Karsinoma Kolon-dr. Djalal Dayang.doc

24
BAB III KESIMPULAN 1. Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada kolon. 2. Epidemologi sering terjadi di negar-negara yang penduduknya banyak diet daging dan lemak hewani serta diet rendah serat. 3. Karsinoma kolon lebih sering ditemukan pada usia 40- 45 tahun, dan puncaknya pada usia 75 tahun, dengan risiko pada pria dan wanita sama. 4. Faktor genetik diduga dapat juga berperan sebagai faktor pencetus. 5. Gejala klinis karsinoma kolon dapat timbul stenosis, obstruksi, perubahan pola defakasi dengan feses yang disertai cairan lendir dan darah, ada myeri abdomen di tempat spesifik dan terjadi penurunan berat badan. 1

description

ca kolon

Transcript of Karsinoma Kolon-dr. Djalal Dayang.doc

REFERAT

BAB III

KESIMPULAN

1. Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada kolon.

2. Epidemologi sering terjadi di negar-negara yang penduduknya banyak diet daging dan lemak hewani serta diet rendah serat.

3. Karsinoma kolon lebih sering ditemukan pada usia 40-45 tahun, dan puncaknya pada usia 75 tahun, dengan risiko pada pria dan wanita sama.

4. Faktor genetik diduga dapat juga berperan sebagai faktor pencetus.

5. Gejala klinis karsinoma kolon dapat timbul stenosis, obstruksi, perubahan pola defakasi dengan feses yang disertai cairan lendir dan darah, ada myeri abdomen di tempat spesifik dan terjadi penurunan berat badan.

6. Diagnosis karsinomo kolon ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

7. Penatalaksanaan sampai saat ini yang bersifat kuratif adalah tindakan bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Wim de Jong, 1997, Kolon, dalam Sjamsuhidajat, R. (eds), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : 875-901.

Sabiston, D.C.Jr., M.D., 1994, Penyakit Kolon dan Rektum dalam Andrianto, P., Dr. (eds), Buku Ajar Bedah, Jilid 2, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : 14-53.

Robbins, S.L., M.D. dan Kumar, V., M.D., 1995, Traktus Gastrointestinal dalam Buku Ajar Patologi II, ed. 4, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : 281-293.

Aksara Medisina, 1990, Adenokarsinoma Coli dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Penerbit Karya Ilmiah Kedokteran, Jakarta : 29-34.

Harrison, 1997, Penyakit Usus Halus dan Besar, dalam Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, ed. 13, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, Vol. 4 : 1591-1606.

Standar Pelayanan Medis, 1997, Karsinoma Kolon-rektum, Jilid 3, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito, Penerbit Buku Kedokteran MMR UGM, Yogyakarta : 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolon merupakan bagian akhir dari usus yang terbentang dari ileum terminalis sampai sambungan rektoanus. Tempat sejumlah kelainan bedah dan medik yang penting serta kadang-kadang mengancam nyawa (Sabiston, 1994). Pada Kolon lebih sering ditimbulkan oleh Karsinoma (adenokarsinoma), sedangkan jejunum dan ileum lebih sering ditimbulkan oleh sarkoma (Limfasarkoma, Leiomiosarkoma, Fibrosarkoma dan lain-lain) (Aksara Medisina, 1990).

B. Batasan Penulisan

Pada penulisan referat ini pembahasan hanya pada Karsinoma Kolon.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah supaya dapat memberikan gambaran adanya penyakit-penyakit pada kolon yang salah satunya dapat ditimbulkan oleh tumor.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada kolon (SPM, 1997).

B. ANATOMI KOLON

Kolon mempunyai panjang ( 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis sampai dengan anus. Diameter terbesarnya ( 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi ( 2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. Bagian asendens dan desendens terutama retroperitoneum. Sedangkan kolon sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di intraperitoneum (Sabiston, 1994). Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang (Wim de Jong, 1997). Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika serosa, tunika muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika muksa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi (Sabiston, 1994).

