Tinjauan Keratitis

28
BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan. Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata. Bagian anterior dari kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan diameter vertikal 11 mm. Bagian posterior berbentuk sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di bagian tengah dan 0,65 mm di bagian perifer. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda : lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descment dan lapisan endotel. Gambar 1: Anatomi Kornea 8

description

keratitis bab 2

Transcript of Tinjauan Keratitis

Page 1: Tinjauan Keratitis

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan.

Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata. Bagian anterior dari

kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan diameter vertikal 11 mm.

Bagian posterior berbentuk sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 0,52 mm di bagian tengah dan 0,65 mm di bagian perifer. Dari anterior ke

posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda : lapisan epitel, lapisan Bowman,

stroma, membran Descment dan lapisan endotel.

Gambar 1: Anatomi Kornea

Lapisan kornea

1. Epitel

- Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

8

Page 2: Tinjauan Keratitis

- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi

lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berkaitan erat

dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan

makula okluden.Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang

merupakan barrier.

- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun

tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,

pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian perifer serat

kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-

kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan

fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan

dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan

sel endotel dan merupakan membran basalnya.

- Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.

5. Endotel

- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel

melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf

nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,

menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi

9

Page 3: Tinjauan Keratitis

sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin

ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem

pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel

tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40

dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.

Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan untuk memproteksi

lensa intraokular. Kornea menjalankan dua fungsi utama ini dengan cara mempertahankan sifat

transparansi kornea dan pergantian dari jaringannya. Transparansi kornea dimungkinkan oleh

sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescence – nya.

Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril.

Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar,

diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A)

mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya

dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa

bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barrier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap

berada pada keadaan “basah” dengan kadar air sebanyak 78%.

Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah penting.

Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6 kekuatan

dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini

mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam

fungsi visus seseorang. Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea

sangat sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membran bowman dan

berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi

sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi

pada kornea.

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil yang

terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea (erosi,

penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik

dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata

10

Page 4: Tinjauan Keratitis

involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi

(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan yang

braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat.

Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :

Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya

Difusi dari humor aquous

Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan membantu

nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat

gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi mata

dari infeksi.

II. KERATITIS

1. Definisi

Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea, infiltrasi seluler

dan kongesti siliar.

2. Epidemiologi

Frekuensi keratitis  di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata.

Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000

orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di

Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka

kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena

trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan  lensa kontak yang buruk,  penggunaan

lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh

yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan

kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

11

Page 5: Tinjauan Keratitis

3. Patofisiologi

Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya inflamasi

pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes),

penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan

preparat imunosupresif topical maupun sistemik. Kornea mendapatkan pemaparan

konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya

kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut

termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik

yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi

secara cepat dan lengkap.

Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke

dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, stroma yang avaskuler dan lapisan

bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi,

termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan pathogen

kornea bakterial, patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada

host yang immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di

kornea.Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial,

beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu:

Lesi pada kornea

Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen

Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan

membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea

Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan

berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

Patogen akan menginvasi seluruh kornea.

Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement

yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran

descement yang intak.

12

Page 6: Tinjauan Keratitis

Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan

humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan

indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala

penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

4. Klasifikasi

Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:

1. Menurut penyebabnya :

a. Keratitis bakterial

Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :

Streptokokus pneumonia

Pseudomonas aeroginosa

Streptokokus hemolitikus

Moraxella liquefaciens

Klebsiella pneumoniae

b. Keratitis viral

Virus yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :

Herpes simpleks

Herpes zoster

Variola (jarang)

Vacinia (jarang)

c. Keratitis jamur

Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :

Candida

Aspergilin

Nocardia

Cephalosporum

13

Page 7: Tinjauan Keratitis

d. Keratitis lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata

tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi

kekeringan pada kornea dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya infeksi.

Dapat dikarenakan parese Nervus VII.

e. Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf

trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai

kekeringan kornea. Gangguan saraf ke-5 ini dapat terjadi akibat Herpes zoster,

tumor fosa posterior kranium dan keadaan lainnya. Pada keadaan anestesi

kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal ini dapat

menyebabkan kornea mudah terjadi infeksi sehingga mengakibatkan

terbentuknya ulkus kornea.

f. Keratokonjungtivitis sika

Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini

terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:

Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis menahun

Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal

kongenital, obat diuretik, atropin, dan usia tua.

Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom

Stevens Johnson.

Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis neuroparalitik, hidup

di padang gurun, keratitis lagoftalmus.

Karena parut pada kornea.

2. Menurut tempatnya :

a. Keratitis superfisial

Keratitis epitelial

14

Page 8: Tinjauan Keratitis

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis

serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat

(misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat

bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil,

pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga

bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna

diagnostik yang penting

Keratitis subepitelial

Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat

subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus

8 dan 19). Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat

juga dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelia.

