LAPKAS Keratitis

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan. 1,2 Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya. 3 Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi 1

description

lll

Transcript of LAPKAS Keratitis

Page 1: LAPKAS Keratitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya

dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Oleh karena itu kornea harus

tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan

sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat

menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral

(daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1,2

Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis

merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun

kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau

karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan

kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3

Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi

keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.

Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis,

keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan

bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis

nurmularis dan keratitis neuroparalitik.3

Pada keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea

bergesekan dengan palpebra. Lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan

penglihatan apabila lesi terletak sentral dari kornea. Hal tersebut terjadi karena

kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media

pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata. Fotofobia terutama disebabkan

oleh peradangan pada iris. Keratitis akan memberikan gejala seperti mata merah,

rasa silau, dan merasa kelilipan.3

Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan

dan membatasi kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis infeksi adalah salah

1

Page 2: LAPKAS Keratitis

satu faktor yang berperan terhadap terapi awal yang tidak tepat. kebanyakan

gangguan penglihatan dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya

ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.

2

Page 3: LAPKAS Keratitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea2,3,4

Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat

transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1

mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea

yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform,

avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang

dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar

epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah

dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada

cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan

hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema

lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.

Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan

lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem

karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat

menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.

Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal

dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea

superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea

dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan

pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk

kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan selubung

schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya

regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan

dan terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang

3

Page 4: LAPKAS Keratitis

bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), membran bowman,

stroma, membran descemet dan lapisan endotel.

Gambar 1. Anatomi Kornea5

1. Epitel

Lapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa

tanduk, ada satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble

substance. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong

kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel pipih,

sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal

didepannya melalui desmosom dan macula okluden. Ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan

membran basal yang saling melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menjadi

erosi rekuren. Ujung saraf kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan

pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan

mengganjal. Daya regenerasi epitel juga cukup besar.

2. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

4

Page 5: LAPKAS Keratitis

depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada

lapisan ini akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.

3. Stroma

Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup

sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri

atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya

terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang.

Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi

pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat

kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di

antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan

serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening,

terletak dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya

pembuluh darah. Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur

hidup, mempunyai tebal 40 m.

5. Endotel

Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan

kejernihan kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak

mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang

mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak

pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan

cairan akibat gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak

karena kelebihan cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi

(kekeruhan) akan terjadi. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma

bedah, penyakit intraokuler dan usia lanjut. Lapisan endotel berasal dari

mesotalium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal 20 -

40 m yang melekat pada membran descmet melalui hemi desmosom dan

zonula okluden.

5

Page 6: LAPKAS Keratitis

2.2 Keratitis

2.2.1 Definisi

Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea

yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan

menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan

epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan

stroma.2

2.2.2 Epidemiologi

Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena

keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih

sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki

jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan

lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35%

di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur

kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur),

sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara.

secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.5,6

2.2.3 Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:

1. Virus

2. Bakteri

3. Jamur

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan

ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak

cukupnya pembentukan air mata

7. Adanya benda asing di mata

8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara

seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi

6

Page 7: LAPKAS Keratitis

9. Efek samping obat tertentu1,2,3

2.2.4 Patofisiologi4

Terdapat beberapa kondisi yang berperan sebagai factor predisposisi

terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barier epitel

kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagoftalmos, gangguan paralitik,

trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh

lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa

mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks

berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang

membentuk barier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi

secara cepat dan lengkap.

Epitel merupakan barier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke

dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, stroma yang avaskuler dan

membran bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan berbagai

mikroorganisme. Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi

kornea superfisial, patogen akan mulai menginvasi lebih dalam dan

mengkolonisasi daerah stroma kornea. Tubuh akan merespon dengan cara

melepaskan antibody yang akan menginfiltrasi lokasi invasi agen patogen.

Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi patogen

akan memberikan gambaran infiltrasi kornea.

