Kedaruratan Urologi Pada Neonatus Dengan Hidronefrosis Kongenital
-
Upload
theofilus-ardy -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
description
Transcript of Kedaruratan Urologi Pada Neonatus Dengan Hidronefrosis Kongenital
Kedaruratan Urologi Pada Neonatus Dengan Hidronefrosis
Kongenital
Tujuan
Telah diketahui bahwa obstruksi junction pelviureterik unilateral (PUJO) adalah
kondisi yang jinak, karena dilatasi dapat sembuh secara spontan dan fungsinya
tidak mengalami penurunan pada sebagian besar kasus. Namun, ada suatu PUJO
perkecualian yang membutuhkan pengobatan darurat dalam periode neonatal.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk melaporkan kedaruratan urologi dan
manajemen neonatus dengan PUJO.
Bahan dan Metode
Sembilan anak (tujuh laki-laki dan dua perempuan) dengan PUJO yang menjalani
perawatan neonatal darurat selama 13 tahun terakhir dibahas. Fungsi ginjal
dievaluasi sesuai dengan tingkat peluruhan kreatinin serum (SCr) yang sesuai
dengan usia kehamilan (GA) saat melahirkan. Pemeriksaan fisik, pemantauan
ultrasonografi, dan radiografi thoraks dan abdomen diulangi untuk setiap
neonatus.
Hasil
Delapan pasien terdeteksi sebelum lahir. Pada lima pasien, ginjal multikistik
displastik (MCDK) ditemukan pada sisi kontralateral. Tiga pasien menjalani
pungsi perkutan untuk hidronefrosis fetal. Penurunan jumlah cairan ketuban
tampak jelas pada tiga janin. Indikasi untuk pengobatan darurat meliputi efek
massa dari hidronefrosis pada tiga pasien, disfungsi ginjal pada lima pasien, dan
infeksi saluran kemih berat pada satu pasien. Selama periode neonatal, tabung
nefrostomi perkutan ditempatkan pada tujuh pasien, dan nefrostomi terbuka pada
satu pasien dengan malformasi anorektal. Pungsi berulang dari pelvis ginjal yang
terdilatasi dilakukan pada satu pasien. Fungsi ginjal setelah pyeloplasti dalam
kondisi stabil pada delapan pasien, namun menurun cukup pada bayi yang
dikaitkan dengan oligohidramnion in utero.
Kesimpulan
Indikasi untuk pengobatan darurat pada neonatus dengan PUJO meliputi efek
massa dari hidronefrosis masif, disfungsi ginjal dan infeksi saluran kemih berat.
Saat lahir, kondisi pernapasan dan peredaran darah pertama-tama harus
distabilkan. Pada neonatus dengan hidronefrosis ginjal soliter atau PUJO bilateral
yang berat, SCr serial harus dipantau untuk mengevaluasi fungsi ginjal.
Penurunan jumlah cairan ketuban mengindikasikan gangguan fungsional ginjal
yang tidak akan pulih setelah penatalaksanaan urologis.
Kata kunci
Efek massa, kedaruratan neonatal, obstruksi junction pelviureterik (PUJO),
diagnosis prenatal, disfungsi ginjal
Pendahuluan
Karana meluasnya penggunaan ultrasonografi prenatal, lebih dari setengah kasus
hidronefrosis kongenital (obstruksi junction pelviureterik, PUJO) dapat terdeteksi
sebelum gejala klinis atau tanda-tanda muncul dengan sendirinya. Perubahan
manifestasi klinis yang dramatis telah menyebabkan kebingungan mengenai
evaluasi dan pengobatan untuk kelainan ini. Masih tetap belum terpecahkan
bagaimana cara mengidentifikasi PUJO prenatal yang membutuhkan operasi. Juga
telah dijelaskan bahwa PUJO unilateral adalah kondisi jinak memiliki risiko
rendah untuk terjadinya kerusakan ginjal. Bahkan pada stadium PUJO yang paling
berat, pemeriksaan dan intervensi mendesak seringkali ditangguhkan selama
beberapa minggu setelah lahir, karena kondisi ini dapat sembuh secara spontan
dan fungsinya tidak menurun pada sebagian besar ginjal.
