Gangguan Mental Pada Epilepsi
-
Upload
panjianugerah -
Category
Documents
-
view
139 -
download
47
description
Transcript of Gangguan Mental Pada Epilepsi
GANGGUAN MENTAL PADA EPILEPSIDiajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan JiwaProgram Studi Pendidikan Dokter Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh
oleh :
Latifa Dara Meutuah (1407101030236)
Nelli Maulina (1407101030274)
Safira Najwa Elzam (1407101030227)
Sari Yanti (1407101030183)
Pembimbing :
dr. Rina Hastuti Lubis, Sp. KJ
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH 2015
I PENDAHULUAN
Gangguan mental organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat
suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit
serebrovaskuler,intoksifikasi obat).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional adalah
gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum
(contohnya Skizofrenia. Depresi) Dari sejarahnya, bidang neurologi telah
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan psikiatri
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1 Didalam
DSM IV diputusakan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan
fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang
disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai
Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan
Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di
tempatlain..2
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan pada
semua umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga terdapat
sekitar 50 juta orang dengan epilepsi di dunia.4Kata epilepsi berasal dari kata
Yunani epilambanein yang kurang lebih berarti“sesuatau yang menimpa
seseorang dari luar hingga ia jatuh”. Epilepsi didefinisikan sebagai suatu
gangguan atau terhentinya fungsi otak secara periodik yang disebabakan oleh
terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel
otak dengan tiba-tiba, sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian
otak dari otak ke bagian tubuh yang lain terganggu.5
Dari berbagai studi ditemukan peningkatan proporsi kasus psikiatri pada
pasien dengan epilepsi dibandingkan dengan pasien yang tidak pernah mengalami
serangan epilepsi. Dalam banyak studi ditemukan bahwa gejala gangguan mental
organik sering muncul pada pasien dengan kejang parsial kompleks dan epilepsi
lobus temporal.6 Proporsi gangguan psikotik pada pasien epilepsi berkisar antara
7%-12%. Seperempat dari pasien epilepsi menderita psikotik skizofreniform,
depresi, gangguan kepribadian, dan hiposeksualitas.6
II DEFINISI
a. Definisi konseptual7
Epilepsi:
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan
bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi
neurobiologist, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan
terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.
Bangkitan epileptik:
Terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal
yang abnormal dan berlebihan di otak.
b. Definis operasional
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala
berikut:
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan reflex
dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan reflex dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan
sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa
profokasi/bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi 1
bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang disertai
lesi structural dan epileptiform dischargers)
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh
factor pencetus spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik,
somatosensitif, dan somatomotor.8
III KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE)
terdiri atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi
dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi9
1. Bangkitan parsial/fokal
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1 Dengan gejala motorik
1.1.2 Dengan gejela somatosensorik
1.1.3 Dengan gejala otonom
1.1.4 Dengan gejala psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1 Bangkitan parsial sederhana yang diikut dengan gangguan
kesadaran
1.2.2 Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal
bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1 Parsial sederhana yang menjadi umum
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum
1.3.3 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi
umum
2. Bangkitan umum
2.1 Lena (absence)
2.1.1 Tipikal lena
2.1.2 Atipikal lena
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Kalsifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindromepilepsi9
1. Fokal/partial (localized related)
1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah
sentrotemporal (childhood epilepsy with centrotemporal
spikesl)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
1.1.3 Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
1.2 Simtomatis
1.2.1 Epilepsi parsial kontinue yang kronis progresif pada anak-anak
(Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu
rangsangan (kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi,
refleks epilepsy, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3 Epilepsi lobus temporal
1.2.4 Epilepsi lobus frontal
1.2.5 Epilepsi lobus pariatel
1.2.6 Epilepsi oksipital
1.3 Kriptogenik
2. Epilepsi umum
2.1 Idiopatik (sindrom epilepsy berurutan sesuai dengan usia awitan
2.1.1 Kejang neonates familial benigna
2.1.2 Kejang neonatuis benigna
2.1.3 Kejang epilepsy mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan umu tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di
atas
2.1.9 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang
spesifik
2.2 Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai dengan peningkatan
usia)
2.2.1 Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)
2.2.2 Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4 Epilepsi mioklonik lena
2.3 Simtomatis
2.3.1 etiologi nonspesifik
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantile dini dengan burst suppression
Epilepsy simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2 sindrom spesifik
2.3.3 Bangkitan epilepsyisebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1 Bangkitan umum dan fokal
3.1.1 Bangkitan neonatal
3.1.2 Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3 Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur malam
3.1.4 Epilepsi afasia yang didapat
3.1.5 Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi diatas
3.2 Tanpa gamabaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus
4.1 bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1 Kejang demam
4.1.2 Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali
isolated
4.1.3 Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic
akut, atau toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemia
nonketotik.
