Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

33
LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. AM Janis Kelamin : Laki-laki Umur : 21 tahun Agama : Islam Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia Pekerjaan : Karyawan Pabrik Alamat : Jl. Cendrawasih, Tonasa1 No. Register : 065920 Tanggal Pemeriksaan : 2 Januari 2015 Rumah Sakit : Balai Kesehatan Mata Makassar I. ANAMNESIS Keluhan Utama : penglihatan kabur Anamnesis Terpimpin : dirasakan ± 1 minggu terakhir. Awalnya mata kanan pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering digosok-gosok. Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan penglihatn kabur. Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang mengganjal, terasa nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena cahaya. Riwayat penggunaan lensa kontak (-) Riwayat Penyakit Terdahulu : 1

description

lapsus

Transcript of Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

Page 1: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AM

Janis Kelamin : Laki-laki

Umur : 21 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia

Pekerjaan : Karyawan Pabrik

Alamat : Jl. Cendrawasih, Tonasa1

No. Register : 065920

Tanggal Pemeriksaan : 2 Januari 2015

Rumah Sakit : Balai Kesehatan Mata Makassar

I. ANAMNESIS

Keluhan Utama : penglihatan kabur

Anamnesis Terpimpin : dirasakan ± 1 minggu terakhir. Awalnya mata kanan

pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering digosok-gosok.

Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan penglihatn kabur.

Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang mengganjal, terasa

nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena cahaya. Riwayat penggunaan

lensa kontak (-)

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat

diabetes melitus (-) riwayat hipertensi (-), riwayat alergi (-)

Riwayat Pengobatan :

Pasien memberi obat tetes mata yang dibeli sendiri di apotek

Riwayat Penyakit Keluarga dan sosial

Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien.

1

Page 2: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

II. Pemeriksaan Oftalmologi

1. Pemeriksaan Inspeksi

OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Silia Normal, sekret (-) Normal, sekret (-)

Apparatus

lakrimalis

lakrimasi (+) lakrimasi (-)

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis(-)

Bola mata Normal Normal

Kornea Sedikit keruh Jernih

Bilik Mata

Depan

Normal Normal

Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, Sentral, RC + Bulat, Sentral, RC +

Lensa Jernih Jernih

Mekanisme

muscular

Ke segala arah Ke segala arah

2. Pemeriksaan Palpasi

Palpasi OD OS

Tensi Okuler Tn Tn

Nyeri tekan (-) (-)

Massa tumor (-) (-)

Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri

Tidak dilakukan pemeriksaan

2

Page 3: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

4. Visus

VOD : 20/70

VOS : 20/20

5. Pemeriksaan Slit Lamp

Pemeriksaan fluorosein: tampak bintik-bintik warna hijau pada permukaan

kornea

6. Pemeriksaan laboratorium

Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Pemeriksaan Oftalmoskopi

Tidak dilakukan pemeriksaan.

III. Resume

Seorang laki-laki umur 21 tahun datang ke BKMM dengan keluhan

penglihatan kabur yang dirasakan ± 5 hari terakhir. Awalnya mata kanan

pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering digosok-gosok.

Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan penglihatn kabur.

Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang mengganjal, terasa

nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena cahaya. riwayat Riwayat

penggunaan lensa kontak (-)

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat

diabetes melitus (-) riwayat hipertensi (-), riwayat alergi (-)

Pemeriksaan visus VOD 20/70 dan VOS 20/20.

Pada pemeriksaan Slit Lamp tampak bintik-bintik warna kehijauan pada

permukaan kornea yang menandakan flourosesnsi positif

IV. Diagnosis

Keratitis pungtata superfisisalis oculus dextra

V. Diagnosis Banding

Ulkus kornea

3

Page 4: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

VI. Terapi

C. Repitel

C. Polygran

VII. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ada bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

VIII. Diskusi

Berdasarkan hasil anamnesis, keluhan utama pasien berupa penglihatan

kabur, disertai mata merah, rasa mengganjal pada mata kanan, fotofobia serta

lakrimasi. Keluhan ini sesuai dengan trias dari keratitis yaitu blefarospasme,

fotofobia, dan epifora/lakrimasi.

Pada pemeriksaan fisik inspeksi tampak konjungtiva hiperemis, serta

kornea agak keruh. Hasil pemeriksaan slit lamp dengan flourosein, tampak

bercak-bercak infiltarat pada permukaan kornea. Pemeriksaan visus VOD

20/70 dan VOS 20/20.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik inspeksi dan hasil

pemeriksaan slit lamp dengan fluorosein yang memberikan gambaran bercak-

bercak warna hijau disekitar kornea, ini dapat ditegakkan diagnosis keratitis

superfisialis.