Keratitis stromal

Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang

menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan

kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat

berakibat perforasi; dan vaskularisasi.

b. Keratitis profunda

Keratitis interstitial

Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam, yaitu

keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Terjadi

akibat alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.

Keratitis sklerotikans

Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi,

berbatas tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis. Kadang-

kadang mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih menyerupai sklera.

Diduga terjadi karena perubahan susunan serat kolagen yang menetap.

Keratitis disiformis

Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis

memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan kornea.

15

Page 9: Tinjauan Keratitis

Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap virus Herpes

simpleks.

Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis lainnya:

1. Keratitis pungtata superfisial

Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran infiltrat halus bertitik-titik

pada permukaan kornea, memberikan hasil positif pada tes fluorescein. Etiologinya

adalah sindrom dry eye, blefaritis, keratopati, lagoftalmus, keracunan obat topikal

(neomycin, tobramycin), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa

kontak.

2. Keratitis numularis atau dimmer

Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat

yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan

gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat dan sering ditemukan pada petani sawah.

3. Keratokonjungtivitis epidemika

Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan

oleh reaksi alergi adenovirus tipe 8. Penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemik.

4. Keratitis marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus akibat

infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat menyebabkan ulkus kornea.

5. Keratokonjungtivitis flikten

Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang

mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Terdapat

daerah berwarna keputihan yang merupakan degenerasi hialin. Terjadi pengelupasan

lapis sel tanduk epitel kornea.

6. Keratokonjungtivitis vernal

Merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva bilateral.

Penyebab belum diketahui, namun terutama terjadi pada musim panas mengenai anak

16

Page 10: Tinjauan Keratitis

sebelum berumur 14 tahun. Mengenai kelopak atas dan konjungtiva pada daerah

limbus berupa hipertrofi papil yang kadang-kadang berbentuk Cobble stone.

7. Gonore

Kuman diplokokus gonore menyebabkan konjungtivitis purulenta yang akut

disertai blefarospasme. Adanya blefarospasme menyebabkan sekret yang purulen dan

penuh dengan gonokok tertumpuk di bawah konjungtiva palpebra superior, ditambah

lagi gonokok mempunyai enzim proteolitik dan hidupnya intra seluler, sehingga dapat

menimbulkan kerusakan kornea yang hebat tanpa harus didahului dengan kerusakan

epitel. Ulkus yang dibentuk dalam dan dapat menimbulkan perforasi yang juga dapat

berakhir dengan kebutaan.

8. Ulkus Mooren

Etiologinya belum diketahui, tetapi diduga autoimun. Ulkus ini termasuk ulkus

marginal. Pada 60-80% kasus unilateral dan ditandai ekstravasasi limbus dan kornea

perifer, yang sakit dan progresif, yang sering berakibat kerusakan mata.

5. Manifestasi Klinis

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi

benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau

(fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit

pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif.

Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit

dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra.

Karena kornea berfungsi sebagai media untuk  refraksi sinar dan merupakan media

pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan

mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia

yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi

pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut

saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan

pembentukan kotoran mata yang  banyak kecuali pada ulkus kornea yang  purulen.

17

Page 11: Tinjauan Keratitis

6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan

mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat penyakit

kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh,

namun  erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-penyakit ini

dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien,

karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi

penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin

terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan

penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah

tanda yang  kita temukan merupakan proses yang  masih aktif atau merupakan kerusakan

dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan

pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu

peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,

pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari

infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan.

Tanda-tanda yang  ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit

dan respon terhadap pengobatan.

Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien

yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan

melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan

epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi,

pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma

kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema

kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada

keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi

dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel

superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan

biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat

tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus

18

Page 12: Tinjauan Keratitis

melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke

seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat

terlihat. Berikut ini merupakan jenis keratitis dan bentuknya:

No. Jenis keratitis Bentuk keratitis1. Keratitis stafilokok Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama

sepertiga bawah kornea2. Keratitis herpetik Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau

lonjong) dengan edema dan degenerasi3. Keratitis varicella-

zosterLebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang linear (pseudosendrit)

4. Keratitis adenovirus Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus namun paling mencolok di daerah pupil

5. Keratitis sindrom Sjorgen

Epitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik, terpulas fluorescein; filament epithelial dan mukosa khas; terutama belahan bawah kornea

6. Keratitis terpapar akibat lagoftalmus atau eksoftalmus

Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas fluorescein; terutama di belahan bawah kornea

7. Keratokonjungtuvitis vernal

Lesi mirip-sinsisium, yang keruh dan berbercak-bercak kelabu, paling mencolok di daerah pupil atas. Kadang-kadang membentuk bercak epithelium opak

8. Keratitis trofik-sekuele HS, HZ dan destruksi ganglion gaseri

Edema epitel berbercak-bercak; difus namun terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3

9. Keratitis karena obat-terutama antibiotika spectrum luas

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel

10. Keratitis superficial punctata (SPK)

Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau lonjong; menimbul bila penyakit aktif

11. Keratokonjungtivitis limbic superior

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein di sepertiga atas kornea; filament selama eksaserbasi; hiperemi bulbar, limbus berkeratin menebal, mikropanus

12. Keratitis rubeola, rubella dan parotitis epidemika

Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah pupil

13. Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein pada sepertiga atas kornea

14. Keratitis defisiensi vitamin A

Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel akibat keratinisasi partial; berhubungan dengan bintik-bintik bitot

19

Page 13: Tinjauan Keratitis

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama

terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi hal

tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit

keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit

lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan

tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun

penanganan penyakit.

8. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan keratitis  adalah mengeradikasi penyebab keratitis,

menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,

mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki

ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan

klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus

dan luasnya infiltrat.

Sebagian besar pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.

Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga

untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal

ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity  yang sering mengikuti keratitis

dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial

jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.

Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan

etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri

gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri

gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian

antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya

infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin

atau fluconazol. Selain itu obat yang  dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 

Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga

diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi

20

Page 14: Tinjauan Keratitis

keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan

kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin

yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang

waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS

ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya  jaringan

parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada

umumnya pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga

dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut

adalah virus.

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan

terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang

perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan

glaukoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat

radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain.

Penggunaan kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan

untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan

bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi

peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri

karena tidak akan menyebabkan katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya

dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra,

khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik dapat

mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan

mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat beberapa

obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga

bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu

misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi

kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat

dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut

kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek

21

Page 15: Tinjauan Keratitis

maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam

hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit,

dengan efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini

sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem

cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus

dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva

hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap

konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien

keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan

juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering

terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada

konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas,

dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi

sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat

lesi yang telah ada.Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya

kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga

kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan

tissue.

9. Komplikasi dan Prognosis

Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh

tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan berakhir dengan

pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma, leukoma

adherens dan stafiloma kornea.

Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat dilihat

dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.

Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa

menggunakan kaca pembesar.

22

Page 16: Tinjauan Keratitis

Keratitis subepitel /epitel

Sembuh tanpa bekas

Berlanjut menjadi ulkus

Sembuh dengan parut kornea

NebulaMakulaLekoma

Berlanjut dengan perforasi kornea disertai penonjolan keluar dari kornea dan prolaps iris

Sembuh dengan parut :Lekoma adherenStafiloma kornea

Buta kornea

Berlanjut dengan terjadi

-endoftalmitis-panoftalmitis

sembuh Operasi / angkat

bola mata

Abulbi

Phtysis bulbi

Buta permanen

Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak

yang agak jauh sekalipun.

Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea,

terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea (sinekia

anterior).

Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi,

maka pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea

yang disertai dengan sinekia anterior.

Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat

membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam mata

dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan

endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar

melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular

menurun.

Bagan 1: Perjalanan Keratitis

23

Page 17: Tinjauan Keratitis

BAB IV

ANALISA KASUS

Telah dilaporkan sebuah kasus pasien anak laki - laki berumur 7 tahun datang dengan

keluhan mata kiri merah disertai penglihatan kabur sejak 3 hari yang lalu, mata kanan terasa

gatal dan berair namun tidak terdapat kotoran pada mata, serta penglihatan pasien silau saat

melihat cahaya. Pada pemeriksaan status oftalmologis didapatkan visus OD (6/6) dan OS (4/5),

pada mata sebelah kiri tampak kornea keruh dan ada infiltrat, serta tampak adanya injeksi silier.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik penderita didiagnosa keratitis okular sinistra.

Faktor prediposisi terjadianya keratitis pada pasien ini dapat didahului akibat trauma

yaitu masuknya benda asing ke mata kemudian mata digosok-gosok sehingga dapat

menimbulkan abrasi pada permukaan kornea. Keadaan ini dapat mempermudah masuknya

kuman bakteri, virus atau jamur sebagai agen penyebab keratitis.

Pada penatalaksanaan diberikan antibiotik, sikloplegik dan antiinflamasi. Antibiotik

golongan kuinolon digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala infeksi pada mata. Atropin

sulfat 0,5% sebagai siklopegik, diberikan untuk menghidari terbentuknya sinekia posterior dan

mengurangi nyeri akibat spasme siliar.

24

Page 18: Tinjauan Keratitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2005. hal 147-

158

2. Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of

America: McGraw-Hill.

3. Paul R.E, John P.W. Cornea.Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology Sixteenth

Edition. United States Of America. 2004. hal 129-153

4. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Blackwell

Science. 2003.

5. Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007. hal 89 –

100.

6. Sherwood L. Eye:Vision.Human Physiology.Sixth Edition. Hal 190-208. Thomson

Higher Education. United States od America.2007

7. Fernando H. Bacterial Keratitis. Diakses pada 15 Februari 2015. Tersedia dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview

25