4.1.4 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsy
refrektorik)
IV EPIDEMIOLOGI
Menurut studi di komunitas, klinik-klinik epilepsi, dan di rumah sakit jiwa
menunjukkan peningkatan masalah gangguan mental organik pada orang-orang
dengan epilepsi bila dibandingkan dengan orang yang tidak menderita epilepsi
yang berkisar 4,7 % dari seluruh pasien epilepsi di inggris dan 9,7% dari seluruh
pasien epilepsi di Amerika. Sekitar 30% pasien epilepsi yang mengunjungi rawat
jalan di Amerika mempunyai riwayat di rawat inap karena masalah gangguan
mental organik. Sekitar 60% pasien kejang parsial mengalami fenomena aura.
Pada suatu penelitian dengan metode kohort diikuti perkembangan 100 orang
anak dengan kejang parsial kompleks selama 30 tahun: 87 orang hidup sampai
dewasa dan tidak mengalami keterbelakangan mental: 9 orang menderita
gangguan mental organik.6
V ETIOLOGI
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik
berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis,
biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau
kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang. 10
Bila ditinjau dari faktor etiologis, maka epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok : 10
1. Epilepsi idiopatik
Sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya
pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan tidak bodoh. Sebagian dari
jenis idiopatik disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Kata idiopatik
diperuntukkan bagi pasien epilepsi yang menunjukkan bangkitan kejang umum
sejak dari permulaan serangan. 10
Dengan bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik,
maka golongan idiopatik makin berkurang. Umumnya faktor genetik lebih
berperan pada epilepsi idiopatik .10
Kira-kira 70 % penderita epilepsi tidak diketahui penyebabnya sehingga
disebut idiopatik atau epilepsi primer. Pada penderita yang idiopatik ini, faktor
genetik (keturunan) memiliki pengaruh cukup besar.11
2. Epilepsi simtomatik
Hal ini dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan
intrakranial dan ekstrakranial. Penyebab intrakranial, misalnya anomali
kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak,
jaringan parut. Penyebab yang bermula ekstrakranial dan kemudian menganggu
fungsi otak, misalnya: gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan
metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan
elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi, hidrasi lebih). Kelainan
struktural tidak cukup untuk menimbulkan bangkitan epilepsi, harus dilacak
faktor-faktor yang ikut berperan dalam mencetuskan bangkitan epilepsi,
contohnya, yang mungkin berbeda pada tiap pasien adalah stress, demam, lapar,
hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis oleh hiperventilasi, gangguan emosional. 11
1. Infeksi
Adanya infeksi virus pada wanita hamil, seperti sifilis, toksoplasma
virus rubella, virus sitomegalo atau herpes simplek, dapat menimbulkan
epilepsi. Disamping itu adanya infeksi pada susunan saraf pusat seperti
meningitis, ensefalitis.10
2. Alkohol,
obat -obatan dan toksin Konsumsi alkohol atau narkoba oleh wanita
hamil dapat merusak otak janin sehingga dapat menyebabkan epilepsi.
