Keratitis Profunda

40
Presentasi Kasus Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Mata Ilmu Penyakit Mata Pembimbing: Dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M Dr. Hermansyah, Sp.M Dr. Henry A. Wibowo, Sp.M Dr. Gartati Ismail, Sp.M Dr. Agah Gadjali, Sp.M Presentan : Fransiska Ria Hoesin (2011-061-074) Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya RS Polri Pusat Raden Said Sukanto

description

Case Presentation

Transcript of Keratitis Profunda

  • Presentasi Kasus Ilmu Penyakit MataPembimbing:Dr. Mustafa K. Shahab, Sp.MDr. Hermansyah, Sp.MDr. Henry A. Wibowo, Sp.MDr. Gartati Ismail, Sp.MDr. Agah Gadjali, Sp.M

    Presentan : Fransiska Ria Hoesin (2011-061-074)

    Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Unika Atma JayaRS Polri Pusat Raden Said Sukanto

  • Identitas PasienNama: Wiji ArifUmur: 7 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamSuku: JawaStatus Perkawinan: Belum kawinPekerjaan: PelajarAlamat: Jl. Permata No. 50Tanggal Pemeriksaan : 26 April 2012

  • AnamnesisKeluhan Utama :Mata kanan merah sejak 2 hari sebelum berobat ke RS Polri.

    Keluhan Tambahan :- Mata kanan berair- Silau saat menonton TV

  • Riwayat Penyakit SekarangPasien mengeluh mata kanannya merah sejak 2 hari sebelum berobat ke RS Polri yang disertai dengan mata menjadi berair.

    Pasien juga mengeluhkan adanya rasa silau saat menonton TV.

  • Riwayat Penyakit Sekarang (2)Sebelumnya, mata pasien terkena pasir saat bermain dengan temannya.

    Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit atau gatal pada mata.

    Pasien tidak merasakan buram pada penglihatannya.

  • Riwayat Penyakit DahuluRiwayat menderita penyakit serupa disangkal.Riwayat trauma mata disangkal.Riwayat alergi disangkal.

  • Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga yang mengalami gejala yang sama.

  • Pemeriksaan Fisik UmumKeadaan Umum: baikKesadaran: compos mentisTekanan Darah: 120/80 mmHgLaju Nadi: 88 kali/menitLaju Napas: 24 kali/menitSuhu: afebris

  • Pemeriksaan Oftalmologi

    ODOSVisus5/10F SC5 /12.5F SCPosisi bola mataOrtoforiaGerakan bola mata

    Baik ke segala arah

    Baik ke segala arahTIO palpasiN/palpasiN/palpasiPalpebra superiorTenangTenangPalpebra inferiorTenangTenangKonjungtiva :Tarsal superiorTarsal inferiorBulbiTenangTenangHiperemis (+)TenangTenangTenang

  • ODOSSklera TenangTenangKorneaKeruhInfiltrat (+)Injeksi siliar (+)JernihBilik mata depanJernih, kedalaman sedangJernih, kedalaman sedangIrisWarna coklat tuaRadier (+)Kripta (+)Warna coklat tuaRadier (+)Kripta (+)PupilIsokor, bulat, diameter 3mmIsokor, bulat, diameter 3mmRefleks cahayaLangsung (+)Tidak langsung (+)Langsung (+)Tidak langsung (+)Lensa JernihJernih

  • Status Lokalis

  • ResumePasien laki-laki, 7 tahun datang dengan keluhan utama mata kanan merah sejak 2 hari sebelum datang ke rumah sakit.

    Mata dirasakan berair tetapi tidak sakit ataupun gatal.

    Terdapat rasa silau saat menonton TV tetapi tidak buram.

  • Resume (2)Mata terkena pasir saat bermain, trauma disangkal, dan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa.

    Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis dan tanda-tanda vital dalam batas normal.

  • Resume (3)Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan :Posisi kedua mata ortoforia, gerakan bola mata baik ke segala arahVOD : 5/10F SCVOS : 5/12.5F SCKonjungtiva : OD hiperemis, OS jernihKornea : OD injeksi siliar, keruh, terdapat infiltrat profunda, OS jernihLensa ODS jernih

  • DiagnosisDiagnosis kerja : Keratitis profunda OD

  • TatalaksanaMedikasi :Levofloxacin 4 dd gtt 2 ODPolydex eye drop (mengandung polymyxin B, dexamethasone, neomycin) 4 dd gtt 2 ODEnervon C syrup (mengandung vitamin C, B1, B6, B12, riboflavin, niacinamide, di-panthenol, vitamin A, D) 2 dd ctt 1

  • PrognosisQuo ad vitam: bonamQuo ad functionam : dubia ad bonamQuo ad sanationam : bonam

  • TINJAUAN PUSTAKA

  • Anatomi KorneaDinding depan bola mata berupa jaringan yang transparan.

    Tebal : sentral 0,52 mm perifer 0,65 mm

    Diameter : horizontal 11,75 mm vertikal 10,6 mm

  • Anatomi Kornea (2)Lapisan kornea :EpitelMembran BowmanStromaMembran DescemetEndotel

  • Anatomi Kornea (3)Terumata dipersarafi oleh N. Trigeminus cabang pertama (oftalmikus).