Selanjutnya, terjadi iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya

berupa pus yang akan berakumulasi pada dasar dari bilik mata depan). Patogen

akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalami atrofi dan

melekat pada membrane descemet yang relative kuat dan akan menghasilkan

descemetocele, keadaan dimana hanya membran descemet yang masih intak.

Ketika penyakit berkembang semakin progresif, terjadi perforasi dari membran

descemet dan humor akuous akan keluar. Hal ini disebut perforasi ulkus kornea

dan merupakan indikasi untuk dilakukan bedah. Pasien akan menunjukkan gejala

penurunan visus dan bola mata menjadi lunak.

7

Page 8: LAPKAS Keratitis

2.2.5 Klasifikasi2,3

Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal. Berdasarkan

lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:

1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata

Subepitel)

2. Keratitis Marginal

3. Keratitis Interstisial

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis Bakteri

2. Keratitis Jamur

3. Keratitis Virus

4. Keratitis Herpetik

a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster

b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :

Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis

5. Keratitis Alergi

a. Keratokonjungtivitis

b. Keratokonjungtivitis epidemi

c. Tukak atau ulkus fliktenular

d. Keratitis fasikularis

e. Keratokonjungtivitis vernal

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis Flikten

2. Keratitis Sika

3. Keratitis Neuroparalitik

4. Keratitis Numuralis

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:

A. Keratitis Pungtata5

8

Page 9: LAPKAS Keratitis

Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk

bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti

infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea

superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata

subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman.

Gambar 2 . Keratitis pungtata5

B. Keratitis Marginal6

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus.

Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau

keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien

setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

Gambar 3. Keratitis Marginal6

C. Keratitis Interstitial3

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah

ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis

9

Page 10: LAPKAS Keratitis

interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering

dari keratitis interstitial.

.Gambar 4. Keratitis Interstitial6

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :

A. Keratitis Bakteri1,2

1. Faktor Risiko

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea

adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa

faktor risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya:

Penggunaan lensa kontak

Trauma

Kontaminasi pengobatan mata

Riwayat keratitis bakteri sebelumnya

Riwayat operasi mata sebelumnya

Gangguan defense mechanism

Perubahan struktur permukaan kornea

2. Etiologi

10

Page 11: LAPKAS Keratitis

3. Manifestasi Klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata

yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi

kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis

perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea

dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian

ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian

dilakukan pengecatan dengan Gram.

Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan

secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila

ditemukan infiltrat dalam di stroma.

5. Terapi

11

Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri1

Gambar 5. Keratitis ulseratif supuratif yang disebabkan oleh P.aeruginosa1

Page 12: LAPKAS Keratitis

Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil

kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat

diberikan:

B. Keratitis Fungi (Jamur)1,2,3

1. Etiologi

Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:

a. Jamur berfilamen (filamentous fungi)

Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:

Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,

Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora

sp, Curvularia sp, Altenaria sp.

Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas:

Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

12

Tabel 2. Terapi inisial untuk keratitis bakteri1

Page 13: LAPKAS Keratitis

c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media

pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp,

Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

2. Patologi

Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.

Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan

edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai

kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin

ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multipel dapat

mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membran descemet

yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.

3. Manifestasi Klinis

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi

jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen

jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella

kornea, peradangan akut, respon antigenik dengan formasi cincin imun,

hipopion, dan uveitis yang berat.

Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan

infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian

kornea yang tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang

timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses

stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun

dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur

dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang

purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli

anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat

dipakai pedoman berikut :

- Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama

- Lesi satelit

13

Page 14: LAPKAS Keratitis

- Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan

seperti hifa di bawah endotel utuh

- Plak endotel

- Hypopyon, kadang-kadang rekuren

- Formasi cincin sekeliling ulku

- Lesi kornea yang indolen

Gambar 6. Keratitis Fungi6

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea

(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus

dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram,

Giemsa atau KOH + Tinta India.

Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau

Methenamine Silver.

5. Terapi

Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:

Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.

Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,

Miconazole, flukonazol, itraconazole, econazole, dan

clotrimazole.`

C. Keratitis Virus2,4

14

Page 15: LAPKAS Keratitis

1. Etiologi

Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering

pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host,

merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa,

rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi

melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut,

alat kelamin yang mengandung virus.

2. Patofisiologi

Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :

- Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial

mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea

superfisial.

- Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang

menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke

dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk

merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.

3. Manifestasi Klinis

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan

kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika

bagian pusat yang terkena. Infeksi primer herpes simpleks pada mata

biasanya berupa konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler

yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan

penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi

jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi

pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan

menjadi parah dan menyerang stroma

15

Page 16: LAPKAS Keratitis

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks

4. Pemeriksaan Penunjang

Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-

sel raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang

terinfeksi dan virus intranuclear inklusi

5. Terapi

Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement

epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga

mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat

melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah

dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas

khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5%

diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit

tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya

sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.

Terapi Obat

- IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1%

dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)

- Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk

salep

- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1%

setiap 4 jam

16

Page 17: LAPKAS Keratitis

- Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.

- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,

khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit

herpes mata dan kulit agresif.

Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi

penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun

hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

D. Keratitis Alergi2,3,4

1. Etiologi

Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya

penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-

rumputan.

2. Manifestasi Klinis

Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi

sekret mukoid.

Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)

Gatal

Fotofobia

Sensasi benda asing

Mata berair dan blefarospasme

3. Terapi

Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati

Steroid topikal dan sistemik

Kompres dingin

Obat vasokonstriktor

Cromolyn sodium topikal

Koagulasi cryo CO2.

Pembedahan kecil (eksisi).

Antihistamin umumnya tidak efektif

17

Page 18: LAPKAS Keratitis

Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:

A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa3

Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada

lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk

ulkus. Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula

ulkus yang menjalar dari pinggir ke tengah, dengan pinggir meninggalkan

sikatrik sedangkan bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander

phlyctaen. Keadaan ini merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi

kemudian kambuh lagi di tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat

menyebabkan kelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai

pulau-pulau yang disertai ‘geographic pattern’.

B. Keratitis Sika6

Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya

permukaan kornea dan konjungtiva. Gejala klinis yang sering timbul yaitu

mengeluh mata terasa gatal, terasa seperti ada pasir, fotopobi, visus menurun,

secret lengket, mata terasa kering. Dari hasil pemeriksaan didapatkan sekret

mukus dengan tanda-tanda konjungtivitis dengan xerosis konjuntiva, sehingga

konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat, warnanya

mengkilat. Terdapat infiltrat-infiltrat kecil, letak epiteleal, tes fluoresen (+).

Terdapat juga benang-benang (filamen) yang sebenarnya sekret yang

menempel, karena itu, disebut juga keratitis filamentosa.

C. Keratitis Numularis6

Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan infiltrat yang

berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya berkelompok dan tepinya

berbatas tegas. Keratitis ini berjalan lambat, sering terdapat unilateral pada

petani sawah.

2.2.6 Diagnosis Banding

18

Page 19: LAPKAS Keratitis

2.2.7 Komplikasi2,3

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan

akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai

hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:

- Gangguan refraksi

- Jaringan parut permanent

- Ulkus kornea

- Perforasi kornea

2.2.8 Prognosis2

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika

tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks

dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

- Virulensi organisme

- Luas dan lokasi keratitis

- Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

BAB III

19

Page 20: LAPKAS Keratitis

PENYAJIAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 55 tahun

Alamat : Dusun Pasuk Kayu

Suku : Melayu

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Tanggal Masuk RS : 3 Maret 2015

Anamnesa dan pemeriksaan fisik dilaksanakan tanggal 3 Maret 2015

3.2. Anamnesis

• Keluhan Utama

Sakit di sekitar mata kiri apabila terkena sinar matahari

• Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sakit di sekitar mata apabila terkena sinar

matahari. Keluhan yang sama juga dirasakan apabila terkena angin.

