Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

68
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT dan LAPSUS FAKULTAS KEDOKTERAN September 2013 UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA REFERAT: KESEHATAN MENTAL DAN GANGGUAN JIWA LAPORAN KASUS: GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK (F25.0) Oleh : Fakhrurrazi 110 209 0065 Pembimbing : dr. Grace Catherine Supervisior : dr. Aryati Hamzy, M.Kes, Sp.KJ DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK 1

description

referat

Transcript of Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Page 1: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT dan LAPSUS FAKULTAS KEDOKTERAN September 2013UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT: KESEHATAN MENTAL DAN GANGGUAN JIWA

LAPORAN KASUS:

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK (F25.0)

Oleh :

Fakhrurrazi

110 209 0065

Pembimbing :

dr. Grace Catherine

Supervisior :

dr. Aryati Hamzy, M.Kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013

1

Page 2: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

KESEHATAN MENTAL DAN GANGGUAN JIWA

I. PENDAHULUAN

Kesehatan mental lebih dari tidak adanya gangguan mental belaka. Dimensi

positif kesehatan mental ditekankan dalam definisi kesehatan menurut WHO

(World Health Organization) sebagaimana tercantum dalam konstitusi:

"kesehatan adalah keadaan lengkap fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan

bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan." Konsep kesehatan mental

meliputi emosional, psikologis, dan kesejahteraan pribadi dan sosial, merasakan

keberhasilan diri, otonomi, kompetensi, ketergantungan antargenerasi dan

pengakuan dari kemampuan untuk mewujudkan salah satu potensi intelektual dan

emosional.(1,2)

Hal ini mempengaruhi bagaimana kita berpikir, merasa, dan bertindak serta

membantu menentukan bagaimana kita menangani stres, berhubungan dengan

orang lain, dan membuat pilihan. Kesehatan mental sangat penting pada setiap

tahap kehidupan, dari masa kanak-kanak dan remaja sampai dewasa. Selama

hidup seseorang mungkin mengalami masalah kesehatan mental. Cara berpikir,

suasana hati, dan perilaku bisa dipengaruhi. Banyak faktor yang berkontribusi

terhadap masalah kesehatan mental, termasuk:(2)

Pengalaman hidup, seperti trauma atau riwayat kekerasan

Faktor biologis, seperti gen atau ketidakseimbangan kimia di otak

Riwayat gangguan mental dalam keluarga

Merawat kesehatan mental seseorang sama pentingnya dengan merawat fisik

seseorang kesehatan. Secara keseluruhan kesehatan termasuk diet yang seimbang

dan bergizi, olahraga teratur, manajemen stres, layanan kesehatan mental awal dan

berkelanjutan bila diperlukan, serta mengambil waktu untuk bersantai dan

menikmati keluarga dan teman-teman. Menemukan keseimbangan yang baik

antara kerja dan rumah adalah hal yang penting untuk menjaga kesehatan mental

dan fisik.(2)

II. DEFINISI

2

Page 3: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Menurut WHO, kesehatan mental adalah "keadaan kesejahteraan di mana

individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal

dalam kehidupan, dapat bekerja produktif dan baik, dan mampu membuat

kontribusi terhadap komunitasnya".(1,2)

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV

mendefinisikan gangguan mental sebagai "signifikan secara klinis perilaku atau

sindrom psikologis atau pola yang terjadi dalam individu dan yang terkait dengan

stres atau ketidakmampuan (yaitu, penurunan satu atau lebih fungsi bidang

penting) atau dengan meningkatnya secara signifikan risiko menderita kematian,

sakit, cacat, atau kehilangan kebebasan yang penting".(3,4)

Pada konsep “disability” dari “The International Classification of Diseases-10

(ICD-10) Classification of Mental and Behavioural Disorders” menjelaskan

bahwa gangguan kinerja (performance) dalam peran sosial dan pekerjaan tidak

digunakan sebagai komponen esensial untuk mendiagnosis gangguan jiwa, oleh

karena hal ini berkaitan dengan variasi sosial budaya yang sangat luas.(3)

Yang diartikan sebagai “disability” adalah keterbatasan/kekurangan

kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu

melakukan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan

diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang

air besar dan kecil).(3)

Dari konsep tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa di dalam konsep

gangguan jiwa, didapatkan butir-butir:(3)

1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:

Sindrom atau pola perilaku

Sindrom atau pola psikologik

2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain dapat

berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ

tubuh, dll.

3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan

kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll).

3

Page 4: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

III. ETIOLOGI

Hingga saat ini, para peneliti belum mengetahui secara pasti penyebab

gangguan mental. Peneliti meyakini bahwa gen memegang peranan penting dalam

gangguan mental, tetapi tidak ada gen spesifik yang diketahui menyebabkan

gangguan ini. Stress diketahui memiliki peran penting dalam sebagian besar

gangguan mental, walaupun seseorang memiliki bakat gen, gangguan mental

mungkin tidak akan berkembang hingga sesuatu menyebabkan gangguan

keseimbangan pada tubuh, seperti kehilangan orang yang dicinta.(5)

Perubahan struktur otak diragukan memicu gejala psikiatrik. Volume otak,

hormon, darah, dan data fisiologis lainnya telah diperiksa dan tidak didapatkan

jawaban pasti. Peneliti berpendapat, ketidakstabilan kadar molekul otak mungkin

menyebabkan gangguan tersebut. Oleh karenanya, gangguan mental sering

dihubungkan dengan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak.(5)

Secara umum, sumber penyebab gangguan jiwa terdapat pada penyesuaian

somato-psiko-sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu

yang terus-menerus saling memengaruhi, yaitu:(6)

1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)

2. Faktor-faktor psikologis (psikogenik)

3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol terdapat pada unsur kejiwaan,

tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial

(sosiogenik), di psike (psikogenik), atau pun kultural (tekanan kebudayaan) dan

spiritual (tentang keagamaan). Mungkin dari salah satu unsur ada satu penyebab

yang menonjol, namun biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, tetapi beberapa

penyebab dari badan, jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual sekaligus timbul

atau kebetulan secara bersamaan, lalu timbullah gangguan badan atau jiwa.(6)

IV. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1993, World Bank dan World Health Organization (WHO)

menemukan metode pengukuran baru yang disebut global burden of disease.

4

Page 5: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Metode ini tidak terlalu memberikan fokus pada kematian, tetapi juga pada

kesakitan dengan demikian kesehatan mental menjadi salah satu masalah yang

berperan dalam global burden of disease tersebut. Tahun 2000 diperoleh data

gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan

diprediksi pada tahun 2020 menjadi 15%.(7)

World Health Report (WHO) 2001 menyebutkan bahwa gangguan

meuropsikiatri merupakan penyumbang sepertiga disabilitas yang dinilai dengan

disability adjusted life years (DALYs). Meskipun gangguan jiwa mempunyai

kontribusi yang berarti, belum semua penderita yang mengalaminya memperoleh

pengobatan oleh karena masih terdapat stigma, tidak mampu berobat dan belum

semua negara memiliki kebijakan di bidang kesehatan jiwa. (7)

Dalam masyarakat umum skizofrenia terdapat 0,2-0,8% dan retardasi mental

1-3%. WHO melaporkan bahwa 5-15% dari anak-anak antara 3-15 tahun

mengalami gangguan jiwa yang persisten dang mengganggu hubungan social.

Bila kira-kira 40% penduduk Indonesia adalah anak-anak dibawah 15 tahun, dapat

digambarkan besarnya masalah (ambil saja 5% dari 40% dari katakana saja 120

juta penduduk, maka di Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang

mengalami gangguan jiwa). (6)

V. TANDA DAN GEJALA

Tanda (sign) adalah temuan objektif yang didapat oleh dokter, misalnya afek

meenyempit atau retardasi psikomotor pada pasien. Gejala (symptom) adalah

pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien, misalnya mood depresif atau

kurang energi. Sindrom adalah kumpulan tanda dan gejala yang bersama-sama

membentuk suatu keadaan yang dapat dikenali, yang tidak terlalu jelas

dibandingkan suatu gangguan atau penyakit spesifik.(8)

Sebagian besar tanda dan gejala yang tercantum di bawah dapat dipahami

sebagai berbagai titik dalam spektrum perilaku yang berkisar dari normal sampai

abnormal. Sangat jarang terdapat tanda atau gejala yang patognomonik dalam

psikiatri. Adapun tanda dan gejala penyakit psikiatri diantaranya:(8)

I. Kesadaran: keadaan siaga.

5

Page 6: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

A. Gangguan Kesadaran: apersepsi adalah persepsi seseorang yang

dimodifikasi oleh emosi dan pikirannya sendiri; sensorium adalah keadaan

fungsi kognitif indera khusus (terkadang digunakan sebagai sinonim

keesadaran); gangguan kesadaran paling sering disebabkan oleh patologi otak.