Faktor prediposisi terjadianya keratitis pada pasien ini dapat didahului

akibat trauma yaitu masuknya benda asing ke mata kemudian mata sering

digosok-gosok sehingga dapat menimbulkan abrasi pada permukaan kornea.

Keadaan ini dapat mempermudah masuknya kuman bakteri, virus atau jamur

agen penyebab keratitis.

4

Page 5: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

TINJAUAN PUSTAKA

KERATITIS

A. ANATOMI KORNEA

Kornea (Latin Cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

bagian mata yang tembus cahaya. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada

limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam :1

1. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis

sel epitel tidak bertanduk yang  saling tumpang tindih; sel poligonal dan

sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh

lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari

media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda

ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan

menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di

sampingnya dan sel poligonal di sampingnya melalui desmosom dan

makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan

glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal

yang  melekat erat kepadanya.

2. Membran bowman

Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari

epitel. Merupakan lapisan kolagen yang  tersusun tidak teratur seperti

stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak

mempunyai daya generasi. 

3. Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.

Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-

fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir

mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman

yang  teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang;

5

Page 6: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang

sampai 15 bulan.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang

stroma kornea yang  dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan

jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron,

membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai

tebal +40 mm.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk

heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet

melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh humor aqueous. Lapisan

endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya

regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan

mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada

regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan

yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena

kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi

(kekeruhan) akan terjadi.  Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel

dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini

mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada

lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.

Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris yang terutama berasal dari n.siliaris

longus, cabang n.nasosiliaris (n.V/1). Kornea tidak mengandung pembuluh darah

oleh karena sebagai media refrakta, akan tetapi di limbus kornea terdapat arteri

ciliaris anterior yang membawa nutrisi untuk kornea. Nutrisi yang lain didapat

dari humor aquos di camera okuli anterior dengan cara difusi dari endotel. Fungsi

dari kornea adalah sebagai media refrakta dan sebagai bagian mata dengan

pembiasan sinar terkuat. 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar yang masuk

dibiaskan oleh kornea.1

6

Page 7: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

Gambar: a. Struktur anatomi mata b. Struktur lapisan kornea

B. Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya

yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi

relat ive jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada

endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting

daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada

endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel

menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera

pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan

menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film

air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik;

proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air

dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak

dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang

utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut

air sekaligus.1

7

Page 8: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

KERATITIS

Superfisial

Profunda

epitel

subepitel

stroma

Herpes zoster, herpes simplek, punctata

Numularis, disiform

neuroparalitik

interstitial

disiformis

sklerotikan

C. Definisi Keratitis

Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada

kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi

pada anak-anak maupun orang dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat

menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan

kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme

pertahanan kornea.

D. Epidemiologi

Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana

negara dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian

softlens yang rendahm sehingga bila dihubungkan dengan pemakai softlens

dan terjadinya infeksi menunjukkan hasil penderita yang rendah juga.

E. Klasifikasi

Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis

apabila mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau

interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan

stroma.2

8

Page 9: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

1. Keratitis Superfisial, dapat dibagi menjadi:

a. Keratitis epitelial, tes fluoresin (+), misalnya:

1) Keratitis pungtata:

merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan

infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan

oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum

kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis,

keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, vaksinia, trakoma dan

trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin,

tobramisin dan bahan pengawet lain. Mata biasanya terasa nyeri, berair,

merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit

kabur.2

2) Keratitis herpeti

Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster.Yang disebabkam

herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stroma.Yang

murni epitelial adalah dendritik sedangkan stromal adalah diskiformis.

Pada yang epitelial kerusakan terjadi aibat pembelahan virus di dalam sel

epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak

kornea superficial.2

3) Infeksi Herpes zoster

Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti N.Nasosiliaris terkena,

maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana sensibilitasnya

menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut anestesia

dolorosa. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat, letak subepitel, disertai

injeksi perikornea.Infiltrat ini dapat mengalami ulserasi yang sukar

sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat bersatu membentuk keratitis

disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatan-lipatan

dari membran Descement.2

b. Keratitis subepitelial, tes fluoresin (-), misalnya:

9

Page 10: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

1) Keratitis numularis, dari Dimmer

Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas, di

kornea terdapt infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya

lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan

sikatrik yang ringan.

2) Keratitis disiformis dari Westhoff

Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa.

Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di

kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari

pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.

c. Keratitis stromal, tes fluresin (+), misalnya:

1) Keratitis neuroparalitik

2) Keratitis et lagoftalmus

Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada

ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma di

mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang

terkena adalah kornea bagian bawah

2. Keratitis profunda, tes fluoresin (-), misalnya:

a. Keratitis interstisial

Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil TBC.

Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi. Biasanya

mengenai umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu lahir atau usia

tua. Merupakan manifestasi lambat dari lues kongenital. Biasanya

didahului trauma. Pada umumnya 2 mata atau 1 mata terkena lebh dahulu

kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda klinis : injeksi silier, infiltrat di

stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan cepat disertai

pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang berjalan dari limbus

ke sentral.

b. Keratitis sklerotikans

10

Page 11: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian

temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan

dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di

kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di stroma bagian

dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di sklera.

c. Keratitis disiformis

Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah

reaksi alergi terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa

bulan. Biasanya timbul bila pada kerusakan primer yang diberikan

pengobatan dengan Iodium atau dalam pengobatan dahulu pernah diberi

kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan dalam kornea, di

pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas kornea

menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi. Kadang-kadang

sembuh dengan meninnggalkan kekeruhan yang tetap.

F. FAKTOR RESIKO

1. Blefaritis

2. Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)

3. Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)

4. Pemakaian contact lens

5. Lagoftalmos

6. Gangguan Neuroparalitik

7. Trauma

8. Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik

G. ETIOLOGI KERATITIS

1. Bakteri

- Diplokok pneumonia

- Streptokok hemolotikus

- Pseudomonas aerogenosa

- Moraxella liquefaciens

11

Page 12: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

- Klebsiela pneumoniae

2. Virus

- Herpes simpleks

- Herpes zoster

- Adenovirus

3. Jamur

- Candida

- Aspergilin

- Nocardia.

4. Alergi

- Alergi terhadap stafilokokus

- Terhadap tuberkuloprotein

- Toksin yang tak diketahui penyebab tepatnya

5. Defisiensi Vitamin, misalnya : avitaminosis A

6. Idiopatik, misalnya : ulkus Moorens

H. PATOFISIOLOGI

Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah

mengalami trauma, infeksi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar

penyakit pada jaringan ini. Kelainan kornea sering menjadi penyebab

timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya

infiltrat sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi

keruh.

Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus dan saraf nasosiliar. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan

mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi

endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang tembus

cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Karena kornea avaskular,

maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang. Maka badan

kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag

12

Page 13: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan

tampak sebagi injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang

tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin.

Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat

menyebar ke permukaan dalam stroma.

Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris

dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel

kornea.Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah

kekeruhan di cairan COA, disusul dnegan terbentuknya hipopion. Bila

peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat

timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau

descementocele. peradangan yang dipermukaan penyembuhan dapat

berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut.Pada peradangan yang dalam

penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa

nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul

perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan

berakhir dengan ptisis bulbi.

KERATITIS PUNCTATA SUPERFISIALIS

13

Page 14: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

Keratitis punctata superfisialis adalah penyakit bilateral recurens

menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur.

Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan

jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan flurescien,

terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang,

namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar. Kekeruhan

subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering terlihat semasa

penyembuhan penyakit epitel ini.1,4

ETIOLOGI

Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus.

Pada satu kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan kornea (1,3). Penyebab lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, acne

roasea, blefaritis neuroparalitik, trachoma, trauma radiasi, lagoftalmos,

keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya.2

GEJALA KLINIK

Pasien dengan keratitis pungtata superfisial biasanya datang dengan

keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair, penglihatan

yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) . Lesi pungtata pada kornea dapat

dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi

dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap

14

Page 15: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata

superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial

pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea

bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea

bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan

riwayatnya.1

Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki

banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea

superfisialis maupun yang  sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan

palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk  refraksi sinar dan

merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi

pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi

terletak sentral pada kornea.

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi

iris yang  meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena

refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien

biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran

mata yang  banyak kecuali pada ulkus kornea yang  purulen. KPS ini juga

akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan

kabur. 

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan

apakah tanda yang  kita temukan merupakan proses yang  masih aktif atau

merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang

lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam

mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea

seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,

pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel,

lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan

di bilik mata depan. Tanda-tanda yang  ditemukan ini juga berguna dalam

mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. 

15

Page 16: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

DIAGNOSIS

Subyektif : Anamnesis

Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti :

mata merah yang sakit injeksi perikorneal

fotofobia

Blefarospasme Karena rasa sakit yg diperhebat oleh gesekan palpebra

superior

penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang

dan mengganggu penglihatan apabila terletak di sentral

Mengganjal/terasa ada benda asing di kornea banyak saraf sensibel

kadang kotor

Nyrocos rangsang nyeri sehingga reflek air mata meningkat.