Sebelum keluhan tersebut dirasakan, pasien mengaku awalnya mata kiri

terasa gatal dan berwarna merah. Pasien juga mengeluhkan silau dan mata

berair apabila berada di tempat yang terang atau disinari dengan cahaya.

Keluhan tersebut dirasakan kira-kira sejak 2 bulan yang lalu. Riwayat mual

dan muntah disangkal. Pasien mengaku pernah kecipratan air dari tanah

sawah. Mata yang terkena infeksi pada saat dilakukan pemeriksaan yaitu

kedua mata. Sebelumnya pasien sudah dua kali datang ke poli mata RS

Abdul Aziz dengan keluhan yang sama akan tetapi hanya mata kiri yang

terinfeksi.

• Riwayat Penyakit Dahulu

20

Page 21: LAPKAS Keratitis

Riwayat menderita penyakit mata yang sama sebelumnya disangkal.

Riwayat menderita penyakit mata lainnya disangkal. Riwayat kencing

manis, tekanan darah tinggi, dan alergi juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat anggota keluarga mengalami penyakit yang sama disangkal.

Riwayat anggota keluarga menderita tekanan darah tinggi, kencing manis

dan alergi disangkal.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Kondisi Umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tanda-tanda Vital:

a. Tekanan darah: 120/80

b. Nadi : 84 x/menit

c. Frek. Napas : 18 x/menit

d. Suhu : 36,7 ºC

3.4. Status Oftalmolgi

a. Visus:

a. OD : 6/20

b. OS : 6/20

b. Pemeriksaan Luar

21

Page 22: LAPKAS Keratitis

Tes lapang pandang (confrontation test) :

a. OD : sama dengan pemeriksa

b. OS : sama dengan pemeriksa

OD OS

Ortho Posisi Bola Mata Ortho

Pergerakan (+), Ptosis (-), Lagoftalmos (-), Edema (-),

hematom (-)

Palpebra Pergerakan (+), Ptosis (-), Lagoftalmos (-), Edema (-),

hematom (-)injeksi konjungtiva/siliaris (+),

benda asing (-)Konjungtiva injeksi konjungtiva/siliaris (+),

benda asing (-)Infiltrat (+) Kornea Infiltrat (+)

Jernih, kedalaman cukup Bilik mata depan Jernih, kedalaman cukup

Reguler (normal), bulat,Ø 3mm, Refleks pupil (+)

Iris/pupil Reguler (normal), bulat,Ø 3mm, Refleks pupil (+)

Jernih Lensa Jernih

Reflek (+) Fundus Reflek (+)

Tidak dilakukan Tonometri Tidak dilakukan

Gerak bola mata ke segala arah baik

Pergerakan bola mata

Gerak bola mata ke segala arah baik

Normal Palpasi TIO Normal

3.5. ResumeSeorang pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah disekitar mata.

Nyeri dirasakan saat terkena cahaya matahari dan angin. Selain itu pasien

juga mengeluhkan rasa silau apabila mata terkena cahaya. Mata pasien

tampak kemerahan dan berair apabila terkena cahaya. Pasien memliki

riwayat trauma/kelilipan.

Sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan untuk penyakit yang

diderita sebanyak dua kali di poli mata RS Abdul Aziz. Saat pemeriksaan

dilakukan, kedua mata terinfeksi. Sebelumnya mata yang terinfeksi hanya

pada mata kiri.

22

Page 23: LAPKAS Keratitis

Pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya infiltrat pada kornea

okuli dekstra sinistra berbentuk bulat dan injeksi konjungtiva. Pemeriksaan

visus OD 6/20 dan OS 6/20. Pergerakan otot bola mata baik dan palpasi

tekanan intra okuler normal.