Suplai Vaskuler

Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan Inferior dan inferior. Arteria mesenterika superior ada tiga cabang utama : (1) arteri ileokolika, (2) Kolika dekstra dan (3) kolila media. Arteria mesenterika inferior bercabang ke arteria kolika sinistra, hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing mempunyai anatomis dengan arteria terdekat, yang membentuk pembuluh darah kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase vena kolon sejajar sistem arteria, tetapi tidak memasuki sistem vena kava interior. Vena mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta dan berdrainase ke hati (Sabiston, 1994).

Pembuluh Limfe

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke nodi limfatisi preaorta pada pangkal arterie mesenterika superior dan inferior (Sabiston, 1994). Hal ini penting untuk mengetahui adanya penyebaran keganasan dan untuk kepentingan dalam reseksi keganasan kolon (Wim de Jong, 1997).

Persyarafan

Kolon dipersyarafi oleh serabut saraf simpatis yang berasal dari nervus splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus. Karen distribusi persyarafan usus tengah dan usus belakang maka nyeri alir pada kedua bagian kolon kiri dan kanan ini berbeda (Harrison, 1997).

C. FUNGSI KOLON

Fungsi utama kolon adalah mengekstraksi atau menyerap air, vitamin dan elektrolit, mengekskresi mukus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya keluar 700-1000 ml cairan diterima kolon tiap hari dari usus halus, lalu dikeluarkan 150-200 ml sebagai feses (Wim de Jong, 1997).

D. EPIDEMOLOGI

Faktor yang dapt menimbulkan terjadinya karsinoma kolon adalah faktor lingkungan. Hal ini lebih banyak ditemukan pada penduduk di negara-negara industri seperti Amerika Utara dan Eropa, yang dietnya kaya akan lemak hewani, protein dan karbohidrat yang dihaluskan, tetapi sangat rendah diet serat, jika dibandingkan dengan diet pada penduduk di negara-negara Asia dan Afrika. Faktor genetik dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya karsinoma kolon (Robbins & Kumar, 1995). Risiko spesifik kanker kolon dalan keluarga pasien kanker kolon, tiga kali lebih besar daripada populasi normal (Sabiston, 1994).

Insidensi

Insidensi karsinoma kolon mulai meningkat secara berarti setelah berusia 40-45 tahun dan meningkat setiap dasawarsa dan puncaknya pada usia 75 tahun. Risiko untuk pria dan wania adalah sama (Sabiston, 1994).

E. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Dari bukti-bukti berupa eksperimental dan survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor-faktor seperti berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon yaitu :

1. Tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani,

2. Meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon,

3. Tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,

4. Diet rendah serat, dan

5. Kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya kanker) dalam diet.

Teori yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen) dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker (Robbins & Kumar, 1995).

Patologi

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon, yaitu : (1) tipe polipoid atau vegetatif, tumbuh menonjol kedalam lumen usus dan berbentuk bunga kol. Ditemukan terutama di sekum dan kkolon asendes, (2) tipe skirus (keras) mengakibatkan penyempitan, sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid dan rektum, (3) tipe ulseratif terjadi karena nekrosis dibagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjnut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna (Wim de Jong, 1997).

Klasifikasi Tumor

Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus, yaitu :

Dukes A :dalamnya infiltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.

Dukes B:dalam infiltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.

Dukes C:dalamnya infiltrasi metastasi kelenjar limfe dengan :

C1:beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer,

C2:dalam kelenjar limfe jauh.

Dukes D:sudah metastasis jauh (Wim de Jong, 1997)

Metastasis

Metastasis karsinoma kolon mulai berkembang pada mukosa dan terus tumbuh sambil menembus dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka mesenterima dan paraorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites (Wim de Jong, 1997).

F. GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN

Gejala klinis karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosisi dan obstruksi karena feses sudah menjadi padat. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai lendir dan darah. Tenesmi merupakan gejala yang sering dijumpai pada karsinoma rektum. Nyeri kolon kiri lebih nyata dirasakan, bermula dari bawah umbilkus (Wim de Jong, 1997).

Tumor bermassa besar lebih lazim timbul pada kolon kanan dengan diameter yang besar dan berisi cairan serta menyebabkan gejala perdarahan, nyeri abdomen dan penurunan berat badan (Sabiston, 1994). Pada karsinoma kolon kanan ini jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi. Nyeri kolon kanan akan dirasakan terutama di epigastrium (Wim de Jong, 1997).