Bagaimanapun, ada suatu PUJO perkecualian yang membutuhkan
pengobatan darurat pada periode neonatal, yang meliputi efek massa dari
kompresi hidronefrosis yang besar, disfungsi renal dan infeksi saluran kemih
berat. Partisipasi aktif dari ahli urologi pediatrik, walaupun terbatas pada beberapa
institusi yang terkait dengan unit maternal, akan membawa pada intervensi dini
dan perbaikan pada pasien-pasien tersebut. Tujuan dari artikel ini adalah untuk
melaporkan kedaruratan urologi dan manajemennya pada neonatus dengan PUJO.
Bahan dan metode
Dari 562 anak-anak dengan PUJO yang dirawat selama 1991-2004, sembilan anak
(1,6 %), tujuh anak laki-laki dan dua perempuan, menjalani drainase saluran
kemih darurat selama periode neonatal. Kami secara retrospektif mereview
catatan medis anak-anak ini sehubungan dengan manifestasi klinis, perjalanan
prenatal, cara persalinan, perawatan kedaruratan dan follow up fungsi ginjal.
Fungsi ginjal selama periode neonatal dievaluasi sesuai dengan kurva tingkat
peluruhan kreatinin serum (SCr) sesuai dengan usia kehamilannya (GA) saat
dilahirkan.
Saat tingkat SCr terus meningkat, atau menurunnya Scr dalam beberapa
hari pertama kehidupan lebih lambat dibandingkan dengan kontrol dari GA yang
sama, drainase hidronefrosis darurat diindikasikan. Pemeriksaan fisik,
pemantauan ultrasonografi, dan radiografi thoraksa dan abdomen diulang untuk
setiap neonatus. Suatu voiding cystourethrogram (VCUG) dilakukan pada semua
pasien untuk mengeksklusikan hubungan refluks vesikoureteral atau obstruksi
infravesikal. Periode follow-up rata-rata adalah 6 tahun dan 7 bulan (kisaran, 3
tahun dan 8 bulan sampai 10 tahun dan 6 bulan).
Hasil
Manifestasi klinis
Di antara para pasien, delapan terdeteksi oleh ultrasonografi prenatal karena
memiliki hidronefrosis pada GA 20 dan 37 minggu (Tabel 1). Ginjal kontralateral
normal pada tiga pasien, sementara pada lima pasien, dicurigai menderita ginjal
multikistik displastik (MCDK) pada pemeriksaan prenatal dan dikonfirmasi pada
postnatal. Tiga dari mereka menjalani pungsi perkutan untuk hidronefrosis fetal
untuk dekompresi massa yang besar tersebut. Analisis urine dari pungsi
mengungkapkan kandungan elektrolit merujuk pada ‘prognosis yang baik’.
Oligohidramnion atau penurunan jumlah cairan ketuban tampak jelas pada tiga
janin. Salah satu neonatus yang tidak terdeteksi sebelum lahir menunjukkan
distensi abdomen dan mengalami intoleransi makanan dari hari 4 setelah lahir.
Anak dengan Kabuki make-up syndrome meninggal karena pneumonia pada usia
3 tahun.
Cara persalinan
Sectio caesar elektif dilakukan pada lima pasien karena distensi abdomen akibat
dari hidronefrosis besar yang tidak memungkinkan untuk persalinan pervaginam.
Dua pasien diinduksi untuk persalinan segera pada GA 37 minggu.