    Kornea tidak mempunyai pembuluh darah sehingga nutrisi didapatkan secara difusi dari pembuluh darah limbus, aqueous, dan air mata.

  • Fisiologi KorneaTransparansi kornea berhubungan dengan :Struktur yang uniformTidak adanya pembuluh darah (avaskuler)Keadaan dehidrasi relatif (deturgescence)

    Kornea berfungsi sebagai media refraksi.

  • Diagnosis Banding Mata Merah

    Gejala SubjektifGlaukoma AkutUveitis AkutKeratitisKonjungtivitisBakteriVirusAlergiVisus++++/+++++---Rasa Nyeri++/+++++++---Fotofobia+++++++---Halo++-----Eksudat---/+++++++++Gatal-----++Demam-----/++-

  • Gejala ObjektifGlaukoma AkutUveitis AkutKeratitisKonjungtivitisBakteriVirusAlergiInjeksi Siliar++++++---Injeksi Konjungtiva++++++++++++Kekeruhan kornea+++-+/+++--/+-Kelainan pupilMidriasiMiosis iregulerNormal/MiosisNormalNormalNormalKedalaman COADangkalNormalNormalNormalNormalNormalTIOTinggiRendahNormalNormalNormalNormalSekret-++++/++++++Kelenjar Preaurikular----+-

  • KeratitisMerupakan peradangan pada kornea dengan gejala dan tanda :Visus menurunFotofobiaLakrimasiInjeksi silierEdema korneaInfiltrat Sekret negatif kecuali infeksi kuman pyogenik

  • Keratitis (2)Pemeriksaan yang dilakukan :Tes floureseinSlitlampPewarnaan GramUji sensibilitas kornea

  • Klasifikasi KeratitisBerdasarkan kausanya :BakteriVirusJamurAlergiDefisiensi vitamin AKerusakan N. Trigeminus (keratitis neuroparalitik)Tidak diketahui (Ulkus Mooren)

  • Klasifikasi Keratitis (2)Berdasarkan letak :Keratitis superfisialKeratitis pungtata superfisialKeratitis numularisKeratokonjungtivitis epidemikaKeratitis fliktenKeratitis herpetikaKeratitis sikaKeratitis rosasea

  • Keratitis Pungtata SuperfisialKeratitis NumularisKeratokonjungtivitis SikaKeratitis Rosasea

  • Klasifikasi Keratitis (3)Keratitis profundaKeratitis interstisialKeratitis pustuliformis profundaKeratitis disiformisKeratitis sklerotikan

  • Keratitis ProfundaKeratitis InterstitialisManifestasi lanjut dari sifilis kongenitalPada anak berusia 5-15 tahun Suatu reaksi imunologik terhadap Treponema pallidumGejala subjektif : keluhan sakit, silau, dan pandangan kabur pada fase akut

  • Keratitis Profunda (2)Gejala objektif :- Fase akut terdapat infiltrat stroma yang dapat mengenai seluruh kornea- Vaskularisasi stroma (gambaran salmon patch)- Edema kornea- Proses inflamasi akan mereda dalam beberapa mingguKeratitis Interstitialis

  • Keratitis Profunda (3)Dapat ditemukan trias Hutchinson lainnya, yaitu gangguan pendengaran sampai tuli dan kelainan gigi seri atasPengobatan dapat dengan pemberian tetes mata kortikosteroid dan sulfas atropin untuk mencegah perlekatan irisMerupakan self limited diseaseKeratitis Interstitialis

  • Keratitis Profunda (4)Keratitis Pustuliformis Profunda Disebabkan oleh sifilis yang didapatGejala dan tanda klinik :- fotofobia- injeksi silier ringan- infiltrat dalam stroma berbentuk segitiga dengan basis di limbus dan apex di kornea- dalam beberapa minggu jadi pustuler disertai hipopion, iritis, dan rasa sakit pada mata

  • Keratitis Profunda (5)Pengobatan sama seperti pada keratitis interstitialisKeratitis Pustuliformis Profunda

  • Keratitis Profunda (6)Keratitis DisiformisAkibat infeksi virus herpes simpleks, diduga ada reaksi alergi terhadap virus tersebut.Biasanya unilateral, berlangsung beberapa bulanGejala dan tanda klinik :- sensibilitas kornea menurun- infiltrat bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea- hampir tidak pernah disertai neovaskularisasi

  • Keratitis Profunda (7)Pengobatan dengan pemberian steroid topikal 4x sehari disertai pemberian antiviral topikal 3-4xsehari.Dapat diberikan anti-biotik untuk profilaksis infeksisekunderKeratitis Disiformis

  • Keratitis Profunda (8)Keratitis SklerotikansPeradangan sklera dan kornea, biasanya unilateralGejala subjektif : keluhan sakit, fotofobia, tidak ada sekretGejala objektif :- kekeruhan kornea terlokalisir dan berbatas tegas, berbentuk segitiga- kornea putih menyerupai skleraPengobatan dengan pemberian steroid