1. Kesadaran berkabut: kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan

gangguan persepsi dan sikap.

2. Somnolen: keadaan mengantuk abnormal yang sering ditemukan pada

proses organik.

3. Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan

sekeliling.

4. Delirium: gelisah, bingung, konfusi, reaksi disorientasi yang disertai

dengan halusinasi dan rasa takut.

5. Koma: derajat ketidaksadaran yang berat.

6. Koma vigil: koma dimana pasien tampak tidur tetapi dapat segera

dibangunkan.

7. Keadaan seperti mimpi (dreamlike state): seringkali digunakan secara

sinonim dengan kejang parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.

8. Keadaan temaram (twilight state): gangguan kesadaran dengan halusinasi

9. Disorientasi: gangguan orientasi waktu, tempat dan orang.

10. Kebingungan: gangguan kesadaran berupa reaksi yang tidak tepat terhadap

rangsangan lingkungan; bermanifestasi sebagai gangguan orientasi

terhadap waktu, tempat, atau orang.

11. Mengantuk: keadaan siaga yang terganggu, disebabkan oleh hasrat atau

kecenderungan untuk tidur.

12. Sundowning: sindrom pada lansia yang biasanya terjadi pada malam hari,

ditandai dengan rasa mengantuk, kebingungan, ataksia, dan terjatuh akibat

sering mengalami sedasi berlebihan oleh obat; juga disebut sebagai

sundowner’s syndrome.

B. Gangguan atensi (perhatian): atensi adalah jumlah usaha yang dilakukan

untuk memusatkan pada bagian tertentu dari pengalaman, kemampuan untuk

6

Page 7: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

mempertahankan perhatian pada satu aktivitas, kemampuan untuk

berkonsentrasi.

1. Distraktibilitas: ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian,

penarikan atensi kepada stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak

relevan.

2. Inatensi selektif: hambatan hanya pada hal – hal yang

menimbulkan kecemasan.

3. Hipervigilensi: atensi dan pemusatan yang berlebihan pada semua

stimuli internal dan eksternal, biasanya sekunder dari keadaan delusional

atau paranoid.

4. Keadaan tidak sadarkan diri (trance): atensi yang terpusat dan

kesadaran yang berubah, biasanya terlihat pada hipnosis, gangguan

disosiatif, dan pengalaman religius yang luar biasa.

5. Disinhibisi: penghilangan efek inhibisi sehingga memungkinkan

seseorang menjadi lepas kendali.

C. Gangguan sugestibilitas: kepatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap

gagasan atau pengaruh.

1. Folie a deux / folie a trios: penyakit emosional yang berhubungan atara

dua atau tiga orang.

2. Hipnosis: modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang

ditandai dengan penigkatan sugestibilitas.

II. Emosi: suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatik

dan perilaku yang terdiri dari afek dan mood.

A. Afek: ekspresi emosi yang terlihat, mungkin tidak konsisten dengan emosi

yang dikatakan pasien.

1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi dimana irama

emosional harmonis dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang

menyertai.

2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan

antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau

pembicaraan yang menyertai.

7

Page 8: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

3. Afek yang terbatas: penurunan intensitas irama perasaan yang

kurang parah daripada afek tumpul tetapi jelas menurun.

4. Afek yang labil: perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba

yang tidak berhubungan dengan stimuli eksternal.

5. Afek yang tumpul: gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh

penurunan berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar.

6. Afek yang datar: tidak adanya atau hamper tidak ada tanda ekspresi

afek, suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.

B. Mood: emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara subjektif

dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain: contohnya elasi,

kemarahan, depresi.

1. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan

seseorang tanpa pembatasan.

2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal.

3. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan.

4. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan

kesayangan.

5. Mood yang iritabel: dengan mudah diganggu atau diubah.

6. Pergeseran mood (mood yang labil): osilasi antara euforia dan

depresi atau kecemasan.

7. Ektasi: perasaan kegairahan yang kuat.

8. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.

9. Depresi: perasaan sedih yang psikopatologis.

10. Dukacita atau berkabung: kesedihan yang sesuai dengan

kehilangan yang nyata.

11. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam

menggambarkan atau menyadari emosi atau mood seseorang.

12. Anhedonia: hilangnya minat dan menarik diri dari semua aktivitas

rutin dan menyenangkan.

13. Ide bunuh diri: pikiran atau tindakan mengakhiri hidupnya.

8

Page 9: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

14. Elasi: perasaan gembira, euforia, kemenangan, kepuasan diri yang

intens, atau optimisme.

15. Hipomania: abnormalitas mood yang ditandai ciri kualitatif mania

namun kurang intens.

16. Mania: keadaan mood yang ditandai dengan elasi, agitasi,

hiperaktivitas, hiperseksualitas, serta percepatan berpikir dan berbicara.

17. Melankolia: keadaan depresi berat; digunakan dalam istilah

melankolia involusional baik secara dekskriptif maupun untuk merajuk ke

suatu entitas diagnosis sendiri.

18. La belle indifference: sikap kalem yang tidak tepat atau kurang

perhatian terhadap ketidakmampuan seseorang.

C. Emosi yang lain.

1. Ketakutan: kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali

secara sadar dan realistik.

2. Agitasi: kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan motorik.

3. Kecemasan yang mengambang bebas: rasa takut yang meresap dan

tidak terpusatkan yang tidak berhubungan dengan suatu gagasan.

4. Ketegangan (tension): peningkatan aktivitas motorik dan psikologis

yang tidak menyenangkan.

5. Rasa malu: kegagalan membangun pengharapan diri.

6. Abreaksional: pelepasan emosional setelah mengingat pengalaman

yang menakutkan.

7. Panik: serangan kecamasan yang akut, episodik, dan kuat yang disertai

dengan perasaan ketakutan yang melanda dan pelepasan otonomik.

8. Apati: irama emosi yang tumpul disertai dengan pelepasan atau

ketidakacuhan.

9. Kecemasan: perasaan ketakutan yang disebabkan oleh dugaan bahaya,

yang mungkin berasal dari dalam atau luar.

10. Ambivalensi: terdapatnya secara bersama-sama dua impuls yang

berlawanan terhadap hal yang sama pada satu orang yang sama pada

waktu yang sama.

9

Page 10: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

11. Rasa bersalah: emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang

dianggap salah.

12. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan impuls, dorongan,

atau godaan untuk melakukan suatu tindakan.

13. Inefabilitas: keadaan ekstasi yang tidak dapat dijelaskan, tidak dapat

diungkapkan, dan mustahil disampaikan ke orang lain.

14. Akateksis: kurangnya perasaan terhadap suatu objek yang biasanya

menimbulkan emosi; pada kateksis, perasaannya terhubung.

15. Dekateksis: terlepasnya emosi dan pikiran, ide, atau orang.

D. Gangguan fisiologis yang menyertai gangguan mood: tanda disfungsi

somatik (biasanya otonom), paling sering diakibatkan oleh depresi (juga

disebut sebagai tanda vegetatif).

1. Anoreksia: hilang atau menurunnya selera makan.

2. Hiperfagia: peningkatan asupan makanan.

3. Insomnia: kehilangan atau berkurangnya kemampuan untuk tidur.

a. Awal: kesulitan untuk jatuh tertidur.

b. Tengah: kesulitan tidur di malam hari tanpa terbangun dan kesulitan

untuk tidur kembali.

c. Akhir: terbangun pada dini hari.

4. Hipersomnia: tidur berlebihan.

5. Variasi diurnal: mood biasanya paling buruk pada pagi hari, segera setelah

bangun, dan membaik seiring berjalannya hari.

6. Penurunan libido: berkurangnya minat, dorongan, dan performa seks

(peningkatan libido sering dikaitkan dengan keadaan manik).

7. Konstipasi: ketidakmampuan defekasi atau kesulitan defekasi.

8. Kelelahan: rasa letih, mengantuk, atau iritabilitas yang timbul setelah suatu

periode aktivitas tubuh atau mental.

9. Pika: mengidam dan memakan bahan yang bukan makanan, contohnya cat

atau tanah liat.