Gejala spesifik antara lain :

Pada ulkus karena bakteri biasanya keluar discharge purulent. Sedangkan

pada ulkus karena virus disharge serous

Keratitis punctata superficial : penyebab adenovirus, infiltrat punctata,

letak superficial sentral atau parasentral

Keratitis bakteri (stafilokokus) : Erosi kecil-kecil terpulas fluoresein

terutama pada sepertiga bawah kornea

Keratitis virus biasanya disebabkan oleh herpes simplek.

Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan

penglihatan

Tanda :

- Vesikulosa, bentuk awal dans ering sulit ditemukan

- Laminaris, bentuk seperti benang

- ulkus dendritik (pola percabangan linier dengan tepian kabur)

- Ulkus geografik, lesi dendritik lebih lebar

- Disiformis

16

Page 17: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

Pemeriksaan Oftalmologi

a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp

b. Tes Placido

Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksi pada

permukaan kornea penderita. Bila bayangan di kornea gambaran sirkulernya

teratur, disebut Placido (-), pertanda permukaan kornea baik. Kalau gambaran

sirkulernya tidak teratur, Placido (+) berarti permukaan kornea tidak baik,

mungkin ada infiltrat.

c. Tes Fluoresin

Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan

memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril ke dalam sakus

konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi lokal, kemudian

penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas fluoresinnya dicabut.

Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin tetes. Pada tempat ulkus

tampak berwarna hijau.

d. Tes Fistel / Siedel Test

Pada pemeriksaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian

fluoresin, bola mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinnya dari

fistel, sehingga cairan COA dapat mengalir keluar melalui fistel, seperti air

mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut.

e. Pemeriksaan visus

17

Page 18: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

f. Pemeriksaan bakteriologik, dari usapan pada ulkus kornea

Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes

resistensi. Dari pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui macam kuman

penyebabnya.

g. Bila banyak monosit diduga akibat virus :

Leukosit PMN kemungkinan akibat bakteri

Eosinofil, menunjukkan radang akibat alergi

Limfosit, terdapat pada radang yang kronis

Dengan melakukan pembiakan dan tes resistensi, dapat diketahui

kuman penyebab, juga obatnya yang tepat guna, dengan demikian pengobatan

menjadi lebih terarah.

h. Sensibilitas kornea

PENATALAKSANAAN

Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab, misalnya

antibiotik, antijamur, dan anti virus. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan

secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme

penyebab, pengobatan dapat diganti. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine,

trifluridin atau acyclovir.Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah

cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat

diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga

diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi

campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin,

amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang  dapat membantu epitelisasi

dapat diberikan. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan.

Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak

sehat, dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea. Obat tetes mata

atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk

menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan

resep dokter.

18

Page 19: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

Medikamentosa lain diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang

ditimbulkan oleh penyulit misalnya, untuk melindungi mata dari cahaya

terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya, maka pasien dapat

menggunakan kacamata. Untuk megurangi inflamasi dapat diberikan steroid

ringan. Untuk mata kering diberikan air mata buatan. Pemberian air mata

buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai

pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu

kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada

KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah

terbentuknya  jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan

subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat

menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi

dari virus jika memang etiologi dari KPS tersebut adalah virus.

Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi

vitamin A,C,E, serta antioksidan lainnya.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan perforasi kornea

yang dapat mengakibatkan endopthalmitis dan hilangnya penglihatan.

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan perluasan

ulkus kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi

tepat dapat membantu mengurangi komplikasi. Keratitis pungtata superficial

penyembuhan biasanya berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan.

Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karena diketahui

reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon terhadap

virus ataupun bakteri.

PENCEGAHAN

19

Page 20: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

Pemakaian lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan

pembersih yang steril untuk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril

dan tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa kontak. Jangan terlalu

sering memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah

dan timbul iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya diganti. Cuci

tempat lensa kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3

bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu.

Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika

bekerja atau bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata. Kacamata

dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu mengurangi pajanan.

DAFTAR PUSTKA

20

Page 21: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

1. Ilyas, Sidarta : ”Anatomi dan Fisiologi mata” dalam ”Ilmu Penyakit

Mata”. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12.

2. Ilyas, Sidarta : ”Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI, 2009.

3. Riordan Paul – Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”.

Jakarta : EGC, edisi 17, 2009 : hal 126-143.

4. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A

Systematic Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd,

1994. Hal 152-200.

5. Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya

Medika. Hal: 129 – 152

6. Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of

America: McGraw-Hill.

7. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for

herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195-

200

8. Suhardjo (1995) Diagnosis dan Penatalaksanaan Keratitis Herpes Simpleks

21

Page 22: Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx

22