Drainase darurat
Indikasi untuk pengobatan darurat neonatal meliputi efek massa dari hidronefrosis
masif pada tiga pasien, disfungsi ginjal pada lima, dan infeksi saluran kemih yang
berat pada satu pasien. Tiga pasien pertama menampilkan gangguan pernapasan
atau intoleransi makan karena efek massa dari hidronefrosis besar. Di antara lima
anak-anak dengan disfungsi ginjal selama periode neonatal, empat memiliki
hidronefrosis grade 4 pada satu ginjal. Salah satu pasien perempuan memiliki
hidronefrosis bilateral terkait dengan oligohidramnion pada GA 35 minggu.
Neonatus laki-laki terakhir yang menjalani pungsi ginjal kiri pada hari persalinan
menunjukkan penurunan hidronefrosis dalam hubungan dengan demam karena
infeksi saluran kemih pada hari ke-21 setelah kelahiran. Nefrostomi perkutan
dilakukan pada tujuh pasien selama hari 1-25 setelah kelahiran. Pungsi berulang
dari pelvis ginjal yang terdilatasi dilakukan pada satu pasien. Nefrostomi terbuka
dilakukan pada satu neonatus dengan malformasi anorektal untuk membuat
kolostomi pada hari pertama kehidupan.
Pyeloplasti
Pyeloplasti dilakukan pada semua anak kecuali satu (kasus 7) melalui anastomosis
pelviureterik sederhana. Dalam dua anak, tabung nefrostomi telah diangkat sekitar
1 bulan setelah penempatan, karena antegrade pyelografi menunjukkan pasase
cairan kontras yang baik melalui junction pelviureterik. Hidronefrosis berat
terulang pada pasien 1 bulan dan 5 bulan setelah pengangkatan kateter. Anak-anak
tersebut menjalani pyeloplasti pada usia 2 bulan dan 6 bulan, karena mereka
menunjukkan peningkatan SCr secara bertahap dan ketidakseimbangan elektrolit.
Pada saat penulisan artikel ini, satu neonatus perempuan belum dioperasi karena
ureter kirinya mengalami hipoplasia dari PUJ hingga ke bawah.
Prognosis fungsi ginjal
Fungsi ginjal setelah pyeloplasty stabil dalam delapan pasien, sementara itu cukup
menurun pada orang yang dikaitkan dengan oligohidramnion di utero.
Presentasi kasus
Kasus 1
Seorang bayi laki-laki diintubasi untuk distres respirasi pada hari pertama
kehidupan karena elevasi diafragma yang terkompresi oleh hidronefrosis kanan
yang masif. Berat lahir adalah 2.980 g, dan skor Apgar adalah 6 dan 7. Saat GA
28 minggu, dia terdeteksi memiliki hidronefrosis masif dengan ultrasonografi
prenatal. Meskipun pungsi perkutan dari hidronefrosis janin dilakukan dua kali
pada GA 29 minggu dan 35 minggu GA, distensi pelvis renalis berulang dengan
cepat (Gambar 1). Sectio caesar diindikasikan pada GA 37 minggu.
Radiografi thoraks dan abdomen menampilkan displacement diaphragma
kanan dari bawah (Gambar 2). Setelah pengangkatan tabung diintubasi pada hari
kedua, dia secara bertahap menunjukkan intoleransi makanan. Nefrostomi
perkutan dilakukan pada hari ketiga kehidupan, dan pyeloplasti dilakukan pada
hari ke-25. Skintigrafi ginjal pada usia 9 tahun mengungkapkan fungsi ginjal
kanan yang baik dengan uptake yang sama dengan ginjal kontralateral yang
normal.
