Keratitis Pungtata

32
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN. Nama : Nn. H No. Register : 251870 Agama : Islam Umur : 35 thn Bangsa/Suku : Indonesia/Makassar Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : PNS Tgl Pemeriksaan : 16-12-2011 Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan Dokter Pemeriksa : Dr. H II. ANAMNESIS Keluhan utama : Mata merah sebelah kiri Anamnesis terpimpin : Di alami sejak ± 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh silau jika melihat cahaya, pada mata kiri air mata berlebih (+), rasa mengganjal (+), kotoran mata berlebih (-), mata berpasir (-).Rasa nyeri pada kedua mata (-), gatal (-), penurunan penglihatan ada sejak mata merah. Mual (-), muntah (-). Riwayat pemakaian kacamata (-) Riwayat memakai kontak lens(+) Riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama (-)

description

Keratitis

Transcript of Keratitis Pungtata

Page 1: Keratitis Pungtata

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN.

Nama : Nn. H

No. Register : 251870

Agama : Islam

Umur : 35 thn

Bangsa/Suku : Indonesia/Makassar

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : PNS

Tgl Pemeriksaan : 16-12-2011

Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan

Dokter Pemeriksa : Dr. H

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Mata merah sebelah kiri

Anamnesis terpimpin :

Di alami sejak ± 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh silau jika melihat cahaya,

pada mata kiri air mata berlebih (+), rasa mengganjal (+), kotoran mata berlebih

(-), mata berpasir (-).Rasa nyeri pada kedua mata (-), gatal (-), penurunan

penglihatan ada sejak mata merah. Mual (-), muntah (-).

Riwayat pemakaian kacamata (-)

Riwayat memakai kontak lens(+)

Riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama (-)

Riwayat pemakaian tetes mata berganti di beli sendiri (-)

Riwayat HT dan DM (-)

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. INSPEKSI

No Pemeriksaan OD OS

1 Palpebra Udem (-) Udem (-)

Page 2: Keratitis Pungtata

2 Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)

3 Silia Sekret (-) Sekret (-)

4 Konjungtiva Hiperemis(-) Hiperemis (+),

Inj.Perikorneal(+)

5 Kornea Jernih Jernih

6 Bilik mata depan Normal Normal

7 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, Kripte (+)

8 Pupil Bulat, sentral , RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

9 Lensa Jernih Jernih

10 Gerakan Bola Mata

- ODS

- OD

- OS

Kesegala arah Kesegala arah

B. PALPASI

No Pemeriksaan OD OS

1 Tensi okuler Tn Tn

2 Nyeri tekan (-) (-)

3 Massa tumor (-) (-)

4 Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tdk ada pembesaran

C. TONOMETRI : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. VISUS : VOD = 20/20

: VOS = 20/30

E. CAMPUS VISUIL : Tidak dilakukan pemeriksaan.

F. COLOR SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan.

G. LIGHT SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan.

H. PENYINARAN OBLIK :

No Pemeriksaan OD OS

1 Konjungtiva Hiperemis (-), Hiperemis (+),

2

Page 3: Keratitis Pungtata

Inj.Perikorneal(+)

2 Kornea Jernih Tampak bintik –

bintik dan bercak

putih di

seluruh permukaan

kornea

3 Bilik Mata Depan Normal Normal

4 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

5 Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat,sentral RC (+)

6 Lensa Jernih Jernih

I. DIAFANOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan

J. OFTALMOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan

K. SLIT LAMP :

SLOD : Konjungtiva : Normal

Kornea : jernih

Test Flouresent : OD (-)

BMD : normal

Iris : coklat, kripte (+)

Lensa : jernih

SLOS : Konjungtiva : hiperemis (+),

Inj.Perikorneal(+)

Kornea :tampak binti- bintik dan bercak bercak pungtat

tersebar di permukaan kornea

Test Flouresent : OS (+) terdapat infiltrate bentuk pungtata di

parasentral

Tes sensivitas kornea : positif

3

Page 4: Keratitis Pungtata

BMD : normal

Iris : coklat, kripte (+)

Lensa : jernih

L. LABORATORIUM : tidak dilakukan pemeriksaan

M. GONIOSKOPI : tidak dilakukan pemeriksaan

IV. RESUME

Seorang perempuan umur 35 thn, datang ke Poli. RS. WS dengan keluhan utama

mata merah sebelah kiri sejak sekitar 1 minggu yll, fotofobia (+), hiper lakrimasi

(+), hiperemis (+),inj perikorneal(+),nyeri (+).penurunan ketajaman penglihatan ada

sejak mata memerah.mual muntah tida ada,riwayat pemakaian montak lens ada.