10

Page 11: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

10. Pseudosiesis: kondisi yang jarang, yaitu pasieen menunjukkan tanda dan

gejala kehamilan, seperti distensi abdomen, pembesaran payudara,

pigmentasi, terhentinya menstruasi, dan morning sickness.

11. Bulimia: lapar yang tak terpuaskan dan makan berlebih; dapat dilihat pada

bulimia nervosa dan depresi atipikal.

12. Adinamia: kelemahan dan kelelahan.

III.Perilaku motorik (konasi): aspek psikis yang mencakup impuls, motivasi,

keinginan, dorongan, insting, dan hasrat yang ditunjukkan melalui aktivitas

motorik atau perilaku seseorang.

1. Abullia: penurunan impuls untuk bertindak dan berfikir disertai

dengan ketidakacuhan tentang akibat tindakan, disertai dengan defisit

neurologis.

2. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untun

menggerakkan atau terhadap semua instruksi.

3. Mannerisme: pergerakan yang tidak disadari yang mendarah

daging dan kebiasaan.

4. Ekopraksia: peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada

orang lain.

5. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara

yang dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.

6. Otomatisme: tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili suatu

aktivitas simbolik yang tidak disadari.

7. Hipoaktivitas (hipokinesis): penurunan aktivitas motorik dan

kognitif, seperti pada retardasi psikomotor, perlambatan pikiran, bicara

dan pergerakan yang dapat terlihat.

8. Mutisme: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.

9. Stereotipik: pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan

berulang.

10. Memerankan: ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls

yang tidak disadari dalam bentuk gerakan.

11. Mimikri: aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak.

11

Page 12: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

12. Otomatisme perintah: otomatisme mengikuti sugesti.

13. Katatonia: kelainan motorik dalam gangguan nonorganik.

a. Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur dalam

suatu posisi yang kemudian dipertahankannya, jika pemeriksa

menggerakkan anggota tubuh pasien, anggota tubuh terasa seakan-

akan terbuat dari lilin.

b. Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai atau

kaku yang disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama.

c. Luapan katatonik: aktivitas motorik yang teragitasi, tidak

bertujuan, dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal.

d. Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata,

seringkali sampai tidak mobilitas dan tampaknya tidak menyadari

sekeliling.

e. Katalepsi: posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan terus-

menerus.

f. Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang disadari,

menentang usaha untuk digerakkan.

g. Akinesia: tidak adanya gerakan fisik, seperti yang terdapat pada

imobilitas ekstrim pada penderita skiofrenia katatonik: juga dapat

terjadi akibat efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan anti-

psikotik.

14. Overaktivitas.

a. Agitasi psikomotor: averaktivitas motorik dan kognitif yang

berlebihan, biasanya tidak produktif dan sebagai respon dari

ketegangan.

b. Hiperaktivitas (hiperkinesis): kegelisahan, agresif, aktifitas

destruktif, seringkali disertai patologi otak dasar.

c. Tidur berjalan: aktivitas motorik saat tidur.

d. Tik: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.

e. Ataksia: kegagalan koordinasi otot, irregularitas gerakan otot.

f. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.

12

Page 13: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

g. Akathisia: perasaan subjektif tentang tegangan motorik sekunder

dari medikasi antipsikotik atau medikasi lain yang dapat menyebabkan

kegelisahan, melangkah bolak-balik, duduk dan berdiri berulang-

ulang, dapat disalah artikan sebagai agitasi psikotik.

h. Kompulsif: impuls tidak terkontrol untuk melakukan suatu

tindakan secara berulang.

- Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.

- Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.

- Nimfomania: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada

seorang wanita.

- Satiriasis: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada

seorang laki-laki.

- Trikotilomania: kompulsi untuk mencabut rambut.

- Ritual: aktivitas kompulsif otomatis dalam sifat, menurunkan

kecemasan yang orisinil.

i. Tremor: perubahan gerakan secara ritmis, biasanya lebih cepat dari

satu ketukan per detik.

j. Floksilasi: gerakan mencabuti yang tidak bertujuan, biasanya pada

pakaian atau seprai, sering terlihat pada delirium.

15. Agresi: tindakan yang kuat dan diarahkan dengan tujuan yang mungkin

verbal atau fisik; bagian motorik dari afek kekasaran, kemarahan atau

permusuhan.

16. Anergia: tidak berenergi (anergi).

17. Astasia abasia: ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal,

meski gerakan tungkai normal dapat dilakukan pada posisi duduk atau

berbaring. Cara berjalannya aneh dan tidak mengarah ke suatu lesi organik

spesifik; terdapat pada gangguan konversi.

18. Koprofagia: memakan kotoran atau feses.

19. Diskinesia: kesulitan melakukan gerakan volunter, seperti pada gangguan

ekstrapiramidal.

13

Page 14: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

20. Rigiditas otot: keadaan ketika otot tak dapat digerakkan; ditemui pada

skizofrenia.

21. Berputar: tanda yang terdapat pada anak autistik yang terus-menerus

berputar ke arah kepalanya yang dimiringkan.

22. Bradikinesia: kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan

spontan normal.

23. Khorea: gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan.

24. Konvulsi: kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter.

a. Konvulsi tonik: konvulsi berupa otot yang berkontraksi dan berelaksasi

secara bergantian.

b. Konvulsi tonik: konvulsi berupa kontraksi otot yang tertahan.

25. Kejang: serangan atau awitan gejala tertentu yang mendadak, contohnya

konvulsi, hilang kesadaran, serta gangguan psikis atau sensorik; ditemui

pada epilepsi dan dapat diinduksi oleh zat.

a. Kejang tonik-klonik menyeluruh: awitan gerakan tonik-klonik pada

ekstremitas yang menyeluruh, menggigit lidah, dan inkontinensia dan

diikuti oleh pemulihan kesadaran dan kognisi secara lambat dan

bertahap; disebut juga kejang grand maldan kejang psikomotor.

b. Kejang parsial sederhana: awitan kejang iktal lokal tanpa gangguan

kesadaran.

c. Kejang parsial kompleks: awitan kejang iktal lokal dengan gangguan

kesadaran.

26. Distonia: kontraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan, daoat

ditemui pada distonia akibat obat.

27. Aminia: ketidakmampuan untuk membuat gerakan isyarat yang dilakukan

oleh orang lain.

IV. Berfikir: aliran gagasan, simbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan

dimulai oleh suatu tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi

kenyataan. Jika terjadi urutan yang logis, berfikir adalah normal. Parapraksis

(tergelincir dari logis yang termotivasi secara tidak disadari juga disebut

pelesetan menurut Freud) dianggap sebagai bagian dari berfikir yang normal.

14

Page 15: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

A. Gangguan umum dalam bentuk atau proses berfikir.

1. Gangguan mental: sindroma perilaku atau psikologis yang

bermakna secara klinis, disertai dangan penderitaan atau ketidakmampuan,

tidak hanya suatu respon yang diperkirakan dari peristiwa tertentu atau

terbatas pada hubungan antara seseorang dan masyarakat.

2. Psikosis: ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari

fantasi. Gangguan tes realitas, dengan menciptakan realitas baru

(berlawanan dengan neurosis: gangguan mental dimana tes realitas adalah

utuh, perilaku tidak jelas melanggar norma-norma sosial, relatif bertahan

lama atau rekuren tanpa pengobatan).

3. Tes realitas: pemeriksaan dan pertimbangan objektif tentang dunia

di luar diri.

4. Gangguan pikiran formal: gangguan dalam bentuk pikiran,

malahan isi pikiran: berpikir ditandai dengan kekenduran asosiasi,

neologisme, dan konstruksi yang tidak logis; proses berpikir mengalami

gangguan, dan orang didefinisikan sebagai psikotik.

5. Berpikir tidak logis: berpikir mengandung kesimpulan yang salah

atau kontradiksi internal; hal ini adalah patologis jika nyata dan tidak

disebabkan oleh kultural atau defisit intelektual.

6. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau

pengalaman.

7. Berpikir autistik: preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi.

8. Berpikir magis: suatu bentuk pikiran dereistik; berpikir adalah

serupa dengan fase praopersional pada masa anak-anak (Jean Piaget),

dimana pikiran, kata-kata, atau tindakan mempunyai kekuatan.

9. Proses berpikir primer: istilah umu untuk berpikir yang dereistik,

tidak logis, magis. Normalnya ditemukan dalam mimpi, abnormal pada

psikosis.