Kasus 2
Seorang anak laki-laki 4 minggu dirujuk ke kami dengan nefrostomi dari ginjal
kanan. Dia dideteksi dengan ultrasonografi prenatal pada GA 28 minggu di rumah
sakit tempat dia dirawat sebelumnya dengan hidronefrosis kanan dan ginjal kiri
multikistik displastik (MCDK). Intervensi janin telah dicoba diupayakan, namun
tidak efektif (tidak ada informasi yang tepat). Sectio caesar diindikasikan pada
GA 34 minggu. Berat lahir adalah 1.860 g, dan skor Apgar adalah 8 dan 9. Pada
hari kedua kehidupan, SCr-nya naik sampai 2,2 mg/dL, dan ketidakseimbangan
elektrolit menjadi sangat menonjol. Setelah penempatan tabung nefrostomi di
ginjal kanan, SCr turun menjadi 0,4 mg/dL setelah dirujuk kepada kami. Tabung
nefrostomi telah diangkat pada usia 6 minggu karena antegrade pyelografi
menunjukkan pasase yang baik padai PUJ (Gambar 3). Kondisinya membaik
dengan dilatasi pelviokaliks ringan, dan menunjukkan fungsi ginjal yang stabil
sampai usia 6 bulan saat hidronefrosis bertambah berat hingga grade 4 (Gambar
4). Pyeloplasti dilakukan, dan perkembangan pasca operasi lancar. Pada usia 8
tahun, SCr-nya adalah 0,48 mg/dL, dan MCDK kirinya mengalami regresi secara
spontan.
Pembahasan
Ultrasonografi prenatal telah berdampak pada identifikasi dan pengelolaan janin
dengan anomali urologis. Saat ini, obstruksi saluran kemih yang berat adalah
masalah paling umum yang membuat kami, para urolog anak, dimintai konsultasi
antenatal darurat. Partisipasi aktif dari ahli urologi pediatrik, meskipun terbatas
pada beberapa lembaga yang terkait dengan unit ibu, telah mengimplementasikan
manajemen perinatal darurat sehingga berbuah peningkatan prognosis. Intervensi
antenatal meliputi perawatan medis, pengakhiran kehamilan, induksi persalinan
dini dan manajemen pembedahan. Laporan mengenai pembedahan janin untuk
kasus anomali urologis secara bertahap meningkat walupun masih tetap jarang
ditemui. Penjelasan yang benar kepada orang tua mengenai outcome jangka
panjang dari kelaianan yang terdeteksi pada masa antenatal terkadang sulit karena
ketidaktelitian diagnosis yang tepat dan kompleksitas anomali yang ada.
Telah diketahui bahwa PUJO unilateral adalah kondisi jinak yang berisiko
rendah untuk terjdinya kerusakan ginjal, dan konsekuensi klinis akut yang
berhubungan dengan PUJO pada periode neonatal tampaknya jarang terjadi.
Bahkan pada stadium PUJO yang paling parah, pemeriksaan dan intervensi yang
mendesak ditangguhkan selama beberapa minggu setelah lahir, karena kondisi ini
akan sembuh secara spontan dan fungsinya tidak akan menurun pada sebagian
besar ginjal. Namun demikian, terdapat PUJO perkecualian yang memerlukan
perawatan darurat pada periode neonatal, meliputi efek massa dari kompresi
hidronefrosis masif, disfungsi ginjal dan infeksi saluran kemih yang berat.
Tiga kasus neonatus menunjukkan intoleransi makan dan/atau distres
pernapasan, mungkin karena kompresi lambung dan elevasi hemidiafragma oleh
massa hidronefrotik yang besar. Selain itu, refluks gastroesofageal dapat
menyebabkan apnea dan bradikardia. Kemunculan gejala ini merupakan indikasi
yang jelas untuk drainase darurat untuk hidronefrosis.
Lima pasien menunjukkan gangguan fungsi ginjal dalam periode perinatal.