Penyinaran oblik :

OS : - Konjungtiva Hiperemis (+), Inj.Perikorneal(+)

- Kornea binti- bintik dan bercak putih diseluruh permukaan kornea

Visus : VOD = 20/20

VOS = 20/30

SLOS : - Konjungtiva hiperemis (+), inj.perikorneal (+),

- Kornea tampak bercak putih diseluruh permukaan kornea

- Tes fluororesensi OD (+) terdapat infiltrate bentuk pungtata di

parasentral

- BMD normal

- Iris coklat, kripte (+)

- Lensa jernih

V. DIAGNOSIS

4

Page 5: Keratitis Pungtata

OS Keratitis Pungtata Superfisialis

VI. TERAPI

R/: C. polygram EDMD 4 x 1 tts (pada mata kiri/ OS )

Reephitel EDMD 6 dd 1 (pada mata kiri/OS

Na.Diklofenak 2 x 50 mg

B-comc 1x 1

VII. DISKUSI

Keratitis adalah radang kornea, keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti

kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberikan topical

dan reaksi terhadap konjungtifitis menahun. Kerangtitis pungtata yaitu keratitis

yang terkumpul di daerah membrane bowman, dengan berbentuk bercak – bercak

halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi

pada berbagai hal, keratitis pungtata superfisialis memberikan gambaran seperti

infiltrate halus berbintik – bintik pada pemukaan kornea, dapat disebabkan oleh

sindrom dray eyes, blefaritis keratitis lagoktamus, keracunan obat topikal. Pasien

akan mengeluhkan rasa sakit, silau, mata merah dan rasa berganjal.

Pasien diberikan air mata buatan ditambah tobrosan tetes mata

5

Page 6: Keratitis Pungtata

KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL

PENDAHULUAN

Mata bagian luar adalah bagian krusial dalam tubuh yang terpapar dengan dunia

luar. Struktur dan fungsi yang normal dari mata yang sehat terkait dengan homeostasis

dari keseleruhan tubuh sebagai proteksi terhadap lingkungan yang dapat merugikan.

Segmen anterior dari bola mata memberikan jalur masuk yang jernih dan terlindungi

sehingga cahaya dapat diproses melalui jalur visual menuju susunan saraf pusat.1

Radang kornea (Keratitis) biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yaitu

terkena seperti keratitis superfisial dan intertisial atau propunda. Keratitis dapat

disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi

terhadap yang diberikan topical dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Keratitis

akan memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa kelilipan.2

Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrate halus pada

permukaan kornea. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak secara langsung pada

inspeksi, akan tetapi dapat dilihat dengan mudah dengan menggunakan slit lamp atau

loup. Lesi epithelial yang terdapat keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan opasitas

granular, abu – abu atau cromblike (seperti remah roti) yang berbentuk bulat atau oval.3

Sekitar 25.000 dari penduduk Amerika Serikat mendapatkan keratitis infeksi.

Insiden dari keratitis microbial dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak rata-rata

sebanyak 2 sampai 4 infeksi dari 10.000 pengguna lensa kontak dan sebanyak 10 sampai

20 infeksi dari 10.000 pengguna lensa kontak dengan penggunaan yang berkepanjangan.4

Gambar 1: Keratitis pungtata superficial

6

Page 7: Keratitis Pungtata

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata dibagian

depan (Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat 2 bentuk

kelengkungan yang berbeda.5

Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu :

1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera

disebut kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan cahaya masuk

kedalam bola mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar dibandingkan pada

sklera.5

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris, korpus siliaris

dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3 susunan otot dapat

mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam mata. Otot dilatator dipersarafi oleh

simpatis sedangkan sfingter iris dan otot siliaris dipersarafi oleh para simpatis.