Pemeriksaan

Fisik-Tumor kecil pada tahap dini tidak akan teraba pada palpasi perut, bila teraba itu menunjukkan bahwa keadannya sudah lanjut.

-Colok dubur : teraba tumor pada karsinoma rekti letak rendah atau tengah.

Kolonoskopi : untuk karsinoma kolon.

Barium enema untuk karsinoma kolon dan rektum.

USG :Untuk identifikasi tumor abdomen, dan identifikasi adanya metastasis di hepar.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Wim de Jong, 1997).

H. DIAGNOSIS BANDING

Kolon kanan berupa : abses apendiks, massa apendiks, amuboma dan enteritis regionalis.

Kolon tengah berupa : tukak peptik, karsinoma lambung, abses hati, kolesistis, kelainan pankreas dan kelainan saluran empedu.

Kolon kiri berupa : kolitis ulserosa, polip, divertikulitis dan endometriosis (Wim de Jong, 1997).

I. PENATALAKSANAAN

Bila tidak ada obstruksi : disiapkan untuk operasi elektif/definitif, tapi bila ada obstruktif operasi darurat : untuk kolon kanan dapat langsung operasi definitif, dapat diversi dulu, kemudian disiapkan untuk elektif; kolon kiri diversi dulu, kemudian disiapkan untuk elektif (SPM, 1997).

Sampai saat ini satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah, dengan tujuan utamanya untuk memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif atau non kuratif. Sedangkan kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif (Wim de Jong, 1997).

Bedah kuratif dilakukan bila ditemukan gejala penyebaran baik lokal maupun jauh. Pada tumor sekum atau kolon asendens dilakukan hemikolektomi kanan kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung, sedangkan pada tumor kolon desendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid (Wim de Jong, 1997).

Tindakan bedah terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksin juga dengan maksud mencegah obstruktif, perdarahan, anemia, inkotinenesia, fistel dan nyeri.

J. PROGNOSIS

Berdasarkan klasifikasi Dukes yaitu, Prognosis hidup setelah 5 tahun : Dukes A 97%, Dukes B 80%, Dukes C, 65% - 35%, Dukes D < 5 %.

BAB III

KESIMPULAN

8. Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada kolon.

9. Epidemologi sering terjadi di negar-negara yang penduduknya banyak diet daging dan lemak hewani serta diet rendah serat.

10. Karsinoma kolon lebih sering ditemukan pada usia 40-45 tahun, dan puncaknya pada usia 75 tahun, dengan risiko pada pria dan wanita sama.

11. Faktor genetik diduga dapat juga berperan sebagai faktor pencetus.

12. Gejala klinis karsinoma kolon dapat timbul stenosis, obstruksi, perubahan pola defakasi dengan feses yang disertai cairan lendir dan darah, ada myeri abdomen di tempat spesifik dan terjadi penurunan berat badan.

13. Diagnosis karsinomo kolon ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

14. Penatalaksanaan sampai saat ini yang bersifat kuratif adalah tindakan bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Wim de Jong, 1997, Kolon, dalam Sjamsuhidajat, R. (eds), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : 875-901.

Sabiston, D.C.Jr., M.D., 1994, Penyakit Kolon dan Rektum dalam Andrianto, P., Dr. (eds), Buku Ajar Bedah, Jilid 2, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : 14-53.

Robbins, S.L., M.D. dan Kumar, V., M.D., 1995, Traktus Gastrointestinal dalam Buku Ajar Patologi II, ed. 4, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : 281-293.

Aksara Medisina, 1990, Adenokarsinoma Coli dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Penerbit Karya Ilmiah Kedokteran, Jakarta : 29-34.

Harrison, 1997, Penyakit Usus Halus dan Besar, dalam Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, ed. 13, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, Vol. 4 : 1591-1606.

Standar Pelayanan Medis, 1997, Karsinoma Kolon-rektum, Jilid 3, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito, Penerbit Buku Kedokteran MMR UGM, Yogyakarta : 10-13.

PAGE 15