Empat dari mereka memiliki hidronefrosis ginjal yang soliter, dan yang lain
memiliki hidronefrosis bilateral. PUJO biasanya terjadi secara unilateral,
meskipun sekitar 20 % dari pasien yang didiagnosis pada masa bayi dapat secara
bilateral. Kasus PUJO bilateral atau orang-orang dari ginjal soliter dianggap
beresiko untuk outcome yang buruk dari disfungsi ginjal yang terjadi. Tiga dari
pasien kami menunjukkan penurunan jumlah cairan ketuban atau
oligohidramnion. Tak satu pun dari mereka diperlukan bantuan ventilasi setelah
lahir. Dalam dua pasien lain, monitoring tingkat SCr serial dan keseimbangan
elektrolit dalam beberapa hari pertama setelah lahir menunjukkan disfungsi ginjal
yang membutuhkan drainase darurat. Penilaian fungsi ginjal janin meliputi
gambaran sonografi parenkim ginjal, analisis urin janin melalui aspirasi serial, dan
status cairan amnion selama perjalanan prenatal. Manajemen janin dengan
hidronefrosis dan penurunan jumlah cairan ketuban bergantung pada usia
kehamilan dan kematangan paru janin. Dianggap bahwa penurunan volume cairan
ketuban secara bertahap pada trimester ketiga menunjukkan gangguan fungsi
ginjal janin yang berat dengan risiko hipoplasia paru. Kerusakan ginjal
bergantung pada waktu dan tingkat keparahan obstruksi in utero. Janin dengan
oligohidramnion mulai sekitar 30 minggu kehamilan dianggap memiliki gagal
ginjal akut. Pada pasien tersebut, kami memilih untuk menginduksi persalinan
dini yang diikuti dengan drainase urin darurat, dengan hasil yang memuaskan
sehubungan dengan fungsi ginjal. Namun, salah satu seri kami menunjukkan
penurunan ringan fungsi ginjal setelah drainase neonatal yang efektif. Kita harus
tahu keterbatasan pemulihan fungsional ginjal pada PUJO soliter atau PUJO
bilateral yang berat.
Diagnosis disfungsi ginjal neonatal umumnya didasarkan pada produksi
urin dan tingkat SCr. Penting untuk diketahui bahwa gagal ginjal dapat terjadi
dengan laju aliran urin yang tinggi seperti PUJO bilateral pada kasus kami.
Disfungsi ginjal pada bayi baru lahir adalah kasus yang unik karena terjadi setelah
masa kehidupan intrauterin dan dalam kondisi pembentukan ginjal belum matang.
Evaluasi fungsi ginjal neonatal dengan clearance inulin atau radiofarmasi
melibatkan banyak masalah teknis dan tidak tersedia dalam praktek klinis.
Sebaliknya, SCr, yang mencerminkan tingkat maternal pada hari kelahiran,
menurun secara perlahan tapi tidak meningkat pada neonatus pada usia kehamilan
30 minggu atau lebih. Biasanya pada neonatus dengan GA 36 minggu atau lebih,
SCr menurun menurut kurva peluruhan menjadi setengahnya dalam 2 minggu.
Ketika tingkat SCr terus meningkat pada neonatus dengan GA 30 minggu atau
lebih, atau menurunnya SCr dalam beberapa hari pertama kehidupan adalah lebih
lambat dibandingkan dengan kurva peluruhan pada subjek kontrol yang normal,
disfungsi ginjal sangat dicurigai dan membutuhkan drainase urin.
Kesimpulan
Kami melaporkan sembilan pasien dengan PUJO yang memerlukan perawatan
darurat dalam periode neonatal. Indikasi untuk pengobatan darurat neonatal
meliputi efek massa dari hidronefrosis masif pada tiga pasien, disfungsi ginjal
pada lima, dan infeksi saluran kemih yang berat pada satu pasien. Saat lahir,
kondisi pernapasan dan peredaran darah pertama-tama harus distabilisasi, jika
perlu, dengan pungsi hidronefrosis atau penempatan tabung nefrostomi. Pada
neonatus dengan hidronefrosis ginjal soliter atau PUJO bilateral yang berat, SCr
serial harus dipantau untuk mengevaluasi fungsi ginjal. Hubungan oligo-
hidramnion atau penurunan jumlah cairan ketuban mengindikasiakn gangguan
fungsional ginjal yang tidak akan pulih setelah manajemen urologis.