Otot siliaris yang terletak dibadan siliaris mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan

akomodasi. Corpus siliaris yang menghasilkan humor akuos yang dikeluarkan

melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.5

3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai

sususan sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar

menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke otak.5

Gambar 2 : Anatomi Bola Mata

Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan bersifat

gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars pelana. Lensa

terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya oleh zonula zinii. Lensa

7

Page 8: Keratitis Pungtata

mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat

difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan terdapat

kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah temporal atas dalam rongga orbita.5

ANATOMI KORNEA

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, merupakan

bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan jaringan yang

menutup bola mata sebelah depan.5

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri

dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata – rata ketebalan

kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm di perifer.

Diameter horizontal kornea rata – rata orang dewasa adalah 11,75 mm dan diameter

vertikalnya rata – rata 10,66 mm.6

Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling berhubungan

yaitu lapisan epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel dikonjungtiva bulba),

membrana bowman, stroma, membrana descement dan endotel.5

1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, 1

lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis

sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi lapis sel sayap dan

semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel

basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui dermosom dan makula

ekluden, ikatan ini menghampat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang

merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.5

2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian stroma. Lapisan

ini tidak mempunyai daya regenerasi.5

3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar 1 dengan

lainnya, pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di bagian perifer

serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

8

Page 9: Keratitis Pungtata

lama yang kadang – kadang sampai 15 bulan. Stroma ini adalah merupakan

sekitar 90% dari ketebalan kornea.5

4. Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas

belakang stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan membran

basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur

hidup.5

5. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya sampai 40 –

60 mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi.5

Gambar 3 : Lapisan Kornea Normal

Suplai darah kornea berasal dari pembuluh – pembuluh darah konjungtifa,

episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu sendiri

bersifat avaskuler.7

FISIOLOGI KORNEA

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah “jendela”

yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan oleh

sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescence –

nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen –

komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen

berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak

yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang

9

Page 10: Keratitis Pungtata

menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas

optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel

dan fungsi barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada

keadaan “basah” dengan kada air sebanyak 78%.7,8

Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah

penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari

total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh

kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat

memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus seseorang.9

Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat lah

sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membrana bowman

dan berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta tidak memiliki selebung

myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan

sensitifitas yang tinggi pada kornea.7

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi

taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan

pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet)

mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai

dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas

penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri

selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.10

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur

jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti

penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)

diperoleh dari 3 sumber, yaitu :10

Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya

Difusi dari humor aquous

Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan

membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan

pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air

mata juga melindungi mata dari infeksi.5

10

Page 11: Keratitis Pungtata

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya inflamasi

pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes),

penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan

preparat imunosupresif topical maupun sistemik.10

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan,

oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme

pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi

antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier

terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan

lengkap.10

Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme

ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan

lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang

bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah

merupakan pathogen kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan

inokulasi yang berat atau pada host yang immunocompromised untuk dapat

menghasilkan sebuah infeksi di kornea.8

Ketika pathogen telah mengibvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial,

beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: 10

Lesi pada kornea

Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

Antibodi akan mneginfiltrasi lokasi invasi pathogen

Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi

pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi

kornea

Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang

akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

Pathogen akan menginvasi seluruh kornea.

11

Page 12: Keratitis Pungtata

Hasilnya stroma akan mengalamii atropi dan melekat pada membarana

descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang

dimana hanya membarana descement yang intak.

Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi

dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan

merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan

menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan menjadi

lunak.

Penyakit ini dapat mengikuti suatu penyakit mata lainnya maupun penyakit

sistemik, seperti :2

Kelainan local seperti pada inspeksi adenovirus, herpes, moluskum , alergi,

keracunan obat miotika, penyakit new castle dan dapat ditemukan bersama -

sama dengan folikel.

Kelainan sistemik yang menyertai infeksi saluran pernafasan bagian atas

seperti yang disebabkan herpes simpleks dan adenovirus, artritis, penyakit

saluran kemih, penyakit saluran pencernaan seperti pemfigoid.

