 6 bulan hingga 3
tahun. Namun hasil dari ITP rekuren pada anak ini baik, namun harus selalu diwaspadai
mengenai perdarahan yang mengancam jiwa akibat adanya trombositopenia yang parah.10
ITP kronik
Sekitar 20% pasien dengan ITP akut memiliki trombositopenia persisten lebih dari 6
bulan dan dikatakan memiliki ITP kronik. Re-evaluasi terhadap penyebab dari trombositopenia
ini harus dilakukan terutama untuk penyakit autoimun seperti SLE, penyakit infeksi kronik
seperti HIV dan penyebab trombositopenia kronik nonimun.
Terapi ditujukan untuk mengendalikan gejala dan mencegah perdarahan yang
mengancam jiwa. Pada ITP, limpa merupakan tempat utama sintesis antibodi antiplatelet dan
destruksi platelet sehingga splenektomi dapat memicu remisi komplit pada 64% hingga 88%
anak dengan ITP kronik. Sebelum tindakan anak harus menerima vaksin pneumokokus dan
meningokokus, kemudian setelah splenektomi anak harus menerima profilaksis penisilin selama
beberapa tahun. Namun masih kontroversial apakah pemberian profilaksis penisilin ini harus
diberikan seumur hidup atau tidak.
BAB III
KESIMPULAN
Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai
dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa. Insidensi ITP pada anak
diperkirakan 4,0-5,3 per 100.000 anak pertahun. Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58-66
kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per 100.000)dengan jumlah pasien wanita
lebih banyak dibandingkan laki-laki.Penyebab ITP yang pastisampai saat ini masih belum
diketahui pasti namun penyebab ITPdikaitkan dengan infeksi rubela, rubeola,varisella pada
pasien ITP yang sebelumnyaterinfeksi. ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang
berikatan dengan trombositautolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem
fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag Pada pemeriksaan darah lengkap di
dapatkannya penurunan jumlah trombosit denganadanya tanda perdarahan berupa petekie,
purpura, epistaksis, subkonjungtiva bleeding,melena, hematuria.Standar penatalaksanaan pasien
ITP dengan pemberian kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Silverman MA. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Medscape.
2. Glanz J, France E, Xu S, Hayes T, et al. A population-based, multisite cohort study of the
Predictors of Chronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura in Children. Pediatrics.
2008. 121. 506-12.
3. Terrel ER, Beebe LA, Vesely SK, Neas BR, et al. The Incidence of Immune
Thrombocytopenic Purpura in Children and Adults: A critical review of Published
Reports. American journal of Hematology. 2009: 174-80.
4. Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Pediatrics in
Review. 2000. 21: 95.
5. Tarantino MD. Management of Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) in Children.
6. Behnnan R.E., Kliegman R.M. Nelson Textbook of Pediatrics. W.B. Saunders Company,
International Edition, 18th ed., 2007.
7. Anonymous. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura During Pregnancy. 2001. Diambil
dari situs www.Medixl.com pada tanggal 20 Maret 2015.
8. Perez ELS, Placido DG, Rapacon JJB. A Case Study of Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura. Dept of Emergency Medicine at UP-Philippine General Hospital. 2011.
9. Stasi R, et al. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura - new therapies for relapsing disease.
Mayo Clin Proc. 2004;79(4):504–522.
10. Vranou M, Pergantou H, Platokouki H, Kousiafes D,et al. Recurrent Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura in Childhood. Pediatrics. 2008. 121: 122.