15

Page 16: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

10. Tilikan emosional: tingkat pemahaman atau kesadaran yang

mendalam yang cenderung mengarah ke perubahan kepribadian dan

perilaku yang positif.

B. Gangguan spesifik pada bentuk pikiran.

1. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien dengan

mengkombinasikan suku kata dari kata-kata lain, untuk alas an keanehan

psikologis.

2. Word salad (gado-gado kata): campuran kata dan frase yang

membingungkan.

3. Sirkumstansialitas: bicara yang tidak langsung yang lambat dalam

mencapai tujuan tetapi akhirnya dari titik awal mencapai tujuan yang

diharapkan; ditandai dengan pemasukan perincian-perincian dan tanda-

tanda kutip yang berlebihan.

4. Tangensialitas: ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi

pikiran yang diarahkan oleh tujuan; pasien tidak pernah berangkat dari

titik awal menuju tujuan yang diinginkan.

5. Inkoherensi (pembicaraan yang tidak logis): pikiran yang biasanya,

tidak dapat dimengerti; berjalan bersama pikiran atau kata-kata dengan

hubungan yang tidak logis atau tanpa tata bahasa, yamg menyebabkan

disorganisasi.

6. Perseverasi: respon terhadap stimulus baru diberikan, sering

disertai dengan gagguan kognitif.

7. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atua frase spesifik yang tidak

mempunyai arti.

8. Ekolalia: pengulangan kata-kata atau frase-frase seseorang oleh

seseorang lain secara psikopatologis, cendrung berulang dan menetap,

dapat diucapkan dengan mengejek atau intonasi terputus-putus.

9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.

16

Page 17: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

10. Jawaban yang tidak relevan: jawaban yang tidak harmonis dengan

pertanyaan uang dipertanyakan (pasien tampaknya mengabaikan atua tidak

memperhatikan pertanyaan).

11. Pengenduran asosiasi: aliran pikiran dimana gagasan-gagasan

bergeser dari satu subjek ke subjek lain dalam cara yang sama sekali tidak

berhubungan; jika berat bicara mumngkin membingungkan (inkoheheren).

12. Keluar dari jalur (derailment): penyimpangan yang mendadak

dalam urutan pikiran tanpa penghambatan.

13. Flight of idea: verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan

terus menerus yang menghasilkan pergeseran terus menerus dari satu ide

ke ide lain; ide-ide cendrung dihubungkan, dan dalam bentuk yang kurang

parah, pendengar mungkin mampu untuk mengikutinya.

14. Asosiasi bunyi (clang association): asosiasi kata-kata yang mirip

bunyinya tetapi berbeda artinya; kata-kata yang tidak mempunyai

hubungan logis, dapat termasuk sajak dan permainan kata.

15. Penghambatan (Blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-

tiba sebelum pikiran atau gagasan diselesaikan.

16. Glossolalia: ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata

yang tidak dipahami (jaga dikenal sebagai bicara pada lidah).

C. Gangguan spesifik pada isi pikiran.

1. Kemiskinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi

karena tidak ada pengertian, pengulangan kosong, atau frase yang tidak

jelas.

2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan

tidak beralasan dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan

suatu waham.

3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah

tentang kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan

latar belakang kultural, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.

a. Waham yang kacau (bizarre delusion): keyakinan palsu

yang aneh, mustahil, dan sama sekali tidak masuk akal.

17

Page 18: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

b. Waham tersistematisasi: keyakinan yang palsu yang

digabungkan oleh suatu tema atau peristiwa tunggal.

c. Waham yang sejalan dengan mood: waham dengan isi

yang sesuai dengan mood.

d. Waham yang tidak sejalan dengan mood: waham dengan

isi yang tidak mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan

mood-netral.

e. Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya, orang

lain, dan dunia adalah ada atau berakhir.

f. Waham kemiskinan: keyakinan palsu bahwa pasien

kehilangan atau akan terampas semua harta miliknya.

g. Waham somatik: keyakinan yang palsu menyangkut

fungsi tubuh pasien.

h. Waham paranoid: termasuk waham persekutorik dan

waham referensi, kontrol, dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid,

dimana kecurigaan adalah lebih kecil dari bagian waham).

Waham persekutorik: keyakinan palsu bahwa pasien

sedang diganggu, ditipu, atau disiksa.

Waham kebesaran: gambaran kepentingan,

kekuatan, atau identitas seseorang yang berlebihan.

Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku

orang lain ditujukan pada dirinya; bahwa peristiwa, benda-benda

atau orang lain mempunyai kepentingan tertentu dan tidak

biasanya, umumnya dalam bentuk negatif; diturunkan dari ide

referensi, dimana seseorang secara salah merasa bahwa ia sedang

dibicarakan oleh orang lain.

i. Waham menyalahkan diri sendiri: keyakinan yang palsu

tentang penyesalan yang dalam dan bersalah.

j. Waham pengendalian: perasan palsu bahwa kemauan,

pikiran, atau perasaan pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar.

18

Page 19: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Penarikan pikiran (thought withdrawal): waham

bahwa pikiran pasien dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain

atau tenaga lain.

Penanaman pikiran (thought insertion): waham

bahwa pikiran ditanam dalam pikiran pasien oleh orang lain atau

tenaga lain.

Siar pikiran (thought broadcasting): waham bahwa

pikiran pasien dapat didengar oleh lain.

Pengendalian pikiran (thought control): waham

bahwa pikiran pasien dikendalikan oleh orang lain atau tenaga lain.

k. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan

palsu yang didapatkan dari kecemburuan patologis bahwa kekasih

pasien adalah tidak jujur.

l. Erotomania: kayakinan waham, lebih sering pada wanita

dibandingkan dengan laki-laki, bahwa seseorang sangat mencintai

dirinya (dikenal sebagai kompleks Clerambault- Kandinsky).

m. Pseudologis phantastica: suatu jenis kebohongan, dimana

seseorang tampaknya percaya terhadap kenyataan fantasinya dan

bertindak atas kenyataan.

4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikiran

pada ide tertentu, disertai dengan irama afektif yang kuat, seperti

kecenderungan paranoid, atau preokupasi tentang bunuh diri atau

membunuh.

5. Egomania: egomania adalah preokupasi pada diri sendiri yang

patologis.

6. Monomania: monomania adalah preokupasi dengan suatu objek

tunggal.

7. Hipokondria: keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan

pasien yang didasarkan bukan pada patologi organik yang nyata, tetapi

pada interprestasi yang realistik terhadap tanda atau sensasi fisik yang

sebagai abnormal.

19

Page 20: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

8. Obsesi: ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan

yang tidak dapat ditentang, yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran

oleh usaha logika, yang disertai dengan kecemasan (juga dikenal sebagai

renungan).

9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu

impuls yang jika ditahan menyebabkan kecemasan.

10. Koprolalia: pengungkapan secara kompulsif dari kata-kata yang

cabul.

11. Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan,

dan selalu terjadi terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu;

menyebabkan keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulus yang

ditakuti.

Fobia spesifik: rasa takut yang jelas terhadap objek

atau situasi yang jelas (contohnya, takut terhadap laba-laba atau ular).

Fobia sosial: rasa takut akan keramaian masyarakat,

seperti takut berbicara dengan masyarakat, bekerja, atau makan dalam

masyarakat.

Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.

Agrofobia: rasa takut terhadap tempat yang luas.

Algofobia: rasa takut terhadap rasa nyeri.

Ailurofobia: rasa takut terhadap kucing.

Eritrofobia: rasa takut terhadap warna merah.

Panfobia: rasa takut terhadap segala sesuatu.

Klaustrofobia: rasa takut terhadap tempat yang

tertutup.

Xenofobia: rasa takut terhadap orang asing.

Zoofobia: rasa takut terhadap binatang.

12. Noesis: suatu wahyu dimana terjadi pencerahan yang besar sekali

disertai dengan perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan

memerintah.

20

Page 21: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

13. Unio mystica: suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik

bersatu dengan kekuatan yang tidak terbatas.

V. Pembicaraan: gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa;

komunikasi melalui penggunaan kata-kata dan bahasa.

A. Gangguan cara bicara.

1. Tekanan bicara: bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan

kesulitan untuk memutus pembicaraan.

2. Kesukaan bicara (logorrhea): bicara yang banyak sekali, bertalian,

dan logis.