KLASIFIKASI

Keratitis dapat dibagi berdasarkan :

1. LESI KORNEA

Keratitis epithelial

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis,

dan pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat

(misalnya pada keratitis pungtata superfisialis). Perubahan pada epitel sangat

bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil,

pembuntukan filament, keratinisasi parsial, dan lain-lain. Lesi-lesi itu juga

bervariasi lokasinya pada kornea. Semua variasi ini mempunyai makna

diagnostic yang penting dan pemeriksaan biomikroskopik dengan dan tanpa

pulasan fluorosein yang merupakan bagian dari setiap pemeriksaan mata

bagian luar.5

Keratitis Stroma

12

Page 13: Keratitis Pungtata

Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang

menunjukkan akumulasi sel – sel radang; edema muncul sebagai penebalan

kornea, pengkeruhan atau parut; penipisan dan perlunakan, yang dapat

berakibat perforasi; dan vaskulasrisasi. Pada respon ini kurang spesifik bagi

penyakit ini, tidak seperti pada keratitis epithelial dan dokter sering harus

mengandalkan informasi klinik dan pemeriksaan labpratorium untuk

menetapkan penyebabnya.5

Keratitis Endotelial

Disfungsi endothelium kornea akan berakibat ederma kornea, yang mula –

mula mengenai stroma dan epitel. Ini berbeda dari edema kornea yang

disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler, yang mulai pada epitel

kemudian stroma. Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih mungkin

dilihat kelainan morfologik endotel kornea dengan slitlamp. Sel – sel radang

pada endotel (endapan keratik atau keratik precipitat) tidak selalu

menandakan adanya penyakit endotel karena sel radang juga merupakan

manifestasi dari uveitis anterior, yang dapat atau tidak mneyertai keratitis

stroma.5

ORGANISME PENYEBABNYA

a. Keratitis Bakterial

Lebih dari 90% inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Sejumlah

bakteri yang dapat menginfeksi kornea yaitu Staphylococcus epidermis,

Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemoniae, koliformis, pseudomonas dan

haemophilus.7

Kebanyakan bakteri tidak dapat menetrasi kornea sepanjang epitel kornea

masih intak. Hanya bakteri gonococci dan difteri yang dapat menetrasi epitel

korea yang intak.7

Gejala – gejalanya antara lain yaitu nyeri, fotofobia, visus lemah,

lakrimasi dan sekret purulen. Sekret purulen khas untuk keratitis bakteri

sedangkan keratitis virus mempunyak sekret yang berair.7

Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotik topikal

(ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram positif dan

13

Page 14: Keratitis Pungtata

bakteri gram negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi diketahui.

Immobilisasi badan siliar dan iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika ada

iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat diterapi pertama kalinya dengan tetes

mata ataupun salep. Terapi pembedahan berupa keratoplasti emergency dilakukan

jika terdapat descematocel atau ulkus kornea yang perforasi.7

b. Keratitis Viral

1) Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis akibat infeksi herpes simpleks terdapat dalam berbagai bentuk

seperti : keratitis pungtata superfilis, keratitis dendritic, keratitis profunda.

Keratitis dendritic yang disebakan oleh virus akan memberikan gambaran

spesifik berupa infiltrate pada kornea dengan bentuk seperti ranting pohon

yang bercabang-cabang dengan memberikan uji fluorescein positif nyata pada

tempat percabangan. Sensibilitas kornea nyata menurun diakibatkan karena

ujung saraf ikut terkena infeksi virus herpes simpleks. Infeksi ini biasanya

bersifat reinfeksi endogen. Infeksi primer berjalan tanpa gejala klinis atau sub

klinis. Virus pada infeksi primer masuk melalui akson saraf menuju ganglion

dan menetap menjadi laten. Bila penderita mengalamin penurunan daya tahan

tubuh seperti demam maka akan terjadi rekurensi.7

Gejala keratitis virus herpes simpleks sangat nyeri, fotopobia, lakrimasi

dan edema palpebral. Bentuk keratitis virus herpes simpleks dibedakan

berdasarkan lokasi lesi pada lapisan kornea. Keratitis dendritic mempunyai

khas lesi epitel yang bercabang, sensitifitas kornea menurun dan dapat

berkembang menjadi keratitis stromal. Keratitis stromal ini mempunyai epitel

yang intak, pada pemerikasaan slitlamp menunjukkan infiltrate kornea

disirformis sentral. Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena virus

herpes simpleks terdapat pada humor aquos yang menyebabkan

pembengkakan sel endotel. Dan sindrom nekrosis retinal akut mengenai bola

mata bagian posterior yang terlibat pada pasien imunokompromis (AIDS).7

Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU trifluoritimidin dan

asiklovir. Pemberian streroid pada penderita herpes sangat berbahaya, karena

gejala akan sangat berkurang akan tetapi proses berjalan trus karena daya

tahan tubuh yang berkurang.7

14

Page 15: Keratitis Pungtata

2) Keratitis Herpes Zoster

Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes zoster

pada cabang pertama saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian

pula dengan kornea atau konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf trigeminus

ini, maka akan memberikan keluhan pada daerah yang dipersarafinya dan

pada herpes zoster akan mengakibatkan terdapatkan vesikel pada kulit. Pada

mata akan terasa sakit dengan perasaan yang berkurang (anastesia dolorosa).