Penghentian konsumsi alkohol secara tiba-tiba pada seorang alkoholik;
penghentian secara tiba-tiba obat tertentu seperti obat anti epilepsi;
keracunan Karbon Monoksida (CO), timah atau air raksa; injeksi heroin
atau kokain,dapat pula menimbulkan epilepsi.10
3. Penyinaran (radiasi)
Terpaparnya seorang wanita hamil dengan sinar X atau sinar radioaktif
lainnya, terutama pada tiga bulan pertama kehamilan, dapat
menyebabkan kerusakan otak.10
4. Trauma
(ruda paksa / benturan ) pada kepala Trauma yang menyebabkan cedera
otak pada bayi selam proses persalinan maupun trauma kepala yang
dialami seseorang pada semua usia dapat menimbulkan epilepsi.10
5. Tumor otak
6. Gangguan pembuluh darah otak
7. Penyakit degeneratif yang mengenai otak
VI GANGGUAN MENTAL PADA EPILEPSI
Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum. Msalah
utama adalah pertimbangan suatu diagnosti epilepsi pada pasien psikiatrik,
pembedaan psikososial dari suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan
efek psikologis dan efek kognitif dari obat antiepileptik yang sering digunakan.
Gejala perilaku yang paling umum dari epilepsi adalah perubahan kepribadian;
psikosis, kekerasan, dan depresi adalah gejala yang lebih jarang dari gangguan
epileptik.1
VII FAKTOR RESIKO
Epilepsi dapat terjadi pada semua orang disemua umur. Namun beberapa
faktor resiko berikut dapat meningkatkan resiko terkena epilepsi.
a. Usia
Epilepsi lebih sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan
orangtua setelah usia 65 tahun
b. Jenis Kelamin
Pria beresiko lebih tinggi terkena epilepsi daripada wanita
c. Ras
Ras Afrika-Amerika lebih cenderung memiliki epilepsi dari ras Asia
d. Riwayat keluarga
Resiko mengembangkan epilepsi meningkat jika ada riwayat keluarga
epilepsi
e. Kondis Medis
Individu dengan kondisi medis berikut ini memiliki resiko lebih tinggi
terkena epilepsi, yaitu :
Anak-anak dengan cerebral palsy, keterbelaknagan mental atau
keduanya
Orang dewasa yang mengalami stroke
Pasien dengan penyakit alzheimer
VIII GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis serangan epilepsi adalah sebagai berikut:12
Serangan grand mall sering diawali dengan aura berupa rasater
benam atau melayang. Kemudian terjadi kejang tonik seluruh
tubuh selama 20-30 detik diikuti kejang klonik pada otot anggota,
otot punggung,dan otot leher yang berlangsung2-3menit. Kejang
tampak bilateral,napas mendengkur, mulut berbusa,dan dapat
terjadi inkontinensia.Setelah kejang hilang penderita terbaring
lemas atau tertidur3-4jam, kemudian kesadaran berangsur pulih.
Setelah seangan sering pasien berada dalam keadaan bingung.
Serangan Petit mall disebut juga serangan lena diawali dengan
hilangnya kesadaran selama 10-30 detik. Selama fase lena
(absence) kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tak beraksi.
Kadang tampak seperti tak ada serangan tetapi adakalanya timbul
gerakan klonik pada mulut atau kelopak mata.
Serangan mioklonik merupakan kontraksi singkat suatu otot atau
kelompok otot.
Serangan parsial sederhana motorik dapat bersifat kejang yang
dimulai disalah satu tangan dan menjalar sesisi sedangkan serangan
parsial sensorik dapat berupa serangan rasa baal atau kesemutan
unilateral.12
IX TATALAKSANA
Yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan epilepsi:12
1. Prinsip umum Terapi epilepsy idiopatik adalah mengurangi atau
mencegah serangan, sedangkan terapi epilepsy organic ditujukan
terhadap penyebab.