3. Kemiskinan bicara (poverty of speech): pembatasan bicara yang

digunakan; jawaban hanya satu suku kata.

4. Bicara yang tidak spontan: respon verbal yang diberikan hanya jika

ditanya atau dibicarakan langsung; tidak ada bicara yang dimulai dari diri

sendiri.

5. Kemiskinan isi bicara: bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi

memberikan sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekosongan atau

frase yang stereotipik.

6. Disprosodi: hilangnya irama bicara yang normal.

7. Disartria: kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam penemuan kata

atau tata bahasa.

8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan: hilangnya

modulasi volume bicara normal, mungkin mencerminkan berbagai

keadaan patologis mulai dari psikosis sampai depresi atau ketulian.

9. Gagap: pengulangan atau perpanjangan suara atua suku kata yang

sering, menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.

10. Latah: gaya bicara sermpangan dan disritmik, terdiri atas seruan

spontan dan cepat.

11. Akulalia: gaya bicara tak masuk akal terkait dengan gangguan

pemahaman yang cukup bermakna.

12. Bradilalia: gaya bicara lambat yang abnormal.

13. Disfonía: kesulitan atau nyeri saat berbicara.

21

Page 22: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

B. Gangguan Afasik: gangguan dalam pengeluaran bahasa.

1. Afasia motorik: gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan

kognitif dimana pengertian adalah tetap tetapi kemampuan untuk bicara

adalah sangat terganggu (dikenal sebagai afasia Broca).

2. Afasia sensorik: kehilangan kemampuan organik untuk mengerti

arti kata; bicara lancar dan spontan, tetapi membingungkan dan yang

bukan-bukan.

3. Afasia nominal: kesulitan untuk menemukan nama yang tepat

untuk suatu benda (juga dikenal sebagai afasia anomia dan amnestik).

4. Afasia sintatikal: ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata

dalam urutan yang tepat.

5. Afasia logat khusus (jargon): kata-kata yang dihasilkan seluruhnya

neologistik; kata-kata yang bukan-bukan diulangi dengan berbagai

intonasi dan nada suara.

6. Afasia global: kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia

fasih yamg berat.

7. Alogia: ketidakmampuan berbicara akibat suatu defisiensi mental

atau episode demensia.

8. Koprofasia: penggunaan bahasa yang vulgar atau kasar secara

involunter; terdapat pada gangguan Tourette dan beberapa kasus

skizofrenia.

VI. Persepsi: persepsi adalah memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi

psikologis, proses mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran.

A. Gangguan persepsi.

1. Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang tidak disertai dengan

stimuli eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat

interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi.

a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang

terjadi saat akan tertidur, biasanya dianggap sebagai fenomena yang

nonpatologis.

22

Page 23: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat

terbangun dari tidur, biasanya dianggap tidak patologis.

c. Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi palsu,

biasanya suara tetapi juga berupa bunyi-bunyi lain, seperti musik, dan

merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatrik.

d. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan

yang berupa citra yang berbentuk (contoh: orang) dan citra yang tidak

berbentuk (contoh: kilatan cahaya), paling sering pada gangguan

organik.

e. Halusinasi cium (olfaktoris): persepsi membau yang

palsu, paling sering pada gangguan organik.

f. Halusinasi kecap (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap

yang palsu, seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang

disebabkan oleh kejang, paling sering pada ganggaun organik.

g. Halusinasi raba (taktil, haptik): persepsi palsu tentang

perabaan atau sensasi permukaan, seperti dari tungkai yang

teramputasi (phantom limb), sensasi adanya gerakan pada atau di

bawah kulit (kesemutan).

h. Halusinasi somatik (halusinasi kenestetik): sensasi palsu

tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam atau terhadap tubuh, paling

sering berasal dari visera.

i. Halusinasi liliput (mikropsia): persepsi yang palsu

dimana benda-benda tampak lebih kecil ukurannya.

j. Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood-congruent

hallucination): halusinasi dimana isi halusinasi adalah konsisten

dengan mood yang tertekan atau manik.

k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-

incongruent hallucination): halusinasi dimana isinya tidak konsisten

dengan mood yang tertekan atau manik.

23

Page 24: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

l. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi

dengar, yang berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis dan

terjadi dalam sensorium yag jernih.

m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh

sensasi lain.

n. Trailing phenomenon: kelainan persepsi yang

berhubungan dengan obat-obat halusinogen dimana benda yang

bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah dan tidak

kontinu.

o. Halusinasi perintah: persepsi palsu akan perintah yang

membuat seseorang merasa wajib mematuhi atau tak kuasa menolak.

2. Ilusi: mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimuli eksternal

yang nyata.

B. Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif dan penyakit

medis.

1. Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenaki dan menginterpretasikan

kepentingan kesan sensoris.

2. Anosognosia: ketidaktahuan tentang penyakit,

ketidakmampuan untuk mengenali suatu defek neurologist yang terjadi

pada dirinya.

3. Somatopagnosia: ketidakmampuan untuk mengenali suatu

bagian tubuh sebagai milik dirinya sendiri.

4. Agnosia visual: ketidakmampuan untuk mengenali benda-

benda atau orang.

5. Astereonosis: ketidakmampuan untuk mengenali benda

melalui sentuhan.

6. Prosopagnosia: ketidakmampuan untuk mengenali wajah.

7. Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan tugas – tugas

tertentu.

24

Page 25: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

8. Simutagnosia: ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari

satu elemen pandangan visual pada suatu waktu untuk mengintegrasikan

bagian-bagian menjai keseluruhan.

9. Adiasokokinesia: ketidakmampuan untuk melakukan

pergerakan yang berubah dengan cepat.

10. Aura: sensasi peringatan berupa otomatisme, rasa penuh

pada perut, pipi memerah, perubahan napas, sensasi kognitif, dan keadaan

afektif yang biasanya dialami sebelum serangan kejang; suatu prodromal

sensorik yang mendahului nyeri kepala migren klasik.

C. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena konversi dan

disosiatif: somatisasi material yang direpresi atau perkembangan gejala dan

distorsi fisik yang melibatkan otot volunteer atau organ sensoris bukan di

bawah kontrol volunter dan bukan disebabkan oleh suatu gangguan fisik.

1. Anastesia histerikal: hilangnya modalitas

sensoris yang disebabkan oleh konflik emosional.

2. Makropsia: menyatakan benda-benda tampak

lebih besar dari sesungguhnya.

3. Mikropsia: menyatakan benda-benda tampak

lebih kecil dari sesungguhnya.

4. Depersonalisasi: peranan subjektif bahwa

lingkungan adalah aneh atau tidak nyata, suatu perasaan tentang

perubahan realitas.

5. Fatigue (fuga): mengambil identitas baru pada

amnesia identitas yang lama, seringkali termasuk berjalan-jalan atau

berkelana ke lingkungan yang baru.

6. Kepribadian ganda: satu orang yang tampak

pada waktu yang berbeda menjadi 2 atau lebih kepribadian.

7. Derealisasi: perasaan subjektif bahwa

lingkungan adalah aneh atau tidak nyata, suatu perasaan tentang

perubahan realitas.

25

Page 26: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

8. Disosiasi: mekanisme pertahanan bawah sadar

yang meliputi pemisahan seluruh kelompok proses mental atau perilaku

dari aktivitas psikis lain pada orang tersebut; dapat mencakup pemisahan

suatu ide dari nada emosional yang menyertainya, seperti yang tampak

pada gangguan konversi dan disosiasi.

VII. Daya ingat (memori): fungsi dimana informasi di simpan di otak dan

selanjutnya diingat kembali ke kesadaran.

A. Gangguan memori.

1. Amnesia: ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk

mengingat pengalaman masa lalu, mungkin berasal dari organik atau

emosional.

a. Anterograd: amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah

suatu titik waktu.

b. Retrograd: amnesia sebelum suatu titik waktu.

2. Paramnesia: pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan.

a. Fausse reconnaissance: pengenalan yang palsu.

b. Pemalsuan retrospektif: ingatan secara tidak diharapkan

(tidak disadari) menjadi terdistorsi saat disaring melalui keadaan

emosional, kognitif, dan pengalaman pasien sekarang.

c. Konfabulasi: pengisian kekosongan ingatan secara tidak

disadari oleh pengalaman yang dibayangkan atau tidak nyata yang

dipercaya pasien tetapi tidak mempunyai dasar kenyataan, paling

sering berhubungan dengan patologi organik.

d. Déjà vu: ilusi pengenalan visual dimana situasi yang baru

secara keliru dianggap sebagai pengulangan ingatan sebelumnya.

e. Deja entendu: ilusi pengenalan auditoris.

f. Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali

sebagai pikiran yang sebelumnya telah dirasakan atau diekspresikan.

g. Jamais vu: perasaan palsu tentang ketidakkenalan

terhadap situasi nyata yang telah dialami seseorang.