Pengobatan adalah simtomatik seperti pemberian analgetika, vitamin dan

antibiotik topical atau umum untuk mencegah infeksi sekunder.7

c. Keratitis Jamur

Pathogen yang lebih sering adalah Aspergilus dan Candida albicans.

Mekanisme yang sering adalah trauma terkena bahan - bahan organic yang

mengandung jamur seperti ranting pohon. Pasien pada umumnya

mengeluhkan gejala yang sedikit. Pada inspeksi didapatkan mata merah, ulkus

yang berbatas tegas dan dapat meluas menjadi ulkus kornea serpiginuous.

Pada pemeriksaan slitlamp menunjukkan infiltrate stroma yang berwarna

putih keabuan, khusuhnya jika penyebabnya adalah candida albicans. Lesi –

lesi yang lebih kecil berkelompok mengililingi lesi yang besar membentuk lesi

satelit. Indentifikasi mikrobiologi jamur sulit dan memakan waktu.

Pengobatan konservatif berupa anti nikotik topikal seperti natamycin, nystatin

dan amphoterisin B, sedangkan tindakan pembedahan berupa keratoplasti jika

dengan pengobatan konservatif gagal dan keadaan makin memburuk dalam

perawatan.7

d. Keratitis Akantamoeba

Gejalanya berupa pasien mengeluh nyeri, fotopobia dan lakrimasi.

Pasien sering mempunyai riwayat beberapa minggu atau bulan tidak berhasil

dengan pengobatan antibiotik. Dari inspeksi menunjukkan mata merah

unilateral biasanya tidak mempunyai secret. Infeksi dapat membentuk

infiltrate pada sub epitel, opasasifikasi disiformis intrasstromal pada kornea

atau abses kornea yang membentuk cincin.7

Amoeba air tawar ini menyebabkan keratitis infeksi. Infeksi ini menjadi

lebih sering terjadi seiring dengan peningkatan penggunaan lensa kontak

15

Page 16: Keratitis Pungtata

lunak. Terjadi keratitis yang nyeri dengan tonjolan saraf kornea. Amoeba

dapat diisolasi dari kornea (dan dari lensa kontak) dengan kerokan dan

dikultur dalam media khusus yang dipenuhi dengan Escherichia coli.7

Gejala Klinis

Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang

terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat

mengeluhkan adanya rasa nyeri, pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia,

penurunan visus, sensasi benda asing, rasa panas, iritasi okuler dan blefarosspasma.5

Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf, kebanyakan lesi kornea

baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan nyeri dan fotofobia. Nyeri

pada keratitis diperparah degan pergerakan dari palpebral (umunnya palpebral

superior) terhadap kornea dan biasanya menetap hingga terjadi penyembuhan karena

kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea sering

kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada

dibagian central.8

Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia

multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi epithelia

yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik – bintik

kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil.

Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung, tetapi

dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.2

Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak

pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks. Walaupun

umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal

seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.3

Diagnosis

Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang

datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia)

dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini biasanya

diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan

16

Page 17: Keratitis Pungtata

interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel

kornea dan membrane bowman superfisial terkait.7

Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien

yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan

melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan

epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi,

pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon

struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada

edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea.8

Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis

dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat

menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan

inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan

kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi

yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara

memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang

kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.8

Keratitis pungtata superfisial yang disebut juga keratitis pungtata epithelial atau

Thygenson’s desease merupakan salah satu tipe inflamasi atau peradangan pada

kornea mata dengan hilangnya epitel kornea. Lesinya berupa pungtata yang terlihat

seperti titik – titik meskipun dapat juga berupa dendritic dengan gambaran linier dan

bercabang. Karateristik dengan tidak adanya jaringan parut sisa dan jarang

menyisakan penglihatan.8

Keadaan yang meyebabkan penyakit ini dapat berupa infeksi mata (virus,

bakteri) maupun noninfeksi seperti :

Abnormalitas air mata

Reaksi imun

Denervasi

Distrofi

Trauma kimia ringan

Lensa kontak

Reaksi terhadap pengobatan sistemik, dll

17

Page 18: Keratitis Pungtata

Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan air mata

yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada

daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik abu – abu yang

kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini, tergantung factor penyebabnya.