2. Faktor pencetus serangan, misalnya kelelahan, emosi, atau putusnya
makan obat harus dihindarkan.
3. Bila terjadi serangan kejang, upayakan menghindarkan cedera akibat
kejang, misalnya tergigitnya lidah atau luka dan cedera lain
4. Prinsip pengobatan anti kejang:
a. Sedapat mungkin gunakan obat tunggal,dan mulai dengan dosis
rendah
b. Bila obat tunggal dosis maksimal tidak efektif gunakan dua
jenis obat dengan dosis terendah
c. Bila serangan tak teratasi pikirkan kemungkinan
ketidakpatuhanpenderita, penyebab organik,pilihan dan
dosis obat yang kurang tepat.
d. Bila selama2-3 tahun tidak timbul lagi serangan,obat dapat
dihentikan bertahap
5. Pilihan anti epilepsi
a. Fokal/parsial : Fenobarbital atau fenitoin
b. Umum : Fenobarbital atau fenitoin
c. Tonik klonik : Fenobarbital atau fenitoin
d. Mioklonik : Klonazepam atau diazepam
e. Serangan lena : Klonazepam atau diazepam
6.Dosis anti epilepsy untuk serangan kejang diberikan diazepam
0,05-0,15 mg/kgbb/hari i.v. dengan titrasi dosis sampai kejang
hilang atau 0,4-0,6 mg/kgbb/hariperrektal.
7. Untukmaintenance:
a. Fenobarbital 1-5 mg/kgbb/hari
b. Fenitoin 4-20 mg/kgbb/hari
c. Klonazepam 3-8 mg/hari
d. Sodium Valproat 600mg/hari.12
X PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, 70%-80% sembuh dan kurang lebih setengah
dari mereka akan bisa lebas obat. Namun, 20%-30% mungkin akan berkembang
menjadi epilepsi kronis yang memungkinkan pengobatan akan semakin sulit, 5%
diantaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Pasien
dengan lebih dari 1 jenis epilepsi kemungkinan akan mengalami retardasi mental
dan gangguan psikiatri sera gangguan neurologik. Penderita epilepsi memiliki
angka mortalitas yang lebih tinggi daripada populasi umum.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak
Psikiatri Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal
481-570.
2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi
keenam, cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995. hal 28-42.
3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2012. hal 189-192.
4. WHO. Epilepsi. WHO fact sheet October 2012; number 999. Available at:
http:// www.who.int/mediacentre/factsheet/fs 999/en./
5. Mutiawati E. In Depth: Epilepsi. Dalam: Majalah Aide Medicine
Internationale-Mental Health. Edisi 9. Jakarta: Samantha Maurin & Chloe
Forette; 2011
6. Hari. Guntara. Gambaran Gejala Gangguan Mental Organik Pada Pasien
Epilepsi di Poliklinik Syaraf RSCM. Jakarta: Universitas Indonesia. 2011
7. Fisher S.G; Acevedo C; Arzimanoglou A et.al A Practical Clinical Definition
of Epilepsi. Epilepsia 2014: 1-8
8. E. Genetic Reflex Epilepsies. Orphanet Encyclopedia, Marxh 2014.
http//www.orpha.net/data/patho/GB/uk-GeneticReflexEpilepsies.pdf
9. Kusumastuti, Kurnia. Gunadharma, Suryani. Kustiowati, Endang. Pedoman
Tatalaksana Epilepsi: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(Perdossi). Surabaya : Universitas Airlangga. 2014
10. Soetomenggolo Taslim. Kelainan Menyerupai Epilepsi. Dalam:
Soetomenggolo Taslim, Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2012: h.209-214
11. Marpaung, Vera Depresi Pada Penderita Epilepsi Umum Dengan Kejang
Tonik Klonik Dan Epilepsi Parsial Sederhana. Diakses dari:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6317/1/psikiatri-vera.pdf pada
November 2015
12. Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A (editors) : Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perdossi.. 2013