3. Hipermnesia: peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan.

26

Page 27: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

4. Eidetic image: ingatan visual tentang kejelasan halusinasi.

5. Screen memory: ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar

menutupi ingatan yang menyakitkan.

6. Represi: suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan

yang tidak disadari terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat

diterima.

7. Letologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu

nama atau suatu kata benda yang tepat.

8. Blackout: amnesia yang dialami oleh alkoholik tentang perilaku

selama ia minum-minum; biasanya mengindikasikan terjadinya kerusakan

otak reversibel.

B. Tingkat memori.

1. Segara (immediate): reproduksi atau pengingatan hal- hal yang

dirasakan dalam beberapa detik sampai menit.

2. Jangka pendek (recent): pengingatan peristiwa yang telah lewat

beberapa hari.

3. Jangka menengah (recent past): pengingatan peristiwa yang telah

lewat selama beberapa bulan.

4. Jangka panjang (remote): pengingatan peristiwa yang telah lama

terjadi.

VIII. Intelegensia: kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan

menyatukan secara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi

situasi yang baru.

A. Retardasi mental: kurangnya intelegensia sampai

derajat dimana terdapat gangguan pada kinerja sosial dan pekerjaan:

1. Ringan (IQ 50 atau 55 sampai 70)

2. Sedang (IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55)

3. Berat (IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40)

4. Sangat berat (dibawah IQ 20 atau 25)

5. Idiot (usia mental di bawah 3 tahun)

6. Imbisil (usia mental antara 3 sampai 7 tahun)

27

Page 28: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

7. Moron (usia mental sekitar 8 tahun)

B. Demensia: perburukan fungsi intelektual organik

dan global tanpa pengaburan kesadaran.

1. Diskalkulia (akalkulia): hilngnya kemampuan

untuk melakukan perhitungan yang tidak disebabkan oleh kecemasan

atau gangguan konsentrasi.

2. Disgrafia (agrafia): hilangnya kemampuan untuk

menulis dalam gaya yang kursif, hilangnya struktur kata.

3. Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang

sebelumnya dimiliki, tidak disebabkan oleh gangguan ketajaman

penglihatan.

C. Pseudodemensia: gambaran klinis yang

menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu kondisi organik,

paling sering disebabkan oleh depresi (sindroma demensia dari depresi).

D. Pemikiran konkret: berpikir harafiah,

penggunaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti, pikiran

satu-dimensional.

E. Pemikiran abstrak: kemampuan untuk mengerti

nuansa arti, berpikir multi dimensional dengan kemampuan menggunakan

kiasan dan hipotesis dengan tepat.

IX. Tilikan (Insight): kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya

dan arti dari suatu situasi (seperti sekumpulan gejala).

A. Tilikan intelektual: pemahaman keyakinan objektif suatu kelompok

keadaan tanpa disertai kemampuan untuk menerapkan pemahaman

tersebut dalam cara yang berguna untuk mengatasi situasi.

B. Tilikan sejati: pemahaman akan keyakinan objektif suatu situasi disertai

motivasi dan dorongan emosional untuk mengatasi situasi.

C. Tilikan terganggu: berkurangnya kemampuan untuki memahami

kenyataan objektif dari suatu situasi.

X. Daya nilai: kemampuan untuk mengkaji suatu situasi dengan benar dan

bertindak sesuai situasi tersebut.

28

Page 29: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

A. Daya nilai kritis: kemampuan untuk menilai, melihat dan memilih

berbagai pilihan di dalam suatu situasi

B. Daya nilai otomatis: kinerja refleks di dalam suatu tindakan.

C. Daya nilai terganggu: menghilangnya kemampuan untuk mengerti

suatu situasi dengan benar dan bertindak secara tepat.

VI. PEDOMAN PENGGOLONGAN

Konsep klasifikasi penggolongan diagnosis gangguan jiwa yang merujuk pada

ICD-10 sebagai berikut:(3,10)

F00-09 Gangguan mental organik, termasuk gangguan mental simtomatik.

Gambaran utama:

Gangguan fungsi kognitif: daya ingat, daya pikir, dan belajar

Gangguan sensorium: gangguan kesadaran dan perhatian

Sindrom dengan menifestasi yang jelas dalam bidang: persepsi

(halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), suasana perasaan dan emosi

(depresi, gembira dan cemas)

Gangguan mental simptomatik

F00 Demensia pada penyakit alzheimer

F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer dengan onset dini

F00.1 Demensia pada penyakit alzheimer dengan onset lambat

F00.2 Demensia pada penyakit alzheimer, tipe tak khas atau tipe

campuran

F00.9 Demensia pada penyakit alzheimer YTT

F01 Demensia vaskular

F01.0 Demensia vaskular onset akut

F01.1 Demensia multi infark

F01.2 Demensia vaskular subkortical

F01.3 Demensia vaskular campuran kortikal dan subkortikal

F01.8 Demensia vaskular lainnya

F01.9 Demensia vaskular YTT

F02 Demensia pada penyakit lain YDK

F02.0 Demensia pada penyakit Pick

29

Page 30: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-jakob

F02.2 Demensia pada penyakit Huntington

F02.3 Demensia pada penyakit Parkinson

F02.4 Demensia pada penyakit Human Imunodeficiency Virus

[HIV]

F02.8 Demensia pada penyakit YDT YDK

F03 Demensia YTT

F04 Sindroma amnesia organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

F05 Deliriun bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

F05.0 Delirium, tak bertumpangtindih dengan demensia

F05.1 Delirium, bertumpangtindih dengan demensia

F05.8 Delirium lainnya

F05.9 Delirium YTT

F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan

penyakit fisik

F06.0 Halusinosis organik

F06.1 Gangguan katatonik organik

F06.2 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)

F06.3 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) organik

F06.4 Gangguan anxietas organik

F06.5 Gangguan disosiatif organik

F06.6 Gangguan astenik organik

F06.7 Gangguan kognitif ringan

F06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan

penyakit fisik lain YDT

F06.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan

penyakit fisik YTT

F07 Gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan

disfungsi otak

F07.0 Gangguan kepribadian organik

F07.1 Sindroma pasca-ensefalitis

30

Page 31: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F07.2 Sindroma pasca-kontusio

F07.8 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit,

kerusakan dan disfungsi otak lainnya

F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit,

kerusakan dan disfungsi otak YTT

F09 Gangguan mental organik atau simptomatik YTT

F10-19 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif

Dasar diagnosa:

Adanya penggunaan zat psikoaktif (baik yang diresepkan maupun

tidak)

Adanya gejala psikotik maupun tidak ada

F10 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol

F11 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida

F12 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida

F13 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau

hipnotika

F14 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain

F15 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain

termasuk kafein

F16 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika

F17 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau

F18 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah

menguap

F19 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan

penggunaan zat psikoaktif lainnya

F20-29 Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham

Pedoman diagnosa:

Gejala yang timbul yaitu gejala psikotik, semua umur

Non organik

F20 Skizofrenia

Pedoman diagnosis:

31

Page 32: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Gejala Mayor: (1 gejala yang jelas, 2 gejala yang kurang jelas)

Thought echo, though insertio, thought broadcasting

Waham dikendalikan

Halusinasi menetap

Waham menetap

Gejala Minor: (paling sedikit 2)

Halusinasi menetap

Arus pikir yang terputus atau mengalami sisipan

Perilaku katatonik

Gejala negativistik

Perubahan yang konsisten secara keseluruhan dari perilaku

Kurun waktu 1 bulan atau lebih

F20.0 Skizofrenia paranoid

F20.1 Skizofrenia hebefrenik

F20.2 Skizofrenia katatonik

F20.3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)