Pengguna kortikosteroid topikal terbukti dapat mengurangi gejala.8

Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan menggunakan

slit lamp ataupun dengan iluminasi terang dan melihat menggunakan loup. Hal

tersebut dapat memberikan gambaran defek epithelial. Pola distribusi flouresensi

yang spesifik dapat sebagai informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan

etiologi dan keratitis pungtata superfisial.10

Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble yang

tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik

(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun dalam

zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens akan

menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk makroulseratif

(positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi yang tidak bebrbekas

melalui film air mata (negative staining). Floresens yang terkumpul dalam sebuah

defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan tampak dengan

warna hijau pada kornea.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultu dari flora kornea dilakukan

selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan

tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan

penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan

menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan

periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam

penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.10

Penatalaksaan / Terapi

Terdapat beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis pungtata

superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial

seringkali adekuat pada kasus – kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat

mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka

18

Page 19: Keratitis Pungtata

tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas

dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk

membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.11

Tergantung dari keparahan gejala pada pasien,air mata artifisial dengan

viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada

pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat

pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi

digunakan karena waktu retensinya yang panjang.8

Lensa kontak terapeutik yang lunak dapat digunakan sebagai lubrikasi alternative

pada beberapa kasus yang berat, walaupun komplikasi potensial (seperti keratitis

microbial) dapat terjadi. Lensa kontak memperbaiki gejala dengan menutupi lesi

kornea dan saraf yang secara konstan mengalami fraksi dengan konjungtiva selama

berkedip.10

Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu epitel yang

tidak intsk dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Penanganan

diawali dengan antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum terhadap

kebanyakan organisme Gram-positif dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes

sensitifitas diketahui. Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan

cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan

ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata – rata penyembuhan dan

penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.8

Penggunaan kortikosteroid topikal masih kontroversial dikarenakan

penggunaannya pada infeksi virus dan jamur dikontraindikasikan. Akan tetapi

kortikosteroid sistemik dapat mencegah perforasi kornea dan pembentukan jaringan

parut pada kornea.3

Antibiotik sistematik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat infeksi

atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin maupun

ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian oral.5

Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di kornea hilang. Akan

tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat mencapai titik

kenyamanan.5

19

Page 20: Keratitis Pungtata

Prognosis

Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah baik jika tidak

terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode

penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan

keratitis pungtata superfisial sangat baik. Parut ringan pada kornea dapat timbul pada

kasus – kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung lama.1

Daftar Pustaka

1. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Structure dan Function of the External Eye dan

Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal Science Cources

: External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore : American Academy of

Ophthalmology ; 2007. p.5-14

2. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited 2011 July]; [1

screen]. Available from URL:http://bjo.bmj.com/cgi/pdf_extract

20

Page 21: Keratitis Pungtata

3. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas S. Ilmu

Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. H 147-78

4. Mills TJ. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis [online]. 2008 [cited 2011

July]; [4 screen]. Available from

URL:http://www.emedicine.medscape.com/article/798100

5. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi

ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13

6. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In : Vaughan D,Asbury T,

Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 15th edition. Connecticut; Appleton &

lange; 1999. p. 1-26

7. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D. Manual

of Ocular Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia; Lippincott Williams

& Wilkins; 2002. p. 67-129

8. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General

Ophthalmology. 15th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p. 119-41

9. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Clinical Approach to Immune-Related Disorders

of the External Eye. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal

Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore : American

Academy of Ophthalmology ; 2007. p.205-41

10. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd

edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60

11. Duszak RS. Thygeson Superficial Punctata Keratitis [online]. 2008 [cited 2011

July]. Available from

URL:http://www.emedicine.medscape.com/article/1197335

21