3.6. Diagnosis

Diagnosis kerja : Keratitis Numularis Oculi Dextra Sinistra

Diagnosis banding : Konjungtivitis

Uveitis Anterior

3.7. Tatalaksana

- Cendo xitrol ED 3x1 tetes ODS

- Na diklofenak 2x1 tablet

- Ranitidine 2x1 tablet

3.8. Edukasi

- Menjelaskan kepada pasien agar kontrol teratur aabila obat habis dan

keluhan memburuk

- Menjelaskan kepada pasien agar menjaga kebersihan matanya dari paparan

debu dan kotoran. Jika bekerja disarankan untuk menggunakan kacamata.

3.8. Prognosis

Dubia ad bonam

23

Page 24: LAPKAS Keratitis

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah disekitar mata.

Nyeri dirasakan saat terkena cahaya matahari dan angin. Selain itu pasien juga

mengeluhkan rasa silau apabila mata terkena cahaya. Mata pasien tampak

kemerahan dan berair apabila terkena cahaya. Pasien memiliki riwayat

trauma/kelilipan pada matanya.

Sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan untuk penyakit yang

diderita sebanyak dua kali di poli mata RS Abdul Aziz. Saat pemeriksaan

dilakukan, kedua mata terinfeksi. Sebelumnya mata yang terinfeksi hanya pada

mata kiri. Riwayat menderita penyakit mata lainnya disangkal. Riwayat tekanan

darah tinggi, kencing manis dan alergi disangkal.

Dari anamnesis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pasien

mengalami suatu infeksi di daerah mata sebelah kiri dan kanan dengan keluhan

mata merah, silau (fotofobia), dan berair. Dari gejala yang timbul tersebut

menunjukkan diagnosis mengarah ke diagnosis keratitis.

Kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea,

superfisisalis maupun profunda (benda asing kornea, abrasi kornea, keratitis

interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai

sembuh. Kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi

pada kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama apabila letaknya

di pusat. Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris yang radang.

Pada kornea didapatkan adanya infiltrat berwarna putih keruh yang menyebabkan

penglihatan pasien menjadi terganggu dan merasa silau. Pada pemeriksaan fisik

24

Page 25: LAPKAS Keratitis

didapatkan VOD = 6/20, VOS = 6/20 dengan penglihatan sedikit kabur pada mata

kiri.

Terapi yang diberikan yaitu cendo xitrol. Obat ini memiliki kandungan

dexamethason, neomysin sulfat dan polymiksin B sulfat. Penggunaannya

diindikasikan untuk pengobatan infeksi mata yang meradang. Pemberian Na

diklofenak ditujukan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien. Na

diklofenak merupakan golongan obat non-steroid yang bekerja dengan cara

menghambat sintesis prostaglandin. Selain berperan sebagai mediator nyeri,

prostaglandin juga berperan dalam melindungi mukosa lambung. Oleh karena Na

diklofenak dapat mengganggu perlindungan lambung, maka diberikan pula obat

yang menjaga lambung seperti ranitidin.

25

Page 26: LAPKAS Keratitis

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang telah

dilakukan, pasien didiagnosis ODS keratitis bakterialis. Pasien diberikan terapi

antibakteri untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang dikombinasikan

dengan obat golongan steroid untuk mencegah terjadinya inflamasi luas. Prognosa

sementara pada pasien ini masih baik.

26

Page 27: LAPKAS Keratitis

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco. 2007. p. 179-190

2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009. p. 125-149.

3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. p. 149–177

4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2012. h. 1-13

5. K.Weng Sehu. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK. 2005. p. 626. Mansjoer, AM. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius

FKUI. h. 567. Thygeson P. Superficial Punctate Keratitis. Journal of the American Medical

Association. 1997. 144:1544-1549. Available at: http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm.

8. Reed, KK. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University College of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida. Available at: http://www.fechter.com/Thygesons.htm.

9. American Academy of Ophthalmology. External Disease dan Cornea. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco. 2007. p.5-14

10. Srinivasan, M; Mascarenahas, J; Prashant, CN. Distinguishing infective versus noninfective keratitias. Indian Journal of Ophtalmology. 2008. 56(3): 203-7

27