F20.4 Skizofrenia pasca-skizofrenia

F20.5 Skizofrenia residual

F20.6 Skizofrenia simpleks

F20.8 Skizofrenia lainnya

F20.9 Skizofrenia YTT

F21 Gangguan skizotipal

F22 Gangguan waham menetap

F22.0 Gangguan waham

F22.8 Gangguan waham menetap lainnya

F22.9 Gangguan waham YTT

F23 Gangguan psikotik akut dan sementara

F23.0 Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia

F23.1 Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia

F23.2 Gangguan psikotik lir-skizofrenia akut

F23.3 Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham

32

Page 33: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara lainnya

F23.9 Gangguan psikotik akut dan sementara YTT

F24 Gangguan waham terinduksi

F25 Gangguan skizoafektif

F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manik

F25.1 Gangguan skizoafektif tipe depresif

F25.2 Gangguan skizoafektif tipe campuran

F25.8 Gangguan skizoafektif lainnya

F25.9 Gangguan skizoafenik YTT

F28 Gangguan psikotik non organik lainnya

F29 Psikosis non organik YTT

F30-39 Gangguan suasana perasaan (Mood [afektif])

Pedoman diagnosis:

Perubahan suasana mood/ afek ( kearah depresi maupun elasi)

Pada semua umut

Perubahan semua tingkatan aktivitas (umumnya)

Dapat disertai gejala psikotik maupun non psikotik

F30 Episode manik

F30.0 Hipomania

F30.1 Mania tanpa gejala psikotik

F30.2 Mania dengan gejala psikotik

F30.8 Episode manik lainnya

F30.9 Episode manik YTT

F31 Gangguan afektif bipolar

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala

psikotik

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala

psikotik

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau

sedang

33

Page 34: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa

gejala psikotik

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan

gejala psikotik

F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

F31.7 Gangguan afektif bipolar,kini dalam remisi

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya

F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT

F32 Episode depresif

F32.0 Episode depresif ringan

F32.1 Episode depresif sedang

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psiotik

F32.8 Episode depresif lainnya

F32.9 Episode depresif YTT

F33 Gangguan depresif berulang

F33.0 Episode depresif berulang, episode kini ringan

F33.1 Episode depresif berulang, episode kini sedang

F33.2 Episode depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala

psikotik

F33.3 Episode depresif berulang, episode kini berat dengan gejala

psikotik

F33.4 Episode depresif berulang, kini dalam remisi

F33.8 Episode depresif berulang lainnya

F33.9 Episode depresif berulang YTT

F34 Gangguan suasana perasaaan (mood[afektif]) menetap

F34.0 Siklotimia

F34.1 Distimia

F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) menetap lainnya

F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) menetap YTT

F38 Gangguan suasana perasaaan (mood[afektif]) lainnya

34

Page 35: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F38.0 Gangguan suasana perasaaan (mood[afektif]) tunggal lainnya

F38.1 Gangguan suasana perasaaan (mood[afektif]) berulang

lainnya

F38.8 Gangguan suasana perasaaan (mood[afektif]) lainnya YDT

F39 Gangguan suasana perasaaan (mood[afektif]) YTT

F40-49 Gangguan Neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang

berkaitan dengan stres

Gejala utama:

Neurotik, somatoform dan berkaitan dengan stress

Non organik

F40 Gangguan anxietas fobik

F40.0 Agorafobia

F40.1 Fobia sosial

F40.2 Fobia khas (terisolasi)

F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya

F40.9 Gangguan anxietas fobik lainnya

F41 Gangguan anxietas lainnya

F41.0 Gangguan panik ( anxietas paroksismal episodik)

F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh

F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif

F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya

F41.8 Gangguan anxietas lainnya

F41.9 Gangguan anxietas YTT

F42 Gangguan obsesif-kompulsif

F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan

F42.1 Predominan tindakan kompulsif

F42.2 campuran tindakan dan pikiran obsesional

F42.8 Gangguan obsesif-kompulsif lainnya

F42.9 Gangguan obsesif-kompulsif YTT

F43 Reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian

F43.0 Reaksi stress akut

35

Page 36: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F43.1 Gangguan stress pasca trauma

F43.2 Gangguan penyesuaian

F43.8 Reaksi terhadap stres berat lainnya

F43.9 Reaksi terhadap stress berat YTT

F44 Gangguan disosiatif [konversi]

F44.0 Amnesia disosiatif

F44.1 Fugue disosiatif

F44.2 Stupor disosiatif

F44.3 Gangguan trans dan kesurupan

F44.4 Gangguan motorik disosiatif

F44.5 Konvulsi disosiatif

F44.6 Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif

F44.7 Gangguan disosiatif [konversi] campuran

F44.8 Gangguan disosiatif [konversi] lainnya

F44.9 Gangguan disosiatif [konversi] YTT

F45 Gangguan somatoform

F45.0 Gangguan somatisasi

F45.1 Gangguan somatoform tak terinci

F45.2 Hipokondrik

F45.3 Disfungsi otonomik somatoform

F45.4 Gangguan nyeri somatoform menetap

F45.8 Gangguan somatoform lainnya

F45.9 Gangguan somatoform YTT

F48 Gangguan neurotik lainnya

F48.0 Neurastenia

F48.1 Sindroma depersonalisasi-derealisasi

F48.8 Gangguan neurotik lainnya YDT

F48.9 Gangguan neurotik YTT

F50-59 Sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis

dan faktor fisik

Gejala khas:

36

Page 37: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Disfungsi fisiologi

Etiologi non organik

F50 Gangguan makan

F50.0 Anoreksia nervosa

F50.1 Anoreksia nervosa tak khas

F50.2 Bulimia nervosa

F50.3 Bulimia nervosa tak khas

F50.4 Makan berlebih yang berhubungan dengan gangguan

psikologis lainnya

F50.5 Muntah yang berhubungan dengan gangguan psikologis

lainnya

F50.8 Gangguan makan lainnya

F50.9 Gangguan makan YTT

F51 Gangguan tidur nonorganik

F51.0 Insomnia nonorganik

F51.1 Hipersomnia nonorganik

F51.2 Gangguan jadwal tidur nonorganik

F51.3 Somnambulisme

F51.4 Teror tidur

F51.5 Mimpi buruk

F51.8 Gangguan tidur nonorganik lainnya

F51.9 Gangguan tidur nonorganik YTT

F52 Disfungsi seksual bukan disebabkan oleh gangguan atau penyakit

organik

F52.0 Kurang atau hilangnya nafsu seksual

F52.1 Tidak menyukai dan tidak menikmati seks

F52.2 Kegagalan dari respon genital

F52.3 Disfungsi orgasme

F52.4 Eyakulasi dini

F52.5 Vaginismus nonorganik

F52.6 Dispareunia nonorganik

37

Page 38: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F52.7 Dorongan seksual berlebihan

F52.8 Disfungsi seksual lainnya, bukan disebabkan olh gangguan

atau penyakit organik

F52.9 Disfungsi seksual YTT, bukan disebabkan oleh gangguan

atau penyakit organik

F53 Gangguan jiwa dan perilaku yang berhunungan dengan masa nifas

YTK

F53.0 Gangguan jiwa dan perilaku ringan yang berhubungan

dengan masa nifas YTK

F53.1 Gangguan jiwa dan perilaku berat yang berhubungan dengan

masa nifas YTK

F53.8 Gangguan jiwa dan perilaku lainnya yang berhubungan

dengan masa nifas YTK

F53.9 Gangguan masa nifas YTT

F54 Faktor psikologi dan perilaku yang berhubungan dengan gangguan

atau penyakit YDK

F55 Penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan

F55.0 Antidepresiva

F55.1 Pencahar

F55.2 Analgetika

F55.3 Antasida

F55.4 Vitamin

F55.5 Stereoida atau hormon

F55.6 Jamu atau obat tradisional

F55.8 Zat lainnya yang tidak menyebabkan ketergantungan

F55.9 YTT

F59 Sindroma perilaku YTT yang bverhubungan dengan gangguan

fisiologi dan faktor fisik

F60-69 Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.

Gajala khas

Gejala prilaku

38

Page 39: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Non organik

Dewasa

F60 gangguan kepribadian khas

F60.0 Gangguan kepribadian paranoid

F60.1 Gangguan kepribadian skizoid

F60.2 Gangguan kepribadian dissosial

F60.3 Gangguan kepribadian emosional tak stabil

F60.4 Gangguan kepribadian histrionik

F60.5 Gangguan kepribadian anankastik

F60.6 Gangguan kepribadian cemas

F60.7 Gangguan kepribadian dependen

F60.8 Gangguan kepribadian khas lainnya

F60.9 Gangguan kepribadian YTT

F61 Gangguan kepribadian campuran dan lainnya.

F61.0 Gangguan kepribadian campuran

F61.1 Perubahan kepribadian yang bermasalah

F62 Perilaku kepribadian yang berlangsung lama yang tidak diakibatkan

okeh kerusakan atau penyakit otak.

F62.0 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah

mengalami katastrofa

F62.1 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama akibat

penyakit psikiatri

F62.8 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama lainnya

F62.9 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama YTT

F63 Gangguan kebiasaan dan impuls

F63.0 Judi patologis

F63.1 Bakar patologis

F63.2 Curi patologis

F63.3 Trikotilomania

F63.8 Gangguan kebiasaan dan impuls lainnya

F63.9 Gangguan kebiasaan dan impuls YTT

39

Page 40: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F64 Gangguan preferensi seksual

F64.0 Transseksualisme

F64.1 Transvestisme peran ganda

F64.2 Gangguan identitas jenis kelamin masa kanak

F64.8 Gangguan identitas jenis kelamin lainnya

F64.9 Gangguan identitas jenis kelamin YTT

F65 Gangguan preferensi seksual

F65.0 Fetishisme

F65.1 Transvestisme fetishistik

F65.2 Ekshibisionisme

F65.3 Voyeurisme

F65.4 Pedofilia

F65.5 Sadomasokisme

F65.6 Gangguan preferensi seksual multipel

F65.8 Gangguan preferensi seksual lainnya

F65.9 Gangguan preferensi seksual YTT

F66 Gangguan psikologi dan perilaku yang berhubungan dengan

perkembangan dan orientasi seksual

F66.0 Gangguan maturasi seksual

F66.1 Orientasi seksual egodistonik

F66.2 Gangguan hubungan seksual

F66.8 Gangguan perkembangan psikoseksual lainnya

F66.9 Gangguan perkembangan psikoseksual YTT

F68 Gangguan kepribadian dan perilaku dan perilaku masa dewasa

F68.0 Elaborasi gejala fisik karena alasan psikologis

F68.1 Kesengajaan atau berpura-pura membuat gejala atau

disabilitas, baik fisik maupun psikologi

F68.8 Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa lainnya

YDT

F69 Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa 105

F70-79 Retardasi Mental

40

Page 41: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

Gejala khas:

Gejala perkembangan IQ

Non organik

F70 Retardasi mental ringan

F71 Retardasi mental sedang

F72 Retardasi mental berat

F73 Retardasi mental sangat berat.

F78 Retardasi mental lainnya

F79 Retardasi mental YTT

F80-89 Gangguan perkembangan psikologis

Gejala khas:

Gejala perkembangan khusus

Onset masa kanak

F80 Gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa

F80.0 Gangguan artikulasi berbicara khas

F80.1 Gangguan berbahasa ekspresif

F80.2 Gangguan berbahasa reseptif

F80.3 Afasia yang dapat didapat dengan epilepsi (sindr landau-

kleffner)

F80.8 Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa lainnya

F80.9 Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa YTT

F81 Gangguan perkembangan belajar khas

F81.0 Gangguan mambaca khas

F81.1 Gangguan mengeja khas

F81.2 Gangguan berhitung khas

F81.3 Gangguan belajar campuran

F81.4 Gangguan perkembangan belajar lainnya

F81.5 Gangguan perkembangan belajar YTT

F82 Gangguan perkembangan motorik khas

F83 Gangguan perkembangan khas campuran

F84 Gangguan perkembangan pervasif

41

Page 42: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F84.0 Autisme masa kanak

F84.1 Autisme tak khas

F84.2 Sindroma Rett

F84.3 Gangguan desintegratif masa kanak lainnya

F84.4 Gangguan aktivitas berlebih yang berhubungan dengan

retardasi mental dan gerakan stereotipik

F84.5 Sindroma Asperger

F84.8 Gangguan perkembangan pervasif lainnya

F84.9 Gangguan perkembangan pervasif YTT

F88 Gangguan perkembangan psikologis lainnya

F89 Gangguan perkembangan psikologis YTT

F90-99 Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada

kanak dan remaja

Gejala khas:

Gejala prilaku/emosional

Onset masa kanak

F90 Gangguan hiperkinetik

F90.0 Gangguan aktivitas dan perhatian

F90.1 Gangguan tingkah laku hiperkinetik

F90.8 Gangguan hiperkinetik lainnya

F90.9 Gangguan hiperkinetik YTT

F91 Gangguan tingkat laku

F91.0 Gangguan tingkah laku yan berbatas pada lingkungan

keluarga

F91.1 Gangguan tingkah laku tak berkelompok

F91.2 Gangguan tingkah laku berkelompok

F91.3 Gangguan sikap menentang

F91.8 Gangguan tingkah laku lainnya

F91.9 Gangguan tingkah laku YTT

F92 Gangguan campuran tingkah laku dan emosi

F92.0 Gangguan tingkah laku depresif

42

Page 43: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F92.8 Gangguan campuran tingkah laku dan emosi lainnya

F92.9 Gangguan campuran tingkah laku dan emosi YTT

F93 Gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak-kanak

F93.0 Gangguan anxietas perpisahan masa kanak

F93.1 Gangguan anxietas fobik masa kanan

F93.2 Gangguan anxietas sosial masa kanak

F93.3 Gangguan persaingan antar saudara

F93.8 Gangguan emosional masa kanak lainnya

F93.9 Gangguan emosional masa kanak YTT

F94 Gangguan fungsi sosialo dengan onset khas pada masa kanak-kanak

dan remaja

F94.0 Mutisme elektif

F94.1 Gangguan kelekatan reaktif masa kanak

F94.2 Gangguan kelekatan tak terkendali masa kanak lainnya

F94.8 Gangguan fungsi sosial masa kanak lainnya

F94.9 Gangguan fungsi sosial masa kanak YTT

F95 Gangguan ’tic’

F95.0 Gangguan ’tic’ sementara

F95.1 Gangguan ’tic’ motorik atau vokal kronik

F95.2 Gangguan campuran ’tic’ vokal dan motorik multiple

F95.8 Gangguan ’tic’ lainnya

F95.9 Gangguan ’tic’ lainnya

F98 Gangguan perilaku dan emosional lainnya dengan onset. Biasanya

terjadi setelah meninggal

F98.0 Enuresis nonorganik

F98.1 Enkoporesis nonorganik

F98.2 Gangguan makan masa bayi dan kanak

F98.3 Pika masa bayi dan kanak

F98.4 Gangguan gerakan stereotipik

F98.5 Gagap

F98.6 ’Cluttering’

43

Page 44: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

F98.8 Gangguan perilaku dan emosional lainnya YDT dengan onset

biasanya pada masa kanak dan remaja

F98.9 Gangguan perilaku dan emosional lainnya YTT dengan onset

biasanya pada masa kanak dan remaja

F99 Gangguan jiwa YTT

44

Page 45: Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Investing in Mental Health. Switzerland:

Nove Impression; 2003. p. 7.

2. Department of Health & Human Services. Community Conversations About

Mental Health Information Brief. USA: Substance Abuse and Mental Health

Services Administration (SAMHSA); 2013.p. 1, 3.

3. Maslim R. Konsep-Konsep Dasar. In: Maslim R. Buku Saku Diagnosis

Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Nuh Jaya; 2003. p.

7.

4. Trottier L. about Mental Illnesses. In: Trottier L. Understanding Mental

Illness. Missouri: Missouri State Library; 2011.p. 1.

5. Hicks WJ. Introduction. In: Hicks WJ. Fifty Signs of Mental Illness A Guide to

Understanding Mental Illness. London: Yale University Press; 2005. p. 2-3.

6. Maramis WF, Maramis AA. Penyebab Umum Gangguan Jiwa. In: Maramis

WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2nd edition. Jakarta:

Airlangga University Press; 2009. p. 158-162.

7. Idaiani S, Suhardi, Kristanto AY. Analisis Gejala Gangguan Mental

Emosional Penduduk Indonesia. Maj Kedokt Indon. 2009; 59(10): 473-474.

8. Sadock BJ, Sadock VA. Tanda dan Gejala dalam Psikiatri. In: Sadock BJ,

Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2nd edition. Jakarta EGC; 2012. p. 29-

37.

9. World Health Organization (WHO). The ICD-10 Classification of Mental and

Behavioural Disorders Diagnostic Criteria for Research. Geneva: WHO; 1993.

p. 24-43.

10. Maslim R. Daftar Kategori Diagnosis. In: Maslim R. Buku Saku Diagnosis

Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Nuh Jaya; 2003. p.

196-213.

45